Anda di halaman 1dari 7

Laporan Penelitian

Kadar imunoglobulin A sekretori pada penderita tonsilitis kronik sebelum dan setelah tonsilektomi
Indo Sakka, Raden Sedjawidada, Linda Kodrat, Sutji Pratiwi Rahardjo Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Fakultas Kedokteran Universitas hasanuddin Makassar - Indonesia ABSTRAK Latar belakang: Infeksi pada tonsil merupakan masalah yang cukup sering dijumpai. Keluhan yang ditimbulkan berupa nyeri menelan, demam, otitis media, sampai obstructive sleep apnea. Sampai saat ini tonsilektomi masih menimbulkan kontroversi. Bagi yang kontra, tonsilektomi dianggap dapat menurunkan sistem pertahanan tubuh. Tujuan: Mengetahui kadar Imunoglobulin A sekretori (s-IgA) pada penderita tonsilitis kronik sebelum dan setelah tonsilektomi. Metode: Analitik komparatif yang dilakukan pada penderita tonsillitis kronik sebelum dan setelah tonsilektomi. Hasil: Kadar s-IgA individu sehat adalah 5358.2200 + 1071.23 ng/ml, s-IgA penderita tonsilitis kronik sebelum tonsilektomi adalah 7539.6563 + 2293.07 ng/ml, sedangkan s-IgA penderita tonsilitis kronik setelah tonsilektomi adalah 5946.4375 + 2133.13 ng/ml. Kesimpulan: s-IgA penderita tonsilitis kronik sebelum tonsilektomi kadarnya tinggi. Empat minggu setelah operasi, kadar s-IgA turun mendekati kadar s-IgA individu normal. Kata kunci: Imunoglobulin A sekretori, tonsillitis kronik, tonsilektomi.

ABSTRACT Background: Infection of the tonsils is a fairly common problem in the population. The complaints among others are pain while swallowing, fever, otitis media, until obstructive sleep apnea. Until now tonsillectomy procedure is still a controversy. For those against it, tonsillectomy is considered decreasing the body's defense mechanism. Purpose: The goal of the research is to analyze the secretory immunoglobulin A level on the chronic tonsillitis patients before and after tonsillectomy. Method: The research was conducted as a comparative analytic study among the chronic tonsillitis patients before and after tonsillectomy. Result: The result of this study reveals that the level of secretory Ig A in healthy subjects were 5358.2200 + 1071.23 ng/ml, in chronic tonsillitis patients before tonsillectomy were 7539.6563 + 2293.07 ng/ml, and after tonsillectomy were 5946.4375 + 2133.13 ng/ml. Conclusion: The level of s-IgA in chronic tonsillitis prior to tonsillectomy was high and 4 weeks post operation the level of s-IgA decreased, close to the level of normal subjects. Keywords: Secretory Immunoglobulin A, chronic tonsillitis, tonsillectomy.

Alamat Korespondensi: Indo Sakka, Bagian Ilmu Kesehatan THT FK-UNHAS, Makassar. E-mail:
indosakka20@yahoo.co.id

PENDAHULUAN Infeksi pada tonsil merupakan

Bagi yang kontra, tonsilektomi dianggap dapat tubuh. Beberapa penelitian mengenai sIgA pada saliva telah dilakukan oleh Thaweboon et al.3 yang meneliti s-IgA pada saliva, pH dan laju saliva pada anak dengan infeksi streptokokus dan kandida serta karies dentis memiliki kadar yang lebih tinggi dibanding kontrol. Begitu juga yang didapatkan oleh Thornber et al.7 yang melakukan penelitian mengenai s-IgA pada anak dengan limfadenitis menurunkan sistem pertahanan

masalah yang cukup sering dalam populasi penduduk. Keluhan yang ditimbulkan

berupa nyeri menelan, demam, obstruksi jalan napas dan otitis media merupakan alasan penderita berobat. Berdasarkan data epidemiologi penyakit THT pada 7

provinsi (Indonesia)

pada tahun 1994-

1996, prevalensi tonsillitis kronik sebesar 3,8% tertinggi kedua setelah nasofaringitis akut (4,6%). Di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar jumlah kunjungan baru dengan tonsillitis kronik mulai Juni 2008Mei 2009 sebanyak 63 orang. Apabila dibandingkan dengan jumlah

mikobakterial atipik lebih tinggi dibanding kontrol. DAmelio R et al. 8 yang meneliti kadar Ig A serum dan saliva pada subyek normal dibandingkan dengan penderita tonsilitis kronik sebelum dan setelah tonsilektomi mendapatkan hasil 1,6 % menunjukkan penurunan baik Ig A serum maupun Ig A saliva, 27,4 % menunjukkan penurunan parsial Ig A serum sedangkan Ig A saliva tetap normal dan 71,4 % tidak menunjukkan penurunan Ig A serum maupun saliva.7 Penelitian mengenai

kunjungan baru pada periode yang sama, maka angka ini merupakan 4,7% dari seluruh jumlah kunjungan baru.1,2 Tonsil adalah jaringan limfoid ini mengandung limfosit B, limfosit T dan sel plasma. Sentrum menghasilkan germinativum berbagai tonsil macam

imunoglobulin meliputi Ig G, Ig M, Ig A, Ig D dan Ig E.1 Ig A sekretori (s-IgA merupakan imunoglobulin terbanyak

kadar imunoglobulin A sekretori pada penderita tonsilitis kronik sebelum dan setelah dilakukan tonsilektomi di belum pernah

dalam saliva, yang mulut.3-6

dapat mencegah

penetrasi antigen melalui mukosa rongga

Indonesia

khususnya

Tonsilektomi sudah sejak lama merupakan kontroversi di berbagai profesi.

Makassar, hal ini yang mendorong penulis untuk bertujuan melakukan penelitian yang kadar
2

kalangan, baik awam maupun

mambandingkan

Imunoglobulin A sekretori sebelum dan setelah tonsilektomi.

Dilakukan pemeriksaan ELISA pada sampel saliva yang diambil dari penderita. Sampel diencerkan 250 kali kemudian

METODE Penelitian ini merupakan penelitian analitik komparatif yang membandingkan kadar s-IgA penderita tonsilitis kronik

dicentrifuge. Dibuat wash buffer dengan pengenceran 25 kali, dibuat standard untuk membuat kurva konsentrasi. Dibuat Biotin-antibody solution 1:100, dibuat HRP-avidin solution 1:100 l,
o

sampel

sebelum dan setelah tonsilektomi, dengan kadar s-IgA pada individu sehat (tidak menderita tonsillitis) dengan pemeriksaan Elisa. Sampel penelitian yaitu penderita tonsillitis kronik yang memenuhi kriteria inklusi meliputi: usia 14-45 tahun dan

dimasukkan ke dalam well kemudian diinkubasi pada 37 C selama 2 jam. Sampel yang

Setelah itu, dibuang.

terbuang adalah yang tidak melekat pada well. Dimasukkan 100 l biotin-antibody solution ke dalam
o

well

kemudian

diinkubasi pada 37

C selama 1 jam.

tidak terdapat peradangan akut dalam waktu sekurang-kurangnya 2 minggu. Kriteria eksklusi meliputi: penderita

Setelah itu, dibuang. Cuci 3 kali dengan wash buffer 200 l. Masukkan 100 l HRP-avidin solution ke dalam well kemudian diinkubasi pada 37 oC selama 1 jam. Setelah itu, dibuang. Cuci 3 kali

tonsillitis kronik yang disertai stomatitis, karies dentis, kandidiasis oral, faringitis, infeksi saluran pernafasan akut, penderita tonsillitis kronik yang setelah tonsilektomi mengalami sebelum tanda-tanda waktu infeksi akut sampel

dengan wash buffer 200 l Dimasukkan TMB substrat 90 l ke dalam well, warna akan berubah menjadi biru. Diinkubasi selama 1030 menit pada tempat gelap. Dimasukkan 50 l stop solution ke dalam well, warna akan berubah menjadi kuning. Dalam waktu tidak lebih dari 30 menit, well dimasukkan dalam Elisa Reader, hasilnya akan terbaca.9-10

pengambilan

berikutnya (drop out). Penderita yang memenuhi kriteria dilakukan anamnesis, faringoskopi dan pemeriksaan laboratorium fisis darah rutin dan foto lainnya, toraks.

Kemudian dilakukan pengambilan saliva sebanyak 1,5 cc pada sampel sebelum tonsilektomi dan setelah berpuasa minimal 2 jam. Hal yang sama dilakukan 4 minggu pasca tonsilektomi.
3

HASIL Selama penelitian yang

berlangsung dari bulan September 2009

Juni 2010 berikut:

diperoleh

hasil sebagai

%), serta kelompok 4145 sebanyak 1 orang (3,23 %). Sampel orang normal yang kami ikutkan dalam penelitian ini

a. Karakteristik sampel Laki-laki sebanyak 9 (28,13 %), sedangkan orang

semuanya berusia antara 21-30 tahun. Lama perlangsungan penyakit terbanyak adalah 510 tahun sebanyak 19 penderita (59,38 %), disusul <5 tahun sebanyak 10 penderita (31,25 %) dan >10 tahun sebanyak 3 penderita (9,38 %). Hampir semua penderita pernah mengalami odinofagia, yaitu 29 sampel (90,63%) serta demam

perempuan

sebanyak 23 orang (71,86 %). Kami juga mengambil individu sehat

sebanyak 10 orang yang diikutkan dalam penelitian ini, yaitu 5 orang lakilaki dan 5 orang yang perempuan. terbanyak

Kelompok

umur

adalah 1420 tahun yaitu sebanyak 27 orang (87,10 %), disusul kelompok umur 2130 tahun dan 3140 tahun masing-masing sebanyak 2 orang (6,45

sebanyak 28 sampel (87,50%), disusul disfagia, mialgia, sefalgia dan batuk.

b. Kadar imunoglobulin S sekretori (s-IgA) Tabel 1. Kadar s-IgA penderita tonsilitis kronik sebelum tonsilektomi (s-IgA pre op) dan sIgA setelah tonsilektomi (s-IgA post op)
s-IgA s-IgA pre op s-IgA post op Mean 7539.6563 5946.4375 n 32 32 Std deviasi 2293.07 2133.13 Kadar (ng/ml) 7539.6563 + 2293.07 5946.4375 + 2133.13 p 0,017

(independent samples T-test) Tabel 2. Kadar s-IgA penderita tonsilitis kronik sebelum tonsilektomi (pre op) dan s-IgA setelah tonsilektomi (post op) dibandingkan s-IgA individu sehat
s-IgA pre op penderita individu sehat post op penderita individu sehat Mean 7539.6563 5358.2200 5946.4375 5358.2200 n 32 10 32 10 Std deviasi 2293.07 1071.23 2133.13 1071.23 Kadar (ng/ml) 7539.6563 + 2293.07 5358.2200 + 1071.23 5946.4375 + 2133.13 5358.2200 + 1071.23 0,506 p 0,001

(Mann Whitney U test)

DISKUSI
4

Data penelitian menunjukkan kadar s-IgA penderita tonsilitis kronik sebelum tonsilektomi rata-rata 7539.6563+2293.07 ng/ml, sedangkan kadar s-IgA penderita tonsilitis kronik setelah tonsilektomi ratarata 5946.4375 + 2133.13 ng/ml. Analisis statistik menunjukkan

juga yang didapatkan oleh Thornber et al.6 yang melakukan penelitian mengenai sIgA pada anak dengan limfadenitis

mikobakterial atipik lebih tinggi dibanding kontrol. DAmelio et al.8 meneliti kadar Ig A serum dan saliva pada subyek normal dibandingkan dengan penderita tonsilitis kronik sebelum dan setelah tonsilektomi mendapatkan hasil 1,6 % menunjukkan penurunan baik Ig A serum maupun Ig A saliva, 27,4 % menunjukkan penurunan parsial Ig A serum sedangkan Ig A saliva tetap normal dan 71,4 % tidak

penurunan yang bermakna kadar s-IgA penderita tonsilektomi tonsilitis kronik setelah sebelum

dibandingkan

tonsilektomi, yaitu dari 7539.6563 + 2293.07 ng/ml menjadi 5946.4375 + 2133.13 ng/ml, terdapat penurunan sebesar 1593.2188 ng/ml, p = 0,017. Terdapat perbedaan yang signifikan kadar s-IgA penderita tonsilitis kronik sebelum tonsilektomi dengan kadar s-IgA individu sehat, p = 0,001 dan kadar s-IgA penderita setelah tonsilektomi mendekati kadar s-IgA individu sehat, p = 0.506. Makna klinis yang diperoleh adalah penurunan s-IgA setelah tonsilektomi

menunjukkan penurunan Ig A serum maupun saliva. Banyaknya antigen akan

menginduksi peningkatan kadar s-IgA melaui dua mekanisme. Pertama, antigen menstimulasi proliferasi dan diferensiasi sel limfoid secara lokal; kedua melibatkan migrasi antigen-sensitized Ig A prekursor sel B dari GALT (gut-associated limphoid tissue) ke kelenjar saliva. GALT termasuk beberapa nodul limfoid soliter dan Peyers patches. Ig A sekretori merupakan

menandakan bahwa jumlah antigen atau jumlah populasi kuman penyebab infeksi juga menurun setelah tonsil yang menjadi fokus infeksi dihilangkan, dan kadarnya ini mendekati kadar s-IgA individu sehat yang tidak menderita tonsilitis. Penelitian yang dilakukan oleh Thaweboon et al.3 mendapatkan kadar sIgA yang lebih tinggi pada anak dengan rampant caries yaitu 111.964 + 34.24 g/ml dibandingkan dengan anak tanpa karies yaitu 86.473 + 23 g/ml. Begitu

biomarker local defence pada rongga mulut. Sekresi s-IgA tergantung pada keadaan umum berupa banyaknya mikroorganisme dan sistem imunitas seseorang. Banyaknya antigen yang terdapat pada fokus infeksi di tonsil akan menstimulasi sekresi s-IgA, dan setelah fokus infeksi ini

diangkat/dikeluarkan, kadarnya mendekati kadar pada individu sehat. Adapun perbedaan kadar s-IgA pada penelitian ini dibandingkan penelitianpenelitian lain kemungkinan disebabkan oleh faktor-faktor seperti perbedaan teknik pengambilan saliva, variasi waktu saat pengambilan saliva dan laju aliran saliva. Penelitian ini masih mempunyai beberapa keterbatasan antara lain: 1) Reagen yang digunakan adalah reagen untuk Ig A serum, sehingga sampel harus diencerkan sebanyak 250 kali karena kadar s-IgA saliva jauh lebih tinggi

mendekati kadar s-IgA normal. DAFTAR PUSTAKA

pada individu

1. Bailey BJ and Johnson JT. Tonsillitis, tonsillectomy, and adenoidectomy, in Head and neck vol.1, 4th dan surgeryedition, Wilkins,

otolaryngology, Lippincott

Williams

Philadelphia, 2006. p. 1183 87. 2. Rekam Medik RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo tahun 20082009. 3. Thaweboon S, Thaweboon B,

dibandingkan kadar Ig A serum. 2) Kami tidak mengkonsul sampel ke dokter gigi untuk menentukan ada tidaknya karies.

Nakornchai S, Jitmaitree S. Salivary secretory IgA, pH, flow rates, mutans Streptococci and Candida in children with rampant caries. Department of Microbiology, Department of Pediatric Dentistry, Mahidol Faculty of Dentistry, Bangkok,

Penentuan ada tidaknya karies hanya kami lakukan dengan pengamatan pada saat faringoskopi dilakukan. 3) Standar deviasi pada penelitian ini cukup besar,

University,

menandakan variabilitas sangat besar. Tidak semua penderita tonsilitis kronik sebelum peninggian tonsilektomi s-IgA, mengalami tidak

Thailand 2008;13(5): 893 98 4. Rashkova M, Baleva M, Peneva M, Toneva N, Jegova G. Secretory

sebagian

immunoglobulin A (s-IgA) and dental caries of children with different

mengalami peningkatan. Demikian juga setelah tonsilektomi, tidak semua penderita pasca tonsilektomi s-IgA nya menurun, sebagian masih tetap tinggi. Penelitian in menyimpulkan sebelum tonsilektomi, kadar s-IgA penderita

diseases and condition influencing oral Medium. Journal of IMAB Proceeding Scientific Papers, 2009. p: 6 9. 5. Jafarzadeh A, Hassanshahi GH,

Kazemi M, Mostafaee A, Sadeghi M, Nematollahi MA.. The comparison of salivary IgA and IgE levels in children with breast-and formula-feeding during
6

tonsilitis kronik umumnya tinggi. Empat minggu setelah operasi, kadarnya menurun

infancy

period.

Dental

Research

salivary IgA level in normal subjects: comparison between tonsillectomy and

Journal 2007;4(1): 11 17. 6. Barathawidjaja KG. Antigen dan

non tonsillectomy subjects. In Arch Allergy Immunology 1982; 3: 256-59. 9. Kresno SB. Unsur unsur yang berperanan dalam sistem imunologik, dalam Imunologi: diagnosis dan

antibodi, dalam Imunologi dasar, edisi ke-7, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2006. hal. 76 81 7. Thornber E, Turner KJ, Masters PL. Salivary immunoglobulin A and

prosedur laboratorium, edisi ke 4, Fakultas Kedokteran Universitas

albumin: values in children presenting with atypical mycobacterial

Indonesia, Jakarta, 2002. hal : 53 57 10. Cusabio Biotech Co., Ltd. Porcine Secretory Immunoglobulin A (sIg A) ELISA Kit. (http://www.cusabio.com, diakses 24 April 2010). p. 1-6.

lymphadenitis compared with normal controls. Int Med J 2008; 4(2): 159-66. 8. DAmelio R, Palmisano L, Le Moli S, Semirana R, Aiuti F. Serum and

Anda mungkin juga menyukai