Anda di halaman 1dari 14

PSAK 10 Bagi entitas yang melakukan transaksi dalam valuta asing atau memiliki kegiatan usaha di luar negeri,

sering muncul pertanyaan tentang (1) bagaimana memasukkan transaksi dalam mata uang asing dan kegiatan usaha luar negeri ke dalam laporan keuangan, serta (2) bagaimana menjabarkan laporan keuangan ke dalam suatu mata uang pelaporan. Terutama di era persaingan global akan makin dibutuhkan standar akuntansi yang dapat mengatur hal ini. PSAK 10 (Revisi 2009) PSAK 10 (Revisi 1994) dan mencabut PSAK 11, PSAK 52, dan ISAK 4. PSAK 10 (Revisi 2009) menetapkan bahwa entitas diwajibkan menggunakan pengukuran dengan mata uang fungsional, sedangkan untuk penilaiannya dapat menggunakan mata uang apa saja. Mata uang fungsional adalah mata uang utama pada lingkungan ekonomi tempat entitas tersebut beroperasi, yaitu lingkungan dimana entitas tersebut menghasilkan dan mengeluarkan kas. transaksi mata uang asing dicatat dengan mata uang fungsional, pada saat pengakuan pertama (saat perolehan). Nilai mata uang asing dihitung ke dalam mata uang fungsional dengan menggunakan nilai tukar spot antara mata uang fungsional dan mata uang asing saat transaksi, untuk alasan praktis suatu kurs yang mendekati tanggal transaksi sering digunakan. Sedangkan pada tanggal pelaporan, saldo dalam mata uang asing disesuaikan menurut kategori apakah merupakan pos moneter ataukah pos non moneter. Jika pos moneter maka saldo mata uang asing dilaporkan dengan menggunakan kurs penutup pada tanggal pelaporan. Sementara untuk pos non moneter yang diukur dengan historical cost menggunakan kurs pada tanggal transaksi, dan yang diukur dengan fair value :kurs tanggal nilai wajar ditentukan. Menjawab pertanyaan kedua, untuk penyajian laporan keuangan, entitas dapat menggunakan mata uang apa saja, jika berbeda dengan mata uang fungsionalnya maka perlu dilakukan translasi laporan keuangan. Akun-akun asset dan liabilias : kurs penutup, pendapatan dan beban : kurs rata-rata atau kurs tanggal transaksi. Sementara transaksi ekuitas : kurs transaksi. Selisih kurs yang terjadi akan disajikan pada laporan laba rugi komprehensif (paragrf 28/29) sesuai dengan PSAK 1 (Revisi 2009). Juga berlaku untuk selisih kurs yang belum direalisasi akibat perubahan kurs tanggal transaksi dan tanggal pelaporan Tidak menutupkan kemungkinan jika terjadi perubahan substansi ekonomi entitas maka mata uang fungsional yang digunakan juga menyesuaikan . Implikasi penggantian mata uang fungsional perlu diperlakukan secara prospektif. 1.1 Tujuan Suatu perusahaan dapat melakukan aktivitas yang menyangkut valuta asing (foreign activities) dalam dua cara yakni melakukan transaksi dalam mata uang asing atau memiliki kegiatan usaha luar negeri (foreign operations). Untuk memasukkan transaksi dalam valuta asing pada laporan keuangan suatu perusahaan, transaksi tersebut harus dinyatakan dalam mata uang pelaporan perusahaan. Pernyataan ini mengatur akuntansi untuk transaksi dalam mata uang asing yang meliputi penentuan kurs yang digunakan dan pengakuan pengaruh keuangan dari perubahan kurs vauta asing dalam laporan keuangan. 1.2 Ruang Lingkup Pernyataan ini harus diterapkan dalam akuntansi untuk transaksi dalam valuta asing. Dimana pernyataan ini mengatur akuntansi hedge sebatas selisih kurs dalam transaksi hedge. Aspek lain dari akuntansi hedge diatur dalam standar akuntansi keuangan terkait. Pernyataan ini tidak mengatur tentang penjabaran laporan keuangan dari kegiatan usaha luar negeri untuk tujuan konsolidasi, atau konsolidasi parsial, atau melalui penerapan dengan metode ekuitas (lihat Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 11 tentang Penjabaran Laporan Keuangan dalam Mata Uang Asing) dan pernyataan ini tidak mengatur penyajian laporan arus kas tentang arus kas yang bersumber dari transaksi valuta asing (lihat Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 2 tentang Laporan Arus Kas). 2.1 Pengakuan Awal

Transaksi dalam mata uang asing dibukukan dengan menggunakan kurs pada saat terjadinya transaksi.Kurs tunai yang berlaku pada tanggal transaksi sering disebut kurs spot (spot rate). Untuk alasan praktis, suatu kurs yang mendekati kurs tanggal transaksi sering digunakan, contohnya, suatu kurs rata-rata selama seminggu atau sebulan mungkin digunakan untuk seluruh transaksi dalam setiap mata uang asing yang terjadi selama periode itu. Namun, jika kurs berfluktuasi secara signifikan, penggunaan kurs rata-rata untuk satu periode tidak dapat diandalkan. 2.2 Pelaporan Pada Tanggal Neraca Berikutnya Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pada setiap tanggal neraca: a) Pos aktiva dan kewajiban moneter dalam mata uang asing dilaporkan ke dalam mata uang rupiah dengan menggunakan kurs tanggal neraca. Apabila terdapat kesulitan dalam menentukan kurs tanggal neraca, maka dapat digunakan kurs tengah Bank Indonesia sebagai indikator yang obyektif. b) Pos non- moneter tidak boleh dilaporkan dengan menggunakan kurs tanggal neraca tetapi tetap harus dilaporkan dengan menggunakan kurs tanggal transaksi, dan c) Pos non- moneter yang dinilai dengan nilai wajar dalam mata uang asing harus dilaporkan dengan menggunakan kurs yang berlaku pada saat nilai tersebut ditentukan. Nilai terbawa dari suatu pos ditentukan sesuai dengan standar akuntansi yang relevan. Misalnya, instrumen keuangan dan properti tertentu (investasi yang dilakukan Dana Pensiun), mungkin dinilai pada nilai wajar atau pada biaya historis. Apakah nilai tercatat ditentukan berdasarkan biaya historis atau nilai wajar, nilai yang ditentukan untuk pos valuta asing dilaporkan pada mata uang pelaporan sesuai dengan Pernyataan ini. 2.3 Pengakuan Selisih Kurs (Recognition of Exchange Differences) Paragraf 13 hingga 17 menjelaskan perlakuan akuntansi yang diharuskan. Pernyataan ini sehubungan dengan selisih kurs atas transaksi dalam mata uang asing. Paragraf tersebut juga mencakup perlakuan wajib(benchmark treatment) untuk selisih kurs sebagai akibat devaluasi atau depresiasi luar biasa suatu mata uang yang tidak memungkinkan dilakukannya hedging dan yang menimbulkan kewajiban tak terselesaikan sehubungan dengan perolehan aktiva dalam mata uang asing. Perlakuan alternatif yang diijinkan untuk selisih kurs seperti itu dijelaskan dalam paragraf 20. Pernyataan ini mengatur akuntansi hedge sebatas selisih kurs dalam transaksi hedge. Aspek lain dari akuntansi hedge diatur dalam standar akuntansi keuangan terkait. Kecuali untuk hal-hal yang diuraikan dalam paragraf 16 dan 18, selisih penjabaran pos aktiva dan kewajiban moneter dalam mata uang asing pada tanggal neraca dan laba rugi kurs yang timbul dari transaksi dalam mata uang asing dikreditkan atau dibebankan pada laporan laba rugi periode berjalan. Selisih kurs timbul apabila terdapat perubahan kurs antara tanggal transaksi dan tanggal penyelesaian(settlement date) pos moneter yang timbul dari transaksi dalam mata uang asing. Bila timbulnya dan penyelesaian suatu transaksi berada dalam suatu periode akuntansi yang sama, maka seluruh selisih kurs diakui dalam periode tersebut. Namun jika timbulnya dan diselesaikannya suatu transaksi berada dalam beberapa periode akuntansi, maka selisih kurs harus diakui untuk setiap periode akuntansi dengan memperhitungkan perubahan kurs untuk masing-masing periode. 2.4 Transaksi Valuta Berjangka Salah satu transaksi valuta berjangka SWAP adalah transaksi pertukaran dua valuta asing melalui pembelian tunai dengan penjualan kembali secara berjangka atau penjualan tunai dengan pembelian kembali secara berjangka. Pada hakekatnya transaksi tersebut dilakukan untuk lebih mendapatkan kepastian tentang kurs penjabaran yang bersifat tetap selama dalam kontrak sehingga pembuat transaksi terhindar dari kerugian akibat perubahan kurs. Dalam transaksi SWAP pembuat transaksi umumnya memperhitungkan premi yang ditetapkan terlebih dahulu . Perlakuan akuntansi transaksi valuta berjangka yang dilakukan untuk tujuan hedging hutang adalah sebagai berikut: (i) Selisih kurs tunai (spot rate) dan kurs masa depan (forward rate) dicatat sebagai diskonto atau premi yang arus diamortisasi sesuai dengan jangka waktu kontrak valuta berjangka.

(ii) Setiap akhir periode harus dihitung selisih kurs untuk hutang dalam mata uang asing (yang diproteksi melalui hedging), forward receivable dan forward payable dalam mata uang asing. Selisih kurs yang timbul sebagai akibat perbedaan antara kurs tanggal neraca dengan kurs tunai pada saat terjadinya transaksi diakui sebagai keuntungan atau kerugian kurs periode berjalan. (iii) Dalam neraca, forward receivable atau forward payable, dan diskonto atau premi yang belum diamortisasi yang timbul dari kontrak valuta berjangka yang berhubungan harus dijadikan satu di bagian aktiva atau kewajiban, tergantung pada posisi neto dari seluruh pos tersebut. Investasi Neto dalam suatu Entitas Asing. Untuk selisih kurs yang timbul pada suatu pos moneter yang dalam substansinya membentuk bagian investasi neto perusahaan dalam suatu entitas asing harus diklasifikasikan sebagai ekuitas dalam laporan keuangan perusahaan hingga saat pelepasan (disposal) investasi neto dan pada saat tersebut harus diakui sebagai pendapatan atau beban (lihat Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 11 tentang Penjabaran Laporan Keuangan dalam Mata Uang Asing. Suatu perusahaan mungkin memiliki suatu pos moneter berupa hutang piutang dengan suatu entitas asing. Apabila timbulnya dan penyelesaian pos moneter tersebut tidak terencana, dalam substansinya merupakan suatu perluasan, atau pengurangan dari, investasi neto perusahaan dalam entitas asing tersebut. Pos moneter itu mungkin mencakup piutang jangka panjang atau pinjaman tetapi tidak mencakup piutang dagang atau hutang dagang. Selisih kurs yang timbul dari kewajiban valuta asing yang diperhitungkan sebagai suatu hedging dari investasi neto perusahaan dalam suatu entitas asing harus diklasifikasikan sebagai ekuitas dalam laporan keuangan perusahaan hingga pelepasan (disposal) investasi neto, dan pada saat tersebut harus diakui sebagai pendapatan atau sebagai beban (lihat Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No.11 tentang Penjabaran Laporan Keuangan dalam Mata Uang Asing). Perlakuan Alternatif yang Diijinkan. Selisih kurs dapat disebabkan karena suatu devaluasi atau depresiasi luar biasa suatu mata uang dalam keadaan tidak tersedia fasilitas hedging dan menimbulkan kewajiban yang tak terselesaikan akibat-perolehan aktiva yang baru saja dilakukan dan harus dilunasi dalam mata uang asing. Selisih kurs tersebut dapat dimasukkan sebagai nilai tercatat (carrying amount) aktiva tersebut sepanjang nilai tercatat aktiva yang telah disesuaikan tidak melebihi jumlah terendah antara biaya pengganti (replacement cost) dan jumlah yang dapat diperoleh kembali (amount recoverable) dari penjualan atau penggunaan aktiva tersebut. Alternatif yang dipilih harus diungkapkan secukupnya. Selisih kurs tidak termasuk dalam nilai tercatat suatu aktiva jika tersedia fasilitas hedging hutang valuta asing yang timbul dari perolehan aktiva. Tetapi, kerugian akibat perubahan kurs adalah bagian yang secara langsung dapat diatribusikan pada biaya perolehan aktiva jika kewajiban tidak dapat diselesaikan dan tidak terdapat alat praktis untuk hedging, contohnya, jika sebagai hasil dari pengendalian valuta asing terdapat penundaan dalam memperoleh mata uang asing. Maka dalam keadaan demikian biaya perolehan aktiva termasuk selisih kurs. 2.5 Pengungkapan Sebuah perusahaan harus mengungkapkan: (a) Jumlah selisih kurs yang diperhitungkan dalam laba neto atau kerugian untuk periode tersebut; (b) Selisih kurs neto yang diklasifikasikan dalam kelompok ekuitas sebagai suatu unsur yang terpisah, dan rekonsiliasi selisih kurs tersebut pada awal dan akhir periode; dan (c) Jumlah selisih kurs yang timbul selama periode, yang termasuk dalam nilai tercatat suatu aktiva sesuai dengan perlakuan alternatif yang diijinka n dalam paragraf 20. Perusahaan mengungkapkan dampak atas pos-pos moneter mata uang asing sehubungan dengan suatu perubahan dalam kurs yang terjadi setelah tanggal neraca jika perubahan tersebut sedemikian besar sehingga bila tidak diungkapkan akan mempengaruhi kemampuan pembaca laporan keuangan untuk membuat evaluasi dan keputusan yang tepat (lihat Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 8 tentang Kontinjensi dan Peristiwa Setelah Tanggal Neraca). Pengungkapan juga diperlukan sehubungan dengan kebijakan manajemen risiko mata uang asing.

3.1 Pengakuan Awal Transaksi dalam mata uang asing dibukukan dengan menggunakan kurs pada saat terjadinya transaksi. 3.2 Pelaporan Pada Tanggal Neraca Berikutnya Dan untuk setiap tanggal neraca: a) Pos aktiva dan kewajiban moneter dalam mata uang asing dilaporkan ke dalam mata uang rupiah dengan menggunakan kurs tanggal neraca; b) Pos non- moneter tidak boleh dilaporkan dengan menggunakan kurs tanggal neraca tetapi tetap harus dilaporkan dengan menggunakan kurs tanggal transaksi; dan c) Pos non- moneter yang dinilai dengan nilai wajar dalam mata uang asing harus dilaporkan dengan menggunakan kurs yang berlaku pada saat nilai tersebut ditentukan. 3.3 Pengakuan Selisih Kurs (Recognition of Exchange Differences) Selisih penjabaran pos aktiva dan kewajiban moneter dalam mata uang asing pada tanggal neraca dan laba rugi kurs yang timbul dari transaksi dalam mata uang asing dikreditkan atau dibebankan pada laporan laba rugi periode berjalan. 3.4 Transaksi Valuta Berjangka Salah satu transaksi valuta berjangka SWAP adalah transaksi pertukaran dua valuta asing melalui pembelian tunai dengan penjualan kembali secara berjangka atau penjualan tunai dengan pembelian kembali secara berjangka. Pada hakikatnya transaksi tersebut dilakukan untuk lebih mendapatkan kepastian tentang kurs penjabaran yang bersifat tetap selama dalam kontrak sehingga pembuat transaksi terhindar dari kerugian akibat perubahan kurs. Dalam transaksi SWAP pembuat transaksi umumnya memperhitungkan premi yang ditetapkan terlebih dahulu. Perlakuan akuntansi transaksi valuta berjangka yang dilakukan untuk tujuan hedging hutang adalah sebagai berikut: (i) Selisih kurs tunai (spot rate) dan kurs masa depan (forward rate) dicatat sebagai diskonto atau premi yang harus diamortisasi sesuai dengan jangka waktu kontrak valuta berjangka . (ii) Setiap akhir periode harus dihitung selisih kurs untuk hutang dalam mata uang asing (yang diproteksi melalui hedging), forward receivable dan forward payable dalam mata uang asing. Selisih kurs yang timbul sebagai akibat perbedaan antara kurs tanggal neraca dengan kurs tunai pada saat terjadinya transaksi diakui sebagai keuntungan atau kerugian kurs periode berjalan. (iii) Dalam neraca, forward receivable atau forward payable, dan diskonto atau premi yang belum diamortisasi yang timbul dari kontrak valuta berjangka yang berhubungan harus dijadikan satu di bagian aktiva atau kewajiban, tergantung pada posisi neto dari seluruh pos tersebut. 3.5 Investasi Neto dalam suatu Entitas Asing Selisih kurs yang timbul pada suatu pos moneter yang dalam substansinya membentuk bagian investasi neto perusahaan dalam suatu entitas asing harus diklasifikasikan sebagai ekuitas dalam laporan keuangan perusahaan hingga saat pelepasan (disposal) investasi neto dan pada saat tersebut harus diakui sebagai pendapatan atau beban (lihat Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 11 tentang Penjabaran Laporan Keuangan dalam Mata Uang Asing). Selisih kurs yang timbul dari kewajiban valuta asing yang diperhitungkan sebagai suatu hedging dari investasi neto perusahaan dalam suatu entitas asing harus diklasifikasikan sebagai ekuitas dalam laporan keuangan perusahaan hingga pelepasan (disposal) investasi neto, dan pada saat tersebut harus diakui sebagai pendapatan atau sebagai beban (lihat Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No.11 tentang Penjabaran Laporan Keuangan dalam Mata Uang Asing). 3.6 Perlakuan Alternatif yang Diijinkan Selisih kurs dapat disebabkan karena suatu devaluasi atau depresiasi luar biasa suatu mata uang di mana tidak mungkin dilakukan hedging dan menimbulkan kewajiban yang tak terselesaikan akibat perolehan aktiva yang harus dibayar dalam suatu mata uang asing . Selisih kurs tersebut dapat dimasukkan sebagai nilai tercatat (carrying amount) aktiva yang bersangkutan dengan pengertian nilai tercatat yang disesuaikan tersebut tidak melampaui jumlah terendah antara biaya pengganti

(replacement cost) dan jumlah yang mungkin diperoleh kembali (amount recoverable) dari penjualan atau penggunaan aktiva tersebut Alternatif yang dipilih harus diungkapkan secukupnya. 3.7 Pengungkapan Dan pada akhirnya, sebuah perusahaan harus mengungkapkan: (a) Jumlah selisih kurs yang diperhitungkan dalam laba neto atau kerugian untuk periode tersebut; (b) Selisih kurs neto yang diklasifikasikan dalam kelompok ekuitas sebagai suatu unsur yang terpisah, dan rekonsiliasi selisih kurs tersebut pada awal dan akhir periode; dan (c) Jumlah selisih kurs yang timbul selama periode, yang termasuk dalam nilai tercatat suatu aktiva sesuai dengan perlakuan alternatif yang diijinkan. 3.8 Masa Transisi Pada saat Pernyataan ini pertama kali diterapkan, perusahaan harus mengklasifikasikan secara terpisah dan mengungkapkan saldo kumulatif, pada awal periode, selisih kurs yang ditangguhkan dan diklasifikasikan sebagai ekuitas dalam periode sebelumnya, kecuali jika jumlah tersebut tidak dapat ditentukan secara wajar. Dalam hal tersebut maka perlu dijelaskan alasannya. 3.9 Tanggal Efektif Pernyataan ini berlaku untuk laporan keuangan yang mencakupi periode laporan yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari 1995. Dan dalam hal ini, penerapan lebih dini dianjurkan. BAB IV PSAK N0.10 (REVISI 2010): PENGARUH PERUBAHAN KURS VALUTA ASING PSAK ini mulai berlaku 1 Januari 2012 dan mengatur mengenai mata uang yang digunakan perusahaan dalam pencatatan transaksi dan pelaporan keuangan. PSAK ini diterapkan untuk semua perusahaan yang akan atau telah menggunakan mata uang selain rupiah sebagai mata uang pelaporan. PSAK 10 (Revisi 2010) ini menggantikan PSAK 10 (Revisi 1994) tentang Transaksi dalam Mata Uang Asing, PSAK 11 (Revisi 1994) tentang Penjabaran Laporan Keuangan dalam Mata Uang Asing, PSAK 52 (Revisi 1997) tentang Mata Uang Pelaporan dan ISAK 4 (1997) tentang interpretasi atas paragraf 20 PSAK 10 tentang alternatif perlakuan yang diizinkan atas selisih kurs. 4.1 Perubahan Signifikan Perusahaan menentukan mata uang fungsional dalam proses pengukuran sedangkan penyajiannya dapat menggunakan mata uang selain mata uang fungsional. Terdapat hirarki indikator bagi Perusahaan dalam menentukan mata uang fungsional yaitu: Pertama Mata uang yang sebagian besar mempengaruhi harga jual untuk barang dan jasa, serta dari suatu negara yang mempunyai kekuatan persaingan dan undang-undang yang sebagian besar menentukan harga penjualan. Mata uang yang sebagian besar juga mempengaruhi tenaga kerja, material dan biaya lain PSAK 7 Hubungan istimewa dengan suatu pihak dapat mempunyai dampak atas posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan pelapor. Pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa dapat melakukan transaksi yang tidak akan dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa, dan juga dapat dilakukan dengan harga yang berbeda dengan transaksi serupa yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa. Posisi keuangan dan hasil usaha dari suatu perusahaan dapat terpengaruh oleh hubungan istimewa dengan suatu pihak walaupun tidak terjadi sesuatu transaksi dengan pihak tersebut. Suatu hubungan istimewa dapat mempengaruhi transaksi perusahaan pelapor dengan pihak lain. Oleh karena itu, pengetahuan mengenai transaksi entitas, saldo, termasuk komitmen, dan hubungan antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa dapat mempengaruhi penilaian dari operasi entitas oleh pengguna laporan keuangan, termasuk penilaian risiko dan kesempatan yang dihadapi entitas. Transaksi entitas, saldo, termasuk komitmen, dan hubungan antara pihak-

pihak yang mempunyai hubungan istimewa harus diungkapkan dalam laporan keuangan sesuai dengan PSAK Nomor 7. Transaksi transaksi yang karena sifatnya mungkin memberikan indikasi adanya pihak yang memiliki hubungan istimewa, antara lain: Pembelian atau penjualan barang, Pembelian atau penjualan property dan asset lain, Pemberian atau penerimaan jasa, Pengalihan riset dan pengembangan, Pendanaan, Garansi dan penjaminan (collateral), Kontrak manajemen. 1. Transaksi peminjaman atau pemberian pinjaman tanpa beban bunga atau dengan suku bunga yang secara signifikan di atas atau di bawah suku bunga pasar yang berlaku umum pada saat transaksi. 2. Transaksi penjualan real estate pada tingkat harga yang berbeda secara signifikan dari nilai taksiran. 3. Transaksi pertukaran property dengan property yang serupa dalam transaksi nonmoneter. 4. Transaksi pemberian pinjaman tanpa ketentuan mengenai jadwal dan cara pengembaliannya. Dalam prinsip kewajaran dan kelaziman usaha (arms length principle) penetapan harga dan laba transaksi haruslah sama dan sebanding antara transaksi dengan pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa dengan pihak-pihak yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa. Sama dan sebanding tidaklah dalam arti sama persis, akan tetapi terdapat batasan-batasan rentang yang wajar Metode untuk menyelidiki adanya prinsip kewajaran dan kelaziman usaha (arms length principle) dalam praktik perlu dipahami oleh investor. Dengan begitu, investor bisa menilai apakah transaksi yang dilakukan oleh perusahaan publik dengan perusahaan afiliasinya mengandung unsur transfer pricing atau tidak. Sifat Transaksi Restrukturisasi Entitas Sepengendali 06. Transaksi rekstrukturisasi antara entitas sepengendali, berupa aktiva, kewajiban, saham atau instrumen kepemilikan lainnya yang dilakukan dalam rangka reorganisasi entitas-entitas yang berada dalam suatu kelompok usaha yang sama, bukan merupakan perubahan pemilikan dalam arti substansi ekonomi, sehingga transaksi demikian tidak dapat menimbulkan laba atau rugi bagi seluruh kelompok perusahaan ataupun bagi entitas individual dalam kelompok perusahaan tersebut. 07. Pihak tidak sepengendali diperlakukan sebagai entitas sepengendali apabila dalam jangka waktu dua puluh empat bulan atau kurang: (a) Pihak tidak sepengendali tersebut pernah berada di bawah pengendalian yang sama, atau (b) Aktiva, kewajiban, saham atau instrumen kepemilikan lainnya yang dialihkan pernah dimiliki entitas sepengendali. 08. Transaksi pembelian saham atau aktiva bersih milik pemegang saham minoritas (yang tidak berada dalam pengendalian yang sama dengan pemegang saham mayoritas) merupakan transaksi yang mencakup perubahan substansi ekonomi pemilikian dari pemegang saham minoritas ke pemegang saham mayoritas, oleh karena itu transaksi ini bukan merupakan transaksi restrukturisasi entitas sepengendali. 09. Karena transaksi restrukturisasi antara entitas sepengendali tidak mengakibatkan perubahan substansi ekonomi pemilikan atas aktiva, saham, kewajiban atau instrumen kepemilikan lainnya yang pemiliknya dialihkan (dalam bentuk hukumnya) harus dicatat sesuai dengan nilai buku seperti penggabungan usaha berdasarkan metode penyatuan kepemilikan. 10. Dalam menerapkan metode penyatuan kepemilikan, unsur-unsur laporan keuangan dari perusahaan yang direstrukturisasi untuk periode terjadinya restrukturisasi tersebut dan untuk

perbandingan yang disajikan, harus disajikan sedemikian rupa seolah-olah perusahaan tersebut telah bergabung sejak permulaan periode yang disajikan tersebut. Laporan Keuangan suatu perusahaan tidak boleh memasukkan adanya penyatuan kepemilikan walaupun perusahaan tersebut adalah salah satu pihak yang bergabung, apabila penyatuan kepemilikan terjadi pada suatu tanggal setelah tanggal neraca terakhir disajikan. Selisih antara Harga Pengalihan dan Nilai Buku. 11. Selisih antara harga pengalihan dengan nilai buku setiap transaksi restrukturisasi antara entitas sepengendali dibukukan dalam akun Selisih Nilai Transaksi Restrukturisasi Entitas Sepengendali. Saldo akun tersebut selanjutnya disajikan sebagai unsur Ekuitas. 12. Selisih harga pengalihan dengan nilai sehubungan dengan transaksi restrukturisasi antara entitas sepengendali bukan merupakan goodwill. Pengungkapan 14. Untuk semua transaksi restrukturisasi entitas sepengendali, pengungkapan berikut harus dibuat dalam laporan keuangan pada periode terjadinya restrukturisasi: a) Jenis, nilai buku dan harga pengalihan aktiva, kewajiban, saham atau instrumen kepemilikan lainnya yang dialihkan b) Tanggal transaksi restrukturisasi antara entitas sepengendali c) Nama entitas terkait d) Metode akuntansi yang digunakan

PSAK 50 pendapatan bunga tersebut harus diamotrisasi selama 36 tahun dan yang dicatat adalah yang sudah menjadi terealisasi. Dengan adanya penerapan PSAK ini nantinya pendapatan perusahaan dan laba bersih akan terlihat seolah-olah turun ketimbang periode sebelumnya saat belum menerapkan aturan tersebut. "Tapi penurunan ini hanya dari sisi pencatatan. Penurunan ini juga bukan karena penurunan pembiayaan," tambahnya Untuk menerapkan PSAK melakukan beberapa penyesuaian. Pertama, dalam pencatatan bunga margin akan turun karena biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan bisnis akan mengurangi pendapatan bunga. "Misalnya, untuk menyalurkan pembiayaan kami memberikan bunga 25% dan ada komisi yang kami bayarkan kepada dealer 5%, dalam PSAK baru maka bunga kami akan dicatat sebesar 20%. Dalam PSAK sebelumnya biaya komisi kami masukkan dalam biaya operasional," ujarnya.

Kedua, penerapan PSAK baru ini akan membuat biaya pencadangan naik. Pasalnya, pencadangan akan disesuaikan dengan pengalaman perusahaan dalam menyalurkan pembiayaan. Contohnya, menurut data selama 3 tahun berturut-turut untuk menyalurkan pembiayaan sebesar Rp 10 triliun akan ada pembiayaan macet sebesar 4%. Nah, bila perusahaan ini menyalurkan pembiayaan sebesar Rp 10 triliun tahun ini maka perusahaan harus melakukan pencadangan minimal 4%. aturan ini hanya berbeda secara pencatatan namun secara ekonomi tidak akan berpengaruh terhadap bisnis. PSAK No. 50 (revisi 2006) mendefinisikan instrumen keuangan adalah : Setiap kontrak yang menambah nilai aset keuangan entitas dan kewajiban keuangan atau instrumen ekuitas entitas lain. Aset keuangan, adalah setiap aset yang berbentuk : 1. Kas, 2. Instrumen ekuitas milik entitas lain, 3. Hak kontraktual: a. Untuk mempertukarkan aset keuangan atau kewajiban keuangan dengan kondisi yang berpotensi menguntungkan entitas tersebut, atau b. Untuk menerima kas atau aset keuangan lainnya dari entitas lain. 4.Kontrak yang akan atu mungkin diselesaikan dengan mengguanakan instrumen ekuitas milik entitas yang bersangkutan dan merupakan suatu: a. Non derivatif dalam hal entitas harus atau mungkin diwajibkan untuk menerima suatu jumlah yang variabel (variable number) dan instrumen keuangan milik entitas, atau b. Derivatif yang akan atau mungkin diselesaikan selain dengan mempertukarkan sejumlah tertentu kas atau aset keuangan lain untuk suatu jumlah yang ditetapkan (fixed amount) dari instrumen ekuitas milik entitas. Kewajiban keuangan, setiap kewajiban berupa Kewajiban kontraktual: 1. Untuk menyerahkan kas atau aset keuangan lain kepada entitas lain; atau 2. untuk mempertukarkan aset keuangan atau kewajiban keuangna dengan entitas lain dengan kondisi yang berpotensi merugikan entitas tersebut Kontrak yang akan atau mungkin disesuaikan dengan menggunakan instrumen ekuitas milik entitas yang bersangkutan dan merupakan suatu : a. Non-derivatif dalam hal entitas harus atau mungkin diwajibkan untuk menyerahkan suatu jumlah yang variabel (variabel number) dan instrumen ekuitas milik entitas ; atau b. Derivatif yang akan atau mungkin diselesaikan selain dengan mempertukarkan sejumlah tertentu kas atau aset keuangan lain untuk suatu jumlah yang ditetapkan (fixed amount) dari instrumen ekuitas milik entitas Instrumen ekuitas, adalh setiap kontrak yang memberikan hak residual atas aset entitas setelah dikurangkan dengan seluruh kewajibannya. SAK No. 50 (revisi 2006) lebih menekankan pada pengertian kontrak sehingga memiliki cakupan pengertian instrumen keuangan yang lebih luas. Sebagai contohnya piutang (receivable), jika mengacu pada PSAK No. 50 (1998), maka piutang (receivable) ini tidak termasuk dalam kategori efek. Sedangkan apabila memakai acuan PSAK No. 50 (revisi 2006), piutang ini masuk ke dalam instrumen keuangan. Hal ini disebabkan karena bagi pihak yang memberikan piutang, maka nilai Assetnya bertambah dan bagi yang berhutang nilai kewajibannya bertambah. Hal ini memenuhi pengertian instrumen keuangan menurut PSAK No. 50 (revisi 2006). PSAK 50 (revisi 2006) paragraf 7 mengklasifikasikan instrumen keuangan ke dalam empat kategori : 1. Aset keuangan atau kewajiban keuangan yang dinilai pada nilai wajar melalui laporan laba rugi (financial asset at fair value through profit or loss/FVTPL) dengan kriteria : a) Untuk diperdagangkan (trading), termasuk instrumen derivatif (kecuali derivatif yang ditetapkan sebagai instrumen lindung nilai dan efektif) b) Ditetapkan (designated) 2. Investasi yang dimiliki hingga jatuh tempo (Held to maturity/HTM), dengan kriteria : a. Aset keuangan non-derivatif, b. Pembayaran tetap/telah ditentukan, c. Jatuh tempo telah ditetapkan, d. Entitas memiliki maksud dan kemampuan untuk memiliki hingga jatuh tempo

3. Pinjaman yang diberikan dan piutang (Loan and Receivable/ L&R), dengan kriteria yang sama dengan HTM hanya saja tidak memiliki kuotasi di pasar aktif (quoted market) 4. Aset keuangan tersedia untuk dijual (Available for sale / AFS), dengan kriteria: a. Aset keuangan non-derivatif, b. Ditetapkan sebagai AFS, c. Tidak diklasifikasikan sebagai FVTPL, L&R dan HTM Kategori yang berbeda dengan PSAK 1998 adalah Loan and Receivable. Dengan adanya PSAK No. 50 (revisi 2006) inilah maka Pinjaman dan deposit di industri perbankan memenuhi kriteria sebagai Instrumen Keuangan dan harus diperlakukan dengan memenuhi syarat-syarat dalam PSAK No. 50 (revisi 2006). PSAK No. 50 (revisi 2006) pengklasifikasian berdasar pengakuan/pengukurannya yaitu jangka waktu suatu aset keuangan akan dimiliki ataupun jangka waktu tempo untuk kewajiban keuangan. Instrumen keuangan bukanlah instrumen yang akan terus ada di dalam Balance sheet. Ia dapat dikeluarkan dari Balance Sheet jika terjadi beberapa kondisi seperti : jatuh tempo, pemutusan kontrak, transfer jual beli instrumen keuangan. PSAK No. 55 (revisi 2006) banyak memberikan penekanan pada keterlibatan berkelanjutan atau continuing involvement jika terjadi transfer aset keuangan. Yakni apakah seluruh resiko dan manfaat secara substansial juga telah ditransfer, dan juga apakah pengendalian terhadan instrumen keuangan tersebut masih dimiliki atau tidak. Sebagai contoh pada kasus perjanjian pembelian kembali atau repurchase agreement, dimana perusahaan menjual financial asset dengan perjanjian bahwa financial asset tersebut akan dibeli kembali pada harga yang ditetapkan atau pada harga jual semula ditambah keuntungan. Pada kasus tersebut walaupun terjadi transfer financial asset dan juga arus kas ata aset yang ditransfer, perusahaaan masih memiliki kontrol terhadap financial asset yang ditransfer melalui hak membeli financial asset tersebut kembali. Karena hal tersebut, maka financial asset yang telah ditransfer tersebut masih tetap dicatat di Balance sheet. Walaupun sebuah entitas masih memiliki hak kontraktual untuk menerima arus kas dari financial asset, entitas tersebut masih dapat mengakui adanya transfer keuangan jika dia memiliki kewajiban kontraktual untuk membayar arus kas yang diterima tersebut kepada satu atau pihak lain sesuai kesepakatan dan memenuhi syarat sebagaimana yang telah dijelaskan pada PSAK No. 55 (revisi 2006) paragraf 16. Transaksi ini tidak diatur pada PSAK No. 50 (1998), dan oleh IAS diistilahkan sebagai pass trough arrengement. Transaksi ini biasanya ditemui pada sekuritisasi ataupun spesial purpose entities (SPE). menurut PSAK No. 55 (revisi 2006), pengukuran nilai awal instrumen keuangan berdasarkan fair value-nya. Khusus untuk Held to Maturity, fair value tersebut ditambah dengan biaya-biaya yang berhubungan langsung dengan akuisisi ataupun penerbitan instrumen keuangan tersebut. PSAK 50 1998 1 pengukuran awal berdasarkan cost(biaya) 2. pengukuran selanjutnya berdasarkan fv 3. G/L yg blm direalisasi atas efek kategori trading harus diakui sebagi income. PSAK 55 revisi 2006 1 Pengukuran awal berdasarkanfair value (par 43) 2 Pengukuran selanjutnya berdasar fv (par 46) 3 G/L diakui pada income statement.

FVTPL

HTM

1. Pengukuran awal berdasarkan cost 1.pengukuran awal berdasarkanfair 2. Pengukuran selanjutnya value (par 43) berdasaramortized cost 2.pengukuran selanjutnya diukur pada biaya perolehan diamortisasi dengan metode suku bunga efektif (par 46)

3. gain atau loss diakui padaincome statement.Terjadi ketikafinancial asset atau financial liabilities tersebut dihentikan pengakuannya atau mengalami penurunan nilai dan melalui proses amortisasi. (par 50) L&R Tidak diklasifikasikan 1. Pengukuran awal berdasrkanfair value Pengukuran selanjutnya diukur pada biaya perolehan diamortisasi dengan metode suku bunga efektif (par 46) gain atau loss diakui padaincome statement.Terjadi ketikafinancial asset atau financial liabilities tersebut dihentikan pengakuannya atau mengalami penurunan nilai dan melalui proses amortisasi. (par 50) 1.Pengukuran awal berdasarkanfair value (par 43) 2.Pengukuran selanjutnya berdasar fair value (par 46) 3.gain atau loss diakui pada laporan perubahn ekuitas

AFS

1. Pengukuran awal berdasarkan cost 2.Pengukuran selanjutnya berdasarkan fair value 3. gain atau loss yang belum direalisasi atas AFS (termasuk efek yang diklasifikasikan sebagai curret asset) harus dimasukkan sebagai komponen ekuitas yang disajikan terpisah, dan tidak boleh diakui sebgai income sampai gain atau loss tersebut dapat direalisasi.

Fair value merupakan nilai yang didapat seolah-olah terjadi pertukaran aset atau penyelesaian kewajiban. Salah satu hal baru yang ada pada PSAK 55 (revisi 2006) ialah aturan mengenai fair value optio). Jika pada PSAK 50 (1998) instrumen keuangan yang diukur dengan nilai wajar hanya instrumen keuangan dengan tujuan untuk diperdagangkan. Dengan pilihan nilai wajar, perusahaan diperbolehkan untuk menetapkan (designated) instrumen keuangan diluar untuk keperluan trading, sebagai fair value through profit or loss (FVTPL), kecuali instrumen ekuitas yang tidak memiliki kuotasi harga pasar di pasar aktif, dan yang nilai wajarnya tidak dapatdiukur secara handal (PSAK No. 55 (revisi 2006) par 8). Masalah penentuan FV instrumen yang memiliki kuotasi di pasar aktif seperti FVTPL, tentunya mudah untuk menentukan fair valuenya, namun apabila tidak memiliki pasar aktif fair value seperti itu tidak akan didapat. PSAK No. 55 (revisi 2006) AP 86 dan 89 mengatur mengenai pengukuran instrumen yang tidak mempunyai pasar aktif dengan teknik penilaian : - Penggunaan transaksi pasar terkini yang dilakukan secara wajar oleh pihak-pihak yang memahami, berkeinginan (arms length market transaction) - Nilai wajar terkini instrumen lain yang secra substansial sama - Analisis discounted cah flow - Penggunaan option pricings model Reklasifikasi (Reclassification) PSAK No. 55 (revisi 2006) Ada tiga aturan baru reklasifikasi menurut PSAK ini : - Reklasifikasi dari kelompok klasifikasi manapun DARI atau KE FVTPL tidak diperbolehkan

- Reklasifikasi Loan and Receivable DARI atau KE HTM dan FVTPL tidak diperbolehkan - Reklasifikasi dari AFS menjadi Loan and Receivable tidak diperbolehkan Selain itu, terdapat tainting rule yaitu larangan untuk mengklasifikasikan HTM selama 2 tahun jika entitas bermaksud menjual atau mereklasifikasi investasi HTM dalam jumlah pokok yang signifikan, kecuali jika sudah mendekati jatuh tempo, jumlah pokok hutang hampir seluruhnya tertagih atau ada kejadian tertentu di luar kendali. IMPAIRMENT PSAk 50 (1998) menyebutkan bahwa biaya perolehan yang diturunkan nilainya tidak dapat diubah lagi. Mengenai apakah nilai tersebut dapat direstorasi lagi tidak disebutkan dalam PSAK ini. Sedangkan jika dibandingkan dengan PSAK 50 (1998), PSAK 55 (revisi 2006) memberikan penekanan lebih pada bukti objektif (objective evidance) yang menjadi dasar daripenurunan nilai tersebut (paragraf 60) dan juga penekanan bahwa evaluasi akan adanya penurunan tersebut harus dilakukan pada setiap tanggal neraca (paragraf 59). Sebagai contohnya instrumen keuangan jenis FVTPL akan dinyatakan turun nilainya berdasarkan PSAK 55 (revisi 2006)apabila pasar aktif instrumen tersebut hilang karena kesulitan keuangan. Aturan Pemulihan (restorasi) Nilai pada Penurunan Nilai (impairment) FVTPL Pada FVTPL tidak berlaku penurunan nilai (impairment) karena sudah dinilai dengan nilai wajar HTM kerugian karena penurunan nilai dapat dipulihkan L&R kerugian karena penurunan nilai dapat dipulihkan AFS kerugian karena penurunan nilai instrumen ekuitas sebagai AFS tidak dapat dipulihkan, sedangkan untuk instrumen hutang kerugian penurunan nilai dapat dipulihkan Instrumen Keuangan Derivatif Suatu instrumen keuangan atau kontrak lain dengan tiga karakteristik sebagai berikut: a. Nilainya berubah sebagai akibat dari perubahan dalam suku bunga, harga instrumen keuangan, harga komoditas, nilai tukar mata uang asing, indeks harga atau indeks suku bunga, peringkat kredit atau indeks kredit, atau variabel lainnya yang telah ditentukan sepanjang untuk variabel non keuangan bukan merupakan variabel yang ditentukan secara khusus bagi para pihak dalam kontrak tersebut (sering disebut sebagai variabel yang mendasari), b. Tidak memerlukan investasi awal neto atau memerlukan investasi awal neto dalam jumlah yang lebih kecil dibandingkan dengan jumlah yang dibutuhkan untuk kontrak sejenis lainnya yang diperkirakan akan menghasilkan pengaruh yang sama terhadap perubahan faktor pasar c. Diselesaikan pada tangal tertentu dimasa mendatang Pengungkapan PSAK 50 (1998) dan 55 (1999):hanya mengatur pengungkapan sesuai dengan ruang lingkup dari setiap PSAK tersebut. Sementara PSAK 50 (revisi 2006) mengatur pengungkapan untuk seluruh instrumen derivatif dengan rinci. Yang harus diungkapkan dalam laporan keuangan meliputi : 1. Format, Tempat dan Klasifikasi Instrumen Keuangan - Pernyataan ini tidak mengatur format dari informasi yang dipersyaratka untuk diungkapkan atau tempatnya dalamlaporan keuangan. - Pengungkapan dapat berbentuk kombinasi dari penjelasan naratif dan kuantitatif, sepanjang dianggap memadai untuk mengungkapkan karakteristik instrumen dimaksud serta arti pentingnya bagi entitas.

- Manajemen entitas mengklasifikasikan instrumen keuangan dalam beberapa kelompok sesuai sifat dari informasi yang diungkapkan, dengan mempertimbangkan beberapa hal seperti karakteristik instrumen tersebut dan dasar pengukuran yang telah digunakan. 2. Kebijakan Manajemen Risiko dan Aktivitas Lindung Nilai - Mengungkapkan tujuan dan kebijakan manajemen risiko keuangan termasuk kebijakan lindung nilainya. Penjelasan kebijakan manajemen risiko harus memuat kebijakan yang menyangkut halhal seperti lindung nilai atas eksposur risiko, upaya penghindaran konsentrasi risiko yang berlebihan, dan persyaratan mengenai agunan guna mengurangi risiko kredit. - Menjelaskan sejauh mana suatu instrumen keuangan digunakan, risiko yang terkait dan sasaran usaha yang ingin dicapai. - Untuk lindung nilai atas nilai wajar, lindung nilai atas arus kas, dan lindung nilai atas investasi bersih dalam operasi di luar negeri, pengungkapan terpisah secara lebih spesifik dan terperinci harus dilakukan 3. Persyaratan, Kondisi dan Kebijakan Akuntansi - Untuk tiap kelompok aktiva finansial, kewajiban finansial, dan instrumen ekuitas, entitas harus mengungkapkan: o informasi mengenai cakupan dan sifat instrumen keuangan, termasuk persyaratan dan kondisi yang bersifat signifikan yang dapat mempengaruhi jumlah, waktu, dan tingkat kepastian arus kas di masa datang;dan o Kebijakandan metode akuntansi yang digunakan, termasuk kriteria pengakuan dan dasar pengukuran yang diterapkan. - Pengungkapan untuk setiap kategori aset keuangan apakah pembelian dan penjualan aset keuangan dicatat pada tanggal perdagangan atau pada tanggal penyelesaian. - Jika instrumen keuangan bersifat signifikan, maka seluruh persyaratan dan kondisi instrumen tersebut harus diungkapkan. 4. Risiko Tingkat Bunga - Informasi mengenai eksposur risiko tingkat bunga, termasuk: : o tanggal penilaian ulang (repricing) / tanggal jatuh tempo kontraktual,mana yg lebih dahulu o tingkat bunga efektif, jika tersedia. - Mengindikasikan aset keuangan dan liabilitas keuangan mana yang: o terekspos risiko tingkat bunga atas nilai wajar, o terekspos risiko tingkat bunga atas arus kas, dan o tidak secara langsung terekspos terhadap risiko tingkat bunga (misal instrumen ekuitas). - Pengungkapan suku bunga efektif berlaku untuk obligasi, notes, pinjaman, dan instrumen keuangan sejenis yang melibatkan pembayaran di masa datang yang mencerminkan nilai waktu dari uang. - Ketentuan tersebut tidak berlaku bagi instrumen keuangan seperti investasi dalam instrumen ekuitas dan instrumen derivatif yang tingkat bunga efektifnya tidak dapat ditentukan. 5. Risiko Kredit - Mengungkapkan informasi mengenai eksposur risiko kredit, termasuk: jumlah yang paling mewakili eksposur risiko kredit maksimal apabila pihak lawan tidak mampu memenuhi kewajibannya, tanpa memperhitungkan nilai wajar dari agunan; dan konsentrasi risiko kredit yang bersifat signifikan - Aset keuangan dengan hak saling hapus dengan liabilitas keuangan, tidak boleh disajikan neto dalam neraca, kecuali penyelesaian akan dilakukan secara neto atau secara bersamaan. Namun demikian, entitas mengungkapkan keberadaan hak secara hukum untuk melakukan saling hapus ketika menyajikan informasi seperti yang dipersyaratkan di atas. 6. Nilai wajar - mengungkapkan nilai wajar tiap kelompok aset dan liabilitas dalam cara yang memungkinkan untuk diperbandingkan dengan nilai tercatat dalam Neraca.

Jika entitas tidak mengukur instrumen keuangan di neraca pada nilai wajar, maka entitas wajib menyediakan informasi nilai wajar pada pengungkapan tambahan - Jika investasi dalam instrumen ekuitas atau derivatif yang terkait tidak memiliki kuotasi, maka instrumen tersebut diukur pada biaya perolehan berdasarkan Pernyataan ini. Fakta ini harus diungkapkan bersamaan dengan penjelasan instrumen keuangan tersebut, nilai tercatatnya, dan penjelasan mengapa nilai wajarnya tidak dapat diukur secara andal, dan jika memungkinkan, kisaran dari estimasi nilai wajar yang paling memungkinkan. 7. Pengungkapan Lainnya Pengungkapan lainnya mengenai :(a)Penghentian pengakuan,(b) Jaminan,(c) Instrumen Keuangan Majemuk dengan Beberapa, (d)Derivatif Melekat, (e) Instrumen Keuangan pada Nilai Wajar, (f) Reklasifikasi/Penggolongan Kembali, (g) Laporan Laba Rugi dan Ekuitas,(h)Penurunan Nilai (i) Wanprestasi dan Pelanggaran PENERAPANNYA pada industri perbankan a. Masalah Penyisihan Kerugian Kredit (Loan-Loss Provisioning) atau Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CPKN) Penyisihan kerugian kredit (Loan-Loss Provisioning) adalah penyisihan (provisioning)kerugian atas portfolio kredit dan pendanaanya yang mengalami penurunan nilai ekonomi. Nilai ekonomi dari portfolio kredit dan pendanaannya (funding) dapat naik atau turun disebabkan karena adanya perubahan dengan kualitas kredit yaitu jika terjadi masalah terhadap itikad baik (willingness to pay) dan kemampuan debitur untuk melunasi kredit beserta pinjamannya(ability to pay).Penyisihan kerugian ini penting untuk dilakukan sehingga laporan keuangan bank tersebut mencerminkan keadaan yang sebenarnya(representation faithfullness). Selama ini dengan mengacu pada PSAK yang lama, penentuan cadangan memakai konsep ekspektasi kerugian kredit (expectation loss) sehingga bank bisa menumpuk cadangan besar-besaran kalau bankir merasa default kredit-nya besar. Celah ini yang banyak dimanfaatkan bank untuk memoles laporan keuangannya dan melakukan window dressing yaitu merekayasa laporan keuangan bank untuk tujuan tertentu. Namun, dengan diterapkannya PSAK 50 & 55 (revisi 2006) dan Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia (PAPI) tahun 2008 yang menyesuaikan PSAK tersebut, bank dituntut untuk menentukan CPKN berdasarkan data historis kerugian kredit yang sudah terjadi atau incurred loss. Adapun CKPN dihitung dari perkalian beberapa komponen, yakni potensi gagal bayar (potential of default) dikalikan jumlah kredit yang bersangkutan. Komponen lainnya loss given default (LGD) yang merupakan porsi kerugian riil akibat gagal bayar yang benar-benar tak tertagih, di luar tingkat kembalian tagihan (recovery rate). Potential of default yang dihitung dari pengalaman kerugian yang sudah terjadi berdasarkan data historis setiap jenis kredit bank tersebut minimal selama 3 tahun terakhir Selain itu, walaupun bank dapat mengakui adanya penurunan nilai karena pailit walaupun masih dalam kemungkinan, tapi tidak bisa dikatakan sebagai expected loss karena PSAK 55 (revisi 2006) mensyaratkan buktiobjektif itu harus ada. Jika penyisihan diakui ketika bukti objektif ada walaupun secara riil belum diakui adanya kerugiaan (loss) tetap dikatakan sebagaiincurred loss. Kesulitan yang dialami bank dalam penentuan CPKN ini adalah tuntuan kepada bank untuk mempunyai data historis mengenai pengalaman kerugian dari setiap jenis kredit bank, minimal 3 tahun. Bank dituntut untuk mempunyai data mengenai jumlah tingkat kerugian suatu kredit dari setiap nasabah. Dan untuk mendapatkan data ini, cukup rumit karena banyaknya jenis kredit dan jangka waktu yang berbeda b. Standar baru ini dapat mengurangi sumber pendapatan bunga bank karena : Pendapatan provisi dan komisi kredit kini menjadi pengurang dari nilai kredit yang diberikan guna menghitung pendapatan bunga efektif Bunga surat berharga misalnya Sertifikat Bank Indonesia (SBI) tidak boleh masuk sebagai pendapatan operasional bunga. Reklasifikasi bunga SBI ini berdampak pada bank yang banyak

menempatkan dananya di luar kredit dengan ciri rasio pinjaman terhadap dana (LDR)- nya yang relatif kecil. Kredit sebagai asset bank digolongkan pada Loan and Receivables yang mana valuasinya adalah dengan cara amortized cost, hal ini membawa konsekuensi bahwa nilai kredit (dalam hal ini asset bank) akan dipengaruhi oleh proyeksi cashflow dari asset tersebut, sehingga kredit yang dikenakan bunga dibawah bunga pasar akan terdiskon menjadi lebih kecil dari harga perolehannya (kredit yang dikucurkan) c. Penerapan PSAK 50 dan PSAK 55 membutuhkan sistem dan persiapan yang cukup lama karena harus menggabungkan semua laporan keuangan dalam satu paket. Dari sisi investasi, paling sedikit setiap bank harus mengeluarkan dan sebesar US$1 juta untuk membeli sistem informasi dan teknologi untuk aplikasi pelaporan keuangan berdasarkan PSAK No. 50 & 55 (revisi 2006). d. Selain masalah teknologi, Sumber Daya Manusia yang menguasai mengenai PSAK ini juga terbatas, jadi akan menambah masalah bagi perbankan untuk penerapan PSAK ini.

Anda mungkin juga menyukai