DISUSUN OLEH : KELOMPOK 4 AKWILA ALBERT D.P YULIA NUR ULFA INAS KHAIRANI FEBRIANA N (G1F011056) (G1F011058) (G1F011060) (G1F011062)
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN FARMASI
2013
I.
TUJUAN 1. Mengetahui cara uji disolusi tablet biasa (immediate release). 2. Mengetahui cara uji disolusi tablet salut (modified release). 3. Dapat melakukan perhitungan dan menganalisis hasil uji disolusi tablet biasa.
II.
ALAT dan BAHAN Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah alat disolusi, timbangan analitik, botol timbang, spatula, batang pengaduk, beaker glass, gelas ukur, pipet tetes, labu pengenceran, pipet volum, filler, flakon,corong, kertas saring, stopwatch, dan spektrofotometer. Bahan yang di gunakan dalam praktikum kali ini adalah akuadest, dapar posfat, larutan PBS, tablet metformin HCl.
III.
DATA PENGAMATAN PERLAKUAN Persiapan alat disolusi dilakukan dengan memasukkan akuadest/ air biasa kedalam wadah uji disolusi sampai batas yang di tentukan dengan suhu 370 C. Kemudian pada keranjang di masukkan dapar posfat PH 6,8 sebagai media disolusi. HASIL
Masukkan tablet metformin HCL kedalam keranjang alat uji disolusi dengan media disolusi dapar fosfat PH 6,8.
Karena
alat
uji
disolusi
pada
laboratorium biofarmasi rusak, uji disolusi dilakukan secara manual yaitu dengan pengadukan secara konstan.
Kemud5ian larutan tersebut di ambil sebanyak 5 ml tiap menit 10, 20, 30, 40, 50, 60, dan menit ke 90. Kemudian larutan tersebut di
IV.
PERHITUNGAN Data yang dibaca pada spektrofotometer UV-Vis selanjutnya dimasukkan kedalam persamaan regresi kurva baku metformin HCl, yaitu y= a+ bx. Selanjutnya
di peroleh masing masing konsentrasi setiap waktu pengujian dan dirata-rata (setiap pengujian dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali). Nilai Q didapat dari mengalikan konsentrasi rata- rata dengan 900 ml (volume medium disolusi), FK merupakan faktor koreksi, Q tot merupakan hasil penjumlahan antara Q dan FK. % terlepas di hitung dari Qtot : jumlah obat yang dimasukkan kedalam medium disolusix 100% ( % terlepas= Q tot/ jumlah obat ) x 100 %. DE adalah disolusi evisiensi.
V.
PEMBAHASAN
Pada prktikum kali ini, kami melakukan uji disolusi pada tablet metformin HCl . Berikut ini adalah pemerian dari metformin HCl : ( C4H11N5 )
N, N-Dimethylimidodicarbonimidic diamide Meftormin merupakan obat antidiabetik oral yang berbeda dari golongan sulfonilurea baik secara kimiawi maupun dalam cara bekerjanya. Obat ini merupakan suatu biguanida yang tersubsitusi rangkap yaitu Metformin (dimethylbiguanide) Hydrochloride. Mekanisme kerja Metformin antara lain :
Metformin merupakan zat antihiperglikemik oral golongan biguanid. Mekanisme kerja Metformin menurunkan kadar gula darah dan tidak meningkatkan sekresi insulin.
Metformin tidak mengalami metabolisme di hati, diekskresikan dalam bentuk yang tidak berubah terutama dalam air kemih dan sejumlah kecil dalam tinja.
Bioavailabilitasnya 50 -60%. Metformin hidroklorida adalah obat antidiabetes yang digunakan untuk pengelolaan diabetes mellitus tidak tergantung insulin. Metformin hidroklorida mempunyai sifat kelarutan yang tinggi dalam air, tetapi mempunyai permeabilitas yang rendah (BCS kelas III) sehingga perlu dilakukan uji ekivalensi in vitro (uji disolusi terbanding).
Pelepasan zat aktif dari suatu produk obat sangat dipengaruhi oleh sifat fisikokimia zat aktif dan bentuk sediaan. Ketersediaan zat aktif biasanaya ditetapkan oleh kecepatan pelepasan zat aktif dari bentuk sediaannya. Pelepasan zat aktif dari bentuk sediaan biasanya ditentukan oleh kecepatan melarutnya dalam media sekelilingnya. Disolusi adalah suatu jenis khusus dari suatu reaksi heterogen yang menghasilkan transfer massa karena adanya pelepasan dan pemindahan menyeluruh ke pelarut dari permukaan padat.
Teori disolusi yang umum adalah: 1. 2. 3. Teori film (model difusi lapisan) Teori pembaharuan-permukaan dari Danckwerts (teori penetrasi) Teori Solvasi terbatas/Inerfisial
Kecepatan disolusi merupakan kecepatan zat aktif larut dari suatu bentuk sediaan utuh/ pecahan/ partikel yang berasal dari bentuk sediaan itu sendiri. Kecepatan disolusi zat aktif dari keadaan polar atau dari sediaannya didefinisikan sebagai jumlah zat aktif yang terdisolusi per unit waktu di bawah kondisi antar permukaan padat-cair, suhu dan kompisisi media yang dibakukan. Kecepatan pelarutan memberikan informasi tentang profil proses pelarutan persatuan waktu. Hukum yang mendasarinya telah ditemukan oleh Noyes dan Whitney sejak tahun 1897 dan diformulasikan secara matematik. Pada peristiwa melarut sebuah zat padat disekelilingnya terbentuk lapisan tipis larutan jenuhnya, darinya berlangsung suatu difusi suatu ke dalam bagian sisa dari larutan di sekelilingnya. Untuk peristiwa melarut di bawah pengamatan kelambatan difusi ini dapat menjadi persamaan dengan menggunakan hukum difusi. Dengan mensubtitusikan hukum difusi pertama Ficks ke dalam persamaan Hernsi Brunner dan Bogoski, dapat memberikan kemungkinan perbaikan kecepatan pelarutan secara konkret. Kecepatan pelarutan berbanding lurus dengan luas permukaan bahan padat, koefisien difusi, serta berbanding lurus dengan turunnya konsentrasi pada waktu t. Kecepatan pelarutan ini juga berbanding terbalik dengan tebal lapisan difusi. Pelepasan zat aktif dari suatu produk obat sangat dipengaruhi oleh sifat fisikokimia zat aktif dan bentuk sediaan. Ketersediaan zat aktif ditetapkan oleh kecepatan pelepasan zat aktif dari bentuk sediaan, dimana pelepasan zat aktif ditentukan oleh kecepatan melarutnya dalam media sekelilingnya. Lapisan difusi adalah lapisan molekul-molekul air yang tidak bergerak oleh adanya kekuatan adhesi dengan lapisan padatan. Lapisan ini juga dikenal sebagai lapisan yang tidak teraduk atau lapisan stagnasi. Tebal lapisan ini bervariasi dan sulit untuk ditentukan, namun umumnya 0,005 cm (50 mikron) atau kurang. Hal-hal dalam persamaan Noyes Whitney yang mempengaruhi kecepatan melarut: Kenaikan dalam harga A menyebabkan naiknya kecepatan melarut Kenaikan dalam harga D menyebabkan naiknya kecepatan melarut Kenaikan dalam harga Cs menyebabkan naiknya kecepatan melarut
Kenaikan dalam harga Ct menyebabkan naiknya kecepatan melarut Kenaikan dalam harga d menyebabkan naiknya kecepatan melarut Hal-hal lainnya yang juga dapat mempengaruhi kecepatan melarut adalah : Naiknya temperatur menyebabkan naiknya Cs dan D Ionisasi obat (menjadi spesies yang lebih polar) karena perubahan pH akan menaikkan nilai Cs.
UJI DISOLUSI OBAT Uji hancur pada suatu tablet didasarkan pada kenyataan bahwa, tablet itu pecah menjadi partikel-partikel kecil, sehingga daerah permukaan media pelarut menjadi lebih luas, dan akan berhubungan dengan tersedianya obat dalam cairan tubuh. Namun, sebenarnya uji hancur hanya menyatakan waktu yang diperlukan tablet untuk hancur di bawah kondisi yang ditetapkan. Uji ini tidak memberikan jaminan bahwa partikel-partikel itu akan melepas bahan obat dalam larutan dengan kecepatan yang seharusnya. Oleh sebab itu, uji disolusi dan ketentuan uji dikembangkan bagi hampir seluruh produk tablet. Laju absorpsi dari obat-obat bersifat asam yang diabsorpsi dengan mudah dalam saluran pencernaan sering ditetapkan dengan laju larut obat dalam tablet. Agar diperoleh kadar obat yang tinggi di dalam darah, maka kecepatan obat dan tablet melarut menjadi sangat menentukan. Karena itu, laju larut dapat berhubungan langsung dengan efikasi (kemanjuran) dan perbedaan bioavaibilitas dari berbagai formula. Karena itu, dilakukannya evaluasi mengenai apakah suatu tablet melepas kandungan zat aktifnya atau tidak bila berada di saluran cerna, menjadi minat utama dari para ahli farmasi. Diperkirakan bahwa pelepasan paling langsung obat dari formula tablet diperoleh dengan mengukur bioavaibilitas in vivo. Ada berbagai alasan mengapa penggunaan in vivo menjadi sangat terbatas, yaitu lamanya waktu yang diperlukan untuk merencanakan, melakukan, dan mengitepretasi; tingginya keterampilan yang diperlukan bagi pengkajian pada manusia.; ketepatan yang rendah serta besarnya penyimpangan pengukuran; besarnya biaya yang diperlukan; pemakaian manusia sebagai obyek bagi penelitian yang nonesensial; dan keharusan menganggap adanya hubungan yang sempurna antara manusia yang sehat dan tidak sehat yang digunakan dalam uji. Dengan demikian, uji disolusi secara in vitro dipakai dan dikembangkan secara luas, dan secara tidak langsung dipakai untuk mengukur bioavabilitas obat,
terutama pada penentuan pendahuluan dari faktor-faktor formulasi dan berbagai metoda pembuatan yang tampaknya akan mempengaruhi bioavaibilitas. Seperti pada setiap uji in vitro, sangat penting untuk menghubungkan uji disolusi dengan tes bioavaibilitas in vitro. Ada dua sasaran dalam mengembangkan uji disolusi in vitro yaitu untuk menunjukkan : 1. 2. Penglepasan obat dari tablet kalau dapat mendekati 100% Laju penglepasan obat seragam pada setiap batch dan harus sama dengan laju penglepasan
dari batch yang telah dibuktikan bioavaibilitas dan efektif secara klinis. Tes kecepatan melarut telah didesain untuk mengukur berapa kecepatan zat aktif dari satu tablet atau kapsul melarut ke dalam larutan. Hal ini perlu diketahui sebagai indikator kualitas dan dapat memberikan informasi sangat berharga tentang konsistensi dari batch satu ke batch lainnya. Tes disolusi ini didesain untuk membandingkan kecepatan melarutnya suatu obat, yang ada di dalam suatu sediaan pada kondisi dan ketentuan yang sama dan dapat diulangi. Kecepatan disolusi sediaan sangat berpengaruh terhadap respon klinis dari kelayakan sistem penghantaran obat. Disolusi menjadi sifat sangat penting pada zat aktif yang dikandung oleh sediaan obat tertentu, dimana berpengaruh terhadap kecepatan dan besarnya ketersediaan zat aktif dalam tubuh. Jika disolusi makin cepat, maka absorbsi makin cepat. Zat aktif dari sediaan padat (tablet, kapsul, serbuk, suppositoria), sediaan system terdispersi (suspensi dan emulsi), atau sediaan-sediaan semisolid (salep,krim,pasta) mengalami disolusi dalam media/cairan biologis kemudian diikuti absorbsi zat aktif ke dalam sirkulasi sistemik. Kecepatan disolusi dalam berbagai keadaan dapat menjadi tahap pembatasan kecepatan zat aktif ke dalam cairan tubuh. Apabila zat padat ada dalam saluran cerna, mama terdapat dua kemungkinan tahap pembatasan kecepatan zat aktif tersebut, yaitu : Zat aktif mula-mula harus larut Zat aktif harus dapat melewati membrane saluran cerna Analisis kecepatan disolusi zat aktif dari sediaannya merupakan analisis yang penting dalam pengujian mutu untuk sediaan-sediaan obat. Analisis disolusi telah masuk persyaratan wajib USP untuk persyaratan tablet dan kapsul, sejak tahun 1960. Berbagai studi telah berhasil dalam korelasi disolusi invivo dengan disolusi invitro. Namun, disolusi bukan merupakan suatu peramal koefisien terapi, tetapi disolusi lebih merupakan parameter mutu yang dapat memberikan informasi berharga tentang ketersediaan hayati dari suatu produk.
Pengembangan dan penggunaan uji disolusi invitro untuk mengevaluasi dan menggambarkan disolusi dan absorbsi invitro bertujuan : a) Untuk mengetahui kepentingan bahwa sifat-sifat fisikokimia yang ada dalam model disolusi dapat berarti atau berpengaruh dalam proses invivo apabila dikembangkan suatu model yang berhasil meniru situasi invivo b) Untuk menyaring zat aktif penting dikaitkan dengan formulasinya dengan sifat disolusi dan absorbsinya sesuai. c) Sistem uji disolusi invitro dapat digunakan sebagai prosedur pengendalian mutu untuk produk akhir. d) Menjamin kesetaraan hayati (bioekivalen) dari batch yang berbeda dari bentuk sediaan solid apabila korelasi antara sifat disolusi dan ketersdiaan hayati telah ditetapkan. e) f) Metode yang baik sekali dan handal untuk memantau proses formulasi dan manufaktur. Penetapan kecepatan disolusi intrinsik berguna untuk mengetahui sifat disolusi zat aktif yang baru. g) Agar sistem disolusi invitro bernilai maka system harus meniru secara dekat sistem invivo sampai tingkat invitro-invivo yang konsisten tercapai. Oleh karena itu keuntungan dalam biaya, tenaga kerja, kemudahan dapat diberikan dengan penggunaan sistem. Disolusi dapat terjadi langsung pada permukaan tablet, dari granul-granul bilamana tablet telah pecah atau dari partikel-partikel halus bilamana granul-granul telah pecah. Pada tablet yang tidak berdesintegrasi, kecepatan disolusinya ditentukan oleh proses disolusi dan difusi. Namun demikian, bagi tablet yang berdesintegrasi, profil disolusinya dapat menjadi sangat berbeda tergantung dari apakah desintegrasi atau disolusinya yang menjadi penentu kecepatan. Faktor yang mempengaruhi Disolusi : 1.Suhu Suhu akan mempengaruhi kecepatan melarut zat. Perbedaan sejauh lima persen dapat disebabkan oleh adanya perbedaan suhu satu derajat. 2.Medium Media yang paling umum adalah air, buffer dan 0,1 N HCl. Dalam beberapa hal zat tidak larut dalam larutan air, maka zat organik yang dapat merubah sifat ini atau surfaktan digunakan untuk menambah kelarutan. Gunanya adalah untuk membantu kondisi sink sehinggan
kelarutan obat di dalam medium bukan merupakan faktor penentu dalam proses disolusi. Untuk mencapai keadaan sink maka perbandingan zat aktif dengan volume medium harus dijaga tetap pada kadar 3-10 kali lebih besar daripada jumlah yang diperlukan bagi suatu larutan jenuh. Masalah yang mungkin mengganggu adalah adanya gas dari medium sebelum digunakan. Gelembung udara yang terjadi dalam medium karena suhu naik dapat mengangkat tablet, sehingga dapat menaikkan kecepatan melarut. 3.Kecepatan Perputaran Kenaikan dalam pengadukan akan mempercepat kelarutan. Umumnya kecepatan pengadukan adalah 50 atau 100 rpm. Pengadukan di atas 100 rpm tidak menghasilkan data yang dapat dipakai untuk membeda-bedakan hasil kecepatan melarut. Bilamana ternyata bahwa kecepatan pengadukan perlu lebih dari 100 rpm maka lebih baik untuk mengubah medium daripada menaikkan rpm. Walaupun 4% penyimpangan masih diperbolehkan, sebaiknya dihindarkan. 4.Ketepatan Letak Vertikal Poros Disini termasuk tegak lurusnya poros putaran dayung atau keranjang, tinggi dan ketepatan posisi dayung/ keranjang yang harus sentris. Letak yang kurang sentral dapat menimbulkan hasil yang tinggi, karena hal ini akan mengakibatkan pengadukan yang lebih hebat di dalam bejana. 5. Goyangnya poros Goyangnya poros dapat mengakibatkan hasil yang lebih tinggi karena dapat menimbulkan pengadukan yang lebih besar di dalam medium. Sebaiknya digunakan poros dan bejana yang sama dalam posisi sama bagi setiap percobaan karena masalah yang timbul karena adanya poros yang goyang akan dapat lebih mudah dideteksi. 6. Vibrasi Bilamana vibrasi timbul, hasil yang diperoleh akan lebih tinggi. Hampir semua masalah vibrasi berasal dari poros motor, pemanas penangas air atau adanya penyebab dari luar. Alas dari busa mungkin dapat membantu, tetapi kita harus hati-hati akibatnya yaitu letak dan kelurusan harus dicek. 7. Gangguan pola aliran
Setiap hal yang mempengaruhi pola aliran di dalam bejana disolusi dapat mengakibatkan hasil disolusi yang tinggi. Alat pengambil cuplikan serta adanya filter pada ujung pipet selama percobaan berlangsung dapat merupakan penyebabnya. 8. Posisi pengambil cuplikan Posisi yang dianjurkan untuk pengambilan cuplikan adalah di antara bagian puncak dayung (atau keranjang) dengan permukaan medium (code of GMP). Cuplikan harus diambil 10-25 mm dari dinding bejana disolusi, karena bagian ini diperkirakan merupakan bagian yang paling baik pengadukannya. 9. Formulasi bentuk sediaan Penting untuk diketahui bahwa hasil kecepatan melarut yang aneh tidaklah selalu disebabkan oleh masalah peralatan saja, tetapi beberapa mungkin juga disebabkan oleh kualitas atau formulasi produknya sendiri. Beberapa faktor yang misalnya berperan adalah ukuran partikel dari zat berkhasiat, Mg stearat yang berlebih sebagai lubrikan, penyalutan terutama dengan shellak dan tidak memadainya zat penghancur. Ada juga yang menambahkan faktor kekerasan tablet. 10. Kalibrasi alat disolusi Kalibrasi alat disolusi selama ini banyak diabaikan orang, ternyata hal ini merupakan salah satu faktor yang paling penting. Tanpa melakukannya tidak dapat kita melihat adanya kelainan pada alat. Untuk mencek alat disolusi digunakan tablet khusus untuk kalibrasi yaitu tablet prednisolon 50 mg dari USP yang beredar di pasaran. Tes dilakukan pada kecepatan dayung atau keranjang 50 dan 100 rpm. Kalibrasi harus dilakukan secara teratur minimal setiap enam bulan sekali.
DAFTAR PUSTAKA Amir, Syarif.dr, dkk.2007. Farmakologi dan Terapi. Edisi kelima. Jakarta: Gaya Baru
Ansel, keempat.
Howard. Penerjemah
1989. Pengantar
Bentuk
Sediaan
Farmasi. Edisi
Anonymous. 2002. United State Pharmacopeia 25. Volume 2. Washington DC : USP Convention, Inc. Direktorat Kesehatan. Kesehatan. Lachman, Leon, Lieberman, Hebert, Kahig, Joseph. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Jakarta: Industri. Edisi ketiga. Penerjemah Siti Suyatmi. Jenderal 1995. Pengawasan Obat dan Makanan. Departemen
Edisi II. Penerjemah Dr. Fasich, Apt. dan Dra. Airlangga University Press.
Tjay, Hoan Tan dan Kirana Rahardja. 2002. Obat-obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan Efek-efek Sampingnya. Edisi kelima. Cetakan kedua. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia
Voigt, 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta : Universitas Mada Press.
Gadjah