EPIDERMIS
DERMIS
Terletak di bawah epidermis Jaringan penyambung padat yg vaskular Berasal dari mesoderm
EPIDERMIS
Epitel berlapis gepeng dengan lapisan tanduk Mempunyai 4 macam sel :
1. Keratinosit
2. Melanosit
3. Sel langhans
4. Sel merkel
Selapis sel torak sampai kubis Terletak pd L. Basalis Mempunyai tonjolan sitoplasma yg pendek dan tipis yg tertanam pd L. Basalis Sering terlihat mitosis Akan memperbaharui sel2 epidermis
Tdd 3-5 lapis sel gepeng, sb panjang sejajar permukaan kulit Sitoplasma mengandung granula keratohialin
4. STRATUM LUCIDUM
Merupakan lpsn jernih translusen tdd 3-5 lapis sel gepeng yang tersusun sangat rapat Batas2 sel tidak jelas Sitoplasma mengandung substansi semifluid keratohialin, yg bersifat eosinofil. Diduga dihasilkan oleh granula keratohialin
5. STRATUM KORNEUM
Tdd sel jernih , mati seperti sisik yg semakin menggepeng dan menyatu Inti sel tdk ada Sitoplasma diganti keratin Sel2 tersusun padat tanpa batas yg tegas Lpsn paling luar selalu mengelupas
STRATUM DISJUNCTUM
DERMIS
Tebal rata2 0,5-3 mm atau lebih Anyaman padat tersusun tak teratur Tdd 2 lpsn :
- str. Papilare - Str. retikulare
3. Kelenjar sebacea
Fungsi Kulit
1. Sebagai Proteksi
Masuknya benda- benda dari luar(benda asing, invasi bacteri.) Melindungi dari trauma yang terus menerus. Mencegah keluarnya cairan yang berlebihan dari tubuh. Menyerap berbagai senyawa lipid vit. Adan D yang larut lemak. Memproduksi melanin mencegah kerusakan kulit dari sinar UV.
2. Pengontrol/Pengatur Suhu.
Vasokonstriksi pada suhu dingn dan dilatasi pada kondisi panas peredaran darah meningkat terjadi penguapan keringat.
3 proses hilangnya panas dari tubuh: Radiasi: pemindahan panas ke benda lain yang suhunya lebih rendah. Konduksi : pemindahan panas dari ubuh ke benda lain yang lebih dingin yang bersentuhan dengan tubuh. Evaporasi : membentuk hilangnya panas lewat konduksi Kecepatan hilangnya panas dipengaruhi oleh suhu permukaan kulit yang ditentukan oleh peredaran darah kekulit.(total aliran darah N: 450 ml / menit.)
3. Sensibilitas
Mengindera suhu, rasa nyeri, sentuhan dan rabaaan.
4. Keseimbangan Air
Sratum korneum dapat menyerap air sehingga mencegah kehilangan air serta elektrolit yang berlebihan dari bagian internal tubuh dan mempertahankan kelembaban dalam jaringan subcutan. Air mengalami evaporasi (respirasi tidak kasat mata)+ 600 ml / hari untuk dewasa.
5. Produksi Vitamin
Kulit yang terpejan sinar UV akan mengubah substansi untuk mensintesis vitamin D.
Kusta/Lepra/Morbus Hansen
Definisi : Penyakit kusta (Penyakit Hansen) adalah infeksi granulomatosa kronik pada manusia yang menyerang jaringan superfisial, terutama kulit dan saraf perifer (Fauci, 2008). Istilah kusta berasal dari bahasa sansekerta, yakni kushtha berarti kumpulan gejala-gejala kulit secara umum
Epidemiologi
Masalah epidemiologi masih belum terpecahkan, karena cara penularannya sendiri belum diketahui dengan pasti, hanya berdasarkan anggapan yang klasik ialah melalui kontak langsung antar kulit yang lama dan erat. Penyebaran penyakit kusta dari suatu tempat ke tempat lain sampai tersebar ke seluruh dunia disebabkan oleh perpindahan orang-orang yang telah terkena penyakit tersebut.
Epidemiologi
Di indonesia jumlah kasus kusta yang tercatat akhir tahun 2008 adalah 22.359 orang. Di seluruh dunia, dua hingga tiga juta orang diperkirakan menderita kusta. India adalah negara dengan jumlah penderita terbesar, diikuti oleh Brasil dan Myanmar.
Etiologi
Mycobacterium leprae
Mycobacterium leprae
Mycobacterium leprae ditemukan oleh seorang ilmuwan Norwegia bernama Gerhard Armauer Hansen pada tahun 1873. Mycobacterium leprae berbentuk basil atau batang dengan ukuran 3-8 m x 0,5 m, merupakan bakteri tahan asam.
Bakteri ini tidak terlalu mudah menular dan memiliki masa tunas yang lama dan bervariasi, antara 40 hari sampai 40 tahun, rata-rata 3 sampai 5 tahun. Timbulnya penyakit ini tergantung beberapa faktor antara lain:
1. Faktor Sumber Penularan : penderita kusta multibasiler 2. Faktor bakteri : dapat hidup diluar tubuh manusia 1-9 hari 3. Faktor Daya Tahan Tubuh
Cara Penularan
Kusta dapat ditularkan dari penderita kusta tipe Multi basiller (MB) kepada orang lain dengan cara penularan langsung. Cara penularan yang pasti belum diketahui, tetapi sebagian besar para ahli berpendapat bahwa penyakit kusta dapat ditularkan melalui saluran pernafasan dan kulit.
2. Tipe Borderline Tuberkuloid (BT) Lesi pada tipe ini menyerupai tipe TT, yakni berupa makula atau plakat yang sering disertai lesi satelit di tepinya. Jumlah lesi dapat satu atau beberapa, tetapi gambaran hipopigmentasi, kekeringan kulit atau skuama tidak sejelas tipe TT. Adanya gangguan saraf tidak seberat tipe TT dan biasanya asimetris. Lesi satelit biasanya ada dan terletak dekat saraf perifer yang menebal. 3. Tipe Mid Borderline (BB) Merupakan tipe yang paling tidak stabil, disebut juga sebagai bentuk dismorfik dan jarang dijumpai. Lesi sangat bervariasi, dapat berbentuk makula infiltratif, permukaan lesi dapat mengkilap dan batas lesi kurang jelas. Ciri khasnya adalah lesi punched out, yaitu, suatu lesi hipopigmentasi dengan bagian tengah oval dan berbatas jelas.
4. Tipe Borderline Lepromatosus (BL) Secara klasik lesi dimulai dengan makula, awalnya sedikit dan dengan cepat menyebar ke seluruh badan. Walaupun masih kecil, papul dan nodul lebih tegas dengan distribusi lesi yang hampir simetris dan beberapa nodul nampaknya melekuk pada bagian tengah. Lesi bagian tengah sering tampak normal dengan infiltrasi di pinggir dan beberapa tampak seperti punched out. Tanda-tanda kerusakan saraf lebih cepat muncul dibandingkan dengan tipe LL. 5. Tipe Lepromatous Leprosy Jumlah lesi pada tipe ini sangat banyak, simetris, permukaan halus, lebih eritematus, berkilap, berbatas tidak tegas, dan pada stadium dini tidak ditemukan anestesi dan anhidrosis. Distribusi lesi khas, yakni di daerah wajah, mengenai dahi, pelipis, dagu, cuping telinga; sedangkan di badan mengenai bagian badan yang dingin, seperti lengan, punggung tangan, dan ekstensor tungkai.
Pada stadium lanjut, tampak penebalan kulit yang progresif, cuping telinga menebal, facies leonina, madarosis, iritis, keratitis, deformitas pada hidung, pembesaran kelenjar limfe, dan orkitis yang selanjutnya dapat menjadi atrofi testis. Kerusakan saraf yang luas menyebabkan gejala stocking and glove anesthesia dan pada stadium lanjut serabut-serabut saraf perifer mengalami degenerasi hialin atau fibrosis yang menyebabkan anastesi dan pengecilan otot tangan dan kaki.
Klasifikasi menurut Ridley dan Jopling Gejala yang lain : 1. Adanya bercak tipis seperti panu pada badan/tubuh manusia 2. Pada bercak putih ini pertamanya hanya sedikit, tetapi lama- kelamaan semakin melebar dan banyak 3. Adanya pelebaran syaraf terutama pada syaraf ulnaris, medianus 4. Adanya bintil-bintil kemerahan (Leproma, Nodul) yang tersebar pada kulit 5. Alis rambut rontok 6. Muka berbenjol-benjol dan tegang yang disebut Facies Leomina (muka singa) 7. Memperlihatkan gejala 5A (Akromia, Anestesi, Anhidrosis, Alopesia, Atrofi)
Diagnosis
Anamnesa Gambaran klinis Ditemukannya bercak kulit yang mati rasa Pada pemeriksaan didapatkan : Penebalan cuping telinga (+) madarosis (+) Kulit kering (+) Saraf facialis : kerusakan (+), penebalan (-) Saraf aurikularis magnus : kerusakan (-), penebalan (+) Saraf medianus : kerusakan (+), penebalan (-) Saraf ulnaris : kerusakan (+), penebalan (-) saraf peroneus : kerusakan (+), penebalan (-) Pada pemeriksaan laboratorium pengecatan ZN : ditemukan bakteri tahan asam berwarna merah (globi).
Diagnosis Banding
Pada lesi makula, differensial diagnosisnya adalah vitiligo, Ptiriasis versikolor,Ptiriasis alba, Tinea korporis , dll. Pada lesi papul, Granuloma annulare, lichen planus dll. Pada lesi plak, Tinea korporis, Ptiriasis rosea, psoriasis dll. Pada lesi nodul, Acne vulgaris, neurofibromatosis dll. Pada lesi saraf, Amyloidosis, diabetes, trachoma dll.
Patogenesis
Penatalaksanaan
Multi Drugs Treatment (MDT) : DDS (Diamino Difenil Sulfon) Klofazimin (Lamprene) Rifampisin
Pemberian MDT Mencegah dan mengobati resistensi Memperpendek masa pengobatan Mempercepat pemutusan mata rantai penularan
Obat alternatif :
Ofloksasin Minosiklin Klaritromisin
Rifampisin 600 mg/bulan DDS 100 mg/hari Klofazimin 300 mg/bln diteruskan 50 mg/hari Diberikan 2 3 tahun bakterioskopik (-) Pemeriksaan klinis setiap bulan Pemeriksaan bakterioskopik setiap 3 bulan
I, TT dan BT
Rifampisin 600 mg/bulan DDS 100 mg/hari Diberikan 6 9 bulan Pemeriksaan klinis setiap bulan Pemeriksaan bakterioskopik setelah 6 bulan
MH Pausibasiler Lesi tunggal Rifampisin 600 mg Ofloksasin 400 mg Minosiklin 100 mg ROM diberikan dosis tunggal
WHO (1998)
RFT & RFC tidak dianjurkan lagi Pasien dinyatakan sembuh jika :
Kasus MB Kasus PB 12 dosis dalam 12 18 bulan 6 dosis dalam 6 9 bulan
Reaksi Kusta
Suatu keadaan akut pd perjalanan peny kusta yg kronik Penyebab utama kerusakan saraf dan cacat Dapat terjadi pada awal, selama & setelah terapi Pembagian : Reaksi tipe I ~ reversal hipersensitifitas tipe IV Reaksi tipe II ~ ENL hipersensitifitas tipe III Ke-2 tipe reaksi ini dpt berlangsung ringan - berat
KLINIS Kulit
Saraf
Membesar Membesar Nyeri +/Nyeri +/Gangguan fungsi +/- Gangguan fungsi +/Demam ringan berat Malese
Reaksi Lepra
Pengobatan Reaksi
Prinsip pengobatan : 1. Pemberian obat anti reaksi 2. Istirahat atau imobilisasi 3. Analgetik, sedatif u mengatasi rasa nyeri 4. MDT diteruskan
Prednison 15 30 mg/hr berat/ringan reaksi Klofazimin 200 300 mg/hr Thalidomide teratogenik, di Indonesia (-)
Neuritis (-)
Reaksi lepra
setelah diobati
Komplikasi
Gangguan saraf Tepi
Sensorik Anestesi
Kelemahan motorik
Tangan/kaki lumpuh
Mata lagoftalmus
Jari bengkok/kaku
kebutaan
mutilasi
luka Infeksi
Kulit kering
Prognosis
Dengan obat-obat kombinasi, pengobatan lebih sederhana dan lebih singkat, serta prognosis lebih baik Jika ada kontraktur dan ulkus kronik, prognosis kurang baik untuk terjadi reinfeksi kembali akan terjadi jika pengobatan dilakukan tidak teratur dan menghentikan pengobatan sebelum terjadi eliminasi dari kuman
Pencegahan
Menciptakan lingkungan yang bersih Jaga daya tahan tubuh Segera memeriksakan diri:
bercak putih seperti panu mati rasa, untuk pengobatan lebih dini