Anda di halaman 1dari 14

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Salah satu kelainan dalam mulut yang sering ditemukan dalam praktik kedokteran gigi adalah kista. Kista adalah suatu ruangan atau rongga patologis yang berisi cairan kental, semi likuid ataupun unsur gas. Biasanya berdinding epitel, walaupun ada yang tidak. Cairannya bisa mengandung kholesterin atau ester.Letak kista dapat seluruhnya berada dalam jaringan lunak atau di antara tulang atau dapat juga berada di atas permukaan tulang. (Sudiono,2011;Butarbutar 2002) Kista dibedakan atas Kista Sjeati (True Cyst) dan Kista Semu/Palsu (Pseudo cyst). Kista sejati adalah kista yang mempunyi epitel pada dinding jaringan ikatnya. Kista semu adalah kista yang tidak berlapiskan epitel pada jaringan

ikatnya.(Butarbutar,2002) Kista pada tulang rahang dengan dinding epitel dikelompokkan ke dalam kista odontogenik (berhubungan dengan elemen pembentkuan gigi dan kista non odontogenik atau kista yang pembentukannya tidak berkaitan dengan jaringan pembentuk gigi. Kista non odontogenik berasal dari sisa epitel jaringan yang meliputi prossesus primitif yang terlibat dalam pembentukan muka dan rahang pada masa embrional.( Sudiono,2011;Butarbutar 2002) Kista non odontogenik pada umumnya asimptomatik, kista tersebut bissa ditemukan saat pemeriksaan radiografi secara rutin pada gigi sebagai temuan tak sengaja.(Pedersen,1996) Kista non odontogenik meliputi kista perkembangan atau fisural misalnya nasoalveolar, median, kanalis insisivus (nasopalatina), dan globulomaksilaris.

Penatalaksanaan kista pada dasarnya adalah marsupialisasi atau enukleasi.( Pedersen,1996)

1.2. Tujuan Penulisan makalah ini bertujuan sebagai pembelajaran tentang apa itu kista fisural, macam-macam kista fisural serta bagaimana cara perawatannya dan untuk menambah pengetahuan serta diharapkan bermanfaat bagi kita semua.

BAB II PEMBAHASAN: KISTA FISSURAL

2.1. Definisi Kista fisural termasuk dalam golongan kista perkembangan (inclusion developmental cyst). Merupakan kista yang terjadi karena proliferasi sel-sel epitel yang terjepit di antara persambungan dua tulang pada masa embrional. Kista fisural merupakan kista sejati karena merupakan suatu rongga patologis yang dilapisi oleh epitel. Dinding epitel kista fisural bervariasai, tergantung pada lokasi kista. Lumen kista biasanya berisi cairan atau massa setengah padat (Sudiono et al, 2001). Fissural cyst ialah kista yang timbul di garis pertemuan prosesus embrional yang membentuk rahang (Harty et al, 1995). Kista yang berkembang dari residu epitel pada garis fusi proses embrio disebut kista fisural (Osborn et al, 1997). Fissural kista ialah hasil dari unsur epitel di celah embriologis. Kista ini terdiri dari: (Chris et al, 1995; Sudiono et al, 2001; White et al, 2004) 1. Kista duktus nasopalatinus yang merupakan kista fissural paling umum dan terjadi di saluran nasopalatinus. 2. 3. Kista globullomaxilarry, yang terjadi di celah antara premaxilla dan rahang atas. Kista nasolabial (kista naso-alveolaris) adalah kista fissural satu-satunya yang terletak sepenuhnya dalam jaringan lunak. Letaknya antara premaxilla, proses hidung lateral dan proses maksila. 4. 5. Kista median anterior maksilaris Kista median palatal, terjadi antara dua proseus palatal dari maksila atau tulang palatina. 6. Kista median mandibularis

2.2.

Etiologi

Etiologinya belum diketahui secara pasti. Trauma, infeksi, dan retensi mucous dalam saluran kelenjar ludah terkait telah diusulkan sebagai faktor pathogenic yang mungkin.Degenerasi kistik yang spontan dari duktus epithelium residual merupakan etiologi yang paling mungkin. (Shafer et al, 2009)

2.3. Patogenesis Patogenesis kista ini awalnya terjadi karena sisa-sisa epitel pembentuk gigi rest of malassez yang distimulasi oleh sitokin (cytokinase) dan terjadi proliferasi tanpa adanya invasi jaringan, sehingga terbentuk masa sel padat yang kekurangan aliran darah dengan gambaran berupa rongga berisi cairan hipertonik, inilah yang kemudian disebut kista. (Danudiningrat, 2006) Pada kista duktus nasopalatina (yang merupakan kista fissural) terjadi karena adanya persistensi dari sisa epitel yang nantinya akan menjadi sumber dari epitelial pada kista nasopalatinus. (Shafer et al, 2009) Pada kists globulomaxillary terjadi dari sisa-sisa epitel dari persatuan antara prosesus globularis dan prosesus maksilaris. (Shafer et al, 2009)

2.4. Gambaran Klinis Gambaran klinis kista fissural akan dijelaskan berdasarkan klasifikasinya. 2.4.1. Kista Duktus Nasopalatina Kista kecil pada tahap awal umumnya asimtomatik. Sedangkan pada kista yang besar gejalanya dapat bervariasi, meliputi pembengkakan (52-88%), discharge (25%), dan nyeri (20-23%). Kista ini tumbuh lambat dan menyeruoai kista lain pada rahang, pada tempat tersendiri. Terakadang kista ini menyebabkan kesalahan yang intermitent terhadap rasa asin. Jika ini terus tumbuh memebesar dapat terjadi pembengkakan pada bagian tengah depan palatum, pada bagian supericial juga dapat terjadi palatine papilla cyst. (Shafer et al, 2009)
4

Terjadi pembengkakan yang fluktuatif dan kebiruan jika kista terdapat di permukaan. Apabila terjadi tekanan yang idakibatkan oleh pembengkakan akan terasa seperti terbakar atau mati rasa pada mukosa palatum. Terkadang cairan kista tersebut keluar rongga mulut melalui sinus atau sisa dari duktus nasopalatinus. Pasien dapat mendeteksi cairan ini karena akan terasa asin. (Shafer et al, 2009) 2.4.2. Kista Globullomaxillary Kista ini ditemukan dalam tulang di pertemuan (junction) antara porsi globular dari prosesus median nasal dengan prosesus maksila, biasanya antara insisiv lateral rahang atas dan gigi caninus. Pada waktu kista membesar menyebabkan terpisahnya gigi-gigi yang terdapat di antaranya. Biasanya meluas ke arah labial. Jik sampai ke daerah sinus akan menyebabkan terjadinya infeksi. Gigi yang terdapat di antara kista tersebut masih vital.(Shafer et al, 2009; White, 2004) 2.4.3. Kista Nasolabialis ( Kisata Naso-alveolar) Kista nasolabialis umumnya merupakan lesi berkembang lambat yang menyebabkan timbulnya pembengkakakn di bibir atas pada daerah kaninus. Kista dapat mengenai vestibular labial maksilaris anterior dan melibatkan dasar hidung. Kadang-kadang pasien dengan keluhan adanya rasa tidak enak atau sejumlah kecil obstruksi pernafasan. Kista ini membentuk tonjolan di sulkus labial. Biasanya tumbuh di sudut hidung dan meluas ke bawah, ke jaringan lunak di luar tulang. Kemudian membentuk suatu benjolan yang unilateral di dasar hidung dan bibir atau pada gusi di daerah insisivus lateralis. Kista ini tidak mengenai gigi. (White et al, 2004) 2.4.4. Kista Median Pada kista fissural median mandibula, secara klinis asimptomatik dan ditemukan pada pemeriksaan radiografi rutin. Terkadang kista ini menyebabkan ekspansi pada kortikal plates tulang yang nyata, dan berhubungan dengan gigi. (Shafer et al, 2009)

Pada kista fissural median palatal yang terletak pada midline palatum durum antara prosesus palatal lateral, dapat menjadi besar dalam jangka waktu lama dan menghasilkan pembengkakan palatal yang terlihat secara klinis. (Shafer et al, 2009)

Median Palatal cyst: pembengkakan besar dan mendasari defect pada tulang

2.5. Gambaran Radiografi 2.5.1. Kista Duktus Nasoplatinal Terlihat daerah radiolusen yang bundar, ovoid atau terkadang heart-shaped (biasanya ukuran < 1,0cm) dengan ciri khas adanya tepi sklerotik pada bagian tengah depan maksila. Kista ini biasanya simetri tetapi dapat juga bear pada satu sisi. Terlihat kerusakan dasar epitel rahang mxilla. Pada beberapa individu prominentia canal insisivus terlihat radiolusen. (White et al, 2004)

Gambaran Radiografi: Kista Duktus Nasopalatinus

2.5.2. Kista Globullomaxillary Kista ini pada gambaran radiografi intraoral tampak inverted, area bentukan pear yang radiolusen antara akar insisiv lateral dan gigi caninus, biasanya menyebabkan akar gigi-gigi tersebut divergen.

2.5.3. Kista Nasolabial Terlihat adanya peningkatan gambaran radiolusen pada proliferasi alveolar di bawah apikal gigi insisivus. Gambaran radiolusen ini berasal dari tekanan pada permukaan labial maksila yang dapat terlihat pada pandangan longitudinal. Umumnya lesi berbentuk ginjal atau bulat terletak pada tepi inferior dan lateral celah tulang anterior hidung yang meluas dari midline ke fossa kaninus. (White et al, 2004)

Gambaran Radiograf: Kista Nasolabial

2.5.4. Kista median Pada kista median mandibula, gambaran radiografinya unilokuler, radiolusen well-circumscribed, meskipun terkadang tampak multilokuler (Shafer et al, 2009)

Pada kista median palatal, gambaran radiografinya berupa daerah radiolusen a well-circumscribed yang tampak berhadapan pada bicuspid dan region molar, biasanya dibatasi oleh lapisan sklerotik dari tulang (Shafer et al, 2009)

2.6. Gambaran Histopatologi Secara umum dinding kista fissural dibatasi oleh epitel yang berrvariasi seperti epitel gepeng, gepeng berlapis, kubus atau torak bertingkat bersilia. Dalam dinding jaringan ikat sub-epitel tampak sebukan sel radang kronis dalam jumlah kecil

Gambaran HPA Kista Fissural

10

2.6.1. Kista Duktus Nasopalatina Epitel bagian luar pada kista ini yaitu epitel squamosa statified atau epitel columner bersilia atau kedua. Tipe epitelium ini tergantung dari lokasi kista itu sendiri. Pada bberapa sel yang sudah mengalami inflamasi kronik biasanya terlihat dibawah epitelium pada beberapa bagian dari dinding kista tersebut tapi tidak begitu jelas. Kelenjar mucous sering terlihat di dinding kista.(Shafer et al, 2009; White et al, 2004) 2.6.2. Kista Globulomaxillary Lapisan epitel yang membatasinya terdiri atas gabungan dari epitel squamous dan epitel kolumnar. Kapsul kista yang terdiri atas jaringan pengikat fibrous dengan sel-sel plasma dan limfosit. Cairan kista biasanya tidak mengandung kristal

kolesterol. (Shafer et al, 2009) 2.6.3. Kista Nasolabial Dinding kista dilapisi oleh sel-sel epitel kolumnr, squamous, transisionel, siliaris dengan sel-sel globet. Jaringan pengikat yang mengelilinginya tidak mengandung sel-sel inflamasi. Isi cairan kista tidak mengandung kolesterol dan bersifat mokous dan serous (White et al, 2004) 2.6.4. Kista Median Pada kista median mandibular, lesi menunjukan lesi yang tipis, epitelium stratified squamous, kadang dengan banyak lipatan dan penonjolan. Pada beberapa laporan kasus, kista ini dilapisi dengan epitelium pseudostratified columnar siliata. (Shafer et al, 2009) Pada kista median palatal kista, lapisan kista biasanya terdiri dari stratified epitelium squamous dilapisi jaringan ikat fibrous tebal yang mungkin

menunjukkaninfiltrasi sel inflamasi kronik (Shafer et al, 2009)

11

2.7.

Perawatan Perawatan kista fissural umumnya dengan enukleasi atau marsupialisasi, tapi

enukleasi lebih disukai untuk kista fissural (Sanjay, 2006). Treatment pada kasus kista duktus nasopalatinal dengan enukleasi via palatine atau bukal. Pada kista median palatal pembuangan bedah disertai dengan kuretase. (Shafer et al, 2009)

12

BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan Kista pada tulang rahang dengan dinding epitel dikelompokkan ke dalam kista odontogenik dan kista non odontogenik. Kista non odontogenik meliputi kista perkembangan atau fisural. Merupakan kista yang terjadi karena proliferasi sel-sel epitel yang terjepit di antara persambungan dua tulang pada masa embrional. Etiologinya belum diketahui secara pasti. Trauma, infeksi, dan retensi mucous dalam saluran kelenjar ludah. Patogenesis kista ini awalnya terjadi karena sisa-sisa epitel pembentuk gigi rest of malassez yang distimulasi oleh sitokin (cytokinase) dan terjadi proliferasi tanpa adanya invasi jaringan, sehingga terbentuk masa sel padat yang kekurangan aliran darah dengan gambaran berupa rongga berisi cairan hipertonik, inilah yang kemudian disebut kista. Kista fisural ini terdiri dari: (1) Kista duktus nasopalatinus yang merupakan kista fissural paling umum dan terjadi di saluran nasopalatinus;(2)Kista globullomaxilarry, yang terjadi di celah antara premaxilla dan rahang atas.;(3) Kista nasolabial (kista naso-alveolaris) adalah kista fissural satu-satunya yang terletak sepenuhnya dalam jaringan lunak. Letaknya antara premaxilla, proses hidung lateral dan proses maksila;(4) Kista median anterior maksilaris;(5) Kista median palatal, terjadi antara dua proseus palatal dari maksila atau tulang palatina ;dan (6) Kista median mandibularis. Perawatan kista fissural umumnya dengan enukleasi atau marsupialisasi.

3.2. Saran Melalui makalah ini, diharapkan pembaca dapat lebih menginterpretasikan isi dari makalah, agar berbagai ilmu dan informasi yang ada dapat lebih bermanfaat dan dapat memajukan ilmu kedokteran gigi.

13

Daftar Pustaka

Danudiningrat, CP. Kista Odontogen dan Nonodontogen. Airlangga University Press. Surabaya. Indonesia.2006. P.20-21 De Souza, Chris, et al. Textbook of The: Ear Nose and Throat. 1995. Hal 315 Harty, F.J., Ogston, R. Kamus Kedokteran Gigi. EGC. Jakarta1995 Osborn JW, Tencate AR. Advanced Dental Histology. 3rd Ed. John Wright, Bristol, 1977 Saraf, Sanjay. Textbook of Oral Pathology. Jaypee, India. 2006. Hal 66. Shafer, Hine, and Levy. Shafers Textbook of Oral Pathology. 6th Ed. India. Elsevier. 2009 Sudiono J et al. Penuntun Praktikum Patologi Anatomi. EGC. Jakarta. 2001. Hal: 50 White,s.c., Pharoah,M. J., 2004, oral radiology Principles and Interpretation, 5th edition, Mosby, USA Sudiono, Janti. Kista Odontogenik : Pertumbuhan, Perkembangan, dan Komplikasi. Jakarta:EGC.2011. Butarbutar, Saur. Kista Non-Odontogenik dan Tinjauannya secara radiografi. Medan : Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. 2002 Pedersen, Gordon W. Buku ajar praktis bedah mulut (oral surgery). Jakarta : EGC. 1996.

14

Anda mungkin juga menyukai