Anda di halaman 1dari 15

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS FORMULASI KEBIJAKAN TARIF RETRIBUSI PARKIR DI DKI JAKARTA


(Tinjauan Terhadap Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 120 Tahun 2012 Tentang Biaya Parkir Pada Penyelenggaraan Fasilitas Parkir Untuk Umum Di Luar Badan Jalan)

APRILIA NURJANNATIN ATIKA FLORENTINA CLINTA NATASA DEPARI EMY CHUSNUL CHOTIMAH FIRDA NURGRAHA MUHAMMAD CANDRA F. S.

1106007180 1106083050 1106060141 1106009665 1106003390 1106060160

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM SARJANA ILMU ADMINISTRASI FISKAL DEPOK MARET 2013

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah DKI Jakarta adalah ibukota negara Indonesia. Secara administratif, DKI Jakarta terdiri atas lima kota administratif dan satu kabupaten administratif, yaitu Jakarta Utara, Jakarta Timur, Jakarta Selatan, Jakarta Barat, Jakarta Pusat dan Kabupaten Kepulauan Seribu. Di samping kedudukannya sebagai Daerah Khusus Ibukota, Jakarta bersama Kota Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi merupakan suatu kesatuan wilayah pertumbuhan. Jakarta-BogorDepok-Tangerang-Bekasi (Jabodetabek) adalah wilayah metropolitan yang memiliki hubungan erat dalam bidang permukiman, industri, perdagangan, dan transportasi. Sebagai kota metropolitan, DKI Jakarta memiliki berbagai keunggulan. Keunggulankeunggulan tersebut seperti tersedianya sarana dan prasarana dengan jumlah yang terus bertambah dan kualitas pelayanan yang modern. Keberadaan fasilitas pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi, fasilitas kesehatan, lembaga pemerintahan pusat merupakan bukti yang mendukung DKI Jakarta sebagai kota metropolitan. Selain sebagai kota metropolitan, DKI Jakarta juga dikenal sebagai pusat perekonomian dengan banyaknya kegiatan perekonomian yang terjadi di DKI Jakarta. Kegiatan perekonomian seperti perdagangan, investasi, dan jasa perbankan menjadikan pertumbuhan ekonomi di DKI Jakarta meningkat pesat melebihi provinsi lain. Data perbandingan pertumbuhan ekonomi di DKI Jakarta dan beberapa provinsi lain ditampilkan dalam Tabel 1.1. Tabel 1.1 Data Perbandingan Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, dan Jawa Tengah Tahun 2012 Provinsi Pertumbuhan Ekonomi DKI Jakarta 6.5% Banten 6.22% Jawa Barat 6.31% Jawa Tengah 6.3%

Sumber: data diolah kembali oleh peneliti dari berbagai sumber.

Dari tabel 1.1 di atas terlihat bahwa pertumbuhan ekonomi di DKI Jakarta lebih tinggi dari Provinsi Banten, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. Tingginya pertumbuhan ekonomi di DKI Jakarta dibandingkan dengan provinsi lain disebabkan oleh berbagai faktor. Tersedianya berbagai sarana dan prasarana yang mendukung seperti kemajuan infrastruktur di DKI

Universitas Indonesia

Jakarta menjadi salah satu faktor pendorong terus berkembangnya perekonomian di DKI Jakarta. Tingginya perekonomian di DKI Jakarta membuat para pelaku ekonomi di dalamnya memiliki tingkat mobilitas yang relatif tinggi dengan pergerakan sebanyak 53 juta perjalanan per hari. Hal itu berdampak pada kebutuhan transportasi dan jumlah kendaraan yang beredar untuk mendukung mobilitas tersebut. Sejak Januari sampai April 2012, jumlah kendaraan yang beredar di DKI Jakarta mencapai 13.346.802 kendaraan. Berikut diagram yang menggambarkan jumlah kendaraan di DKI Jakarta.
Mobil Beban, 581,290 Mobil, 2,541,351 Bus, 363,710

Motor, 9,861,451

Grafik 1.1 Jumlah Kendaraan yang Beredar di DKI Jakarta Tahun 2012
Sumber: Diolah oleh penulis dari Direktorat Lalu Lintas (Ditlantas) Polda Metro Jaya

Menurut Wakil Direktur Lantas Polda Metro Jaya, AKBP Wahyono selama tahun 2012, jumlah kendaraan bermotor (roda empat keatas dan roda dua) sebanyak 14.000.000 unit. Kendaraan baru, roda empat atau lebih dan roda dua, setiap hari (mengajukan STNK baru) bertambah sebanyak 6000 unit. Hal ini menunjukkan bahwa kepemilikan kendaraan merupakan salah satu kebutuhan penting bagi warga di DKI Jakarta. Peningkatan jumlah kendaraan di DKI Jakarta memiliki eksternalitas negatif, baik yang dirasakan secara langsung maupun tidak langsung. Salah satu bentuk eksternalitas negatif secara langsung adalah kemacetan. Kemacetan merupakan masalah yang timbul akibat pertumbuhan dan kepadatan penduduk sehingga arus kendaraan bergerak sangat lambat (Hoeve,1990). Implikasi dari kemacetan ini adalah daya dan kemampuan jalan untuk menampung kendaraan bermotor semakin menurun dari waktu ke waktu karena menurunnya kualitas jalan. Terdapat beberapa faktor penyebab meningkatnya kemacetan di Jakarta. Menurut Ketua DPD Organda DKI Jakarta, Soedirman, kemacetan disebabkan oleh tingkat keterisian (load factor) angkutan
Universitas Indonesia

umum di Jakarta yang hanya 50 %. Penyebab lainnya adalah ketidakterkaitan antar kebijakan. Misalnya, tidak ada keterkaitan antara pertumbuhan tata guna lahan dan penataan angkutan umum ataupun pribadi. Satu persoalan yang mudah terlihat di lapangan adalah minimnya integrasi antarmoda angkutan umum. Jarak antara halte dan stasiun yang jauh seringkali membuat orang enggan menggunakan angkutan umum. Menurut data dari Dinas Perhubungan DKI, tercatat 46 kawasan dengan 100 titik simpang rawan macet di Jakarta. Suatu kawasan dikatakan rawan macet apabila arus kendaraan tidak stabil dan kecepatan kendaraan rendah sehingga membuat antrian panjang. Kemacetan juga diperparah oleh kendaraan-kendaraan yang masuk ke DKI Jakarta dari kotakota di sekitar seperti Depok, Bekasi, Tangerang, dan Bogor yang melakukan aktivitas di DKI Jakarta. Meningkatnya volume kendaraan di DKI Jakarta tidak disertai dengan fasilitas yang memadai. Fasilitas angkutan umum belum mumpuni karena belum terpenuhinya keselamatan, keamanan, kenyamanan, ketepatan waktu jadwal, dan kesesuaian tarif. Berdasarkan keadaan ini, banyak warga DKI Jakarta kecewa terhadap fasilitas kendaraan umum yang tersedia dan lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi sehingga kemacetan tidak dapat dihindari. Kemacetan di DKI Jakarta bukan hal yang mengejutkan. Umumnya, pada jam berangkat kantor (07.00-08.00) atau jam pulang kantor (17.00), jalanan menjadi padat oleh kendaraan pribadi para pekerja. Menurut Bergkamp, Staff Divisi Penelitian Kanopi 2011, kemacetan lalu lintas memberikan dampak negatif yang sangat besar bagi penduduk, seperti pemborosan bahan bakar, terbuangnya waktu secara percuma, dan kerusakan lingkungan akibat polusi udara yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor. Pakar Transportasi, Danang Parikesit, menyatakan, menurut survei, masyarakat Jakarta akan menghabiskan 6%-8% PDB untuk biaya transportasi. Pemborosan ini membuat uang yang seharusnya digunakan atau dialokasikan masyarakat untuk penggunaan lain harus dikeluarkan untuk biaya transportasi. Selain itu, waktu produktif yang seharusnya dapat digunakan oleh para pekerja justru dihabiskan di jalan raya. Kemacetan merupakan salah satu penyebab stress yang dialami oleh pengguna kendaraan di DKI Jakarta. Hasil penelitian Yayasan Pelangi menaksir kerugian yang diakibatkan dari segi waktu, biaya bahan bakar, dan biaya kesehatan mencapai 12,8 triliun tiap tahunnya. Di sisi lain, kemacetan juga berdampak pada kerusakan lingkungan akibat polusi udara.

Universitas Indonesia

Kemacetan merupakan pekerjaan yang belum juga diselesaikan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.1 Sebenarnya ada berbagai solusi untuk mengurangi kemacetan di DKI Jakarta. Solusi ini dapat dikelompokan menjadi dua, solusi jangka pendek dan jangka panjang (Boediningsih, 2011). Solusi jangka pendek yang dapat dibuat antara lain dengan memperhatikan penempatan petugas pada jam-jam sibuk dalam rangka penertiban dan penegakan hukum. Aparat petugas atau polisi dalam melaksanakan tugas harus selalu mengawasi lalu lintas, terutama pada jam-jam sibuk dan menindak tegas bagi siapa saja yang melanggar rambu-rambu lalu lintas. Selain itu, diperlukan pemasangan traffic light atau rambu lalu lintas yang memadai di persimpangan jalan dan jalan-jalan tertentu yang rawan macet. Bagi pejalan kaki perlu adanya Zebra Cross agar pejalan kaki tidak menyeberang sembarangan. Solusi jangka panjang yang bisa digunakan adalah pembangunan infrastruktur untuk meningkatkan ruang jalan dan memperbaiki struktur jaringan sistem transportasi. Pelebaran jalan dapat mengurangi kemacetan lalu lintas karena jalan yang sudah ada memang tidak mungkin lagi menampung mobil atau kendaraan bermotor yang ada. Pemerintah juga harus melakukan perbaikan atau pembenahan persimpangan jalan serta memaksimalkan penggunaan bus sekolah untuk siswa sekolah, sehingga para siswa tidak menggunakan kendaraan pribadi. Evaluasi diperlukan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat agar instansi terkait atau aparat polisi sebagai pelayan masyarakat dapat memberikan pelayanan yang baik. Terkait dengan masalah kemacetan, Pemprov DKI Jakarta telah menerapkan beberapa kebijakan untuk mengurangi jumlah kendaraan pribadi di DKI Jakarta, yaitu: 1. Meningkatkan tarif pajak kendaraan bermotor pribadi. Apabila pajak kendaraan bermotor tinggi, diasumsikan orang-orang akan berpikir dua kali untuk menambah jumlah kendaraan pribadi yang dimiliki. 2. Diterapkannya Pajak Kendaraan Bermotor Progresif dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor. 3. Diterapkannya kebijakan Three in One (3 in 1) yang ternyata tidak optimal dalam menekan volume kendaraan karena maraknya joki. 4. Pembenahan angkutan umum perlu dilakukan karena keamanan dan kenyamanan angkutan umum yang ada belum terpenuhi. Jika angkutan umum di DKI Jakarta

Selanjutnya disebut Pemprov DKI Jakarta

Universitas Indonesia

dibenahi dan dipelihara dengan baik, masyarakat tidak akan ragu untuk menggunakan angkutan umum ketimbang kendaraan pribadi. 5. Menciptakan sistem moda angkutan yang terintegrasi antara ibukota dan daerah mitra. Penanganan sistem moda yang terintegrasi ini membutuhkan kerja sama dengan pemerintah daerah mitra seperti Bekasi, Tangerang, dan Depok. 6. Menaikkan tarif parkir. Tarif parkir perlu dinaikkan karena akan mengakibatkan biaya operasional kendaraan naik, sehingga apabila masyarakat tidak benar-benar membutuhkan kendaraan pribadi untuk berpergian, maka masyarakat akan lebih memilih untuk naik kendaraan umum yang bebas biaya parkir. Jika melihat pada kenyataan bahwa terjadi peningkatan penggunaan kendaraan pribadi di Jakarta, yang didukung dengan ketidaknyamanan pada sebagian besar transportasi publik serta keterbatasan lahan parkir yang tersedia, maka kebijakan menaikkan tarif parkir dirasa cukup relevan sebagai salah satu bentuk solusi mengatasi kemacetan. Konsekuensi yang diharapkan dengan diberlakukannya kebijakan ini adalah penurunan tingkat dependensi masyarakat terhadap penggunaan kendaraan pribadi. Terkait dengan meningkatnya penggunaan kendaraan pribadi di Jakarta serta kurangnya lahan parkir yang terbatas, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah mengeluarkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 120 Tahun 2012 tentang Biaya Parkir pada Penyelenggaraan Fasilitas Parkir untuk Umum di Luar Badan Jalan. Ketentuan ini sejatinya diterbitkan sejak 19 September 2012, tetapi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta baru menggelar sosialisasi kepada publik pada bulan Oktober 2012 dan per 1 Februari 2013 kebijakan ini baru dilaksanakan.

Tabel 1.2 Tarif Parkir Kendaraan Bermotor di Wilayah DKI Jakarta 2013
No. 1. Golongan Pemanfaatan fasilitas parkir di pusat perbelanjaan dan hotel atau kegiatan parkir yang menyatu Jenis Kendaraan a. Sedan, jeep, minibus, pickup dan sejenisnya Tarif Parkir Lama Rp1.000,00 s.d Rp 2.000,00 untuk jam pertama Rp 1.000,00 s.d Rp.2.000,00 untuk setiap jam berikutnya Tarif Parkir Baru Rp 3.000,00 s.d. Rp 5.000,00 untuk jam pertama Rp 2.000,00 s.d. Rp 4.000,00 untuk setiap jam berikutnya, kurang dari 1 jam dihitung 1 jam Rp 6.000,00 s.d. Rp 7.000,00 untuk jam pertama Rp 3.000,00 untuk
Universitas Indonesia

b. Bus, Truk dan sejenisnya

Rp2.000,00 s.d Rp 3.000,00 untuk jam pertama Rp2.000,00 untuk

6
setiap jam berikutnya setiap jam berikutnya, kurang dari 1 jam dihitung 1 jam Rp 1.000,00 s.d. Rp 2.000,00 per jam Rp 3.000,00 s.d. Rp 5.000,00 untuk jam pertama Rp 2.000,00 s.d. Rp 4.000,00 untuk setiap jam berikutnya, kurang dari 1 jam dihitung 1 jam Rp 6.000,00 s.d. Rp 7.000,00 untuk jam pertama Rp 3.000,00 untuk setiap jam berikutnya, kurang dari 1 jam dihitung 1 jam Rp 1.000,00 s.d. Rp 2.000,00 per jam Rp 2.000,00 s.d. Rp 3.000,00 untuk jam pertama Rp 2.000,00 untuk setiap jam berikutnya, kurang dari 1 jam dihitung 1 jam Rp 3.000,00 untuk jam pertama Rp 3.000,00 untuk setiap jam berikutnya, kurang dari 1 jam dihitung 1 jam Rp 1.000,00 s.d. Rp 2.000,00 per jam

Rp 500,00 per jam 2. Pemanfaatan fasilitas parkir pada perkantoran dan apartemen c. Sepeda Motor a. Sedan, jeep, minibus, pickup dan sejenisnya Rp1.000,00 s.d Rp 2.000,00 untuk jam pertama Rp1.000,00 s.d Rp 1.500,00 untuk setiap jam berikutnya

b. Bus, Truk dan sejenisnya

Rp 2.000,00 s.d Rp 3.000,00 untuk jam pertama Rp2.000 untuk setiap jam berikutnya

c. Sepeda Motor

Rp 500,00 per jam

3.

Pemanfaatan fasilitas tempat parkir untuk umum (pasar, tempat rekreasi, rumah sakit dan lain-lain)

a. Sedan, jeep, minibus, pickup dan sejenisnya

Rp 1.000,00 s.d Rp 1.500,00 untuk jam pertama Rp 1.000,00 untuk setiap jam berikutnya

b. Bus, Truk dan sejenisnya

Rp. 2000,00 untuk jam pertama

c. Sepeda Motor

Rp 500,00 per jam

Sumber: Diolah peneliti dari berbagai sumber

Tabel 1.2 menunjukkan perbedaan perubahan tarif parkir di DKI Jakarta sesuai dengan Pergub Nomor 120 Tahun 2012 yang menggantikan Surat Keputusan Gubernur Nomor 48 Tahun 2004 tentang Penetapan Tarif Parkir di Luar Badan Jalan. Kenaikan tarif
Universitas Indonesia

parkir tersebut cukup signifikan dilihat dari rentang kenaikannya antara Rp.1000,00 sampai dengan Rp.4000,00 per jamnya. Kenaikan tarif parkir ini pada dasarnya dimaksudkan agar masyarakat beralih dari penggunaan kendaraan pribadi dengan transportasi umum dan tujuan lainnya untuk meningkatkan pendapatan retribusi parkir. Namun untuk mewujudkannya, masih ditemukan berbagai kendala seperti kenaikan retribusi parkir yang tidak dibarengi dengan berbagai fasilitas pendukung yang memadai. Seharusnya, kenaikan tarif parkir sejalan dengan pengembangan fasilitasnya. Salah satu contoh pembenahan fasilitasnya seperti pengelola parkir wajib menyertakan asuransi kehilangan sebagai kompensasi atas kenaikan retribusi parkir. Melihat substansi dari kenaikan tarif parkir, dari sisi budgetair kebijakan tersebut ditujukan untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sumbangan retribusi parkir, dari sisi reguleren yaitu untuk mengurangi jumlah kendaraan bermotor pribadi yang beredar di DKI Jakarta. Pada tahun 2012 jumlah Satuan Ruang Parkir (SRP) di DKI Jakarta berjumlah 398.180 unit yang tersebar di 5 kota di Jakarta. Sedangkan SRP yang dikelola oleh Unit Pengelola Teknis (UPT) Dinas Perhubungan DKI Jakarta sebanyak 13.095 unit. Jumlah tersebut hanya dihitung dari SRP yang dipungut biaya parkir oleh pengelolanya, sehingga jumlah total SRP yang ada di DKI Jakarta bisa lebih banyak lagi jika dihitung secara keseluruhan antara pengelola yang mengenakan tarif terhadap jasa parkir yang dikenakan dengan pengelola yang tidak memungut jasa parkirnya. Berikut data persebaran SRP yang ada di 5 kota di DKI Jakarta.

Tabel 1.3 Data Persebaran Satuan Ruang Parkir di Provinsi DKI Jakarta 2013 Wilayah Jakarta Selatan Jakarta Timur Jakarta Barat Jakarta Utara Jakarta Pusat Total Parkir off street 118.180 19.705 65.450 63.356 120.466 387.157 Parkir on street 1.891 1.243 2.837 2.373 2.679 11.023 Jumlah 120.071 20.948 68.287 65.729 123.145 398.180

Sumber: Data diolah dari http://uptparkirdishubdki.com/srp.php

Tabel 1.3 menunjukkan jumlah SRP di DKI Jakarta. Dapat dilihat bahwa wilayah Jakarta Pusat memiliki jumlah terbanyak dalam penyediaan tempat parkir, baik tempat parkir
Universitas Indonesia

on street maupun tempat parkir off street. Data tersebut hanya menunjukkan data yang diambil dari pengelola-pengelola parkir resmi, yang telah mendaftarkan badan usahanya di Dinas Perhubungan DKI Jakarta. Apabila jumlah tersebut ditambah dengan jumlah parkir liar yang tidak terdaftar di Dinas Perhubungan, jumlah SRP dan pengelola parkir akan meningkat. Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta, Azas Tigor Nainggolan, memperkirakan pendapatan dari parkir on street dan off street jika dioptimalkan sangat besar. Dengan belasan ribu lokasi ruang parkir yang ada di bawah pengelolaan Pemprov DKI harusnya pemasukan retribusi parkir bisa melebihi target, bukan sebaliknya yang tidak mencapai target selama tahun 2011 seperti ditunjukkan oleh Grafik 1.2 dibawah. Kepala Unit Pelaksana Perparkiran Dinas Perhubungan Pemprov DKI Enrico Fermi, pun mengakui pemasukan parkir selama ini tidak optimal. Tahun 2011, menetapkan target pendapatan dari retribusi parkir sebesar Rp185 miliar, tetapi perusahaan swasta pengelola parkir hanya menyetorkan dana sekitar Rp 157,34 miliar. Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, objek retribusi dibagi menjadi tiga yaitu retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha, dan retribusi perizinan tertentu. Retribusi parkir Tepi Jalan Umum (TJU) termasuk ke dalam jenis retribusi jasa umum sedangkan Tempat Khusus Parkir (TKP) termasuk ke dalam jenis retribusi jasa usaha. Objek retribusi pelayanan parkir di TJU adalah penyediaan pelayanan parkir di tepi jalan umum yang ditentukan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Berikut adalah grafik yang menggambarkan penerimaan retribusi parkir DKI Jakarta tahun 2011,
10

Universitas Indonesia

14,000,000,000 12,000,000,000 10,000,000,000 8,000,000,000 6,000,000,000 4,000,000,000 2,000,000,000 0 Tepi Jalan Lingkungan Umum Parkir Tempat Khusus Parkir Luar Badan Jalan Gedung Parkir Penetapan Target Realisasi

Grafik 1.2 Rekapitulasi Penerimaan Retribusi Parkir DKI Jakarta Tahun 2011 Sumber: ?

Berdasarkan grafik rekapitulasi penerimaan retribusi parkir DKI Jakarta tahun 2011 di atas, empat dari lima lokasi parkir di DKI Jakarta tidak mencapai target yang ditetapkan. Hal ini berimplikasi pada kebijakan Pemprov DKI Jakarta untuk menaikkan tarif retribusi parkir pada Februari 2013.
11

-------------

1.2 Pokok Permasalahan Dalam rangka upaya pengurangan kemacetan di Jakarta, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengimplementasikan berbagai kebijakan. Salah satu upaya kebijakan yang telah diterapkan adalah kenaikan tarif retribusi parkir sejak Februari 2013 dan masih berlangsung hingga saat ini. Berdasarkan paparan diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai formulasi kebijakan tarif retribusi parkir di DKI Jakarta. Adapun pokok permasalahan (research problem) dalam penelitian ini adalah bagaimana proses formulasi kebijakan tarif retribusi parkir di DKI Jakarta yang kemudian ditetapkan dengan Peraturan Gubernur Nomor 120 Tahun 2012 tentang Biaya Parkir pada Penyelenggaraan Fasilitas Parkir untuk Umum di Luar Badan Jalan?

Universitas Indonesia

1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan pokok permasalahan di atas secara umum tujuan penelitian ini bertujuan untuk menganalisis proses formulasi kebijakan tarif retribusi parkir di DKI Jakarta yang ditetapkan dengan Peraturan Gubernur Nomor 120 Tahun 2012 tentang Biaya Parkir pada Penyelenggaraan Fasilitas Parkir untuk Umum di Luar Badan Jalan.
12

1.4 Siginifikansi Penelitian a. Signifikansi Akademis Secara akademis, hasil penelitian ini bermanfaat untuk mengembangkan informasi dan pengetahuan mengenai proses formulasi kebijakan tarif retribusi parkir. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi lebih lanjut untuk peneliti lainnya mengenai kebijakan kenaikan tarif retribusi parkir di DKI Jakarta serta menjadi pelengkap penelitian-penelitian terdahulu.

1.5

Sistematika Penulisan Sistematika penulisan penelitian ini secara garis besar dapat dijelaskan sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan. Bab ini meliputi latar belakang masalah, pokok permasalahan, tujuan penelitian, signifikansi penelitian, serta sistematika penulisan. Bab II Kerangka Teori. Bab ini berisi Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori. Tinjauan Pustaka berisi uraian tentang tinjauan dari hasil penelitian terdahulu yang sejenis. Kerangka Teori berisi teori-teori tentang kebijakan publik dan retibusi daerah. Bab III. Metode Penelitian. Bab ini berisikan penjelasan mengenai metode yang digunakan peneliti dalam melakukan penelitian.

Universitas Indonesia

DAFTAR REFERENSI Dokumen Hasil Perencanaan Daerah, diakses 22 Februari 2013. Satuan Ruang Parkir, diakses 22 Februari 2013. <http://uptparkirdishubdki.com/srp.php>. <http://bappedajakarta.go.id/direktori-perencanaan/dokumen-hasil-perencanaandaerah/>. Afifah, Riana, Tiap Hari Bertambah 1.068 Motor dan 216 Mobil, Koran Kompas diakses 22 Februari 2013. <http://megapolitan.kompas.com/read/2011/12/14/16413366/Tiap. Hari.Bertambah.1.068.Motor.dan.216.Mobil>. Aprilia, Ririn, DKI Akan Bangun Tempat Parkir Terintegrasi, Viva News diakses 23 Maret 2013. <http://nasional.news.viva.co.id/news/read/372725-dki-akan-bangun-tempat-

parkir-terintegrasi>. Bergkamp, Dennis. Kemacetan Lalu-Lintas DKI Jakarta, diakses 12 April 2013. <http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2011/11/15/kemacetan-lalu-lintas-dkijakarta-410483.html>. Boediningsih, W. (2011). Dampak kepadatan lalu lintas terhadap polusi udara kota surabaya. Jurnal, 20(20), h. 122-132. Surabaya: Lembaga Penerbitan Fakultas Hukum. Universitas Narotama Surabaya. http://ejournal.narotama.ac.id Boediono, B. (2003). Pelayanan Prima Perpajakan. Jakarta: Rineka Cipta. Bogiarto, Widodo, Audit 827 Pengelola Parkir, Koran Harian Terbit diakses 23 Maret 2013. <http://www.harianterbit.com/2012/10/12/audit-827-pengelola-parkir/>. Gultom, Irmina. Cara Ekstrim Mengatasi Kemacetan Jakarta. Kompasiana 20 Mei 2012. <http://jakarta.kompasiana.com/transportasi/2012/05/20/cara-ekstrim-mengatasikemacetan-jakarta-458737.html>. Guruh. Tarif Parkir Naik, Niatnya untuk Atasi Macet.Poskota 10 Oktober 2012. 10 Oktober 2012. <http://www.poskotanews.com/2012/10/10/tarif-parkir-naik-niatnyauntuk-atasi-macet/>. Hoeve, I. B. V. (1990). Ensiklopedi Indonesia Seri Geografi. Vol, 6. Michigan: Michigan University. Lia, Selama 2012, 13 juta kendaraan sesaki Jakarta, Koran Merdeka diakses 22 Februari 2013. <http://www.merdeka.com/jakarta/selama-2012-13-juta-kendaraan-sesaki-

jakarta.html>.

Universitas Indonesia

M. Ramdan, Dadan dan Arif Wicaksono. Ini daftar tarif parkir terbaru untuk DKI Jakarta, diakses 12 April 2013. <http://nasional.kontan.co.id/news/ini-daftar-tarif-parkirterbaru-untuk-dki-jakarta>. Syaikhon, Ahmad, Retribusi Parkir Naik, diakses 11 April 2013.

<http://www.neraca.co.id/harian/article/20256/Retribusi.Parkir.Naik#.UWbHgmfbFo M>.

Universitas Indonesia

Lampiran 1: Rekapitulasi Penerimaan Retribusi Parkir DKI Jakarta Tahun 2011


No Kode Rek. I 4.1.4.12.03 Uraian Jasa Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum Tempat Parkir di Tepi Jalan Umum 1. Jakarta Pusat a. Unit Tepi Jalan Jakarta Pusat b. Itc Roxy Mas 2. Jakarta Utara a. Unit Tepi Jalan Jakarta Utara b.Unit Tepi Jalan Kelapa Gading 3. Jakarta Barat a. Unit Tepi Jalan Jakarta Barat b. Ex. Gedung Parkir Glodok c. Park & Ride Kalideres 4. Jakarta Selatan 5. Jakarta Timur Tempat Parkir di Lingkungan Parkir 1. Lingkungan Parkir di Blok M 2. Lingkungan Parkir Mayestik Jasa Layanan di Tempat Khusus Parkir Pemakaian Tempat Parkir di Pelataran Parkir 1. UPP Monas 2. UPP Boulevard Barat Raya Jasa Layanan Perizinan Penyelanggaraan Fasilitas Parkir untuk Umum di Luar Badan Jalan Perizinan Pengoperasian Fasilitas Parkir untuk Umum di Luar Badan Jalan Jasa Pelayanan Parkir di Gedung Parkir 1. Gedung Parkir Menteng 2. Gedung Parkir Pasar Baru Pendapatan Lain-lain dari BLUD Jumlah Pendapatan dari Badan Layanan Usaha Daerah Perhubungan Penetapan Target Rp 15,827,196,830 Rp 11,782,836,500 Rp 2,700,000,000 Realisasi Rp 16,741,318,900 Rp 11,308,256,750 Rp 2,310,637,960 Rp 204,214,620 Rp 1,854,508,975 Rp 1,757,597,345 Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp 2,410,211,625 229,930,425 68,780,000 1,434,403,625 1,037,972,175 5,433,062,150 3,586,483,900 1,846,578,250 5,101,801,390 4,160,893,605 2,977,285,400 1,183,608,205 203,928,535 % 105.78% 95,97% 85.58%

Rp 1,800,000,000 Rp 1,724,836,500 Rp 2,800,000,000 Rp 195,000,000 Rp Rp Rp Rp Rp 1,422,000,000 1,141,000,000 4,044,360,330 2,262,414,330 1,781,946,000

103.03% 101.90% 86.08% 117.91% 100.87% 90.97% 134.34% 158.52% 103.64% 104.90% 91.84% 99.24% 77.33% 61.24%

II

4.1.4.12.03

Rp 4,863,630,000 Rp 4,530,630,000 Rp 3,000,000,000 Rp 1,530,630,000 Rp 333,000,000

III

4.1.4.12.03

Rp

333,000,000

Rp

203,928,535

61.24%

IV

4.1.4.12.03

V VI

4.1.4.12.03 4.1.4.12.03

Rp Rp Rp Rp

517,755,000 359,499,000 158,256,000 231,376,250

Rp Rp Rp Rp

508,603,000 345,188,500 163,414,500 228,376,250

98.23% 96.02% 103.26% 98.07% 101.88%

Rp 21,439,958,080

Rp 21,843,120,290

Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai