Anda di halaman 1dari 5

PHARMACY PRACTICE SOCIAL AND BEHAVIORAL ASPECTS THIRD EDITION

(Disusun untuk memenuhi tugas kuliah Pengantar Komunikasi Farmasi)

Oleh : Yessy Yunita Saragih 11/316079/FA/08816

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS GADJAH MADA 2011/2012

Judul buku : Pharmacy Practice Social and Behavioral Aspects Third Edition Editor : Albert I. Wertheimer, Ph.D. dan Mickey C. Smith, Ph.D. Penulis : 1. Corale L. Kimberlin 2. David Barnard 3. Daniel A. Hussar 4. Thomas F. Garrity Penerbit : Williams & Wilkins Kota terbit : Baltimore, Maryland, USA Tahun terbit : 1989

Ringkasan : Buku ini tidak secara keseluruhan membahas mengenai komunikasi farmasi, tetapi ada satu chapter yang berisi tentang komunikasi farmasi yaitu Bab 6 halaman 159-196. Berikut ringkasan yang saya buat mengenai bab tersebut. Kemampuan komunikasi efektif tentu dibutuhkan oleh semua bidang profesi, termasuk apoteker. Semua berawal karena pergeseran dan perkembangan peran apoteker. Sedikit flashback sejarah apoteker, dulunya apoteker hanya sibuk di daerah produksi obat atau product oriented, dan saat ini mulai mengarah pada pharmaceutical care, yaitu konsep pelayanan patient oriented untuk mencapai hasil terapi yang pasti dan meningkatkan kualitas hidup pasien. Untuk dapat memainkan peranan apoteker secara menyeluruh termasuk tuntutan pharmaceutical care, selain ilmu wajib tentang obat-obatan juga dibutuhkan kompentensi seni berkomunikasi efektif. Pada buku ini dipaparkan teori dasar komunikasi yang diimbangi dengan penerapan ilmu komunikasi dalam menghadapi pasien. Teori dasar komunikasi yang terdapat pada buku ini diantaranya peran kita sebagai sender dan receiver di dalam komunikasi. Sebagai sender kita harus memastikan pesan ditransmisikan dengan jelas, mengecek pengertian yang kita sampaikan agar tersampaikan dengan benar. Sebagai receiver kita memiliki tanggung jawab untuk mendengarkan dengan hati-hati, mencerna informasi yang kita terima, dan mengklarifikasi informasi yang didapat. Komunikasi yang baik adalah ketika feedback yang dihasilkan berupa feedback positif.

Komunikasi juga dapat berupa komunikasi non verbal. Komunikasi non verbal terkait dengan disiplin ilmu lain seperti antropologi, sosiologi, dan psikologi. Komunikasi non verbal sendiri adalah hubungan yang kompleks antara tingkah laku, respon psikologi dan lingkungannya yang secara sadar maupun tidak sadar telah menghubungkan dengan orang lain. Hal-hal yang berupa bentuk komunikasi non verbal adalah karakteristik vokal, mimik wajah, jarak interpersonal, dan bahasa tubuh. Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa komunikasi dan informasi yang diberikan oleh dokter ada hubungannya dengan tingkat kepuasan pasien. Svarstad (52), di dalam analisisnya mengenai hubungan dokter dan pasien dalam pengobatan menemukan bahwa dokter seringkali gagal menjelaskan atau mendiskusikan informasi-informasi kritis penting kepada pasien, seperti kapan pengobatan secara teratur harus dilakukan atau jangka waktu pengobatan yang tepat. Beberapa penelitian juga sudah menemukan solusi bagi keadaan tersebut yaitu peran apoteker dalam berkomunikasi dengan pasien. Hal ini tentunya terutama bagi apoteker yang bekerja di rumah sakit. Banyak literatur yang mengkritik bahwa hanya sebagian kecil pasien yang menerima konsultasi dari apoteker ataupun yang benar-benar mendapat perhatian yang cukup terhadap kesehatannya dari seorang apoteker. Beberapa peneliti telah melakukan observasi dan menemukan bahwa apoteker menggunakan sebagian waktunya untuk berkomunikasi dengan pasien tapi waktu tersebut dihabiskan untuk komunikasi nonprofesional. Apoteker sering kali tidak memberi petunjuk secara lisan dalam pemakain obat dan pasien jarang bertanya kepada apoteker ketika obat diberikan. Beberapa survey juga telah dilakukan untuk menjawab pertanyaan Apakah pasien mendapat informasi tentang pengobatan mereka?. Hasilnya adalah lebih dari 70% pasien tidak menerima informasi dari apoteker. Pasien-pasien tersebut didominasi oleh pasien tua daripada pasien muda. Walaupun mereka menyadari bahwa apoteker berkompeten untuk menjawab pertanyaan, tetapi mereka terkadang tidak bersedia untuk melakukan konseling dengan apoteker. Lalu bagaimana komunikasi apoteker - pasien yang baik? Menciptakan suasana privasi ketika berbicara dengan pasien adalah penting. Menyediakan suatu ruangan yang benar-benar pribadi sangat tidak praktis bagi kebanyakan apoteker, tetapi suatu perasaan leluasa atau privasi bisa dibentuk jika konseling dilakukan jauh dari tempat pasien lain menunggu resep obat atau menyediakan tabir atau layar diantara tempat tidur di rumah sakit. Sensitif terhadap gerak-gerik non verbal pasien juga penting

untuk dilakukan. Apoteker dapat bertanya kepada diri sendiri Bagaimana perasaan pasien ini?, Apakah pasien ini merasa bingung, bersemangat, atau merasa depresi?. Kesadaran apoteker dengan komunikasi silent ini bisa membantu dalam menjangkau pemahaman yang lebih dalam dari pasien dan dapat menunjukkan keadaan yang memerlukan penyelidikan lebih lanjut, seperti indikasi dari adanya depresi. Apoteker juga perlu untuk merasa empati kepada pasien. Empati maksudnya apoteker harus dapat menunjukkan sikap mengerti akan apa yang sedang dirasakan pasien. Ada berbagai teknik yang dapat digunakan untuk membantu daya ingat pasien dan menggunakan obat sesuai dengan perintah. 1. Menggolongkan informasi yang diberikan kepada pasien. Misalnya apoteker mengatakan Pertama saya akan menunjukkan langkah untuk

menggunakan.......Selanjutnya saya akan menyampaikan kemungkinan yang dapat menjadi efek samping dan harus diperhatikan. 2. Membuat informasi sekonkret mungkin. Informasi yang diberikan dapat berupa gambar atau skema agar mudah diingat atau dengan mendemokan kepada pasien. 3. Menggunakan kalimat dan bahasa yang simpel dan dimengerti orang awam. 4. Memberi alasan untuk petunjuk penting. Misalnya mengapa suatu obat harus diminum saat perut dalam keadaan kosong atau sebelum makan. 5. Cobalah untuk membuat pasien merasa lebih dimudahkan. Menjadi lebih dekat dan ramah lebih baik daripada bersikap dingin. Komunikasi apoteker tidak hanya diperlukan dengan pasien saja tetapi dengan banyak pihak lain diantaranya dengan dokter atau tenaga profesional kesehatan lainnya, antar sesama apoteker, dengan administrator, atau bahkan dengan pemerintah. Komunikasi antar apoteker perlu dilakukan mengingat tujuan, profesi, dan latar belakang pendidikan yang sama. Sesama apoteker dapat berbagi informasi tentang obat dan terapi yang dapat menambah wawasan dan pencerahan di dalam pekerjaan. Seorang apoteker harus benar-benar kompeten dibidangnya sehingga ketika dihadapkan pada situasi dimana apoteker harus mendiskusikan tentang pengobatan dengan profesional kesehatan lainnya, apoteker harus dapat mengkomunikasikan ilmunya dengan benar sehingga diskusi itu bisa menghasilkan suatu solusi yang baik bagi kesembuhan pasien. Di dalam komunikasi juga terdapat barrier komunikasi diantaranya enviromental barriers, keraguan farmasis dalam mengawali komunikasi, pergolakan antar profesional kesehatan.

Upaya telah dilakukan di perguruan tinggi untuk meningkatkan komunikasi mahasiswa. Mudah-mudahan upaya ini mengarah pada peran yang lebih efektif dan aktif untuk apoteker dalam konseling pasien, pemantauan penggunaan narkoba, dan memberi saran kepada para profesional lainnya dalam pemberian terapi obat kepada pasien.

Kritik : Buku ini tidak seutuhnya membahas tentang komunikasi farmasi sehingga tidak mengupas secara utuh mengenai cara berkomunikasi farmasi yang benar. Selain itu komunikasi yang di utamakan dan dibahas dalam buku ini adalah komunikasi untuk apoteker yang bekerja di rumah sakit atau apoteker yang berhubungan langsung dengan pasien, sementara apoteker ada juga yang bekerja di bagian produksi obat dan penelitian. Isi buku ini khususnya pada bab komunikasi kurang dalam memberikan contoh-contoh kasus yang mungkin sering dihadapi para apoteker dalam pekerjaannya. Apa yang perlu didiskusikan dari buku ini? Menurut pendapat saya yang menarik untuk dibahas dari buku ini adalah tulisan Daniel A. Hussar mengenai pasien yang patuh dan pasien yang tidak patuh dan bagaimana cara terbaik yang dapat dilakukan apoteker dalam meningkatkan kepatuhan pasien. Hal itu menarik untuk didiskusikan karena penting bagi apoteker untuk membuat pasien mematuhi petunjuk pengobatan ataupun terapi yang sedang dilakukannya. Kepatuhan pasien merupakan salah satu faktor penting dalam kecepatan kesembuhan pasien. Apakah buku tersebut recomended untuk dibaca? Setiap bab dari buku ini termasuk bab tentang komunikasi memuat beberapa pendapat atau tulisan dari beberapa ahli sehingga isinya terlihat lebih objektif. Selain itu buku ini juga mengambil referensi dari banyak tulisan-tulisan dan buku-buku internasional lainnya yang membuat buku ini baik untuk dibaca. Secara umum, buku ini recomended untuk para pembaca yang haus ilmu khususnya bagi seorang mahasiswa farmasi.

Anda mungkin juga menyukai