Anda di halaman 1dari 32

ASKEP LANSIA DENGAN MASALAH PSIKOSOSIAL MENARIK DIRI

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses menua (aging) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa secara khusus pada lansia. Masalah kesehatan jiwa lansia termasuk juga dalam masalah kesehatan yang dibahas pada pasien-pasien Geriatri dan Psikogeriatri yang merupakan bagian dari Gerontologi, yaitu ilmu yang mempelajari segala aspek dan masalah lansia, meliputi aspek fisiologis, psikologis, sosial, kultural, ekonomi dan lain-lain. Menurut Setiawan (1973), timbulnya perhatian pada orang-orang usia lanjut dikarenakan adanya sifat-sifat atau faktor-faktor khusus yang mempengaruhi kehidupan pada usia lanjut. Lansia merupakan salah satu fase kehidupan yang dialami oleh individu yang berumur panjang. Lansia tidak hanya meliputi aspek biologis, tetapi juga psikologis dan sosial. Menurut Laksamana (1983:77), perubahan yang terjadi pada lansia dapat disebut sebagai perubahan `senesens` dan perubahan senilitas. Perubahan `senesens adalah perubahan-perubahan normal dan fisiologik akibat usia lanjut. Perubalian senilitas adalah perubahan-perubahan patologik permanent dan disertai dengan makin memburuknya kondisi badan pada usia lanjut. Sementara itu, perubahan yang dihadapi lansia pada amumnya adalah pada bidang klinik, kesehatan jiwa dan problema bidang sosio ekonomi. Oleh karma itu lansia adalah kelompok dengan resiko tinggi terhadap problema fisik dan mental. Proses menua pada manusia merupakan fenomena yang tidak dapat dihindarkan. Seinakin baik pelayanan kesehatan sebuah bangsa makin tinggi pula harapan hidup masyarakatnya dan padan gilirannya makin tinggi pula jumlah penduduknya yang berusia lanjut. Demikian pula di Indonesia. Dalam pendekatan pelayanan kesehatan pada kelompok lansia sangat perlu ditekankan pendekatan yang dapat mencakup sehat fisik, psikologis, spiritual dan sosial. Hal tersebut karena pendekatan dari satu aspek saja tidak akan menunjang pelayanan kesehatan pada lansia yang membutuhkan suatu pelayanan yang komprehensif. Usia lansia bukan hanya dihadapkan pada permasalahan kesehatan jasmaniah saja, tapi juga

permasalahan gangguan mental dalam menghadapi usia senja. Lansia sebagai tahap akhir dari siklus kehidupan manusia, sering diwarnai dengan kondisi hidup yang tidak sesuai dengan harapan. Banyak faktor yang menyebabkan seorang mengalami gangguan mental seperti menarik diri. Ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan jiwa lansia. Faktor-faktor tersebut hendaklah disikapi secara bijak sehingga para lansia dapat menikmati hari tua mereka dengan bahagia. Adapun beberapa faktor yang dihadapi para lansia yang sangat mempengaruhi kesehatan jiwa mereka adalah sebagai berikut: Penurunan kondisi fisik Penurunan fungsi dan potensi seksual Perubahan aspek psikososial Perubahan yang berkaitan dengan pekcrjaan Perubahan dalam peran sosial di masyarakat ASPEK PSIKOSOSIAL PADA LANJUT USIA A. Konsep Dasar 1. Pengertian Menarik diri adalah penilaian yang salah tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri pencapaian ideal diri /cita-cita /harapan langsung menghasilkan perasaan berharga .Harga diri dapat diperoleh melalui penghargaan diri sendiri maupun dari orang lain.Perkembangan harga diri juga ditentukan oleh perasaan diterima,dicintai,dihormati oleh orang lain,serta keberhasilan yang pernah dicapai individu dalam hidupnya (Hidayat,2006). Isolasi adalah keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak mampu untuk membuat kontak ( Carpenito, 1998 ) Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam(Towsend,1998) Seseorang dengan perilaku menarik diri akan menghindari interaksi dengan orang lain. Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran dan prestasi atau kegagalan. Ia mempunyai kesulitan untuk berhubungan secara spontan dengan orang lain, yang dimanivestasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak ada

perhatian dan tidak sanggup membagi pengalaman dengan orang lain (DepKes, 1998). Dari segi kehidupan sosial cultural, interaksi sosial adalah merupakan hal yang utama dalam kehidupan bermasyarakat, sebagai dampak adanya kerusakan interaksi sosial : menarik diri akan menjadi suatu masalah besar dalam fenomen kehidupan, yaitu terganggunya komunikasi yang merupakan suatu elemen penting dalam mengadakan hubungan dengan orang lain atau lingkungan disekitarnya. 2. Penyebab Penyebab dari menarik diri adalah harga diri rendah yaitu perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan, yang ditandai dengan adanya perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri sendiri, gangguan hubungan sosial, merendahkan martabat, percaya diri kurang, dan juga dapat mencederai diri (Carpenito,L.J,1998:352) 3. Faktor Predisposisi Faktor predisposisi terjadinya perilaku menarik diri adalah kegagalan perkembangan yang dapat mengakibatkan individu tidak percaya diri, tidak percaya orang lain, ragu takut salah, putus asa terhadap hubungan dengan orang lain, menghindar dari orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan dan merasa tertekan. Berbagai teori telah diajukan untuk menjelaskan gangguan alam perasaan yang parah. Teori ini menunjukkan rentang faktor-faktor penyebab yang mungkin bekerja sendiri atau dalam kombinasi. 1. Faktor genetik, dianggap mempengaruhi tranmisi gangguan efektif melalui riwayat keluarga atau keturunan. 2. Teori agresi menyerang kedalam menunjukkan bahwa depresi terjadi karena perasaan marah yang ditujukan kepada diri sendiri. 3. Teori kehilangan objek, merujuk kepada perpisahan traumatik individu dengan benda atau yang sangat berarti. 4. Teori organisasi kepribadian, menguraikan bagaimana konsep diri yang negatif dan harga diri rendah mempengaruhi sistem keyakinan dan penilaian seseorang terhadap sesuatu 5. Model kognitif menyatakan bahwa defresi, merupakan masalah kognitif yang didominasi oleh evaluasi negatif seseorang terhadap diri seseorang, dunia seseorang, dan masa depan seseorang. 4. Faktor Presifitasi

Sedangkan faktor presipitasi dari faktor sosio-cultural karena menurunnya stabilitas keluarga dan berpisah karena meninggal dan faktor psikologis seperti berpisah dengan orang yang terdekat atau kegagalan orang lain untuk bergantung, merasa tidak berarti dalam keluarga sehingga menyebabkan klien berespons menghindar dengan menarik diri dari lingkungan (Stuart and sundeen, 1995). 5. Tanda dan Gejala - Apatis, ekspresi, afek tumpul. - Menghindar dari orang lain (menyendiri) klien tampak memisahkan diri dari orang lain. - Komunikasi kurang atau tidak ada. - Tidak ada kontak mata, klien lebih sering menunduk. - Berdiam diri di kamar/tempat berpisah klien kurang mobilitasnya. - Menolak hubungan dengan orang lain klien memutuskan percakapan atau pergi jika diajak bercakap-cakap. - Tidak melakukan kegiatan sehari-hari, artinya perawatan diri dan kegiatan rumah tangga sehari-hari tidak dilakukan. 6. Rentang Respon 1. Menyendiri (solitude) merupakan respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang telah dilakukan di lingkungan sosialnya dan suatu cara mengevaluasi diri untuk menentukan langkah selanjutnya. 2. Otonomi merupakan kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide-ide pikiran, perasaan dalam hubungan sosial. 3. Bekerjasama (mutualisme) adalah suatu kondisi dalam hubungan interpersonal dimana individu tersebut mampu untuk saling memberi dan menerima. 4. Saling tergantung (interdependen) adalah suatu kondisi saling tergantung antara individu dengan orang lain dalam membina hubungan interpersonal. 5. Menarik diri merupakan suatu keadaan dimana seseoramg menemukan kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka dengan orang lain. 6. Tergantung (dependen) terjadi bila seseorang gagal mengambangkan rasa percaya diri atau kemampuannya untuk berfungsi secara sukses. 7. Manipulasi merupakan gangguan hubungan sosial yang terdapat pada individu yang menganggap orang lain sebagai objek. Individu tersebut tidak dapat membina hubungan sosial

secara mendalam. 8. Curiga terjadi bila seseorang gagal mengembangkan rasa percaya dengan orang lain. Kecurigaan dan ketidakpercayaan diperlihatkan dengan tanda-tanda cembru, iri hati, dan berhatihati. Perasaan induvidu ditandai dengan humor yang kurang, dan individu merasa bangga dengan sikapnya yang dingin dan tanpa emosi. 7. Karakteristik Perilaku Gangguan pola makan : tidak nafsu makan atau makan berlebihan. Berat badan menurun atau meningkat secara drastis. Kemunduran secara fisik. Tidur berlebihan. Tinggal di tempat tidur dalam waktu yang lama. Banyak tidur siang. Kurang bergairah. Tidak memperdulikan lingkungan. Kegiatan menurun. Immobilisasai. Mondar-mandir (sikap mematung, melakukan gerakan berulang). Keinginan seksual menurun. B. Pohon Masalah C. Permasalahan Berbagai permasalahan sosial yang berkaitan dengan pencapaian kesejahteraan Lanjut Usia, antara lain sebagai berikut: 1. Permasalahan Umum a. Masih besarnya jumlah Lajut Usia yang berada dibawah garis kemiskinan. b. Makin melemahnya nilai kekerabatan, sehingga anggota keluarga yang berusia lanjut kurang diperhatikan, dihargai dan dan dihormati, berhubung terjadi perkembangan pola kehidupan keluarga yang secara fisik lebih mengarah pada bentuk kelurga kecil. c. Lahirnya kelompok masyarakat industri, yang memiliki ciri kehidupan yang lebih bertumpu kepada individu dan menjalankan kehidupan berdasarkan perhitungan untung rugi, lugas dan efisien, yang secara tidak langsung merugikan kesejahteraan lanjut usia. d. Masih rendahnya kuantitas dan kualitas tenaga profesional pelayanan lanjut usia dan masih

terbatasnnya sarana pelayanan dan fasilitas khusus bagi lanjut usia dengan berbagai bidang pelayanan pembinaan kesejahteraan lanjut usia. e. Belum membudaya dam melembaganya kegiatan pembinaan kesejateraan lanjut usia. 2. Permasalahan Khusus Menurut Departemen Sosial Republik Indonesia (1998), berbagai permasalahan khusus yang berkaitan dengan kesejahteraan lanjut usia adalah sebagai berikut: a. Berlangsungnya proses menjadi tua, yang berakibat timbulnya masalah baik fisik, mental maupun sosial. Mundurnya keadaan fisik yang menyebabkan penuaan peran sosialnya dan dapat menjadikan mereka lebih tergantung kepada pihak lain. b. Berkurangnya integrasi sosial Lanjut Usia, akibat produktivitas dan kegiatan Lanjut Usia menurun. Hal ini berpengaruh negatif pada kondisi sosial psikologis mereka yang merasa sudah tidak diperlukan lagi oleh masyarakat lingkungan sekitarnya. c. Rendahnya produktivitas kerja lanjut usia dibandingkan dengan tenaga kerja muda dan tingkat pendidikan serta ketrampilan yang rendah, menyebabkan mereka tidak dapat mengisi lowongan kerja yang ada, dan terpaksa menganggur. d. Banyaknya lanjut usia yang miskin, terlantar dan cacat, sehingga diperlukan bantuan dari berbagai pihak agar mereka tetap mandiri serta mempunyai penghasilan cukup. e. Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah kepada tatanan masyarakat individualistik, sehingga Lanjut Usia kurang dihargai dan dihormati serta mereka tersisih dari kehidupan masyarakat dan bisa menjadi terlantar. Di samping itu terjadi pergeseran nilai budaya tradisional, dimana norma yang dianut bahwa orang tua merupakan bagian dari kehidupan keluarga yang tidak dapat dipisahkan dan didasarkan kepada suatu ikatan kekerabatan yang kuat, dimana orang tua dihormati serta dihargai, sehingga seseorang anak mempunyai kewajiban untuk mengurus orang tuanya. Di pihak lain, dapat terjadi sebagian generasi muda beranggapan bahwa para lanjut usia tidak perlu lagi aktif dalam urusan hidup sehari-hari. Hal ini akan memperburuk integrasi sosial para lanjut usia dengan masyrakatlingkungannya, sehingga dapat terjadi kesenjangan antara-generasi tua dan muda. Dengan demikian, sulit untuk mempertahankan dan melestarikan budaya bangsa ini secara terus-menerus dari generasi ke generasi selanjutnya. f. Adanya dampak negatif dari proses pembangunan seperti dampak lingkungan, polusi dan urbanisasiyang dapat mengganggu kesehatan fisik lanjut usia. Terkosentrasinya dan penyebaran

pembangunan yang belum merata menimbulkan ketimpangan antara penduduk lanjut usia di kota dan di desa. ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN MASALAH PSIKOSOSIAL:MENARIK DIRI A. Pengkajian Identitas Klien Meliputi nama klien , umur , jenis kelamin , status perkawinan, agama, tangggal MRS , informan, tangggal pengkajian, No Rumah klien dan alamat klien. Orang-orang terdekat Status perkawinan, kebiasaan pasien di dalam tugas-tugas keluarga dan fungsi-fungsinya, pengaruh orang terdekat, proses interaksi dalam keluarga. Kultural Latar belakang etnis, tingkah laku mengusahakan kesehatan (sistem rujukan penyakit), nilai-nilai yang berhubungan dengan kesehatan dan keperawatan, faktor-faktor kultural yang dihubungkan dengan penyakit secara umum dan respons terhadap rasa sakit, kepercayaan mengenai perawatan dan pengobatan. Keluhan Utama Keluhan biasanya berupa menyediri (menghindar dari orang lain) komunikasi kurang atau tidak ada , berdiam diri dikamar ,menolak interaksi dengan orang lain, tidak melakukan kegiatan sehari hari , dependen. Faktor predisposisi Kehilangan, perpisahan ,harapan orang tua yang tidak realistis ,kegagalan /frustasi berulang, tekanan dari kelompok sebaya; perubahan struktur sosial. Terjadi trauma yang tiba tiba misalnya harus dioperasi , kecelakaan dicerai suami ,putus sekolah ,PHK, perasaan malu karena sesuatu yang terjadi ( korban perkosaan ,dituduh KKN, dipenjara tiba tiba) perlakuan orang lain yang tidak menghargai klien/ perasaan negatif terhadap diri sendiri yang berlangsung lama. Aspek fisik / biologis Hasil pengukuran tada vital (TD, Nadi, suhu, Pernapasan , TB, BB) dan keluhafisik yang dialami oleh klien. Aspek Psikososial

1. Genogram yang menggambarkan tiga generasi 2. Konsep diri a) Citra tubuh : Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah atau tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi atau yang akan terjadi. Menolak penjelasan perubahan tubuh , persepsi negatip tentang tubuh. Preokupasi dengan bagia tubuh yang hilang , mengungkapkan keputus asaan, mengungkapkan ketakutan. b) Identitas diri Ketidakpastian memandang diri , sukar menetapkan keinginan dan tidak mampu mengambil keputusan c) Peran Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit , proses menua , putus sekolah, PHK. d) Ideal diri Mengungkapkan keputus asaan karena penyakitnya : mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi. e) Harga diri Perasaan malu terhadap diri sendiri , rasa bersalah terhadap diri sendiri , gangguan hubungan sosial , merendahkan martabat , mencederai diri, dan kurang percaya diri. 3. Klien mempunyai gangguan / hambatan dalam melakukan hubunga sosialdengan orang lain terdekat dalam kehidupan, kelempok yang diikuti dalam masyarakat. 4. kenyakinan klien terhadap tuhan dan kegiatan untuk ibadah ( spritual) Status Mental Kontak mata klien kurang /tidak dapat mepertahankan kontak mata , kurang dapat memulai pembicaraan , klien suka menyendiri dan kurang mampu berhubungan denga orang lain , Adanya perasaan keputusasaan dan kurang berharga dalam hidup. Kebutuhan persiapan pulang. 1. Klien mampu menyiapkan dan membersihkan alat makan 2. Klien mampu BAB dan BAK, menggunakan dan membersihkan WC, membersikan dan merapikan pakaian. 3. Pada observasi mandi dan cara berpakaian klien terlihat rapi

4. Klien dapat melakukan istirahat dan tidur , dapat beraktivitas didalam dan diluar rumah 5. Klien dapat menjalankan program pengobatan dengan benar. Mekanisme Koping Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau menceritakan nya pada orang orang lain ( lebih sering menggunakan koping menarik diri) Aspek Medik i. Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi ECT, Psikomotor,therapy okopasional, TAK , dan rehabilitas. ii. Diagnosa Keperawatan Diagnosa Keperawatan adalah identifikasi atau penilaian pola respons baik aktual maupun potensial (Stuart and Sundeen, 1995) Masalah keperawatan yang sering muncul yang dapat disimpulkan dari pengkajian adalah sebagai berikut : Isolasi sosial : menarik diri Gangguan konsep diri: harga diri rendah Resiko perubahan sensori persepsi Koping individu yang efektif sampai dengan ketergantungan pada orang lain Gangguan komunikasi verbal, kurang komunikasi verbal. Intoleransi aktifitas. Kekerasan resiko tinggi. B. Diagnosa Keperawatan 1. Harga diri rendah berhubungan dengan merasakan/mengantisipasi kegagalan pada peristiwaperistiwa kehidupan. 2. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan ketidakseimbangan sistem saraf; kehilangan memori; ketidakseimbangan tingkah laku adaptif dan kemampuan memecahkan masalah. 3. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional/maturasional. 4. Ketidakpatuhan berhubungan dengan sistem penghargaan pasien; keyakinan kesehatan,nilai spiritual, pengaruh kultural. C. Intervensi keperawatan 1. Intervensi Diagnosa 1:

a. Dorong pengungkapan perasaan, menerima apa yang dikatakannya. Rasionalnya: membantu pasien/orang terdekat untuk memulai menerima perubahan dan mengurangi ansietas mengenai perubahan fungsi/gaya hidup. b. Bantu pasien dengan menjelaskan hal-hal yang diharapkan dan hal-hal tersebut mungkin di perlukan untuk dilepaskan atau dirubah. Rasionalnya: memberi kesempatan untuk mengidentifikasi kesalahan konsep dan mulai melihat pilihan-pilihan; meningkatkan orientasi realita. c. Berikan informasi dan penyerahan ke sumber-sumber komunitas. Rasionalnya: memungkinkan pasien untuk berhubungan dengan grup yang diminati dengan cara yang membantu dan perlengkapan pendukung, pelayanan dan konseling. 2. Intervensi Diagnosa 2: a. Kaji munculnya kemampuan koping positif, misalnya penggunaan teknik relaksasi keinginan untuk mengekspresikan perasaan. Rasionalnya: jika individu memiliki kemampuan koping yang berhasil dilakukan dimasa lampau, mungkin dapat digunakan sekarang untuk mengatasi tegangan dan memelihara rasa kontrol individu. b. Perbaiki kesalahan konsep yang mungkin dimiliki pasien Rasionalnya: membantu mengidentifikasi dan membenarkan persepsi realita dan memungkinkan dimulainya usaha pemecahan masalah. 3. Intervensi diagnosa 3: a. Pahami rasa takut/ansietas Rasionalnya: perasaan adalah nyata dan membantu pasien untuk terbuka sehingga dapat mendiskusikan dan menghadapinya. b. Kaji tingkat realita bahaya bagi pasien dan tingkat ansietas. Rasionalnya: respon individu dapat bervariasi tergantung pada pola kultural yang dipelajari. Persepsi yang menyimpang dari situasi mungkin dapat memperbesar perasaan. c. Dorong pasien untuk berbicara mengenai apa yang terjadi saat ini dan apa yang telah terjadi untuk mengantisipasi perasaan tidak tertolong dan ansietas. Rasionalnya: menyediakan petunjuk untuk membantu pasien dalam mengembangkan kemampuan koping dan memperbaiki ekuilibrium. 4. Intervensi diagnosa 4:

a. Tentukan kepercayaan kultural, spiritual dan kesehatan. Rasionalnya: memberikan wawasan mengenai pemikiran/faktor-faktor yang berhubungan dengan situasi individu. Kepercayaan akan meningkatkan persepsi pasien tentang situasi dan partisipasi dalam regimen keperawatan. b. Kaji sistem pendukung yang tersedia bagi pasien. Rasionalnya: adanya keluarga/orang terdekat yang memperhatikan/peduli dapat membantu pasien dalam proses penyembuhan. D. Evaluasi 1. Pasien mampu mengidentifikasi adanya kekuatan dan pandangan diri sebagai orang yang mampu mengatasi masalahnya. 2. Pasien mampu menunjukkan kewaspadaan dari koping pribadi/kemampuan memecahkan maslah. 3. Pasien mampu melakukan relaksasi dan melaporkan berkurangnya ansietas ke tingkat yang dapat diatasi. 4. Pasien dapat menunjukkan pengetahuan yang akurat akan penyakit dan pemahaman regimen pengobatan. PENUTUP A. Kesimpulan Menarik diri adalah penilaian yang salah tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri pencapaian ideal diri /cita-cita /harapan langsung menghasilkan perasaan berharga .Harga diri dapat diperoleh melalui penghargaan diri sendiri maupun dari orang lain.Perkembangan harga diri juga ditentukan oleh perasaan diterima,dicintai,dihormati oleh orang lain,serta keberhasilan yang pernah dicapai individu dalam hidupnya. B. Saran 1. Mengingat kondisi psikososial lansia yang tidak berbeda di antara lokasi pemukiman, maka lansia dapat tinggal di mana saja asalkan tetap mendapatkan perhatian atau dukungan, baik dari keluarga, masyarakat maupun pemerintah. 2. Dapat dibentuk wadah tempat lansia bersosialisasi bersama peer groupnya. Untuk meningkatkan aktifitas fisik dan perilaku kesehatan, hendaknya difasilitasi dengan memberi kesejahteraan berupa dukungan moril dan sprituil kepada kelompok lansia berupa perbaikan

ekonomi, kesehatan, transportasi, dan perumahan serta memberikan gizi yang baik dan obatobatan untuk mencegah terjadinya penyakit yang bisa mempercepat proses penuaa. 3. Menghindari sikap menarik diri sebagai lansia. 4. Mengembangkan perspektif yang lebih jelas mengenai hidup lansia. 5. Menggantikan kepuasan-kepuasan yang hilang. 6. Mengembangkan hubungan yang bermakna. Daftar Pustaka Setiabudhi, Tony dan Hardywinoto. 2005. Panduan Gerontologi: Tinjauan dari Berbagai Aspek. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. E. Doenges, Marilyon. dkk. 1919. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Menarik Diri BAB I PENDAHULUAN Menarik diri (withdrawal) adalah suatu tindakan melepaskan diri, baik perhatian maupun minatnya terhadap lingkungan sosial secara langsung ( isolasi diri ). Pada mulanya klien merasa dirinya tidak berharga lagi sehingga merasa tidak aman dalam berhubungan dengan orang lain. Pada klien dengan menarik diri diperlukan rangsangan/ stimulus yang adequat untuk memulihkan keadaan yang stabil. Stimulus yang positif dan terus menerus dapat dilakukan oleh perawat. Apabila stimulus tidak dilakukan / diberikan kepada klien tetap menarik diri yang akhirnya dapat mengalami halusinasi, kebersihan diri kurang dan kegiatan hidup se hari hari kurang adequat. Menyadari pentingnya stimulus yang adequat tersebut serta melihat kenyataan bahwa selama beberapa hari kami amati banyak kasus kasus dengan menarik diri di ruang Jiwa C , maka kami terdorong untuk menerapkan asuhan keperawatan klien Tn. S dengan masalah utama menarik diri pada kasus Shizoprenia hebifrenik dengan tujuan : 1. Mempelajari kasus menarik diri disesuaikan dengan teori dan konsep yang telah diterima 2. Memberikan asuhan keperawatan pada klien menarik diri dengan pendekatan proses keperawatan 3. Mendesiminasikan asuhan keperawatan klien menarik diri. Asuhan keperawatan ini kami buat selama kami praktek dari tanggal 2 April sampai dengan tanggal 12 April 2001 di Ruang Jiwa C RSUD DR . SUTOMO SURABAYA

Daftar Masalah Keperawatan 1. Isolasi sosial 2. Harga diri rendah 3. Perubahan persepsi sensori : Halusinasi dengar 4. Resiko mencederai diri dan orang lain 5. Ketidakefektifan pelaksanaan regimen teraupetik 6. Defisit perawatan diri 7. Kurangnya pengetahuan keluarga dalam perawatan klien

POHON MASALAH Resiko mencederai diri Dan orang lain

Penatalaksanana regimen Defisit perawatan diri Teraupetik inefektif Perubahan persepsi sensori : Halusinasi lihat dengar

Kurangnya motivasi dalam Isolasi sosial : Menarik diri Kurang Perawatan diri pengetahuan keluarga dalam merawat klien di rumah Harga diri rendah

DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah 2. Perubahan persepsi sensori : Resiko halusinasi lihat dan dengar berhubungan dengan menarik diri 3. Penatalaksanaan regimen teraupetik inefektif berhubungan dengan kurangnya pengetahuan keluarga dalam merawat klien di rumah 4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kurangnya motivasi dalam perawatan diri

BAB III TINJAUAN TEORI

A. PROSES TERJADINYA MASALAH KEPERAWATAN

Gangguan hubungan sosial adalah keadaan dimana individu kurang berpartisipasi dalam jumlah berlebihan atau hubungan sosial yang tidak efektif (Rawlins, 1993). Sedangkan definisi dari isolasi sosial adalah keadaan dimana individu/kelompok mengalami atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatannya dengan orang lain tetapi tidak mampu untuk membuat kontak.(Carpenito, 1998). Dari dua definisi tersebut terlihat bahwa individu menarik diri mengalami gangguan dan kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain. Salah satu gangguan berhubungan sosial diantaranya perilaku menarik diri atau isolasi yang disebabkan oleh perasaan tidak berharga, yang biasanya dialami klien dengan latar belakang lingkungan yang penuh dengan permasalahan, ketegangan,kekecewaan dan kecemasan. Menurut Stuart dan Sundeen (1995), faktor predisposisi dari gangguan hubungan sosial adalah : 1) faktor perkembangan dimana setiap gangguan dalam pencapaian tugas perkembangan akan menyebabkan seseorang mempunyai masalah respon sosial yang maladaptif. Untuk faktor perkembangan, setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui individu dengan baik. Bila tugas perkembangan ini tidak dapat dilalui dengan baik maka akan menghambat tahap perkembangan selanjutnya, 2) faktor genetik dimana salah satu faktor yang menunjang adalah adanya respon sosial yang maladaptif dari orang tua atau garis keturunan diatas, 3) faktor komunikasi dalam keluarga dimana masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontributor untuk mengembangkan gangguan tingkah laku. Masalah komunikasi tersebut antara lain sikap bermusuhan , selalu mengkritik, menyalahkan, kurang kehangatan, kurang memperhatikan anak, emosi yang tinggi. Komunikasi dalam keluarga amatlah penting dengan memberikan pujian,adanya tegur sapa dan komunikasi terbuka . Kurangnya stimulasi, kasih sayang dan perhatian dari ibu/pengasuh pada bayi akan memberikan rasa tidak aman yang akan menghambat terbentuknya rasa percaya diri. 4)faktor sosio kultural yaitu norma yang tidak mendukung terhadap pendekatan orang lain atau norma yang salah yang dianut keluarga, seperti anggota keluarga yang gagal diasinglan dari lingkungan sosial. Perasaan tidak berharga menyebabkan klien makin sulit dalam mengembangkan hubungan dengan orang lain, akibatnya klien menjadi regresi, mengalami penurunan dalam aktivitas dan kurangnya perhatian terhadap penampilan dan kebersihan diri. Klien semakin tenggelam dalam pengalaman dan pola tingkah laku masa lalu serta tingkah laku primitif antara lain pembicaraan yang austik dan tingkah laku yang tidak sesuai dengan kenyataan sehingga dapat berakibat lanjut terjadinya halusinasi dan gangguan komunikkasi verbal karena klien tidak mau berinteraksi secara verbal dengan orang lain. Halusinasi pada klien dapat menimbulkan resiko mencederai diri dan orang lain apabila halusinasinya menyuruh klien untuk melakukan kekerasan pada diri maupun orang lain dan lingkungan sekitarnya. Klien dengan harga diri rendah akan membuat dirinya enggan berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya. Tidak adanya dukungan untuk berinteraksi membuat klien semakin menarik diri dari

lingkungannya. Akibat menarik diri, klien akan mengalami halusinasi. Halusinasi pada akhirnya akan menguasai klien, pada tahapan lebih lanjut, sehingga memunculkan resiko kekerasan. Harga diri rendah juga akan menimbulkan koping mekanisme pada klien di mana ia mengkompensasikan perasaannya dengan waham kebesaran untuk mengatasi harga dirinya yang rendah. Waham akan mempengaruhi komunikasi klien dimana setiap berkomunikasi klien selalu terarah pada wahamnya sendiri sehingga terjadi gangguan komunikasi verbal. Pada kasus tuan S awal kejadiannya disebabkan karena adanya ancaman dari teman-temannya bahwa klien tidak akan di ajak bergaul dengan teman group musiknya bila tidak mengikuti aturan main, padahal teman-temannya bermaksud bergurau, tapi klien merasa malu. Hal itu terjadi tahun 1995 ketika klien masih duduk di bangku STM kelas II dan klien dirawat di Rumah sakit selama 9 hari. Selanjutnya klien berobat jalan, namun sudah kurang lebih 1,5 tahun klien tidak pernah berobat. Kejadian yang menyebabkan klien MRS yang kedua ini berawal dari keinginan klien dan keluarga agar klien melamar pekerjaan di tempat kerja pamannya yang berada di Banjarmasin , tapi gagal. Akibat kegagalanya ini klien merasa kecewa karena klien berangan angan bila bekerja dapat membantu penghasilan keluarga. Sebagai anak tertua klien merasa harus dapat membantu orangtuanya. Selanjutnya klien merasa tidak berguna, lalu menarik diri dengan menyendiri dalam kamar sambil termenung, tidak mau merawat diri, tidak mau makan, kadang-kadang bicara sendiri atau ngomel-ngomel tanpa sebab jelas. Bila diajak bicara bicaranya ngelantur, tidsk terarah dan terkadang diam tidak mau menjawab, akhirnya terjadi gangguan komunikasi verbal. Dalam kehidupan sehari hari klien tidak mau bergaul dengan tetangga dan tidak pernah bercerita tentang masalah pribadinya. Masalah klien yang biasa muncul pada klien menarik diri adalah koping individu tidak efektif, koping keluarga tidak efektif, harga diri rendah,isolasi sosial menarik diri, resiko tinggi halusinasi,kerusakan interaksi sosial, intoleransi aktivitas dan defisit perawatan diri ( Depkes 1995 ). Sedangkan masalah keperawatan yang terjadi pada Tn S adalah : Isolasi sosial menerik diri, harga diri rendah, resiko halusinasi, , koping keluarga tidak efektif : penatalaksanaan regimen teraupeutik in efektif, defisit perawatan diri

B. TINDAKAN KEPERAWATAN Dalam menyusun tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah keperawatan di atas digunakan beberapa sumber antara lain : Carpenito (1998 ) , Stuart dan Sundeen (1995 ). ISOLASI SOSIAL : Menarik diri Prinsip tindakan 1. Bina hubungan saling percaya 2. Interaksi sering dan singkat

3. Dengarkan dengan sikap empati 4. Beri umpan balik yang positif 5. Ciptakan suasana yang ramah dan bersahabat 6. Jujur dan menepati semua janji 7. Susun dan tulis daftar kegiatan harian bersama klien sesuai dengan jadwal ruangan, minat serta kemampuan klien 8. Bimbing klien untuk meningkatkan hubungan sosial secara bertahap mulai dari klien-perawat, klien dua orang perawat, klien-dua perawat-dan klien lain, klien dengan kelompok kecil, klien dengan kelompok besar 9. Bimbing klien untuk ikut ambil bagian dalam aktivitas kelompok seperti dalam terapi aktivitas kelompok : sosialisasi 10. Berikan pujian saatklien mampu berinteraksi dengan orang lain 11. Diskusikan dengan keluarga untuk mengaktifkan support system yang ada 12. Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian obat anti depresan HARGA DIRI RENDAH Prinsip Tindakan : 1. Perluas kesadaran klien - Bina hubungan saling percaya - Berikan pekerjaan pada klien pada tingkat kemampuan yang dimiliki Maksimalkan peran serta klien dalam hubungan terapeutik 2. Dukung ekplorasi diri klien - Bantu klien untuk menerima perasaan danpikiran- pikirannya - Bantu mengklarifikasi konsep diri dan hubungan denganorang lain melalui keterbukaan - Berikan respon empati bukan simpati dan tekankan bahwa kekuatan untuk berubah ada pada diri klien 3. Bantu klien merumuskan perencanaan yang realistik - Bantu klien mengidentifikasi alternatif pemecahan masalah - Bantu mengkonseptualkan tujuan yang realistik.

PERUBAHAN PERSEPSI SENSORI ; Resiko halusinasi lihat dan dengar Prinsip tindakan : 1. Tetapkan hubungan saling percaya dan lakukan dengan kontak sering dan singkat 2. Kaji gejala halusinasi 3. Fokus pada gejala dan minta klien untuk menjelaskan apa yang terjadi 4. Tidak mendukung atau menentang halusinasi

5. Bantu klien menjelaskan dan membandingkan halusinasi saat ini dan yang baru saja dialami 6. Dorong klien untuk mengobservasi dan menjelaskan pikiran, perasaan dan tindakan yang berhubungan dengan halusinasi ( saat ini maupun yang lalu ) 7. Bantu klien menjelaskan kebutuhan yang mungkin direfleksikan dalam isi halusinasi 8. Hadirkan realitas 9. Gunakan bahasa yang jelas dan komunikasi secara langsung serta pertahankan kontak mata 10. Diskusikan penyebab, isi, waktu terjadi dan cara untuk memutus halusinasi 11. Berikan tugas dan aktivitas yang dapat dilakukan 12. Diskusikan manfaat dari taerapi medis dengan klien DEFISIT PERAWATAN DIRI Prinsip Tindakan : 1. Ciptakan lingkungan yang tenang 2. Fasilitasi peralatan perawatan diri klien 3. Motivasi klien dalam melakukan perawatan diri 4. Dorong klien untuk mengungkapkan keuntungan dan manfaat dari perawatan diri 5. Beri reinforcemen positif atas tindakan klien yang mendukung ke arah perawatan diri. PENATALAKSANAAN REGIMEN TERAPEUTIK IN EFEKTIF Prinsip tindakan : 1. Tingkatkan pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakit dan terapi yang diperlukan 2. Libatkan keluarga dalam rencana perawatan klien 3. Optimalkan penggunaan sumber dan sistem pendukung

BAB IV PELAKSANAAN Asuhan keperawatan terhadap Tn S dilaksanakan dalam 10 kali pertemuan. Di bawah ini akan diuraikan tindakan keperawatan yang dilakukan untuk setiap diagnosa, evaluasi serta tindak lanjutnya. Diagnose keperawatan Perubahan sensori persepsi : Resiko halusinasi lihat dan dengar berhubungan dengan menarik diri Tujuan Umum : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain di lingkungannya sehingga halusinasi lihat dan dengar

tidakterjadi. Implementasi : Pada pertemuan pertama , perawat membina hubungan saling percaya dengan klien dengan cara : mengucapkan salam dan menyapa klien dengan ramah, memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan pertemuan, menunjukkan sikap tenang dan penuh perhatian dengan menemani klien dan membuat kontrak yang jelas. Melakukan interaksi sering dan singkat. Membicarakan dengan klien penyebab menarik diri. Mendiskusikan akibat menarik diri,mendiskusikan keuntungan dalam berinteraksi dengan orang lain. Memotivasi klien untuk bersosialisasi dengan perawatlain, klien lain secara bertahap. Memberikan pujian saat klien mau berinteraksi dengan perawat lain dan klien lain. Mendampingi klien saat memulai interaksidengan perawat lain atau klienlain, menyusun aktivitas sehari -ari klien sesuai kemampuannya, kesanggupannya serta dengan perencanaandi ruangan. Evaluasi : Pada pertemuan ke 3 hubungan saling percaya sudah dapat terbina dengan lebih baik. Tetapi klien masih belum bisa menyebutkan penyebab menarik dirinya. Klien juga belum mampu menyebutkan keuntungan berinteraksi denganorang lain. Pada pertemuan ke 4 sudah bisa bersosialisasi dengan perawat lain dan klien lain., tapi masih belum bisa menyebutkan penyebab tidak maubergaul dengan orang lain, Pada pertemuan ke 5 klien dapat menjelaskan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan klien sudah mau berinteraksi dengan klien lain,bahkan bergandengan tangan dengan klien lain. Tindak lanjut Mempertahankan implementasi yang telah diberikan. Melakukan kerja sama dengan perawat ruangan untuk melatih aktifitas yang teratur dan mendiskusikan mengenai partisipasi keluarga dalam merawat klien . Isolasi sosial : menarik diri berhubungandengan harga diri rendah Tujuan Umum : Klien dapat meningkatkan harga dirinya, sehingga klien dapat berhubungan dengan orang lain. Implementasi : Mempertahankan hubungan saling percaya antara perawat klien melalui cara : menyapa klien dengan ramah dan mengucapkan salam., menjelaskan tujuan pertemuan, menunjukkan sikap empati, membuat kontrak yang jelas untuk pertemuan selanjutnya . Menunjukkan sikap penuh perhatian dan penghargaan dengan menemani klien walaupun klien menolak untuk berinteraksi . Mendorongklien untuk menyebutkan aspek/ kemampuan positif yang dimiliki klien dan memberikan pujian terhadap kemampuan positif klien yang menonjol. Mendiskusikan dan memotivasi klien untuk mengungkapkan perasaan, pikiran dan mendengarkan klien dengan perhatian Evaluasi Pada pertemuan ke 5 klien mulai mau menyebutkan kemampuan yang dimilikinya dan klien mau

menunjukkan kemampuannya di depan perawat yaitu klien dapat menyanyi dan pandai bermain gitar. Namun klien masih sulit untuk memulai pembicaraan. Pertemuan ke 6 klien lebih dapat berinteraksi dengan klien lain dan dapat tersenyum membalas sapaan perawat. Tindak lanjut : Mempertahankan interaksi yang sudah dicapai klien dan merencanakan untuk diikutkan dalam terapi aktivitas kelompok.

Penatalaksanaan regimen teraupetik in efektif berhubungan dengan kopingkeluarga inefektif Tujuan Umum : Penatalaksanaan regimen teraupetik efektif Implementasi : Mengajak keluarga untuk mengidentifikasi perilaku klien yang mal adaftif usaha memberi perawatan pada klien,memberi pujian atas tindakan keluarga yang adaptif, mendiskusikan dengan keluarga tindakan yang dapat dalakukan terhadap keluarga untuk menunjang kesembuhan klien ( memberikan aktivitas, memotivasi melakukan hobinya mengajak klien pada realitas ),mendiskusikan tentang pentingnya peran keluarga,menganjurkan bersikap hangat, menghargai dan tidak memarahi klien, serta memberi pujian terhadap perilaku klien yang adaptif , memberikan kesempatan kepada keluarga untuk mengambil keputusan tentang koping yang efektif dalam merawat klien, menanyakan kepada keluarga bagaimana persepsi dan penerimaan linkungan dengan adanya anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa, mendiskusikan dengan keluarga cara penyampaian pada masyarakat tantang anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa,menganjurkan keluarga untuk konsultasi ke fasilitas bila menemukan kesulitan, memotivasi klien dan keluarga untuk kontrol teratur Evaluasi Pada pertemuan ke 6 sampai ke 10 terlihat keluarga mencoba menerapkan apa yang telah didiskusikan dengan perawat dan akan melaksanakannya ketika klien harus pulang. Tindak lanjut Memberikan dorongan kepada keluarga dan merencanakan untuk kunjungan rumah Defisit Perawatan diri berhubungan dengan kurang motivasi dalam perawtan diri Tujuan Umum : Klien dapat meningkatkan motivasi tentang kebersihan diri, sehingga kebutuhan klien terjaga dan terpelihara Implementasi : Mempertahankan hubungan saling percaya yang telah terbina, dengan cara mengucapkan salam

dan menunjukkan sikap ramah saat berinteraksi dengan klien. Menciptakan lingkungan yang tenang saat berinteraksi. Memberikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya dan mendengarkan dengan penuh perhatian. Memotivasi klien untuk mandi memakai sabun, menggosok gigi, mengganti pakaian setiap hari, memotivasi klien untuk memotong kuku seminggu sekali bila terlihat kotor dan panjang, mendorong klien untuk mengungkapkan perasaannya setelah melakukan perawatan diri, memberikan pujian atas perilaku klien yang mendukung pada perawatan diri. Evaluasi : Pada pertemuan 1 dan 2 klien belum bersedia untuk melakukan perawatan diri, klien selalu menunggu ayahnya untuk perawatan diri, klien terlihat kusam ,rambut acak-acakan, baju lusuh karena klien menolak untuk perawtan diri.Pertemuan ke 3 klien sudah bersedia ke kamar mandi di antar ayahnya, sudah bersedia mandi tetapi belum bersedia memakai baju yang rapi dan menyisir rambut. Pertemuan ke 3, 4 ,5 Klien sudah mandi sendiri tapi tidak bersedia memakai handuk sehingga baju terlihat basah. Sampai pertemuan terakhir klien bersedia mandi bila disuruh , bukan atas kemauan sendiri, tapi klien sudah bisa melakukan sendiri dengan pengawasan Tindak lanjut : Mempertahankan pemberian motivasi kepada klien dalam melakukan perawatan diri, membuat jadual kegiatan klien sehari-hari. Meningkatkan kualitas ADL klien dengsn mendorong klien untuk melaksanakan semua ADL yang telah dibuat dan mengikut sertakan keluarga dalam memonitor ADL klien.

BAB V PEMBAHASAN Dalam bab ini akan dijelaskan sejauh mana keberhasilan tindakan keperawatan secara teoritis yang telah diaplikasikan pada kasus Tn. S, dimana proses terjadinya menarik diri pada klien hampir sama dengan teori yakni disebabkan oleh harga diri rendah. Harga diri rendah disebabkan beberapa kegagalan dan kekecewaan yang pernah dialami pada masa lalu hingga menyebabkan klien mengisolasi diri dari lingkungannya,tidak mau bergaul dengan lingkungannya, tidak peduli dengan aktivitas. Untuk diagnosa perubahan persepsi sensori : resiko halusinasi dengar, berhubungan dengan menarik diri, sesuai dengan teori. Tindakan keperawatan yang paling utama dan pertama adalah membina hubungan saling percaya, meskipun tidak ada respon dari klien. Tindakan yang

dilakukan perawat antara lain kontak sering dan singkat, memberi dukungan,mendengarkan ungkapan klien. Kontak sering dan singkat pada klien dapat diterima oleh klien dan tindakan tersebut dapat berhasil. Aplikasi teori mendiskusikan dengan klien penyebab menarik diri, akibat menarik diri, melibatkan klien untuk berinteraksi dengan perawat dan klien lain serta memberikan pujian atas kemampuan klien. Melibatkan klien dalam aktivitas kelompok, berinteraksi dengan perawat dan sesama klien , dapat menjadikan klien lebih ceria. Untuk diagnosa keperawatan menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah telah di aplikasikan teori tindakan keperawatan. Klien mampu berinteraksi dengan lingkungan tetapi klien belum mampu untuk membuat jadual kegiatan sesuai kemampuannya. Hal ini bisa disebabkan tugas tugas sudah dikerjakan oleh petugas kesehatan dan klien merasa enggan untuk melakukannya. Untuk diagnosa penatalaksanaan regimen teraupetik inefektif berhubungan dengan koping keluarga yang tidak efektif telah dilakukan tindakan keperawatan dengan mendiskusikan bersama keluarga hal hal yang dapat menyebabkan kekambuhan , upaya yang bisa dilakukan oleh keluarga untuk menanggulangi permasalahan, serta respon dari anggota keluarga yang lain terhadap anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa serta mendiskusikan upaya penerimaan oleh anggota keluarga dan lingkungannya. Keluarga berjanji akan memperlakukan dan mengupayakan sesuai dengan hasil diskusi dengan perawat. Dukungan positif dari keluarga dan lingkungan akan mempercepat kesembuhan klien. Defisit perawatan diri timbul akibat klien menarik diriyang menyebabkan klien tidak berminat dan tidak mempunyai kemauan dalam hal perawtan diri. Terhadap masalah ini perawat telah berusaha untuk memotivasi klien dalam melakukan perawatan diri yaitu dengan membandingkan keadaan klien sebelum dan sesudah klien melakukan perawatan diri. Dengan upaya ini perawat telah menemukan beberapa perubahan positif pada diri klien. Usaha yang telah dilakukan belum memberi hasil yang maksimal . Oleh karena itu diharapkan perawat dan keluarga selalu memberimotivasi kepada klien. Keberhasilan asuhan keperawatan pada klien Tn. S ada beberapa faktor yang berpengaruh antara lain : kerja sama yang baik antara mahasiswa dengan perawat ruangan dalam memberikan asuhan keperawatan, pemberian obat yang teratur, serta peran serta keluarga dalam merawat klien dan kooperatif dengan perawat. Sedangkan hambatan yang ditemui adalah asuhan keperawatan diberikan tidak secara kontinyu,mengingat tidak setiap hari selama 2 minggu mahasiswa praktek. Hambatan lain , keluarga dan klien ingin segera pulang walaupun klien belum mampu melaksanakan adl secara mandiri dengan alasan dana yang terbatas. Perawat dapat memberikan motivasi untuk kontrol dan meminum obat secara teratur serta melanjutkan perawatan di rumah sesuai dengan kemampuan keluarga.

DAFTAR PUSTAKA Carpenito, Lynda Juall, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Alih Bahasa : Yasmin Asih, Edisi 6, EGC, Jakarta, 1998 Keliat, B. A., Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, EGC, Jakarta, 1999 Rawlins, R.P. & Patricia Evans Heacock, Clinical Manual of Psychiatric Nursing, 2 nd Edition, Mosby Year Book, St. Louis, 1993 Stuart, G.W. & Michele T. Laraia, Principles and Practice of Psychiatric Nursing, 6 th Edition, Mosby Company, St. Louis, 1998 Towsend, Mary C., Buku Saku Diagnosa Keperawatan Psikiatri Untuk Pembuatan Rencana Keperawatan, Alih Bahasa : Novy Helena C.D., Edisi 3, EGC, Jakarta, 1998

LAPORAN PENDAHULUAN MENARIK DIRI


I. Masalah Utama : Menarik diri.

II.

Proses Terjadinya Masalah 1. Pengertian

Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain (Rawlins,1993). Terjadinya perilaku menarik diri dipengaruhi oleh faktor predisposisi dan stressor presipitasi. Faktor perkembangan dan sosial budaya merupakan faktor predispoisi terjadinya perilaku menarik diri. Kegagalan perkembangan dapat mengakibatkan individu tidak percaya diri, tidak percaya orang lain, ragu, takut salah, pesimis, putus asa terhadap hubungan dengan orang lain, menghindar dari orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan, dan merasa tertekan. Keadaan menimbulkan perilaku tidak ingin berkomunikasi dengan orang lain, menghindar dari orang lain, lebih menyukai berdiam diri sendiri, kegiatan sehari-hari hampir terabaikan. Gejala Klinis :

Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul Menghindar dari orang lain (menyendiri) Komunikasi kurang/tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien lain/perawat Tidak ada kontak mata, klien sering menunduk Berdiam diri di kamar/klien kurang mobilitas Menolak berhubungan dengan orang lain, klien memutuskan percakapan atau pergi jika diajak bercakap-cakap

Tidak melakukan kegiatan sehari-hari. (Budi Anna Keliat, 1998)

2.

Penyebab dari Menarik Diri

Salah satu penyebab dari menarik diri adalah harga diri rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan. Gejala Klinis

Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan terhadap penyakit (rambut botak karena terapi)

Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri sendiri) Gangguan hubungan sosial (menarik diri) Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan) Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan yang suram, mungkin klien akan mengakiri kehidupannya. ( Budi Anna Keliat, 1999)

3.

Akibat dari Menarik Diri

Klien dengan perilaku menarik diri dapat berakita adanya terjadinya resiko perubahan sensori persepsi (halusinasi). Halusinasi ini merupakan salah satu orientasi realitas yang maladaptive, dimana halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa stimulus yang nyata, artinya klien menginterprestasikan sesuatu yang nyata tanpa stimulus/ rangsangan eksternal. Gejala Klinis :

bicara, senyum dan tertawa sendiri menarik diri dan menghindar dari orang lain tidak dapat membedakan tidak nyata dan nyata tidak dapat memusatkan perhatian curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungannya), takut ekspresi muka tegang, mudah tersinggung (Budi Anna Keliat, 1999)

III.

Pohon Masalah

Resiko Perubahan Sensori-persepsi : Halusinasi ..

Isolasi sosial : menarik diri Core Problem

Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah ( Budi Anna Keliat, 1999)

IV.

Masalah Keperawatan dan Data yang perlu dikaji a. Masalah Keperawatan

1. Resiko perubahan persepsi - sensori : halusinasi 2. Isolasi Sosial : menarik diri 3. Gangguan konsep diri : harga diri rendah b. Data yang perlu dikaji 1. Resiko perubahan persepsi - sensori : halusinasi 1). Data Subjektif 1. Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan dengan stimulus nyata 2. Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata 3. Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus 4. Klien merasa makan sesuatu 5. Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya 6. Klien takut pada suara/ bunyi/ gambar yang dilihat dan didengar 7. Klien ingin memukul/ melempar barang-barang 2). Data Objektif 1. Klien berbicara dan tertawa sendiri 2. Klien bersikap seperti mendengar/ melihat sesuatu 3. Klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu 4. Disorientasi 2. Isolasi Sosial : menarik diri 1). Data Subyektif

Sukar didapat jika klien menolak komunikasi. Terkadang hanya berupa jawaban singkat ya atau tidak. 2). Data Obyektif Klien terlihat apatis, ekspresi sedih, afek tumpul, menyendiri, berdiam diri di kamar dan banyak diam. 3. Gangguan konsep diri : harga diri rendah 1). Data subyektif: Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri. 2). Data obyektif: Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan, ingin mencederai diri/ ingin mengakhiri hidup.

V.

Diagnosis Keperawatan

1). Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi . berhubungan dengan menarik diri. 2). Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.

VI. Rencana Tindakan Keperawatan Diagnosa 1 : Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi . berhubungan dengan menarik diri. Tujuan Umum : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi halusinasi Tujuan Khusus : 1. Klien dapat membina hubungan saling percaya Rasional : Hubungan saling percaya merupakan landasan utama untuk hubungan selanjutnya Tindakan: 1.1 Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik dengan cara : 1. sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal 2. perkenalkan diri dengan sopan 3. tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai 4. jelaskan tujuan pertemuan 5. jujur dan menepati janji

6. tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya 7. berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien 2. Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri Rasional : Memberi kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya dapat membantu mengurangi stres dan penyebab perasaaan menarik diri Tindakan 2.1 Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya 2.1. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab menarik diri atau mau bergaul 2.1. Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda serta penyebab yang muncul 2.1. Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya 3. Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain. Rasional :

Untuk mengetahui keuntungan dari bergaul dengan orang lain. Untuk mengetahui akibat yang dirasakan setelah menarik diri. Tindakan :

1. Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan dengan orang lain 1. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan prang lain 2. Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain 3. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain 2. Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain 1. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan dengan orang lain 2. Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain 3. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain 4. Klien dapat melaksanakan hubungan sosial Rasional :

Mengeksplorasi perasaan klien terhadap perilaku menarik diri yang biasa dilakukan.

Untuk mengetahui perilaku menarik diria dilakukan dan dengan bantuan perawat bisa membedakan perilaku konstruktif dan destruktif. Tindakan

1. Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain 2. Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain melalui tahap :

KP K P P lain K P P lain K lain K Kel/ Klp/ Masy

1. Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai 2. Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan 3. Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam mengisi waktu 4. Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan 5. Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan ruangan 4. Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain Rasional : Dapat membantu klien dalam menemukan cara yang dapat menyelesaikan masalah Tindakan 1. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan dengan orang lain 2. Diskusikan dengan klien tentang perasaan manfaat berhubungan dengan orang lain 3. Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan perasaan manfaat berhubungan dengan oranglain 6. Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga Rasional : memberikan penanganan bantuan terapi melalui pengumpulan data yang lengkap dan akurat kondisi fisik dan non fisik pasien serta keadaan perilaku dan sikap keluarganya Tindakan 1. Bina hubungan saling percaya dengan keluarga :

salam, perkenalan diri jelaskan tujuan buat kontrak eksplorasi perasaan klien

1. Diskusikan dengan anggota keluarga tentang :

perilaku menarik diri penyebab perilaku menarik diri akibat yang terjadi jika perilaku menarik diri tidak ditanggapi cara keluarga menghadapi klien menarik diri

3. Dorong anggota keluarga untukmemberikan dukungan kepada klien untuk berkomunikasi dengan orang lain 4. Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian menjenguk klien minimal satu kali seminggu 5. Beri reinforcement positif positif atas hal-hal yang telah dicapai oleh keluarga

Diagnosa 2 : Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah. Tujuan umum : Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal Tujuan khusus : 1. Klien dapat membina hubungan saling percaya Rasional : Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk kelancaran hubungan interaksi selanjutnya Tindakan : 1. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapetutik 1. sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal 2. Perkenalkan diri dengan sopan 3. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien 4. Jelaskan tujuan pertemuan 5. Jujur dan menepati janji 6. Tunjukan sikap empati dan menerima klien apa adanya 7. Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien. 2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki Rasional :

Diskusikan tingkat kemampuan klien seperti menilai realitas, kontrol diri atau integritas ego diperlakukan sebagai dasar asuhan keperawatannya.

Reinforcement positif akan meningkatkan harga diri klien Pujian yang realistik tidak menyebabkan klien melakukan kegiatan hanya karena ingin mendapatkan pujian

Tindakan: 2.1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien 2.1. Setiap bertemu klien hindarkan dari memberi penilaian negatif 2.1. Utamakan memberikan pujian yang realistik 3. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan Rasional :

Keterbukaan dan pengertian tentang kemampuan yang dimiliki adalah prasyarat untuk berubah. Pengertian tentang kemampuan yang dimiliki diri memotivasi untuk tetap mempertahankan penggunaannya Tindakan:

1. Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan selama sakit 2. Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya. 4. Klien dapat (menetapkan) merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki Rasional :

Membentuk individu yang bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri Klien perlu bertindak secara realistis dalam kehidupannya. Contoh peran yang dilihat klien akan memotivasi klien untuk melaksanakan kegiatan

Tindakan: 1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan

Kegiatan mandiri Kegiatan dengan bantuan sebagian Kegiatan yang membutuhkan bantuan total

1. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien 2. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan 5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya Rasional :

Memberikan kesempatan kepada klien mandiri dapat meningkatkan motivasi dan harga diri klien Reinforcement positif dapat meningkatkan harga diri klien Memberikan kesempatan kepada klien ntk tetap melakukan kegiatan yang bisa dilakukan Tindakan:

1. Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan

5.2. Beri pujian atas keberhasilan klien 5.3. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah 4. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada Rasional:

Mendorong keluarga untuk mampu merawat klien mandiri di rumah Support sistem keluarga akan sangat berpengaruh dalam mempercepat proses penyembuhan klien.

Meningkatkan peran serta keluarga dalam merawat klien di rumah. Tindakan:

1. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan harga diri rendah 2. Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat 3. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah DAFTAR PUSTAKA 1. Azis R, dkk. Pedoman asuhan keperawatan jiwa. Semarang : RSJD Dr. Amino Gondoutomo. 2003 2. Boyd MA, Hihart MA. Psychiatric nursing : contemporary practice. Philadelphia : LipincottRaven Publisher. 1998 3. Budi Anna Keliat. Asuhan Klien Gangguan Hubungan Sosial: Menarik Diri. Jakarta : FIK UI. 1999 4. Keliat BA. Proses kesehatan jiwa. Edisi 1. Jakarta : EGC. 1999 5. Stuart GW, Sundeen SJ. Buku saku keperawatan jiwa. Edisi 3. Jakarta : EGC. 1998 6. Tim Direktorat Keswa. Standar asuhan keperawatan kesehatan jiwa. Edisi 1. Bandung : RSJP Bandung. 2000

Anda mungkin juga menyukai