Anda di halaman 1dari 10

Aceh Pernah Alami Kiamat Sugra

Ilustrasi/tsunami voaindonesia.com) Aceh (foto:

Benarkah warga Provinsi Aceh sudah pernah merasakan kiamat? Benar, mereka sudah merasakan tragisnya kiamat sugra (kiamat kecil). Peristiwa kiamat sugra itu terjadi pada hari Minggu tanggal 26 Desember 2004. Awal dari kiamat sugra dimulai pukul 07.58 WIB saat bumi Aceh diguncang oleh gempa bumi dengan kekuatan 9,3 skala richter. Banyak gedung dan bangunan yang rubuh akibat hentakan gempa tersebut. Warga di Banda Aceh dan bagian pesisir Aceh lainnya berlarian keluar rumah mencari tempat terbuka karena takut datangnya gempa susulan. Sekitar dua jam kemudian, saat warga sedang mencari area aman di luar rumah, sekonyong-konyong warga berlarian sambil berteriak air, airair. Siapapun tidak pernah menduga jika air Samudera Hindia menggelegak dan mengirim air ke daratan. Setelah semua hancur, barulah orang mengetahui jika gelombang dahsyat itu bernama tsunami. Akibat dari kiamat sugra itu tidak tanggung-tanggung, permukiman penduduk dan fasilitas umum yang terdapat di pesisir Aceh luluh lantak. Demikian pula dengan jaringan telekomunikasi, satupun tidak berfungsi. Gelombang tsunami yang setinggi pohon kelapa itu bahkan menyebabkan 229.826 orang hilang dan 186.983 tewas (data dari PBB). Di Aceh sendiri, tercatat sebanyak 126.915 tewas dan 37.063 hilang. Inilah salah satu kiamat sugra atau bencana alam terbesar yang pernah terjadi di muka bumi ini. Bagaimana pengalaman orang yang sudah pernah mengalami kiamat sugra itu? Hari ini, Jumat (21/12/2012) di Takengon, saya berkesempatan berbincang-bincang dengan Arslan (48), salah seorang yang selamat dari hempasan tsunami. Arslan adalah warga Takengon, yang waktu itu berkunjung ke Banda Aceh dalam rangka menghadiri pernikahan putra pamannya di kampus Unsyiah Darussalam. Pamannya adalah seorang guru besar di perguruan tinggi itu. Arslan berkisah, saat terjadi gempa besar, dia dan beberapa kerabatnya masih berada disebuah rumah di kawasan Blang Padang, pusat kota Banda Aceh. Setelah gempa reda, mereka dengan tergesa-gesa berangkat ke kampus Unsyiah mengendarai mobil kijang super 1979 bersama tiga orang kerabatnya. Sepanjang perjalanan, dia melihat wajah orang yang begitu cemas akibat hentakan gempa besar itu. Warga yang ketakutan berkerumun disepanjang jalan menuju ke arah Darussalam. Arslan juga mengaku cemas. Namun, karena acara prosesi pernikahan segera dimulai, dia terus memacu mobil kijang keluaran 1979 itu menuju Darussalam. Tepat di depan kantor Gubernur Aceh (sekitar 4 Km lagi sebelum sampai ke kampus Unsyiah Darussalam), Arslan dikejutkan oleh orang-orang yang berlarian ke arah jalan raya. Dalam

kepanikan itu, mobil-mobil saling bertabrakan, bahkan orang-orang yang sedang berlarian ditabrak begitu saja. Arslan mengaku belum menyadari apa yang sedang terjadi, sementara mobil yang dikemudikannya terjebak ditengah kemacetan parah. Maju tidak bisa, apalagi mundur. Ketika itu, dia mendengar suara gemuruh yang sangat keras. Dia lalu menoleh ke arah kantor Gubernur Aceh, asal suara gemuruh itu. Betapa kagetnya dia saat melihat benda hitam yang sangat besar muncul dari belakang kantor gubernur itu. Dalam hitungan detik, terjadi benturan keras, buuumm. benda itu telah menghantam mobil yang dikemudikannya. Ternyata benda itu adalah air berwarna hitam yang menggulung mobilnya. Air hitam itu mendorong mobilnya ke arah Kantor Dipenda Aceh, dan air itupun dengan cepat menggenangi bagian dalam mobilnya. Dalam suasana sangat panik, Arslan dan dua orang keluarganya menyelamatkan diri melalui jendela mobil. Sementara seorang lagi yang dipanggilnya kakek terjebak dalam mobil tersebut. Mobil tenggelam dan akhirnya kakek itupun meninggal dunia (diketahui setelah mobil ditemukan). Setelah berada diluar mobil, air hitam setinggi pohon kelapa itu terus datang silih berganti bagai rangkaian gelombang menghempas mereka. Arslan yang tidak bisa berenang terhempas kesanasini seperti sebuah gabus ditengah air. Akhirnya, dia bisa menjangkau pucuk daun kelapa. Belum juga aman, karena gelombang berikutnya yang lebih keras menghantam tubuhnya. Dia kembali terlempar dari pucuk pohon kelapa itu. Ditengah hempasan air, dia berhasil menjangkau sekeping papan yang terbawa gelombang. Alhamdulillah, sebut Arslan, dengan bergayut pada papan itu sampailah dia diatap sebuah rumah. Disana sudah ada sejumlah orang yang sedang histeris, memanggil anak isterinya. Disis yang lain, dia hanya bisa melihat orang yang timbul tenggelam terbawa gelombang air hitam itu. Saya tidak bisa menolong mereka, karena begitu cepat hilang digulung air. Saya berpikir, inilah saatnya kiamat dimulai, ungkap ayah beranak satu itu. Sekitar satu jam setelah itu, gelombang air berwarna hitam mulai mereda. Satu persatu orangorang itu mulai turun dari atap rumah. Saat tiba dibawah, barulah disadari oleh Arslan bahwa bajunya sudah hancur. Ditubuhynya hanya tersisa celana blue jean yang sudah koyak-koyak. Wajah dan tubuhnya hitam dipenuhi lumpur. Beruntung, dia masih mengenakan celana koyak, sementara ada orang lain yang tinggal kolor bahkan ada yang telanjang bulat. Ditengah tangisan yang memilukan, mereka yang selamat mulai mencari sanak keluarganya. Demikian pula dengan Arslan, dia mencari kerabatnya yang tadi terpisah. Dia menemukan mobilnya tersangkut di pagar kantor Dipenda Aceh. Dalam mobil itu, dia menemukan jenazah kakek yang ikut menumpang mobilnya, sedangkan dua orang kerabatnya hilang entah kemana. Dibantu oleh seseorang, dia mengangkat jenazah kakek itu kedalam lobby kantor Dipenda, tempat jenazah-jenazah dievakuasi. Arslan, salah seorang korban tsunami Aceh yang selamat. Kini dia hidup tenang bersama keluarganya di kota dingin Takengon (Foto: Faris Wahab)

Arslan memutuskan tidak lagi mencari dua orang kerabatnya yang hilang, tetapi dia segera berjalan kaki ke arah Darussalam untuk mencari bantuan. Sepanjang jalan, sejak dari Simpang Peurada sampai jembatan Lanyong, dia melihat mayat bergelimpangan, mulai dari orang dewasa sampai bayi. Mau menangis, dia mengaku telah kehabisan air mata. Mau berteriak, lidahnya sudah kelu. Ditelinganya hanya terdengar tangisan dan jeritan orang-orang yang selamat. Sekitar pukul 15.00 WIB, diapun tiba didepan rumah pamannya yang terletak di perumahan dosen sektor Timur Darussalam. Di rumah itupun, dia melihat orang-orang sedang menangis. Acara perkawinan yang seharusnya meriah, saat itu telah berubah menjadi suasana dukacita. Kehadiran Arslan didepan pintu rumah pamannya, awalnya tidak ada yang mengenalnya. Sebab, wajahnya yang hitam berbalut lumpur tsunami, tanpa baju dan hanya mengenakan celana koyakkoyak. Saya Arslan, cik katanya, dan sekonyong-konyong paman dan isteri Arslan pingsan. Sebelumnya, dua orang kerabatnya ternyata selamat dan sudah tiba dirumah itu satu jam yang lalu. Mereka menceritakan bahwa Arslan dan kakek hilang dalam pusaran gelombang besar itu. Informasi itulah yang menyebabkan paman dan seluruh anggota keluarganya histeris. Akhirnya, dengan berjalan kaki, mereka kembali ke kantor Dipenda untuk mengevakuasi jenazah kakek. Saat itu, mobil tidak bisa digunakan karena jalan protokol itu dipenuhi oleh mayat, bongkahan tembok dan kepingan kayu. Lolos dari kiamat sugra tidak mematahkan semangat Arslan. Kini, Arslan hidup bahagia bersama isteri dan seorang anaknya di kota dingin Takengon. Dalam pandangannya, isu kiamat 2012 bukanlah sesuatu yang menakutkan. Sebab, dia sudah pernah selamat dari kiamat sugra, ketika tsunami Aceh tahun 2004. Sarannya, kapan saja datangnya kiamat, kita harus siap menghadapi akhir zaman. Percaya kepada hari kiamat adalah salah satu rukun iman. Kapan terjadinya? Itu rahasia-Nya, hanya Dia yang mengetahui, kata Arslan.

Gunung Tambora Pernah Menimbulkan Kiamat kecil di Bumi ini.


Saat itu asap tebal menyelimuti bumi dan terjadi penurunan suhu. Napoleon yang mau berperang akhirnya kehabisan logistik lalu kalah dengan Prusia,".

Bagi masyarakat Sumbawa sendiri, letusan Gunung Tambora menghancurkan tiga kerajaan pada saat itu yaitu Kerajaan Sumbawa, Bima dan Dompu.

Tak hanya itu, letusannya memangkas ketinggian gunung tersebut dari semula 4.200 mdpl menjadi 2.850 mdpl seperti sekarang ini. Gunung ini terletak di pulau Sumbawa di Hindia Belanda (kini Indonesia) yang melontarkan lebih dari satu setengah juta ton atau 400 km debu ke lapisan atas atmosfer. Seperti umumnya diketahui, setelah sebuah letusan gunung berapi yang dahsyat, temperatur di seluruh dunia menurun karena berkurangnya cahaya matahari yang bersinar melalui atmosfer. Tahun tanpa musim panas, juga dikenal sebagai Tahun Kemiskinan dan Seribu delapan ratus dan membeku hingga mati, terjadi pada 1816, ketika penyimpangan iklim musim panas menghancurkan panen di Eropa Utara, Amerika timur laut dan Kanada timur. Kini orang umumnya menduga bahwa penyimpangan itu terjadi karena ledakan vulkanik Gunung Tambora pada tanggal 5 April15 April 1815. Penyimpangan iklim yang luar biasa pada 1816 menimbulkan pengaruh yang sangat hebat di Amerika timur laut, Kanada Maritim dan Eropa utara. Biasanya, pada akhir musim semi dan musim panas di Amerika timur laut cuacanya relatif stabil: temperatur rata-rata sekitar 2025C, dan jarang sekali turun hingga di bawah 5C. Salju musim panas sangat jarang terjadi, meskipun kadang-kadang turun pada bulan Mei. Namun pada Mei 1816 frost (pembekuan) mematikan sebagian besar tanaman yang telah ditanam, dan pada bulan Juni dua badai salju mengakibatkan banyak orang yang meninggal. Pada Juli dan Agustus, danau dan sungai yang membeku dengan es terjadi hingga di Pennsylvania yang jauh di selatan.

Perubahan temperatur yang cepat dan dramatis lazim terjadi, dengan temperatur yang bergeser dari yang normal dan di atas normal pada musim panas, yaitu 35C hingga hampir membeku hanya dalam beberapa jam saja. Meskipun para petani di selatan New England berhasil menuai panen yang masak, harga jagung dan biji-bijian lainnya meningkat secara dramatis. Harga haver, misalnya, meningkat dari 12 sen dolar sekarungnya (ukuran 35 1/4 liter) pada tahun sebelumnya menjadi 92 sen dolar Amerika.

Banyak sejarahwan yang menyebutkan tahun tanpa musim panas ini sebagai motivasi utama untuk terbentuknya dengan segera pemukiman yang kini disebut sebagai Barat Tengah Amerika. Banyak penduduk New England yang tewas karenanya pada tahun itu, dan puluhan ribu lainnya berusaha mencari tanah yang lebih subur dan kondisi-kondisi pertanian yang lebih baik di Barat Tengah Hulu (saat itu merupakan Wilayah Barat Laut). (Sebuah contoh spesifik tentang hal ini adalah ketika keluarga Joseph Smith yang kemudian menjadi pendiri Gereja Yesus Kristus dari Orang-orang Suci Zaman Akhir pindah dari Sharon, Vermont ke Palmyra, New York di negara bagian New York yang jauh di barat setelah beberapa kali panen yang gagal.) Sementara hasil panen memang buruk selama beberapa tahun, pukulan yang terakhir terjadi pada 1815 dengan letusan Tambora. Letusan Tambora ini juga menyebabkan Hongaria mengalami salju coklat. Italia mengalami sesuatu yang serupa, dengan salju merah yang jatuh sepanjang tahun. Hal ini diyakini disebabkan oleh debu vulkanik di atmosfer. Badai yang hebat, curah hujan yang tidak normal, dan banjir di sungai-sungai utama Eropa (termasuk Sungai Rhein dihubungkan dengan peristiwa ini. Demikian pula dengan frost yang terjadi pada Agustus 1816.

Kiamat Kecil di Queensland


Banjir melanda Queensland sejak bulan lalu dan menewaskan setidaknya 19 orang dan mengakibatkan ribuan orang mengungsi. Banjir kini bergerak ke selatan ke wilayah Negara Bagian New South Wales dan mengancam sejumlah kota. Negara bagian Queensland akan menghadapi pekerjaan rekonstruksi seberat pasca perang dunia. Perdana menteri negara bagian, Anna Bligh, mengatakan negara bagian itu sempoyongan akibat bencana alam terburuk dalam sejarahnya. Terjangan banjir yang keras melanda ibu kota negara bagian, Brisbane, menyebabkan ribuan rumah tenggelam.

7. Tsunami Ende, Flores-Nusa Tenggara Timur, 12 Disember 1992. Korban 2100 orang

Gempa bumi berkekuatan 7,8 Mw terjadi pada di lepas pantai utara bagian timur Pulau Flores, Indonesia, jam 05:29 GMT (13:29 waktu setempat) pada tanggal 12 Desember 1992. Getaran ini juga dirasakan di pulau Bali, 700 km ke barat. Gempa ini juga memicu serangkaian tsunami, yang sampai di pantai Flores hanya dua menit setelah gempa pertama, dan mencapai setiap bagian dari pantai utara dalam waktu lima menit. Pusat gempa berada terletak sekitar 35 km barat laut Maumere, yang merupakan kota terbesar di pulau Flores. Patahan yang diakibatkan gempa terbentang antara pusat gempa di dekat Tanjung Batumanuk dan Tanjung Bunga, di ujung timur laut pulau. Panjang sesar adalah sekitar 110 km, dan lebar adalah sekitar 35 km. Lebih dari 1.000 gempa susulan yang direkam oleh tim survei lapangan dari Jepang selama periode panjang minggu dari 30 Desember-5 Januari. Pantai di sebelah barat Tanjung Batumanak itu terangkat, dengan pergeseran antara dari 5 -. 1.1m Subsidence terjadi di sisi timur, mencapai 1.6m di desa Kolisia (terletak 25 km barat laut Maumere) Secara total gampir 2.000 orang meninggal dan 18.000 rumah rusak akibat tsunami. Hal yang menarik dari kejadian di Pulau Babi ini adalah korban tewas berjenis kelamin perempuan hamper dua kali lipat dari yang berjenis kelamin laki-laki 6. Gunung Kelud (Kediri Jawa Timur), meletus 19 Mei 1919. Korban 5.115 orang.

Letusan tahun 1919 merupakan bencana terbesar yang dihasilkan oleh

aktivitas gunung Kelut pada abad ke 20, yang mengakibatkan sekitar 5160 orang meninggal. Letusan terjadi pada tengah malam antara tanggal 19 dan 20 Mei 1919 yang ditandai dengan suara dentuman amat keras bahkan terdengar sampai di Kalimantan. Hujan abu menyebar akibat tiupan angin terutama ke arah timur. Di Bali hujan abu terjadi pada tanggal 21 Mei 1919. Dari perhitungan endapan abu dapat ditaksir bahwa sekitar 284 juta m3 abu terlemparkan, jumlah ini setara dengan sekitar 100 juta m3 batuan andesit. Secara keseluruhan diperkirakan 190 juta m3material telah keluar dari perut gunung Kelud. 5. Gempa Bumi Sumatera Barat 2009

Gempa ini terjadi dengan kekuatan 7,6 SR di lepas pantai Sumatera Barat, pada pukul 17:16:10 WIB tanggal 30 September 2009. Gempa ini terjadi di lepas pantai Sumatera, sekitar 50 km barat laut Padang. Gempa menyebabkan kerusakan parah di beberapa wilayah di Sumatera Bara. Menurut data Satkorlak PB, banyaknya 6.234 orang tewas akibat gempa ini yang tersebar di 3 kota & 4 kabupaten diSumatera Barat, korban luka berat mencapai 1.214 orang, luka ringan 1.688 orang, korban hilang 1 orang. Sedangkan 135.448 rumah rusak berat, 65.380 rumah rusak sedang, & 78.604 rumah rusak ringan. 4. Gempa tektonik 6.2 SR di Yogyakarta, 27 Mei 2006. Korban 6.234 orang

Gempa mengguncang Yogyakarta pada 27 Mei 2006 kurang lebih pukul 05.55 WIB selama 57 detik. Gempa bumi tersebut berkekuatan 5,9 pada SR. Secara umum posisi gempa berada sekitar 25 km selatan-barat daya Yogyakarta.

Dalam hal korban jiwa, gempa pagi hari yang "membangunkan" warga Yogyakarta dan sekitarnya itu menewaskan lebih dari 5.700 orang, melukai puluhan ribu orang dan menghancurkan ratusan ribu rumah. Karena masih tergolong pagi hari, gempa ini membuat banyak orang terperangkap di dalam rumah khususnya anak-anak dan orang tua. Tak heran jika mayoritas korban merupakan orang yang berusia lanjut dan anak-anak yang kemungkinan tidak sempat menyelamatkan diri ketika gempa belangsung. Berdasarkan informasi data terbaru yang diterima dari Yogyakarta Media Center pada tanggal 7 Juni 2006, jumlah korban mencapai 5.716 orang tewas dan 37.927 orang luka-luka.

3. Tsunami Gunung Krakatau (letaknya di Selat Sunda antara pulau Jawa dan Sumatra) meletus, 26 Agustus 1883. Korban 36.417 orang

Bayangkan apa yang terjadi 129 tahun lalu, ketika Gunung Krakatau meletus tepatnya pada tanggal 26 Agustus 1883. Daya ledaknya saja diperkirakan 30.000 kali lipat bom atom Nagasaki dan Hiroshima di Jepang. Suara letusannya terdengar hingga Australia (Alice Spring) dan bahkan Afrika (Pulau Rogrigues) sejauh 4.653 km. Dan korban jiwa mencapai lebih dari 36.000 jiwa. Ledakan ini menimbulkan gelombang setinggi 40 meter, gempa bumi dan menimbulkan tsunami hingga mencapai Hawaii. Menghancurkan 195 desa-desa di sepanjang Merak hingga Karawang, Ujung Kulon hingga Sumatera bagian selatan. Atmosfer dipenuhi dengan debu vulkanik. Dunia sempat mengalami kegelapan selama dua hari. Matahari meredup selama setahun ke depan. Perubahan iklim global sedang terjadi. 2. Gunung Tambora (atau Tomboro) di Kabupaten Dompu Nusa Tenggara Barat (NTB) meletus, tahun 1815. Korban 92.000 orang

Pada tahun 1812, gunung Tambora menjadi lebih aktif, dengan puncak letusannya terjadi pada bulan April 1815. Besar letusan ini masuk ke dalam skala tujuh VEI (Indeks Letusan Gunung Internasional), dengan jumlah semburan tefrit sebesar 1.6 1011 meter kubik. Letusan ketiga ini mempengaruhi iklim global dalam waktu yang lama. Aktivitas Tambora setelah letusan tersebut baru berhenti pada tanggal 15 Juli 1815. Akibat letusan Tambora antara lain Tsunami besar menyerang pantai beberapa pulau di Indonesia pada tanggal 10 April 1815 dengan ketinggian diatas 4 m. Tinggi asap letusan mencapai ketinggian lebih dari 43 km. Karena daya tarik grafitasi yang ringan di angkasa, abu dan debu Tambora melayang dan menyebar mengelilingi dunia. Debu Tambora menetap di lapisan troposfer selama beberapa tahun dan turun melalui angin dan hujan kembali ke Bumi Letusan gunung Tambora berakibat luar biasa. Gagal panen di China, Eropa, dan Irlandia. Hujan tanpa henti selama delapan minggu memicu epidemi tifus yang menewaskan 65.000 orang di Inggris dan Eropa. Kelaparan melumpuhkan di Inggris.Kegelapan menyelimuti Bumi. Tambora juga jadi salah satu pemicu kerusuhan di Perancis yang warganya kekuarangan makanan. Juga mengubah sejarah saat Napoleon kalah akibat musim dingin berkepanjangan dan kelaparan pada 1815 di Waterloo.

1. Tsunami 26 Desember 2004 di Nanggroe Aceh Darussalam, Nias, Asia Selatan, Asia Tenggara dan Afrika. Korban lebih 200.000 orang (150.000 orang di Aceh dan Nias).

Ketinggian tsunami mencapai 35 meter karena gempa bumi tektonik berkekuatan 8,5 SR berpusat di Samudra India (2,9 LU dan 95,6 BT di kedalaman 20 km (di laut berjarak sekitar 149 km selatan kota Meulaboh, Nanggroe Aceh Darussalam). Gempa itu disertai gelombang pasang (Tsunami) yang menyapu beberapa wilayah lepas pantai di Indonesia (Aceh dan Sumatera Utara), Sri Langka, India, Bangladesh, Malaysia, Maladewa dan Thailand. Menurut Bantuan Darurat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) jumlah korban tewas akibat badai tsunami di 13 negara mencapai 127.672 orang. Namun jumlah korban tewas di Asia Tenggara, Asia Selatan, dan Afrika Timur yang sebenarnya tidak akan pernah bisa diketahui, diperkirakan sedikitnya 150.000 orang. PBB memperkirakan sebagian besar dari korban tewas tambahan berada di Indonesia. Sementara itu data jumlah korban tewas di propinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara menurut Kementerian Sosial RI (11/1/2005) adalah 105.262 orang. Sedangkan menurut kantor berita Reuters, jumlah korban Tsunami diperkirakan sebanyak 168.183 jiwa dengan korban paling banyak diderita Indonesia, 115.229 (per Minggu 16/1/2005). Sedangkan total luka-luka sebanyak 124.057 orang, diperkirakan 100.000 diantaranya dialami rakyat Aceh dan Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai