Anda di halaman 1dari 35

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Trigliserida adalah bentuk dari lemak yang tersimpan dalam tubuh dan banyak ditemukan di jaringan adipose. Trigliserida dipakai dalam tubuh terutama untuk menyediakan energi bagi berbagai proses metabolik, suatu fungsi yang hampir sama dengan fungsi karbohidrat. Akan tetapi, beberapa lipid, terutama kolesterol, fosfolipid, dan sejumlah kecil trigliserida, dipakai untuk membentuk semua membrane sel dan untuk melakukan fungsi-fungsi sel yang lain.(Guyton,2003). Meningkatnya kadar trigliserida dalam darah dapat meningkatkan kadar kolesterol. Sejumlah faktor dapat mempengaruhi kadar trigliserida dalam darah seperti kegemukan, minum alkohol, makan gula, makan lemak. Asupan makanan yang mengandung kadar lemak jenuh yang tinggi dapat meningkatkan efek trigliserida di dalam tubuh seseorang. Jika kadar trigliserida meningkat, maka kadar kolesterol pun akan meningkat pula. Trigliserida yang berlebih dalam tubuh akan disimpan di dalam jaringan kulit sehingga tubuh terlihat gemuk. Seperti halnya kolesterol, kadar trigliserida yang terlalu berlebih dalam tubuh dapat membahayakan kesehatan terutama dapat menyumbat pebuluh darah yang bias mengakibatkan penyakit jantung dan strok iskemik.

Secara tradisional banyak tanaman yang dapat berfungsi sebagai obat penurun kadar trigliserida. Namun demikian, penggunaan tanaman obat tersebut kadang-kadang hanya didasarkan pada pengalaman dan belum didukung oleh penelitian terutama uji farmakologinya. Salah satu obat tradisional yang sering digunakan oleh masyarakat sebagai obat penurun trrigliserida adalah tanaman belimbing. Tanaman tersebut secara empiris mempunyai khasiat untuk penurunan kadar trigliserida. Adapun kandungan pektin pada dinding sel belimbing mampu mengikat kolesterol dan asam empedu yang terdapat dalam usus dan membantu pengelurannya. Buah belimbing memiliki kandungan energi kalori, protein, lemak, karbohidrat, mineral, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin A, vitamin B1, vitamin C, serat, dan air. Selain itu belimbing juga memiliki kandungan serat yang baik sehingga dapat membantu melancarkan proses pencernaan, dan mengandung kadar kalium tinggi, serta natrium yang rendah sebagai obat hipertensi. Berdasarkan latar belakang inilah, dilakukan penelitian tentang pengaruh belimbing terhadap penurunan kadar trigliserida,pada mencit Untuk memberikan bukti yang lebih nyata tentang pengaruh belimbing terhadap penurunan kadar trigliserida sehingga diharapkan belimbing sebagai obat tradisional dapat dimanfaatkan sebagai obat antidiabetes di kalangan masyarakat.

B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas dapat dibuat rumusan masalah yaitu apakah jus belimbing mempunyai efek menurunkan kadar trigliserida darah pada mencit? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jus buah belimbing terhadap kadar trigliserida pada mencit. D. Manfaat Penelitian Dari penelitian yang dilakukan, diharapkan hasil yang diperoleh dapat bermanfaat bagi peneliti dan juga bagi masyarakat luas. Berikut manfaatnya : 1. Bagi peneliti, sebagai suatu bentuk pengembangan ilmu pengetahuan mengenai pengaruh pengaruh jus buah belimbing terhadap kadar trigliserida 2. Bagi masyarakat, memperluas wawasan dan pengetahuan di bidang kesehatan dan juga memberikan informasi tambahan mengenai pengaruh pengaruh jus buah belimbing terhadap kadar trigliserida terutama yang meiliki kadar trigliserida tinggi. 3. Bagi peneliti selanjutnya, memberikan gambaran serupa dengan lebih lengkap kepada peneliti selanjutnya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Trigliserida 1. Pengertian Trigliserida Trigliserida adalah salah satu jenis lemak yang terdapat dalam darah dan berbagai organ dalam tubuh. Dari sudut ilmu kimia trigliserida merupakan substansi yang terdiri dari gliserol yang mengikat gugus asam lemak (A.P. Bangun, 2003). Trigliserida dalam tubuh digunakan untuk menyediakan energy berbagai proses metabolisme. Fungsi lipid ini mempunyai peranan yang hampir sama dengan karbohidrat yaitu memberi energi untuk tubuh (Arthur C Guyton,1991) Trigliserida merupakan lemak di dalam tubuh yang terdiri dari 3 jenis lemak yaitu lemak jenuh, lemak tidak jenuh tunggal, dan lemak tidak jenuh ganda (library.usu.ac.id). 2. Metabolisme Trigliserida a. Sintesa trigliserida Sebagian besar sintesa trigliserida terjadi dalam hati tetapi ada juga yang disintesa dalam jaringan adipose. Trigliserida yang ada dalam hati kemudian ditransport oleh lipoprotein ke jaringan adipose,

dimana trigliserida juga disimpan untuk energi (Arthur C. Guyton, 1991). b. Transport trigliserida Kebanyakan lemak makanan dalam bentuk triasigliserol. Pencernaan lemak terjadi di usus kecil dan isi lemak direaksikan dengan lipase karena larut dalam air. Materi lipid diubah menjadi globula-globula kecil yang teremulsi oleh garam empedu (Arthur C. Guyton, 1991). Pada mukosa intestinum, trigliserida disintesa kembali dan dilapisi protein. Selanjutnya asam lemak akan berdiskusi masuk ke sel lemak dan disintesa menjadi trigliserida (Artur C. Guyton, 1991) 3. Faktor-Faktor Yang Dapat Menyebabkan Peningkatan Dan Penurunan Kadar Trigliserida a. Faktor-faktor yang menyebabkan peningkatan kadar trigliserida adalah konsumsi lemak yang berasal dari nabati, lemak nabati ini memang tidak mengandung kolesterol namun mengandung trigliserida yang tinggi contoh durian dan kelapa. b. Faktor-faktor yang menyebabkan penurunan kadar trigliserida adalah konsumsi makanan tinggi protein yang tak berlemak, mengkonsumsi buahbuahan dan sayuran segar yang mengandung serat tinggi, berolahraga minimal 30 menit perhari, dan menghentikan kebiasaan merokok dan minum minuman beralkohol.

4. Metode Pemeriksaan Trigliserida a. Ultra senrtifuge Metode ini merupakan pemisahan fraksi fraksi lemak. Lemak akan bergabung dengan protein membentuk lipoprotein. Berat jenis lipoprotein ditentukan dari perbandingan antara banyaknya lemak dan protein. Semakin tinggi perbandingan antara lemak dan protein, maka semakin rendah berat jenisnya. Berat jenis lemak murni lebih rendah dari pada berat jenis air. b. Elektroforesa Metode ini dapat memisahkan kilomikron, betalipoprotein,

prebetalipoprotein, dan alfalipoprotein. Serum diteteskan pada selaput dari selulosa atau kertas saring yang diletakkan pada medan listrik. Kemudian intensitas warna yang terbentuk diukur dengan

densitometer (Pusdiknakes, 1985). c. Enzim kolorimetri (GPO - PAP) Metode ini trigliserida akan dihidrolisa secara enzimatis menjadi gliserol dan asam bebas. Kompleks warna yang terbentuk diukur kadarnya menggunakan spektrofotometer (Dyasis No 1 5710 99 83 021 R )

B. Belimbing 1. Pengertian Belimbing (Averrhoa carambola L.) merupakan tanaman hortikultura yang tumbuh di daerah tropis. Sumber genetik dari keanekaragaman belimbing terdapat di Malaysia. Tanaman ini terbagi menjadi dua jenis yaitu belimbing manis (carambola) dan belimbing wuluh (bilimbi). Jenis belimbing yang banyak dibudidayakan adalah belimbing manis. Pohon belimbing berkayu keras dan tinggi pohon dapat mencapai 12 m. Pohon belimbing tidak terlalu besar dengan diameter batang sekitar 30 cm. Daun belimbing termasuk daun majemuk menyirip ganjil dengan anak daun tersusun berhadapan atau berseling pada tangkai bersama dan umumnya berjumlah 7 17 helai. Daun muda berwarna kemerahan, setelah tua berwarna hijau muda (Sunarjono 2004). Bentuk morfologi buah belimbing dapat dilihat pada Gambar 1. Dalam taksonomi tumbuhan, belimbing diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Divisi Sub-divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Plantae : Spermatophyta : Angiospermae : Dicotyledonae : Oxalidales : Oxalidaceae : Averrhoa : Averrhoa carambola L. (belimbing manis)

Belimbing bukan termasuk tanaman musiman. Panen buah belimbing dilakukan 3-4 kali dalam setahun. Panen besar biasanya bulan Juli Agustus. Umur petik dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan iklim. Di dataran rendah yang iklimnya basah seperti Jakarta, umur petiknya sekitar 35-60 hari setelah pembungkusan atau 65-90 hari setelah bunga mekar (Rukmana 1996).

Gambar 1. Buah belimbing (Averrhoa carambola L) Varietas belimbing unggul adalah varietas yang memiliki produktivitas yang tinggi, resisten terhadap hama dan penyakit, ukuran buah besar dan warna menarik, serta dapat ditanam diberbagai kondisi lingkungan baru. Jenis varietas unggulan yang ada di Indonesia diantaranya varietas Sembiring, Siwalan, Dewi, Demak Kapur, Demak Kunir, Demak Jingga, Pasar Minggu,

Wijaya, Paris, Filipina, Taiwan, Bangkok dan varietas Malaysia. Dua varietas belimbing unggul nasional yaitu: varietas Kunir dan Kapur. Buah belimbing memiliki kandungan nutrisi dan vitamin yang sangat bermanfaat. Kandungan vitamin C yang tinggi dalam belimbing bermanfaat sebagai antioksidan yang berfungsi meningkatkan daya tahan tubuh dan mencegah radikal bebas. Nutrisi yang terkandung dalam 100 gram buah belimbing dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kandungan nutrisi dalam 100 gram buah belimbing
Nutrisi Air Energi Protein Lemak Karbohidrat Diet serat Gula Kadar abu Kalsium Besi Fosfor Seng Vitamin C Folat Asam pantotenat Vitamin B1 Vitamin B2 Kalium Satuan G Kkal G G G G G G Mg Mg Mg Mg Mg g Mg Mg Mg Mg Kadar 91,38 31 1,04 0,33 6,73 2,8 3,98 0,52 3,00 0,08 12 10 34,4 12 0,39 0,03 0,02 133

Sumber : USDA Nutrient Database (2010) Selain itu, kandungan buah belimbing memiliki pektin. Pektin merupakan polisakarida yang diperoleh dari buah-buahan dan digunakan dalam pembuatan jeli serta digunakan sebagai bahan tambahan untuk pengental dalam makanan (Nogrady, 1992 ; Rilantono dkk., 1996). Pektin bersifat koloid reversibel, yaitu dapat larut dalam air, diendapkan, dikeringkan dan dilarutkan kembali tanpa perubahan sifat fisiknya.

10

Penambahan air pada pektin kering akan terbentuk gumpalan seperti pasta yang kemudian menjadi larutan. Proses tersebut dapat dipercepat dengan cara ekstraksi dan penambahan gula. Larutan pektin yang berupa larutan koloid pada kertas lakmus bereaksi asam. Pektin tidak larut dalam alkohol dan pelarut organik lainnya seperti metanol, aseton atau propanol. Semakin cepat pektin larut dalam air maka akan semakin cepat untuk mengendapkannya dengan suatu elektrolit. Larutan pektin bersifat asam disebabkan karena adanya gugus karboksilat (Michelle, 1993 ; Kasim dkk., 2008). 2. Pektin

11

C. Hewan Percobaan Penelitian dengan menggunakan hewan percobaan tikus putih jantan karena tikus putih jantan tidak dipengaruhi oleh siklus menstruasi dan kehamilan seperti pada tikus putih betina. Oleh karena itu, tikus putih jantan mempunyai tingkat kecepatan metabolisme obat yang lebih tinggi dan kondisi biologis tubuh yang lebih stabil bila dibandingkan tikus betina (Amori, 1996 ; Barnett, 2007). 1. Sistematika Hewan Percobaan Sistematika tikus putih jantan (Rattus norvegicus) dalam hewan percobaan diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Chordata : Mammalia : Rodentia : Muridae : Rattus : Rattus norvegicus Gambar 3. Rattus norvegicus

(Anonim A, 2010)

2.

Karakteristik Hewan percobaan Tikus putih yang digunakan sebagai hewan percobaan, relatif resisten

terhadap infeksi. Ada dua sifat yang membedakan tikus putih dari hewan percobaan yang lain, yaitu tikus putih tidak dapat muntah karena struktur

12

anatomi yang tidak lazim di tempat esofagus bermuara ke dalam lubang dan tikus putih tidak mempunyai kandung empedu (Amori 1996;Barnett, 2007). Tikus putih dapat tinggal soliter dalam kandang dan hewan ini lebih besar dibandingkan dengan mencit, sehingga untuk percobaan laboratorium, tikus putih lebih menguntungkan daripada mencit (Barnett, 2007). Tikus putih jantan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan jenis tikus putih galur wistar karena saat ini tikus putih galur wistar paling popouler digunakan untuk penelitian laboratorium. Hal ini ditandai oleh kepala lebar, panjang telinga dan ekor yang lebih panjang dibanding tubuhnya. Tikus putih galur wistar lebih aktif daripada jenis lain seperti tikus putih galur dawley dan galur long evans (Tucker, 1997).

13

D. Kerangka Teori Buah belimbing (Averrhoa carambola L) mengandung serat yang larut dalam air yaitu pektin. Pektin berfungsi untuk mengikat lemak, kolesterol dan trigliserida yang dikeluarkan bersama feses, sehingga trigliserida dalam tubuh berkurang.

Buah pisang mengandung serat yaitu pektin

Fungsi pektin yaitu dapat mengikat trigliserida atau menyerap trigliserida

Membentuk gel

Absorpsi trigliserida terganggu dan dikeluarkan bersama feses

trigliserida tubuh akan berkurang

14

E. Kerangka Konsep Variabel independen adalah variabel bebas yang mempengaruhi variabel dependen (variabel terikat). Variabel independen dalam penelitian ini adalah jus Buah belimbing (Averrhoa carambola L), sedangkan variabel dependen (variabel terikat) yang dipengaruhi oleh variabel independen adalah kadar trigliserida darah pada tikus putih jantan (Rattus norvegicus) galur wistar.

Jus Buah belimbing (Averrhoa carambola L) dengan 3 tingkatan dosis yaitu : dosis 1 = 2,52cc dosis 2 = 5,04cc dosis 3 = 7,56cc

Kadar trigliserida darah pada tikus putih jantan (Rattus

norvegicus) galur wistar

F. Hipotesis Pemberian Buah belimbing (Averrhoa carambola L) dengan dosis bertingkat yaitu 2,52 cc, 5,04 cc dan 7,56 cc dapat mempengaruhi kadar trigliserida

dalam darah pada tikus putih jantan (Rattus norvegicus) galur wistar.

15

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini bersifat sederhana yaitu dengan pre and posttest control group design. Dilakukan pretest pada kelompok tersebut, dan diikuti intervensi pada kelompok eksperimen. Setelah beberapa waktu, dilakukan posttest pada kelompok tersebut sehingga terlihat perbedaan hasil posttest pada kelompok akibat pengaruh dari intervensi atau perlakuan yang

diberikan (Notoatmodjo, 2010)


Pretest Kel. Kontrol Negatif (-) Kel. Eksperimen Kel. Eksperimen Kel. Eksperimen O1 O1 O1 O1 Treatment T1 T2 T3 T4 Postest O2 O3 O3 O3

Table Keterangan gambar 6 sebagai berikut : O1 : Hasil pengukuran trigliserida pada tikus sebelum perlakuan (kadar trigliserida awal) T1 O2 O3 : Kontrol negatif ( - ) pemberian aquades : Hasil pengukuran trigliserida tikus pada kelompok kontrol : Hasil pengukuran trigliserida pada tikus setelah perlakuan

T2 T4 : Pemberian 3 peringkat cc sari buah pisang

16

B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian 1.1. Tahap Persiapan dan Perlakuan Tahap persiapan dan pemberian perlakuan akan dilakukan di Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner (BPPV) dan Laboratorium Rumah Sakit Bintang Amin Husada Universitas Malahayati. 1.2. Tahap Pengukuran Pengukuran kadar kolesterol darah tikus putih jantan akan dilakukan di Laboratorium Rumah Sakit Bintang Amin Husada Universitas Malahayati. C. Waktu Penelitian Waktu penelitian akan dilaksanakan antara tanggal 2012 sampai 2012.

D. Subjek dan Sampel Penelitian 1. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah tikus putih jantan (Rattus norvegicus) galur wistar yang diperoleh dari Komp. Perkebunan (KPPT) Jl. Daan Mogot km. 16,5 Kalideres Jakarta Barat 11850. 2. Sampel Penelitian Sampel penelitian ini adalah tikus putih galur wistar dengan usia antara 2 bulan, berat badan antara 150-200 gram dan berjenis kelamin jantan.

17

E. Besar Sampel Besar sampel dalam penelitian ini adalah 25 ekor dengan perhitungan jumlah perlakuan x jumlah pengulangan x jumlah tikus = 5 x 5 x 1 = 25 ekor tikus putih. F. Teknik Sampling Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling. Penentuan besar sampel dilakukan dengan menggunakan rumus Federer (Maryanto dan Fatimah, 2004). Rumus Federer : (t-1) x (n-1) > 15. Keterangan : n = besar pengulangan tiap kelompok t = banyaknya perlakuan (t-1) x (n-1) > 15 (5-1) x (n-1) > 15 4 x (n-1) > 15 n - 1 > 3,75 n > 4,75 Dengan demikian, setiap kelompok terdapat minimal 5x pengulangan. Penelitian memilih untuk menggunakan 5 ekor tikus putih tiap kelompok dengan jumlah kelompok sebanyak 5 kelompok sehingga jumlah seluruh subjek penelitian sebanyak 25 ekor.

18

G. Klasifikasi Variabel 1. Variabel bebas Variabel bebas dalam penelitian ini adalah sari buah pisang yang dibuat dengan 3 dosis yang berbeda dalam tingkat cc, yaitu 2,52 cc, 5,04 cc dan 7,56 cc. 2. Variabel terikat Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kadar kolesterol darah tikus putih jantan galur wistar sebelum dan sesudah diberi sari buah pisang. 3. Variabel terkendali a. Berat badan Berat badan adalah berat badan awal tikus yang digunakan yaitu antara 150 gram - 200 gram b. Umur Umur adalah hidup tikus dari saat dilahirkan sampai dilakukan penelitian. c. Jenis kelamin Jenis kelamin adalah bagian dari anatomi tubuh yang dicirikan jantan atau betina. Jenis kelamin yang digunakan pada percobaan ini dibuat homogen dengan jenis kelamin jantan. Faktor-faktor ini sangat berpengaruh pada hasil penelitian. Karena faktor tersebut dapat dikendalikan dengan cara memilih tikus putih dengan berat badan, umur dan jenis kelamin yang sama.

19

d. Buah Belimbing Belimbing yang dipakai dalam percobaan ini adalah belimbing manis yang dihaluskan dengan menggunakan blender. 4. Variabel tidak dapat dikendalikan a. Makanan Makanan sangat berpengaruh pada penelitian ini, karena tingkat konsumsi makanan yang berbeda. Dilakukan pemberian makanan secara alami dengan pemberian pakan pur (jagung, kedelai, garam, vitamin, dan mineral) yang berupa pellet butiran ukuran 1 mm dengan bentuk padat, diproduksi dari PT JAPFA COMFEED Indonesia. Tiap 50 gr mengandung : b. Air : maks 12%

Protein kasar : min 16,5% Lemak kasar : 3-7% Serat kasar Abu Kalsium Pospor : maks 6% : maks 14% : 3,5-4% : 0,6-0,9%

Hormonal Faktor ini akan mempengaruhi hasil penghitungan. Karena sifatnya subjektif yang tidak bisa diukur dan dinilai.

20

c. Penyakit Beberapa gangguan penyakit dapat mempengaruhi kadar

kolesterol,sehingga relatif untuk dikendalikan. d. Genetik Dengan pemilihan tikus jenis yang sama diharapkan faktor ini dapat dikendalikan walaupun kecil kemungkinannya. e. Kondisi Psikologik Hewan Kondisi kandang dan pengambilan darah akan mempengaruhi kondisi psikologik hewan tersebut.

H. Devinisi Operasional Variabel 1. Jus buah belimbing (Averrhoa carambola L) Jus buah belimbing yaitu belimbing manis yang telah dihaluskan. Sari buah pisang dibuat dalam tiga tingkatan dosis yang berbeda yaitu 2,52 cc, 5,04 cc dan 7,56 cc. Skala pengukuran yang digunakan adalah skala ordinal. 2. Kadar Kolesterol Darah Kadar kolesterol darah tikus putih jantan kadar kolesterol yang diukur sebelum perlakuan dan setelah diberi perlakuan. Skala pengukuran yang digunakan adalah skala rasio.

21

G. Alat dan Bahan Penelitian 1. Alat Penelitian a. Spektrofotometri Spektrofotometri digunakan untuk mengukur kadar kolesterol darah. Spektrofotometri yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 1 buah. b. Mikropipet Mikropipet yang diperlukan untuk penelitian ini berjumlah 2 buah, masing-masing mikropipet digunakan untuk mengambil serum kolesterol. c. Spuit Oral Spuit oral yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 3 buah yang digunakan untuk memasukan aquades, kolesterol dan sari buah pisang ke dalam mulut tikus. d. Beker Glass Beker glass yang diperlukan dalam penelitian ini berjumlah 3 buah yang masing-masing berukuran 250cc, digunakan sebagai wadah untuk menampung aquades, kolesterol dan sari buah pisang. e. Spuit Disposable Spuit disposable yang diperlukan dalam penelitian ini berjumlah 25 buah dengan masing-masing ukuran 5cc, digunakan untuk mengambil darah pada tikus putih.

22

f. Centrifuge Centrifuge yang diperlukan dalam penelitian ini berjumalah 1 buah digunakan untuk mensentrifugasi sampel darah yang akan diperiksa kadar kolesterolnya. g. Kandang Tikus Kandang tikus digunakan untuk mengadaptasikan tikus selama penelitian. Ukuran kandang tikus dengan panjang 80cm, tinggi 50cm dan lebar 50cm. Jumlah kandang yang diperlukan adalah 5 buah. h. Kamera Digital Kamera digital yang digunakan adalah kamera ponsel merk Blackberry Torch 9800 dengan ukuran kamera 5 megapixel. 2. Bahan penelitian a. Sari Buah Pisang Buah pisang yang digunakan adalah pisang ambon. Daging buah pisang dihaluskan dengan cara diblender kemudian dibagi dalam 3 dosis yang berbeda yaitu 2,52cc, 5,04cc dan 7,56cc. b. Aquades Aquades dalam penelitian ini digunakan sebagai kontrol. c. Kolesterol Kolesterol dalam penelitian ini digunakan positif. Kolesterol yang digunakan adalah minyak jelantah dengan dosis 5cc. Minyak jelantah didapat dari rumah makan. sebagai kontrol

23

e. Serum Serum digunakan untuk menghitung kadar kolesterol darah.

I. Dosis Penelitian Volume cairan maksimal yang dapat diberikan per oral pada tikus adalah 5 ml/ 100 g (Ngatidjan, 1991). Disarankan takaran dosis tidak sampai melebihi setengah kali volume maksimalnya (Imono dan Nurlaila, 1989). Takaran konversi dosis untuk manusia dengan berat badan (BB) 70kg pada tikus dengan BB 200 g adalah 0,018. Rata-rata orang Indonesia beratnya 50 kg (Laurence and Bacharach, 1964 dalam Anggara, 2009). Dosis buah pisang yang digunakan adalah dosis yang biasa dipakai di

masyarakat, yaitu 85 100 gram per hari. Maka dosis untuk tikus, yaitu : Dosis I = 1260 mg/200 grBB tikus setara dengan 2,52 cc/200grBB tikus Dosis II = 2520 mg/200grBB tikus setara dengan 5,04 cc/200grBB tikus Dosis III = 3780 mg/200grBB tikus setara dengan 7,56 cc/200grBB tikus

24

Berbagai tingkatan dosis tersebut diperoleh dari perolehan hitungan rumus yang terlampir pada lampiran.

J . Prosedur Penelitian 1. Pembuatan Sari Buah Pisang (Musa paradisiaca) Sari menggunakan blender. Setelah pemberian secara peroral dengan menggunakan spuit, dibagi dalam 3 dosis yang berbeda 2,52 cc, 5,04 cc, 7,56 cc. 2. Aklimatisasi Hewan Uji Sebanyak 25 ekor tikus putih jantan (Rattus norvegicus) galur wistar sari buah pisang didapat dilanjutkan dengan buah pisang didapat dengan cara menghaluskannya

25

yang dibagi menjadi berukuran

kelompok dan

dipelihara

dalam

kandang

80 x 50 x 50 cm dengan alas serbuk kayu dan ditutup kawat dilengkapi tempat tempat minum serta dibersihkan 3 hari sekali secara berkala selama 2 minggu. 3. Pretest Pengukuran Darah Tikus Putih Jantan Galur Wistar Sebanyak 25 ekor tikus putih jantan (Rattus norvegicus) galur wistar yang telah diaklimatisasi sudah dibuat pemberian minyak jelantah sebanyak 5cc setiap hari selama dilakukan pengambilan kadar kolesterol darah. Pengambilan darah sebanyak 1cc dari bagian kemudian di laboratorium RS Pertamina Bintang Amin di centrifuge selama 15 menit, lalu dihitung kadar kolesterol darah tikus dengan fotometer. peri orbita yang ditampung dalam penampung darah 7 hari kemudian hiperkolesterolemia dengan makan yang diisi dengan pakan pur secara alami dan

26

4. Pemberian Sari Buah Pisang (Musa paradisiaca) Setelah diberikan sari buah pisang dengan dosis 2,52 cc untuk dosis 5,04cc untuk kelompok perlakuan III yang dilakukan selama 1 minggu. 5. Postest Pengukuran Darah Tikus Putih Jantan Galur Wistar Setelah diberikan perlakuan selama 1 minggu maka 25 ekor tikus putih jantan kadar kolesterol bagian jantungnya sebanyak 1cc dan dilakukan ditempat dan cara yang sama dengan pengukuran pretest. 6. Penghitungan Kadar Kolesterol Penghitungan (Rattus norvegicus) kolesterol galur wistar ini dengan membuat daftar kadar kadar kolesterol darah tikus putih jantan darah posttest dengan mengambil darah tikus dari (Rattus norvegicus) galur wistar dilakukan penghitungan kelompok perlakuan II, dan dosis 7,56 cc untuk kelompok perlakuan I, dilakukan pengambilan darah pretest, hari ke 8

27

kelompok kontrol dan perlakuan dari data penghitungan olesterol darah menggunakan program SPSS versi 16. pretest dan posttest, kemudian selanjutnya

kadar k

diolah

K. Analisis Data Data diolah menggunakan program komputer SPSS versi 16. Data yang didapat dianalisis secara statistik dengan uji Homogenitas, kemudian dilanjutkan dengan uji Oneway ANOVA. ANOVA merupakan uji parameter, sehingga asumsi penggunaan uji parameter harus dipenuhi, yaitu : distribusi normal, varians homogen, dan purposive sampling (Sudjana, 1982). Uji Oneway ANOVA digunakan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan rerata kadar kolesterol diantara lima kelompok perlakuan. Jika terdapat perbedaan yang signifikan dilanjutkan dengan Post-hoc multiple comparisons test uji Least Significant Difference (LSD) dengan =5% untuk melihat lebih jelas perbedaan antar kelompok perlakuan (Sudjana, 1982). Sedangkan untuk mengetahui besar penurunan kadar kolesterol pada tiap-tiap kelompok digunakan paired sample

28

test. Derajat kemaknaan yang digunakan adalah = 5% dan data disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.

I. Analisis Data Data yang diperoleh dalam penelitian ini berupa data primer, yaitu data yang diperoleh peneliti langsung dari sumber. Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah jumlah implantasi uterus mencit setelah pemberian paparan elektromagnetik handphone. Untuk mengetahui jumlah implantasi, uterus dikeluarkan dan dibedah sehingga dinding dalam uterus terlihat lalu dimasukkan ke dalam amonium sulfida. Jumlah bintik hitam yang tampak pada dinding dalam uterus yang direndam dalam amonium sulfida itu dicatat sebagai jumlah implantasi (Kanedi, 1996). Data yang diperoleh akan diolah secara statistik dengan menggunakan program SPSS 16. Data dianalisis dengan menggunakan uji one way ANOVA untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan antar perlakuan. Apabila terdapat perbedaan yang nyata,maka dilakukan uji lanjut dengan menggunakan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5%.

29

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai Februari 2012 di BPPV (Balai Penelitian dan Penyidikan Veteriner) dengan memberikan paparan elektromagnetik berupa sinyal handphone GSM frekuensi 900 Mhz pada 4 kelompok mencit yang masing-masing kelompok terdiri dari 7 ekor

30

mencit. Kemudian dari 7 ekor mencit, dipilih sebanyak 5 ekor untuk dijadikan sampel penelitian.

B. Hasil Penelitian Dari 4 kelompok sampel tersebut didapatkan gambaran rata-rata jumlah implantasi uterus mencit setelah diberikan paparan elektromagnetik handphone sebagai berikut : Tabel 4.1 Rata-rata jumlah implantasi uterus mencit Kelompok perlakuan Kontrol Perlakuan 1 jam Perlakuan 2 jam Perlakuan 3 jam Rata-rata jumlah implantasi uterus mencit SD 13,20 0,837 12,40 0,548 11,80 0,837 10,80 0,837

Dari data peneitian didapatkan bahwa rata-rata jumlah implantasi uterus mencit yang paling tinggi terdapat pada kelompok kontrol yaitu sebesar 13,20 0,837 SD. Sedangkan rata-rata jumlah implantasi uterus mencit yang paling rendah terdapat pada kelompok perlakuan 3 jam yaitu sebesar 10,80 0,837 SD. Kemudian dianalisis dengan uji statistik one way ANOVA untuk mengetahui adanya perbedaan yang bermakna antara keempat kelompok sampel, didapatkan nilai p = 0,001 yang berarti terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok sampel atau H1 diterima. Selanjutnya untuk mengetahui perbedaan jumlah implantasi uterus mencit antar kelompok, maka dilakukan analisis uji lanjut BNT menggunakan Post Hoc test.

31

Uji lanjut dengan menggunakan Post Hoc Test bahwa kelompok yang bermakna perbedaannya ialah antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan 3 jam dengan nilai p = 0,000.

C. Pembahasan Sampai saat ini, tidak ada penelitian yang dapat memastikan bagaimana penyebab turunnya jumlah implantasi uterus setelah paparan elektromagnetik handphone. Hal tersebut hanya dapat diasumsikan sebagai akibat rendahnya keberhasilan fertilisasi. Menurut (Sadler, 2000) fertilisasi adalah proses

penyatuan gamet pria dengan wanita yang terjadi di daerah ampulla tuba fallopii yang mencakup 3 fase yaitu, fase pertama penembusan korona radiata, fase kedua penembusan zona pelusida dan fase ketiga fusi oosit dan membran sel sperma. Dalam penelitian ini menggunakan mencit betina sebagai hewan percobaan, maka yang berperan dalam proses fertilisasi adalah sel gamet betina atau ovum. Ovum sendiri dihasilkan dari ovarium melalui proeses oogenesis. Dimana proses tersebut melibatkan kerja hormon FSH (Folikel Stimulating Hormon) dan LH (Luteinizing Hormon) yang dikeluarkan oleh hipofisis anterior yang sebelumnya di rangsang oleh hipotalamus (Sarwono, 2008). Secara pemikiran dapat dijelaskan bahwa panas radiasi yang dipaparkan dekat dengan kepala mencit yang sedang hamil dapat mengganggu hipotalamus. Mencit tersebut mengeluarkan hormon yang

32

dikeluarkan oleh hipofisis anterior yaitu hormon perangsang folikel dan lutein. Selain itu hipotalamus yang terkena paparan elektromagnetik handphone tersebut akan mengganggu hormon hipofisis posterior yang menghasilkan hormon oksitosin. Sehingga apabila hormon tersebut terganggu, maka mungkin saja fertilisasi mencit itu pun akan terganggu yang salah satunya adalah implantasi itu sendiri. Hormon perangsang folikel dan hormon lutein yang terganggu pengeluarannya dapat menyebabkan folikel yang terdapat di ovarium tidak tumbuh sebagaimana mestinya. Sehingga apabila pertumbuhan folikel tersebut terganggu maka blastokista yang seharusnya terbentuk dari folikel tersebut tidak bisa berimplantasi. Selain itu terganggunya pengeluaran hormon oksitosin yang berfungsi untuk kontraksi uterus dapat juga mempengaruhi tempat implantasi dari blastokista itu sendiri. Oleh karena itu, maka bisa saja implantasi yang terdapat pada uterus mencit tersebut mengalami penurunan seiring dengan dosis elektromagnetik handphone yang semakin tinggi. Menurut penelitian yang dilakukan di Yale University yang mempelajari efek radiasi yang dihasilkan dari handphone dengan melakukan percobaan kepada tikus yang sedang hamil. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa bayi kemungkinan akan mengalami kecacatan perkembangan pada otak seperti ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) (detik, 2012). Kemudian penelitian sebelumnya juga menunjukkan terjadinya pemendekan dari panjang badan fetus mencit hasil paparan elektromagnetik terhadap

33

induknya. Hal tersebut sejalan dengan penelitian ini yang menunjukan terjadi penurunan jumlah implantasi uterus mencit. Berikut ini adalah beberapa efek lain yang ditimbulkan oleh radiasi ponsel: 1. berkurangnya kesuburan pria, pria yang sering menaruh ponsel di saku celana mengalami penurunan jumlah produksi sperma sebanyak 30% dari produksi normalnya 2. Meningkatnya peluang terjadi kanker otak 3. Kerusakan sel-sel di telapak tangan 4. Menyebabkan sel-sel darah kebocoran hemoglobin 5. Menyebabkan kehilangan daya ingat dan kebingunan mental 6. Menyebabkan sakit kepala dan kelelahan kronis 7. Timbulkan sakit pada persendian, kejang otot 8. Menimbulkan rasa panas seperti terbakar dan bintik-bintik merah di kulit 9. Menghilangkan aktivitas elektrik otak pada saat tidur 10. Menimbulkan bunyi berdeting di telinga, serta merusak indera penciuman 11. Memicu terjadinya katarak, kerusakan retina dan kanker mata 12. Membuka pembatas darah otak terhadap virus dan racun 13. Mengurangi jumlah dan efisiensi sel darah putih 14. Menstimulus asma dengan memproduksi histamin di dalam sel-sel 15. Menimbulkan masalah pencernaan dan meningkatkan kadar kolesterol 16. Menimbulkan stres pada sistem endokrin, khususnya pankreas, tiroid, ovarium dan testis

34

17. Riset pun menunjukkan bahwa radiasi ponsel dapat mengaktifkan mercuri dalam tambalan gigi sehingga menghasilkan sejenis gas beracun 18. Menurunkan gairah sex (Mahardika, 2007)

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan Terdapat pengaruh radiasi elektromagnetik handphone terhadap jumlah implantasi uterus mencit.

B. Saran Penulis menyarankan :

35

1. Kepada ibu hamil untuk dapat mengurangi durasi dalam pemakaian handphone. 2. Kepada peneliti selanjutnya diharapkan dapat menguji jenis handphone yang bertipe CDMA dan alat-alat yang memancarkan gelombang elektromagnetik seperti, televisi, monitor komputer, lampu neon dan lainlain. Selain itu, peneliti selanjutnya juga dapat meneliti berapa ambang batas jarak aman sampai berbahaya handphone dengan objek yang akan ditelitinya.

Anda mungkin juga menyukai