Anda di halaman 1dari 18

Bagong Suyanto, Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat Miskin, Masyarakat, Kebudayaan dan Politik , Tahun XIV, Nomor 4,

Oktober 2001, 25-42


25
KEMISKINAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN
Bagong Suyanto
Dosen SosIoIogI dan PeneIItI KemIskInan FISIP UnIversItas AIrIangga
IuIusan UnaIr (S1 dan S2)
Abstract
ThIs paper assumes that poverty Is not just Iack oI Income and productIve
assets. Poverty Is aIso a trap, a combInatIon oI poverty burden, IragIIIty,
Impowermence, physIcaI weakness, and aIIenatIon. To empower the poor
IamIIIes, capItaI aId package Is not suIIIcIent. ThIs paper suggests that the poor
IamIIIes shouId be empowered by a more bas Ic poIIcy, whIch Is a peopIe-
orIented antI-poverty poIIcy.
Kata-kata KuncI: dcruuton tru, oucrtg rucIcts, cnoucrncnt
TerhItung sejak buIan JuII tahun
199? IaIu, memburuknya sItuasI
perekonomIan nasIonaI dan musIm
kemarau yang berkepanjangan
dengan cepat muIaI menyentuh
IapIsan masyarakat paIIng bawah.
Kedua permasaIahan InI bukan saja
menyebabkan berbagaI kegIatan
ekonomI masyarakat mengaIamI
kemunduran -berupa terganggu-
nya kegIatan produksI, dIstrIbusI
dan konsumsI-, tetapI juga
meIahIrkan penurunan daya beII
masyarakat dan bahkan daya tahan
penduduk daIam memenuhI
kebutuhan hIdup yang makIn
meIambung.
Jan C. Breman -pakar
sosIoIogI darI BeIanda- darI hasII
pengamatannya Iangsung dI Iapang-
an menyatakan bahwa dI berbagaI
pedesaan saat InI terjadI proses
kemIskInan yang Iuar bIasa akIbat
sItuasI krIsIs ekonomI yang
berkepanjangan dan pemutusan
hubungan kerja (PHK) dI berbagaI
sektor IormaI dan konstruksI
(Kompas, 2? AprII 199S). DI wIIayah
pedesaan, daIam kondIsI normaI
saja aset dan sumber daya yang
bIsa dIdIstrIbusIkan sudah sangat
terbatas. BIsa dIbayangkan apa
yang bakaI terjadI jIka dItambahI
dengan adanya arus mudIk
pengangguran ke berbagaI desa.
KehadIran para pengangguran atau
pekerja korban PHK dI pedesaan tak
peIak akan makIn menambah beban
sosIaI ekonomI yang mestI
dItanggung oIeh desa. JIka
sebeIumnya banyak warga desa
yang menggantungkan hIdup darI
kIrIman uang sanak-keIuarga mere-
ka yang bekerja dI kota, kInI seteIah
terjadI geIombang PHK besar -
besaran, maka mau tIdak mau
mereka harus bIsa bertahan hIdup
dengan bekerja seadanya.
DI berbagaI wIIayah pedesaan,
sudah bukan rahasIa IagI bahwa
seIama InI orang dan keIuarga-
keIuarga mIskIn umumnya hanya
mampu bertahan hIdup secara pas -
pasan, bahkan serba kekurangan.
Bagong Suyanto, Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat Miskin, Masyarakat, Kebudayaan dan Politik , Tahun XIV, Nomor 4,
Oktober 2001, 25-42.
2
Mereka bIasanya memenuhI kebu-
tuhan hIdup seharI-harI dengan
cara mengutang ke warung-warung,
mengurangI konsumsI, makan
tanpa Iauk-pauk atau bahkan
terpaksa menjuaI sebagIan barang
yang mereka mIIIkI, sepertI sepeda,
mesIn jahIt, pakaIan atau perhIas -
an. JIka ada saIah seorang anggota
keIuarga yang sakIt -entah Itu
anak atau orang tua- nIscaya
keIuarga mIskIn Itu akan makIn
menderIta, dan bahkan tIdak
mustahII cous. DaIam sItuasI dan
kondIsI ekonomI yang stagnan -
bahkan surut Iangkah- sepertI
sekarang InI tIdak mustahII apabIIa
dI IndonesIa dan Jawa TImur pada
khususnya banyak muncuI atau
IahIr keIompok orang mIskIn baru,
yaknI keIompok masyarakat mIskIn
yang duIunya berasaI darI keIas
sosIaI-ekonomI yang sesungguhnya
sebeIumnya bukan tergoIong mIs -
kIn.
Pembangunan dI Pedesaan
DI IndonesIa, sebetuInya ada
banyak studI yang teIah dIIakukan
untuk mengkajI proses dan berbagaI
dampak sosIaI-budaya yang dItIm-
buIkan seIama berIangsungnya
kegIatan pembangunan dan mo-
dernIsasI dI pedesaan. SebagIan
besar ahII -khususnya penganut
strukturaIIs konIIIk- menyadarI
dan menemukan sejumIah buktI
bahwa kegIatan pembangunan dan
geIombang modernIsasI bukan
sekadar mendorong terjadInya
penIngkatan produk masyarakat
desa, tetapI juga mendorong
terjadInya perubahan sosIaI secara
dramatIs dan massII dI desa-desa.
HayamI dan KIkuchI (19S?)
mencatat, akIbat geIombang mo-
dernIsasI -sepertI komersIaIIsasI,
rasIonaIIsasI, tekanan penduduk
dan teknoIogI baru- daIam banyak
haI teIah menyebabkan terjadInya
sejumIah perubahan pentIng pada
masyarakat pedesaan. IsoIasI geo-
graIIs, ekonomI, poIItIk, sosIaI,
budaya dan psIkoIogIs secara pastI
muIaI tercabIk, dan dI ujungnya
komunItas desa yang semuIa
Iembut, personaI, harmonIs, koIektII
dan humanIstIk peIan-peIan ber-
ubah menjadI komunItas yang
IndIvIduaIIstIk, serba kontraktuaI,
terpoIarIsasI dan sekaIIgus makIn
krItIs.
KomunItas pedesaan dI Indo-
nesIa yang semuIa bercIrI rurusnc
dan urusnc, peIan namun pastI
makIn bergeser dan bahkan beru-
bah ke arah urIunsnc dan
untursnc (Soemardjan, daIam:
Masyarakat, JurnaI SosIoIogI, VoIu-
me 2J1990: 11). Desa yang semuIa
sebagIan besar masyarakatnya
hIdup dI sektor pertanIan dan
berpegang kuat pada adat yang
dIwarIskan darI generasI ke generasI
tanpa banyak perubahan ( rurus-
nc), kInI cenderung makIn
IndIvIduaIIstIk dI daIam aneka-
ragam proIesI non-agrarIs, dan
peran adat pun bIasanya hanya
menonjoI pada kegIatan seremonIaI
atau upacara yang tak memIIIkI
kekuatan untuk mengontroI perIIa-
ku warga (urIunsnc).
IdentItas dan kekhasan ma-
sIng-masIng desa makIn Iama juga
makIn pudar. Desa yang semuIa
Bagong Suyanto, Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat Miskin, Masyarakat, Kebudayaan dan Politik , Tahun XIV, Nomor 4,
Oktober 2001, 25-42
27
hIdup dengan segaIa perbedaaan
atau kebhInekaannya (urusnc),
kInI secara admInIstratII dan
bIrokratIs cenderung makIn sera-
gam karena campur tangan negara
(untursnc). KehadIran Undang-
Undang Nomor SJ19?9 mengenaI
PemerIntah Desa yang menghendakI
kesamaan daIam bentuk dan
susunan pemerIntahan desa dI
seIuruh IndonesIa adaIah pemIcu
pertamakaII dImuIaInya penyera-
gaman kegIatan pembangunan dI
pedesaan secara nasIonaI.
DemI eIIsIensI, stabIIItas, dan
ketertIban admInIstratII, kegIatan
pembangunan yang serbasama dan
tersentraIIstIk mungkIn benar
dIperIukan untuk mendukung
keIancaran tugas bIrokasI. MeIaIuI
campur tangan yang IntensII darI
negara, benar puIa bahwa proses
pembangunan akan berjaIan IebIh
massaI dan cepat. Namun, campur
tangan negara yang cenderung
otorIter dan bersIIat sangat
sentraIIstIs daIam peIaksanaan
kebIjaksanaan dIkhawatIrkan dI
saat yang bersamaan juga akan
meIahIrkan berbagaI masaIah.
Loekman SoetrIsno (19S4),
menyatakan peran negara yang
terIampau besar dan Iuas
dIkhawatIrkan akan menyebabkan
negara menjadI kurang peka dan
merasa bahwa sudah menjadI hak
darI aparat negara untuk
membatasI warga masyarakat me-
mIIIh aIternatII daIam pembangun-
an. BagaImana pun, kIta tIdak bIsa
menutup mata bahwa upaya
penyeragaman kegIatan pemba-
ngunan nasIonaI yang meIaIaIkan
eksIstensI adat-IstIadat, kepercaya-
an, dan budaya IokaI cenderung
akan menImbuIkan ketegangan
darIpada keIancaran peIaksanan-
nya.
Banyak buktI menunjukkan,
proses pembakuan IntegrasI nas I-
onaI yang dIIakukan semata darI
"pusat" acap justru meIahIrkan
kerIcuhan dI tIngkat IokaI. SepertI
dIkatakan Soetandyo WIgnjosoebro-
to (tanpa tahun), manakaIa penata-
an perundang-undangan nasIonaI,
mIsaInya cuma bIsa bagus dI atas
kertas, sedangkan daIam pengaIam-
an seharI-harI nyatanya justru
maIah merampasI hak-hak adat
masyarakat IokaI, maka terjadInya
cuturu countcr noucncnt ke arah
reIatIvIsme budaya IokaI bukanIah
merupakan haI yang mustahII. DI
mata Soetandyo, kegIatan pemba-
ngunan nasIonaI yang cenderung
IebIh banyak terekspresI sebagaI
proses transpIantasI darIpada
sebagaI proses transIomasI hanya
akan meIahIrkan ketegangan sosIaI,
bersIIat a-hIstorIs dan merugIkan
warga masyarakat IokaI.
KebIjaksanaan pembangunan
yang IahIr dan serba dIkendaIIkan
oIeh negara -atau yang dIsebut
Dawam Rahardjo (19S4) sebagaI
kebIjaksanaan "nasI bungkus"-
bukan cuma meneIIkung pranata-
pranata komunItas desa yang
tradIsIonaI, tetapI daIam banyak
kasus juga makIn menambah beban
kemeIaratan goIongan mIskIn desa
dan mengakIbatkan merebaknya
poIarIsasI sosIaI dI kaIangan
masyarakat desa. MannIng (19S6),
mIsaInya, mencatat sejak tahun
enampuIuhan -bersamaan dengan
muIaI merebaknya proses modern-
Bagong Suyanto, Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat Miskin, Masyarakat, Kebudayaan dan Politik , Tahun XIV, Nomor 4,
Oktober 2001, 25-42.
28
IsasI dan pembangunan nasIonaI -,
ternyata dI IndonesIa justru muncuI
berbagaI kontradIksI. Penganggur-
an, setengah pengangguran, dan
kemIskInan baIk dI kota maupun dI
desa tIdak berkurang secara berartI,
sekaII pun teIah tercapaI pertum-
buhan ekonomI yang pesat.
Ada kesan kuat bahwa hasII-
hasII pembangunan seIama InI IebIh
banyak dInIkmatI oIeh IapIsan
tertentu saja, sehIngga menImbuI -
kan kesenjangan. Bahkan,
kesenjangan yang terjadI bukan
hanya antara kaya dan mIskIn
daIam masyarakat, namun juga
antara daerah perkotaan dan
pedesaan. SepertI sudah dIkajI oIeh
RachbInI dkk. (1994), kesenjangan
antar keIompok pendapatan antara
daerah perkotaan dan pedesaan
teIah memburuk sejak dIbukanya
perekonomIan pedesaan ke arah
ekonomI pasar. Hanya mereka yang
memIIIkI akses terhadap modaI,
kredIt, InIormasI, dan kekuasaan
yang dapat mengambII manIaat darI
program-program pembangunan.
Tekanan atas keIompok
masyarakat desa yang mIskIn
semakIn terasa dampaknya ketIka
pemIIIkan tanah bersama dIgantI
oIeh pemIIIkan tanah perorangan.
JumIah petanI yang tIdak memIIIkI
tanah, tumbuh secara semakIn
meyakInkan, dI mana kesempatan
baru untuk goIongan InI dItentukan
oIeh tuan tanah. DI sIsI IaIn
pemImpIn-pemImpIn komunaI desa
yang sebeIumnya menjadI pengam-
bII keputusan desa, sekarang
cenderung dIgantI oIeh tuan tanah.
Menurut Scott (19?2), dI
daerah-daerah koIonIaI dI AsIa
Tenggara, saIah satu perubahan
yang terIIhat menyoIok adaIah
hubungan tuan tanah dan peng-
garap cenderung semakIn besar
tIngkat hIsapannya, baIk tentang
pembagIan hasIInya (Iuuncc o[
cxcIungc) maupun tentang hak
untuk meIangsungkan hIdup. DI
berbagaI wIIayah pedesaan, Scott
mencatat bahwa perubahan besar
daIam kehIdupan agrarIa mengha-
sIIkan suatu keIas penggarap yang
semakIn besar, yang keIangsungan
hIdup dan ketentramannya semakIn
tergantung pada beIas kasIhan
pemIIIk tanah. DI sIsI IaIn,
muncuInya pasar serta sIstem pem-
bayaran kontan menImbuIkan
kegoncangan baru karena adanya
IIuktuasI harga. Pada saat yang
sama desakan untuk membagI
kembaII IIngkungan desa menjadI
bentuk keIangsungan hIdup yang
IebIh baIk semakIn tIdak bIsa
dIpercaya, karena makIn banyak
tanah yang dImIIIkI oIeh tuan-tuan
tanah yang tIdak tInggaI dI desa.
SeIrIng dengan makIn
maraknya modernIsasI dI desa-desa
-Ianjut Scott- kewajIban sosIaI
untuk membagI-bagIkan surpIus
yang dIperoIeh teIah semakIn
memudar, sementara dI daIam
struktur sosIaI Itu sendIrI
kesempatan yang masIh mungkIn
dIperoIeh IaIah kedekatan seseorang
terhadap eIIte desa. SemakIn jauh
kedudukan seseorang darI Ikatan
utron, semakIn kecII kesempatan-
nya untuk memperoIeh bagIan darI
surpIus yang mungkIn untuk
dIbagI-bagIkan. Bahkan pergeseran
darI perIkatan utron-ccnt daIam
poIa hubungan tanah pun tampak
Bagong Suyanto, Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat Miskin, Masyarakat, Kebudayaan dan Politik , Tahun XIV, Nomor 4,
Oktober 2001, 25-42
2
semakIn nyata, terutama karena
komersIaIIsasI yang semakIn ber -
tumbuh dan pemusatan penguasa-
an tanah oIeh para tuan-tuan
tanah.
Apa yang dIuraIkan memperII-
hatkan bahwa dI IndonesIa kegIatan
pembangunan dan proses modernI-
sasI yang semuIa dIrancang untuk
mengentas masyarakat mIskIn,
ternyata daIam praktek tIdakIah
semuIus apa yang dIrencanakan.
Bahkan, ada kesan kuat, kegIatan
pembangunan dan berbagaI pro-
gram yang dIkucurkan ke masya-
rakat, ternyata maIah meIahIrkan
kontradIksI dan proses margInaIIsa-
sI. SaIah satu Iaktor utama penye-
bab kegagaIan berbagaI program
yang dIrancang pemerIntah, tak
peIak adaIah pada kekeIIruan dan
kesaIahpahaman para perencana
pembangunan tentang kemIskInan.
LebIh darI sekadar persoaIan
ekonomI -atau kurangnya penda-
patan keIuarga- kemIskInan
sesungguhnya memIIIkI taII-temaII
dengan banyak Iaktor yang secara
keseIuruhan menyebabkan upaya
untuk mengentas masyarakat mIs -
kIn menjadI tIdak semudah yang
dIskenarIokan.
PengertIan KemIskInan
SeIama InI sebenarnya sudah
banyak dIIakukan studI tentang
kemIskInan, tetapI jawaban atas
pertanyaan apa Itu kemIskInan dan
apa puIa Iaktor penyebab
kemIskInan suIIt dIberantas umum-
nya masIh sImpang-sIur. Antara
ahII yang satu dengan ahII yang IaIn
teIah meIukIskan masaIah InI
secara berbeda-beda. LevItan (19S0)
mIsaInya mendeIInIsIkan kemIskIn-
an sebagaI kekurangan barang-
barang dan peIayanan-peIayanan
yang dIbutuhkan untuk mencapaI
suatu standar hIdup yang Iayak.
Sedangkan menurut SchIIIer (19?9),
kemIskInan adaIah ketIdaksanggup-
an untuk mendapatkan barang-
barang dan peIayanan-peIayanan
yang memadaI untuk memenuhI
kebutuhan sosIaI yang terbatas.
Dan, dengan nada yang sama EmII
SaIIm mendeIInIsIkan kemIskInan
sebagaI kurangnya pendapatan
untuk memenuhI kebutuhan hIdup
yang pokok (AIa, 19S1: 1-3).
DI mata sebagIan ahII,
kemIskInan acapkaII dIdeIInIsIkan
semata hanya sebagaI Ienomena
ekonomI, daIam artI rendahnya
penghasIIan atau tIdak dImIIIkInya
mata pencaharIan yang cukup
mapan untuk tempat bergantung
hIdup. Pendapat sepertI InI, untuk
sebagIan mungkIn benar, tetapI
dIakuI atau tIdak kurang
mencermInkan kondIsI rIII yang
sebenarnya dIhadapI keIuarga
mIskIn. KemIskInan sesungguhnya
bukan semata-mata kurangnya
pendapatan untuk memenuhI
kebutuhan hIdup pokok atau
standar hIdup Iayak, namun IebIh
darI Itu esensI kemIskInan adaIah
menyangkut kemungkInan atau
probabIIItas orang atau keIuarga
mIskIn Itu untuk meIangsungkan
dan mengembangkan usaha serta
taraI kehIdupannya.
Banyak buktI menunjukkan
bahwa yang dIsebut orang atau
keIuarga mIskIn pada umumnya
seIaIu Iemah daIam kemampuan
Bagong Suyanto, Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat Miskin, Masyarakat, Kebudayaan dan Politik , Tahun XIV, Nomor 4,
Oktober 2001, 25-42.
30
berusaha dan terbatas aksesnya
kepada kegIatan ekonomI sehIngga
serIngkaII makIn tertInggaI jauh darI
masyarakat IaIn yang memIIIkI
potensI IebIh tInggI. StudI yang
dIIakukan WIgnjosoebroto dkk.,
(1992) tentang kehIdupan masyara-
kat rentan dI Kotamadya Surabaya
menemukan bahwa seseorang atau
sebuah keIuarga yang dIjejas
kemIskInan, mereka umumnya
tIdakIah banyak berdaya, ruang
geraknya serba terbatas, dan
cenderung kesuIItan untuk terserap
daIam sektor-sektor yang memung-
kInkan mereka dapat mengembang-
kan usahanya. Jangankan untuk
mengembangkan dIrI menuju ke
taraI sejahtera, sedangkan untuk
bertahan menegakkan hIdup
IIsIknya pada taraI yang subsIsten
saja bagI keIuarga mIskIn hampIr -
hampIr merupakan haI yang
mustahII bIIa tIdak dItopang oIeh
jarIngan dan pranata sosIaI dI
IIngkungan sekItarnya.
DeIInIsI yang IebIh Iengkap
tentang kemIskInan dIkemukakan
oIeh John FrIedman. Menurut
FrIedman (19?9), kemIskInan ada-
Iah ketIdaksamaan untuk mengaku-
muIasI basIs kekuasaan sosIaI.
Sementara yang dImaksud basIs
kekuasaan sosIaI Itu menurut
FrIedman meIIputI. Pertama, modaI
produktII atas asset, mIsaInya
tanah perumahan, peraIatan, dan
kesehatan. Kedua, sumber keuang-
an, sepertI nconc dan kredIt yang
memadaI. KetIga, organIsasI sosIaI
dan poIItIk yang dapat dIgunakan
untuk mencapaI kepentIngan bersa-
ma, sepertI koperasI. Keempat,
nctuorI atau jarIngan sosIaI untuk
memperoIeh pekerjaan, barang-
barang, pengetahuan dan ketram-
pIIan yang memadaI. KeIIma,
InIormasI-InIormasI yang berguna
untuk kehIdupan.
Menurut akar penyebab yang
meIatarbeIakangInya, secara teorItIs
kemIskInan dIbedakan menjadI dua
kategorI. Pertama, kemIskInan
aIamIah, yaknI kemIskInan yang
tImbuI sebagaI akIbat sumber -
sumber daya yang Iangka jumIah-
nya danJatau karena tIngkat
perkembangan teknoIogI yang
sangat rendah. ArtInya Iaktor-Iaktor
yang menyebabkan suatu masyara-
kat menjadI mIskIn adaIah secara
aIamI memang ada, dan bukan
bahwa akan ada keIompok atau
IndIvIdu dI daIam masyarakat
tersebut yang IebIh mIskIn darI yang
IaIn. MungkIn saja daIam keadaan
kemIskInan aIamIah tersebut akan
terdapat perbedaan-perbedaan ke-
kayaan, tetapI dampak perbedaan
tersebut akan dIperIunak atau
dIeIImInasI oIeh adanya pranata-
pranata tradIsIonaI, sepertI poIa
hubungan utron-ccnt, jIwa gotong-
royong, dan sejenIsnya yang
IungsIonaI untuk meredam ke-
mungkInan tImbuInya kecemburu-
an sosIaI.
Kedua, kemIskInan buatan,
yaknI kemIskInan yang terjadI
karena struktur sosIaI yang ada
membuat anggota atau keIompok
masyarakat tIdak menguasaI sarana
ekonomI dan IasIIItas-IasIIItas
secara merata. dengan demIkIan
sebagIan anggota masyarakat tetap
mIskIn waIaupun sebenarnya
jumIah totaI produksI yang
dIhasIIkan oIeh masyarakat tersebut
Bagong Suyanto, Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat Miskin, Masyarakat, Kebudayaan dan Politik , Tahun XIV, Nomor 4,
Oktober 2001, 25-42
31
bIIa dIbagI rata dapat membebaskan
semua anggota masyarakat darI
kemIskInan.
KemIskInan buatan -daIam
banyak haI- terjadI bukan karena
seorang IndIvIdu atau anggota
keIuarga maIas bekerja atau karena
mereka terus-menerus sakIt. Berbe-
da dengan perspektII modernIsasI
yang cenderung memvonIs kemIs-
kInan bersumber darI Iemahnya
etos kerja, tIdak dImIIIkInya etIka
wIrausaha atau karena budaya yang
tIdak terbIasa dengan kerja keras,
kemIskInan buatan daIam perbIn-
cangan dI kaIangan IImuwan sosIaI
acapkaII dIIdentIkkan dengan pe-
ngertIan kemIskInan strukturaI.
Menurut SeIo Soemardjan (19S0),
yang dImaksud dengan kemIskInan
strukturaI adaIah kemIskInan yang
dIderIta oIeh suatu goIongan
masyarakat, karena struktur sosIaI
masyarakat Itu tIdak dapat Ikut
menggunakan sumber-sumber pen-
dapatan yang sebenarnya tersedIa
bagI mereka.
Secara teorItIs, kemIskInan
buatan atau kemIskInan strukturaI
dapat dIartIkan sebagaI suasana
kemIskInan yang dIaIamI oIeh suatu
masyarakat yang penyebab utama-
nya bersumber, dan oIeh karena Itu
dapat dIcarI pada struktur sosIaI
yang berIaku adaIah sedemIkIan
rupa keadaannya sehIngga mereka
yang termasuk ke daIam goIongan
mIskIn tampak tIdak berdaya untuk
mengubah nasIbnya dan tIdak
mampu memperbaIkI hIdupnya.
Struktur sosIaI yang berIaku teIah
mengurung mereka ke daIam
suasana kemIskInan secara turun-
temurun seIama bertahun-tahun.
SejaIan dengan Itu, mereka hanya
mungkIn keIuar darI penjara
kemeIaratan meIaIuI suatu proses
perubahan struktur yang mendasar.
KemIskInan strukturaI, bIasa-
nya terjadI dI daIam suatu
masyarakat dI mana terdapat perbe-
daan yang tajam antara mereka
yang hIdup meIarat dengan mereka
yang hIdup daIam kemewahan dan
kaya raya. Mereka Itu, waIaupun
merupakan mayorItas terbesar darI
masyarakat, daIam reaIIta tIdak
mempunyaI kekuatan apa-apa
untuk mampu memperbaIkI nasIb
hIdupnya. Sedangkan mInorItas
kecII masyarakat yang kaya raya
bIasanya berhasII memonopoII dan
mengontroI berbagaI kehIdupan,
terutama segI ekonomI dan poIItIk.
SeIama goIongan kecII yang kaya
raya Itu masIh menguasaI berbagaI
kehIdupan masyarakat, seIama Itu
puIa dIperkIrakan struktur sosIaI
yang berIaku akan bertahan.
AkIbatnya terjadIIah apa yang
dIsebut dengan kemIskInan struk-
turaI.
GoIongan yang menderIta
kemIskInan strukturaI Itu, mIsaI -
nya terdIrI darI para petanI yang
tIdak memIIIkI tanah sendIrI, atau
para petanI yang tanah mIIIknya
kecII sehIngga hasIInya tIdak
mencukupI untuk memberI makan
kepada dIrInya sendIrI dan
keIuarganya. Termasuk goIongan
mIskIn IaIn adaIah kaum buruh
yang tIdak terpeIajar dan tIdak
terIatIh, atau apa yang dengan kata
asIng dIsebut unsIcd uIour.
GoIongan mIskIn InI meIIputI juga
para pengusaha tanpa modaI dan
tanpa IasIIItas darI pemerIntah -
Bagong Suyanto, Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat Miskin, Masyarakat, Kebudayaan dan Politik , Tahun XIV, Nomor 4,
Oktober 2001, 25-42.
32
yang sekarang dapat dInamakan
goIongan ekonomI sangat Iemah
(Soedjatmoko, 19S1: 46-61).
CIrI utama darI kemIskInan
strukturaI IaIah tIdak terjadInya -
kaIaupun terjadI sIIatnya Iamban
sekaII- apa yang dIsebut sebagaI
mobIIItas sosIaI vertIkaI. Mereka
yang mIskIn akan tetap hIdup
dengan kemIskInannya, sedangkan
yang kaya akan tetap menIkmatI
kekayaannya. Mengapa bIsa sampaI
begItu? Menurut pendekatan
strukturaI, adaIah terIetak pada
kungkungan struktur sosIaI yang
menyebabkan mereka kekurangan
hasrat untuk menIngkatkan taraI
hIdup mereka. Struktur sosIaI yang
berIaku teIah meIahIrkan berbagaI
corak rIntangan yang menghaIangI
mereka untuk maju. Umpamanya
keIemahan ekonomI tIdak memung-
kInkan mereka untuk memperoIeh
pendIdIkan yang berartI agar bIsa
meIepaskan dIrI darI kemeIaratan.
CIrI IaIn darI kemIskInan
strukturaI adaIah tImbuInya keter -
gantungan yang kuat pIhak sI
mIskIn terhadap keIas sosIaI -
ekonomI dI atasnya. Menurut
Mohtar Mas'oed (1994: 143), adanya
ketergantungan InIIah yang seIama
InI berperan besar daIam
memerosotkan kemampuan sI
mIskIn untuk Iurgunng daIam
dunIa hubungan sosIaI yang sudah
tImpang antara pemIIIk tanah dan
penggarap, antara majIkan dan
buruh. Buruh tIdak punya kemam-
puan untuk menetapkan upah,
petanI tIdak bIsa mendapatkan
harga hasII tanInya -pendek kata
pIhak yang mIskIn reIatII tIdak
dapat berbuat banyak atas
ekspIoItasI dan proses margInaIIsasI
yang dIaIamInya karena mereka
tIdak memIIIkI aIternatII pIIIhan
untuk menentukan nasIb ke arah
yang IebIh baIk.
PengertIan dan deIInIsI
kemIskInan strukturaI, kendatI
menjadI aIternatII konsep yang IebIh
dIsukaI IImuwan sosIaI. tetapI,
keIebIhan deIInIsI sepertI yang
dIkemukakan SeIo Soemardjan dI
atas dIakuI atau tIdak sesungguh-
nya cenderung bersIIat IdeoIogIs -
daIam artI deIInIsI dI atas popuIer
karena dI sana ada semangat dan
nIIaI-nIIaI yang menggugat kema-
panan dan status quo. Secara
konseptuaI, deIInIsI kemIskInan
yang dIkemukakan SeIo Soemardjan
sedIkIt-banyak bersIIat normatII.
ParsudI SuparIan, mIsaInya,
seorang antropoIog yang menyun-
tIng kumpuIan tuIIsan tentang
kemIskInan dI perkotaan, dengan
Iugas menyatakan bahwa deIInIsI
yang dIkemukakan SeIo Soemardjan
kurang tajam dan tIdak masuk akaI
(SuparIan, 19S4: 14-1S).
DeIInIsI dan pengertIan
kemIskInan yang IebIh Iengkap -
daIam artI sesuaI dengan kenyataan
dan secara konseptuaI jeIas-
dIkemukakan oIeh Robert Chambers
(19S?). Menurut Robert Chambers,
IntI darI masaIah kemIskInan
sebenarnya terIetak pada apa yang
dIsebut dcruuton tru atau
perangkap kemIskInan. Secara
rIncI, dcruuton tru terdIrI darI
IIma unsur, yaItu: (1) kemIskInan
Itu sendIrI, (2) keIemahan IIsIk, (3)
keterasIngan atau kadar IsoIasI, (4)
kerentanan, dan (S) ketIdakberdaya-
an. KeIIma unsur InI serIngkaII
Bagong Suyanto, Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat Miskin, Masyarakat, Kebudayaan dan Politik , Tahun XIV, Nomor 4,
Oktober 2001, 25-42
33
saIIng berkaIt satu dengan yang IaIn
sehIngga merupakan perangkap
kemIskInan yang benar-benar
berbahaya dan mematIkan peIuang
hIdup orang atau keIuarga mIskIn.
DarI keIIma dImensI dI atas,
kerentanan dan ketIdakberdayaan
perIu mendapat perhatIan yang
utama. Kerentanan, menurut
Chambers dapat dIIIhat darI
ketIdakmampuan keIuarga mIskIn
untuk menyedIakan sesuatu guna
menghadapI sItuasI darurat sepertI
datangnya bencana aIam, kegagaIan
panen, atau penyakIt yang tIba-tIba
menImpa keIuarga mIskIn Itu.
Kerentanan InI serIng menImbuIkan
oucrtg rucIcts atau "roda
penggerak kemIskInan" yang menye-
babkan keIuarga mIskIn harus
menjuaI harta benda dan asset
produksInya sehIngga mereka
menjadI makIn rentan dan tIdak
berdaya.
KetIdakberdayaan keIuarga
mIskIn saIah satunya tercermIn
daIam kasus dI mana eIIt desa
dengan seenaknya memIungsIkan
dIrI sebagaI oknum yang menjarIng
bantuan yang sebenarnya
dIperuntukkan bagI orang mIskIn.
KetIdakberdayaan keIuarga mIskIn
dI kesempatan yang IaIn mungkIn
dImanIIestasIkan daIam haI
serIngnya keIuarga mIskIn dItIpu
dan dItekan oIeh orang yang
memIIIkI kekuasaan. KetIdakberda-
yaan serIng puIa mengakIbatkan
terjadInya bIas bantuan terhadap sI
mIskIn kepada keIas dI atasnya
yang seharusnya tIdak berhak
memperoIeh subsIdI (Loekman
SoetrIsno, daIam: Dewanta dkk.,
199S: 19-20).
Seseorang atau sebuah
keIuarga yang mIskIn acapkaII
mampu tetap suruuc dan bahkan
bangkIt kembaII terutama bIIa
mereka memIIIkI jarIngan atau
pranata sosIaI yang meIIndungI dan
menyeIamatkan. TetapI, seseorang
atau keIuarga yang jatuh pada
IIngkaran setan atau perangkap
kemIskInan, mereka umumnya suIIt
untuk bangkIt kembaII. Seseorang
yang dIbeIIt perangkap kemIskInan
acapkaII tIdak bIsa Ikut menIkmatI
hasII pembangunan dan justru
menjadI korban pembangunan,
rapuh, tIdak atau suIIt mengaIamI
penIngkatan kuaIItas kehIdupan,
dan bahkan acapkaII justru
mengaIamI penurunan kuaIItas
kehIdupan (Suyanto, 1996).
Secara empIrIk, banyak buktI
memperIIhatkan bahwa naIknya
penduduk dI atas garIs kemIskInan
tIdak otomatIs berartI penduduk
tersebut hIdupnya benar-benar
bebas darI ancaman dan perangkap
kemIskInan, meIaInkan penduduk
tersebut sebenarnya hanya berpIn-
dah darI satu tahap kemIskInan
yang terendah -yaItu tahap
dcsttutc- ke tahap apa yang
dIsebut sebagaI ncur oor.
DIbandIngkan dengan keIompok
kemIskInan dcsttuc, keIompok ncur
oor hIdupnya memang reIatII IebIh
baIk, namun beIum benar-benar
stabII. DaIam artI bIIa sewaktu-
waktu keIompok ncur oor InI
menghadapI suatu krIsIs, maka
dengan cepat keIompok ncur oor
InI akan meIorot IagI ke status
dcsttuc. Sebuah keIuarga petanI
yang termasuk keIompok ncur oor
tIdak mustahII terpaksa turun keIas
Bagong Suyanto, Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat Miskin, Masyarakat, Kebudayaan dan Politik , Tahun XIV, Nomor 4,
Oktober 2001, 25-42.
34
menjadI keIompok dcsttuc bIIa
tanpa dIduga panen mereka tIba-
tIba gagaI karena serangan hama,
karena serangan banjIr, atau
karena anjIoknya harga juaI dI
pasaran akIbat uIah spekuIan
gabah.
DaIam kenyataan bahkan
acap terjadI, keIompok masyarakat
yang termasuk cukupan atau kaya
-bukan keIompok ncur oor- tIba-
tIba harus mengaIamI penurunan
status yang drastIs, yaknI masuk ke
daIam keIompok "keIuarga mIskIn
baru". JadI, berbeda dengan kesan
dan pengumuman yang dIkeIuarkan
pemerIntah beIakangan InI yang
menyebutkan jumIah orang mIskIn
dI IndonesIa senantIasa turun darI
waktu ke waktu, daIam kenyataan
justru tIdak jarang terjadI
penambahan jumIah orang mIskIn.
StudI yang dIIakukan Bagong
Suyanto dI sejumIah daerah dI Jawa
TImur menemukan bahwa
keIompok masyarakat yang seIama
dua-tIga tahun terakhIr terpaksa
turun statusnya darI keIompok
cukupan menjadI "keIuarga mIskIn
baru" adaIah keIompok petanI
cengkeh dan petanI garam (Suyanto,
1996). StudI yang dIIakukan Bagong
Suyanto tersebut, waIau dengan
jumIah sampeI yang terbatas,
namun membuktIkan bahwa usaha
untuk memberantas kemIskInan
memang bukan haI yang mudah,
sebab apa yang dIaIamI keIuarga
dan masyarakat mIskIn bukan
sekedar kekurangan pendapatan
atau tIdak dImIIIkInya modaI usaha
saja, tetapI IebIh darI Itu yang
sesungguhnya membeIenggu keIu-
arga dan masyarakat mIskIn adaIah
apa yang dIsebut Robert Chambers
dengan IstIIah perangkap kemIskIn-
an atau IIngkaran setan kemIskIn-
an.
Upaya Pengentasan
SeIama InI, berbagaI upaya teIah
dIIakukan pemerIntah untuk
menangguIangI dan menghapus
kemIskInan, antara IaIn merumus -
kan standar garIs kemIskInan dan
menyusun peta kantong-kantong
kemIskInan. DI Iuar Itu, tak sedIkIt
program teIah dIsusun dan
dIIaksanakan dI Iapangan, sepertI
terus memacu pertumbuhan ekono-
mI nasIonaI, menyedIakan IasIIItas
kredIt bagI masyarakat mIskIn -
antara IaIn meIaIuI pemberIan
bantuan dana IDT, program
Takesra-Kukesra, PDM-DKE, PPK,
KURK, KUT, dan IaIn-IaIn-
membangun InIrastruktur dI pede-
saan, pengembangan modeI pemba-
ngunan kawasan terpadu, termasuk
meIaksanakan dan menIngkatkan
kuaIItas program pembangunan,
dan IaIn-IaIn.
Untuk sebagIan, berbagaI
bantuan dan program yang teIah
dIupayakan pemerIntah memang
cukup bermanIaat. Namun, harus
dIakuI bahwa upaya penangguIang-
an kemIskInan yang dIIakukan
hIngga kInI masIh beIum membuah-
kan hasII yang memuaskan. MasIh
banyak penduduk IndonesIa baIk dI
desa maupun dI kota yang hIdup
dIbeIIt kemIskInan. DI sIsI IaIn, tak
bIsa dIIngkarI Iakta, bahwa kendatI
jumIah orang mIskIn menurun,
namun kesenjangan daIam banyak
haI justru semakIn Iebar.
Bagong Suyanto, Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat Miskin, Masyarakat, Kebudayaan dan Politik , Tahun XIV, Nomor 4,
Oktober 2001, 25-42
35
Menurut GInandjar Kartasas-
mIta (199S), pada dasarnya
Iambatnya perkembangan ekonomI
rakyat dIsebabkan sempItnya
peIuang untuk berpartIsIpasI daIam
pembangunan yang mana haI Itu
merupakan konsekuensI darI ku-
rangnya penguasaan dan pemIIIkan
asset produksI terutama tanah dan
modaI. Pada umumnya masyarakat
mIskIn tIdak memIIIkI surpIus
pendapatan untuk bIsa dItabung
bagI pembentukan modaI. Penda-
patan yang dIperoIeh hanya cukup
untuk memenuhI kebutuhan
konsumsI pokok.
DI sampIng Itu, Iaktor IaIn
yang menyebabkan berbagaI
program pengentasan kemIskInan
menjadI kurang eIektII tampaknya
adaIah berkaItan dengan kurangnya
dIbangun ruang gerak yang
memadaI bagI masyarakat mIskIn
Itu sendIrI untuk memberdayakan
dIrInya. Acap terjadI, kegIatan
pembangunan yang bertujuan
untuk mensejahterakan penduduk
mIskIn justru terjebak menjadI
program yang meIahIrkan ketergan-
tungan baru, dan bahkan mematI-
kan potensI swakarsa IokaI.
DIakuI atau tIdak seIama InI
pendekatan pemerIntah daIam
mengatasI kemIskInan -baIk dI
tIngkat nasIonaI, regIonaI maupun
IokaI- umumnya adaIah dengan
pendekatan ekonomI semata. Ada
kesan kuat bahwa dI mata
pemerIntah masaIah kemIskInan
sepertInya hanya dIpahamI sebagaI
sebuah persoaIan kekurangan
pendapatan. Sangat keIIhatan puIa
dI berbagaI program yang dIIaksana-
kan pemerIntah umumnya hanya
berusaha memberIkan bantuan dI
bIdang permodaIan, memberIkan
subsIdI, dan semacamnya (Suyanto,
199S: 20?-214).
Memang, untuk jangka
pendek pemberIan bantuan ekono-
mI Itu bIsa bermanIaat. TetapI,
untuk jangka panjang sesungguh-
nya pemberIan bantuan ekonomI Itu
tIdak akan bIsa menyeIesaIkan
masaIah kemIskInan secara tuntas.
Banyak buktI memperIIhatkan
bahwa pemberIan bantuan ekono-
mI saja ternyata justru meIahIrkan
probIem-probIem baru yang tIdak
kaIah ruwetnya. Bahkan, tIdak
mustahII terjadI dIperoIehnya
bantuan modaI pInjaman kredIt
justru akan merupakan tItIk awaI
darI macam-macam masaIah IaIn
dan kehancuran usaha masyarakat
mIskIn (Mubyarto, 19SS: 429).
Sebabnya saIah satunya adaIah
berpangkaI darI kesaIahan orang
mIskIn Itu sendIrI yang kadang
hIdup boros. TetapI, dIsIsI IaIn,
kesaIahan juga bIsa bersumber darI
tekanan-tekanan kebutuhan ekono-
mI yang memang tIdak bIsa
dIeIakkan masyarakat mIskIn,
serIng menyebabkan mereka
terpaksa harus mengaIIhkan dan
memanIaatkan kredIt yang dIper-
oIeh bukan untuk kegIatan
produktII, tetapI untuk kegIatan
yang sIIatnya konsumtII (Chambers,
19S?).
PeneIItIan yang dIIakukan
Bagong Suyanto (1991-2001) ten-
tang peran berbagaI Iembaga kredIt
pedesaan -sepertI Perum PegadaI-
an, BPR, Iembaga KURK, KredIt
Usaha TanI, dan sebagaI-nya- yang
sebenarnya dImaksudkan untuk
Bagong Suyanto, Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat Miskin, Masyarakat, Kebudayaan dan Politik , Tahun XIV, Nomor 4,
Oktober 2001, 25-42.
3
membantu kegIatan produktII
masyarakat, menemukan ternyata
banyak nasabah yang memanIaat-
kan kredIt yang dIperoIehnya Itu
bukan untuk kegIatan produktII,
meIaInkan untuk kegIatan yang
sIIatnya konsumtII, terutama untuk
makan seharI-harI. Tekanan kebu-
tuhan seharI-harI yang senantIasa
mengancam dan kewajIban untuk
menghIdupI anak dan semacamnya
teIah membuat banyak keIuarga
atau goIongan masyarakat mIskIn
suIIt untuk mengembangkan usaha-
nya.
Peran Bantuan PermodaIan
SaIah satu cIrI darI kemIskInan
yang sudah Iama dIkenaII para ahII
adaIah kehausan masyarakat desa
terhadap kredIt. TetapI, InI bukan
berartI setIap pemberIan bantuan
modaI usaha berbunga Iunak
kepada masyarakat mIskIn seIaIu
berIungsI eIektII. DaIam kehIdupan
seharI-harI, kredIt memang
dIperIukan karena penghasIIan
keIuarga-keIuarga mIskIn bIasanya
tIdak cukup untuk memenuhI
kebutuhan konsumsI, IebIh-IebIh
untuk memenuhI berbagaI kebutuh-
an sosIaI atau kebutuhan darurat
IaInnya. Keadaan "deIIsIt" yang
senantIasa berjaIan InIIah yang
mengakIbatkan penduduk desa
terIIbat sIstem Ijon (Mubyarto dan
KartodIrdjo, 19SS: 3S).
BagI masyarakat desa, kredIt
merupakan sarana untuk mencIpta-
kan pendapatan meIaIuI bekerja
dan berusaha daIam IIngkungan
ekonomI pedesaan. KredIt yang
tepat, murah, dan mudah yang
dIkeIoIa berdasar adat dan budaya
setempat merupakan saIah satu
sarana pentIng yang amat
membantu meIancarkan kegIatan
perekonomIan pedesaan. RIngkas-
nya, IungsI kredIt adaIah untuk
membantu menIngkatkan kesejah-
teraan masyarakat desa, khususnya
yang tergoIong mIskIn.
MeskI pun demIkIan tIdakIah
dapat dIkatakan bahwa tersedIanya
kredIt akan seIaIu bIsa memecah-
kan semua masaIah petanI. BIsa
saja terjadI dIperoIehnya kredIt
justru akan merupakan tItIk awaI
darI macam-macam masaIah IaIn
dan kehancuran usaha tanI
(Mubyarto, 19SS: 429). Sebabnya
saIah satunya adaIah berpangkaI
darI kesaIahan petanI sendIrI yang
kadang hIdup boros. TetapI, dI sIsI
IaIn, kesaIahan juga bIsa bersumber
darI tekanan-tekanan kebutuhan
ekonomI yang memang tIdak bIsa
dIeIakkan petanI. Kerentanan dan
kemIskInan yang dIderIta petanI,
serIng menyebabkan mereka
terpaksa harus mengaIIhkan dan
memanIaatkan kredIt yang
dIperoIeh bukan untuk kegIatan
produktII, tetapI untuk kegIatan
yang sIIatnya konsumtII (Chambers,
19S?). DaIam peneIItIan InI, yang
dImaksud kredIt produktII adaIah
kredIt yang pemanIaatannya
dImaksudkan untuk menIngkatkan
kesejahteraan hIdup nasabah.
Sedangkan yang dImaksud kredIt
konsumtII adaIah kredIt yang
pemanIaatannya hanya dImaksud-
kan untuk sekedar bertahan hIdup
(DjojohadIkusumo, 19SS).
DarI segI bIsnIs, kredIt
hanyaIah merupakan saIah satu
Bagong Suyanto, Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat Miskin, Masyarakat, Kebudayaan dan Politik , Tahun XIV, Nomor 4,
Oktober 2001, 25-42
37
Iaktor saja darI kombInasI Iaktor -
Iaktor produksI yang harus secara
bersama-sama mensukseskan sua-
tu usaha. Ada banyak contoh usaha
yang berhasII tanpa dukungan
kredIt, atau banyak usaha tIdak
berkembang meskIpun memperoIeh
bantuan kredIt (Suyanto, 1992).
KegagaIan yang serIng terjadI daIam
memanIaatkan kredIt bIasanya
dIsebabkan kegagaIan daIam
pemasaran hasII produksI, baIk
karena semata-mata kaIah daIam
persaIngan dengan pengusaha atau
petanI IaIn yang IebIh kuat, maupun
karena sebab-sebab obyektII sepertI
mutu hasII yang rendah dan
sebagaInya. Memang harus dIakuI
bahwa keIemahan daIam pemasar-
an justru karena aspek pemasaran
InI bIasanya dIanggap tIdak sukar,
jadI dIremehkan (SoekartawI, 19S9).
KesuIItan peIaksanaan pem-
berIan kredIt secara eIektII bIasanya
mengaIamI beberapa hambatan,
mIsaInya karena amat beragamnya
keIompok sasaran yang hendak
dIjangkau, dan kesukaran meng-
kompromIkan krIterIa eIIsIensI dan
eIektIvItas kredIt. Berdasarkan
pengaIaman dI negara sedang
berkembang, kredIt IebIh mudah
dInIkmatI oIeh petanI menengah
dan petanI besar (Kasryno, 19S4).
PadahaI jeIas yang IebIh memerIu-
kan adaIah petanI-petanI kecII yang
tIdak mampu membeII sarana
produksI pertanIan secara tunaI.
DI IndonesIa, saIah satu
bentuk pemberIan modaI usaha
untuk memberdayakan masyarakat
mIskIn adaIah meIaIuI peIaksanaan
program IDT. DIbandIngkan pro-
gram-program pembangunan yang
IaIn, program IDT secara konsep-
sIonaI menawarkan sesuatu yang
reIatII baru. Namun, sejumIah
peneIItIan menunjukkan daIam
praktek peIaksanaan program IDT
reIatII sama dengan program-
program terdahuIu, yaknI meman-
dang kemIskInan sepertInya hanya
sebagaI sebuah persoaIan keku-
rangan pendapatan.
Memang, untuk jangka pen-
dek upaya pemberIan bantuan
meIaIuI program IDT bIsa
bermanIaat. TetapI, untuk jangka
panjang sesungguhnya pemberIan
bantuan ekonomI Itu tIdak akan
bIsa menyeIesaIkan masaIah
kemIskInan secara tuntas. Banyak
buktI memperIIhatkan bahwa
pemberIan bantuan ekonomI saja
ternyata justru meIahIrkan pro-
bIem-probIem baru yang tIdak kaIah
ruwetnya. PeneIItIan yang dIIakukan
tIm UGM (1994) tentang
penggunaan dana IDT menemukan
bahwa dana bantuan InI ternyata
sebagIan dIpergunakan untuk
memperbaIkI rumah, prasarana
desa, dan pembeIIan kendaraan.
Sementara Itu, peneIItIan tIm LPEM-
FEUI (1994) menemukan adanya
kecenderungan bahwa anggota
Pokmas menggunakan dana IDT
untuk kegIatan konsumII, karena
dana per anggota terIaIu kecII.
KegagaIan daIam pemanIaat-
an dana bantuan usaha bagI
penduduk mIskIn -untuk sebagI-
an- memang terjadI akIbat
kesaIahan pIhak sI mIskIn. TetapI,
harus dIakuI bahwa kegagaIan Itu
terjadI tIdak sepenuhnya karena
kesaIahan penduduk mIskIn Itu
sendIrI -sepertI karena mereka
Bagong Suyanto, Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat Miskin, Masyarakat, Kebudayaan dan Politik , Tahun XIV, Nomor 4,
Oktober 2001, 25-42.
38
secara kuIturaI boros, mIsaInya.
Menurut San SrI Awang, kesaIahan
daIam pemanIaatan dana IDT,
ternyata terjadI karena campur
tangan oknum pemerIntah terIaIu
berIebIhan daIam menentukan
kegIatan Pokmas. BIasanya dengan
aIasan untuk memudahkan peman-
tauan, oknum aparat pemerIntah
cenderung "menganjurkan" pendu-
duk mIskIn penerIma dana IDT
untuk memanIaatkan bantuan yang
menjadI haknya untuk pembeIIan
ternak, terutama kambIng.
DI sampIng Iaktor campur
tangan aparat, Iaktor IaIn yang
menyebabkan penduduk mIskIn
suIIt mengembangkan kegIatan
produktII sekadar darI bantuan
pInjaman adaIah tekanan kebutuh-
an ekonomI seharI-harI yang
sIIatnya strukturaI. PeneIItIan yang
dIIakukan oIeh Mukhtar Sarman dI
desa Sukajaya, Cugenang, CIanjur,
Jawa Barat, menemukan bahwa
tIdak ada buktI yang cukup
sIgnIIIkan bahwa program IDT dapat
memIcu dan memacu dInamIka
perkembangan ekonomI rakyat dI
desa tertInggaI. Pokmas-pokmas
yang menerIma dana IDT tahun
pertama umumnya gagaI mengem-
bangkan usahanya, dengan bera-
gam kendaIa dan masaIah.
Berpusat Pada Rakyat
Apa yang sudah terjadI seIama InI,
mengajarkan pada kIta bahwa
upaya untuk mengentas masyara-
kat darI kubangan perangkap
kemIskInan dan sekaIIgus untuk
membangun keIuarga sejahtera
yang dIperIukan bukan cuma paket
"nasI bungkus" bantuan ekonomI
atau upaya-upaya yang sIIatnya
karItas saja. Paket-paket bantuan
ekonomI dI satu sIsI akan rawan
bIas dan justru memperIebar
ketImpangan dan kesenjangan an-
tar keIas, sementara dI sIsI IaIn
upaya-upaya karItas dengan cara
menyantunI secara penuh dan
menjadIkan keIuarga-keIuarga mIs-
kIn sebagaI obyek amaI justru akan
menImbuIkan ketergantungan saja
dI pIhak mereka yang dIsantunI dan
akhIrnya justru akan cuma
menImbuIkan ketIdakberdayaan ke-
Iuarga atau masyarakat mIskIn.
Menurut Korten dan Carner
(19SS), kekurangan pokok darI
modeI-modeI pengentasan kemIs-
kInan yang banyak dIpraktekkan dI
negara sedang berkembang adaIah
bahwa mereka menjadI begItu
memusatkan perhatIan pada
penIngkatan kuantItas produksI
atau hasII, sehIngga kebutuhan
sIstem produksI mendapat tempat
yang IebIh utama darIpada
kebutuhan rakyat. BagI IndonesIa,
krItIk Korten dan Carner InI tampak
sangat reIevan. Banyak buktI
menunjukkan, paket-paket program
pengentasan kemIskInan dI
IndonesIa memang IebIh banyak
berorIentasI pada penIngkatan
produksI darIpada bertujuan untuk
mendIstrIbusIkan kesejahteraan.
Paket bantuan permodaIan dan
bantuan teknoIogI -sepertI program
motorIsasI perIkanan atau masuk-
nya huIIer dI desa-desa, mIsaInya-
yang dIberIkan pemerIntah meskI
dImaksudkan untuk mendongkrak
pendapatan masyarakat mIskIn.
Namun, sangat keIIhatan bahwa dI
Bagong Suyanto, Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat Miskin, Masyarakat, Kebudayaan dan Politik , Tahun XIV, Nomor 4,
Oktober 2001, 25-42
3
baIIk Itu maksud yang sesungguh-
nya adaIah untuk menIngkatkan
produksI demI kepentIngan ekspor
dan peraIhan devIsa.
Bahkan, yang IebIh tragIs
serIng terjadI tIndakan yang
dIIakukan pemerIntah atas nama
pembangunan bukan memberIkan
manIaat yang nyata bagI usaha
pengentasan kemIskInan, meIaIn-
kan justru berdampak menggerogotI
kemampuan swadaya IokaI. Pene-
trasI teknoIogI dan modaI ke desa-
desa mIskIn, benar dI satu sIsI teIah
berhasII mendongkrak angka-angka
produksI dan mengantarkan
IndonesIa ke tahap swasembada
daIam berbagaI sektor produksI.
Namun, tak bIsa dIIngkarI bahwa
kesenjangan dI saat yang bersama-
an justru makIn meIebar dan
potensI masyarakat banyak yang
tersungkur dIgerus modernIsasI
(RachbInI dkk., 1994).
Untuk memerangI kemIskInan
secara IrontaI dI semua sektor,
karena Itu yang dIperIukan
sebenarnya adaIah kebIjakan yang
IebIh mendasar -sebuah kebIjakan
antI-kemIskInan yang benar-benar
harus mendahuIukan serta berdI-
mensI kerakyatan. Konsep utama
darI pembangunan yang berpusat
pada rakyat adaIah memandang
InIsIatII kreatII darI rakyat sebagaI
sumber daya pembangunan yang
utama dan memandang kesejah-
teraan materIaI dan spIrItuaI
mereka sebagaI tujuan yang IngIn
dIcapaI oIeh pembangunan.
Menurut Korten (19S2),
asumsI dasar darI pembangunan
yang berpusat pada rakyat mengI-
ngInkan aIternatII paradIgma
pembangunan yang tIdak
berorIentasI pada produksI dan
kebutuhan dasar semata, akan
tetapI akan berorIentasI pada
potensI manusIa. MeIaIuI potensI
manusIa maka kemampuan
pengembangan dIrI sesuaI dengan
keIngInan dapat dIharapkan. OrIen-
tasI pembangunan yang berpusat
pada rakyat memIIIkI tIga dasar
pemIkIran, yaknI. Pertama, memu-
satkan pemIkIran dan tIndakan
kebIjaksanaan pemerIntah pada
pencIptaan keadaan-keadaan yang
mendorong dan mendukung usaha-
usaha rakyat untuk memenuhI
kebutuhan mereka sendIrI dan
untuk memecahkan masaIah
mereka sendIrI pada tIngkat
IndIvIduaI, keIuarga dan komunItas.
Kedua, mengembangkan struktur
organIsasI yang berIungsI menurut
kaIdah-kaIdah sIstem swa-organIsa-
sI. KetIga, mengembangkan sIstem-
sIstem produksI konsumsI yang
dIorganIsIr secara terItorIaI yang
berIandaskan pada kaIdah pemIIIk-
an dan pengendaIIan IokaI.
Pembangunan-pembangunan
yang berdImensI kerakyatan
memberI peran kepada IndIvIdu
bukan sebagaI subyek, meIaInkan
sebagaI aktor yang menetapkan
tujuan, mengendaIIkan sumber
daya, dan mengarahkan proses
yang mempengaruhI kehIdupannya.
Pembangunan yang berpusat pada
rakyat menghargaI dan mempertIm-
bangkan prakarsa dan perbedaan
IokaI. Karena Itu Ia mendukung
sIstem-sIstem swa-organIsasI yang
dIkembangkan dI sekItar satuan-
satuan organIsasI berskaIa manusIa
dan komunItas-komunItas swadaya.
Bagong Suyanto, Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat Miskin, Masyarakat, Kebudayaan dan Politik , Tahun XIV, Nomor 4,
Oktober 2001, 25-42.
40
Pembangunan yang berdemensI
pada kerakyatan, rIngkas kata
sangat mensyaratkan adanya
keberdayaan dan pemberdayaan
masyarakat yang serIus.
Pemberdayaan sendIrI pada
hakIkatnya merupakan sebuah
konsep yang Iokusnya adaIah haI
kekuasaan. Pemberdayaan secara
substansIaI merupakan proses
memutus atau IrcuIdoun darI
hubungan antara subyek dengan
obyek. Proses InI mementIngkan
pengakuan subyek akan kemam-
puan atau daya (oucr) yang
dImIIIkI obyek. Secara garIs besar,
proses InI meIIhat pentIngnya
mengaIIrnya daya darI subyek ke
obyek. HasII akhIr darI proses
pemberdayaan adaIah beraIIhnya
IungsI IndIvIdu yang semuIa obyek
menjadI subyek (yang baru),
sehIngga reIasI sosIaI yang ada
nantInya hanya akan dIcIrIkan
dengan reIasI antarsubyek dengan
subyek yang IaIn. SamueI PauI,
mIsaInya, menyatakan bahwa
pemberdayaan berartI pembagIan
kekuasaan yang adII sehIngga
menIngkatkan kesadaran poIItIs dan
kekuasaan keIompok yang Iemah
serta memperbesar pengaruh
mereka terhadap proses dan hasII
pembangunan. Pemberdayaan pada
IntInya adaIah pemanusIaan.
Pemberdayaan, menurut IndrasarI
TjandranIngsIh (1996), mengutama-
kan usaha sendIrI darI orang yang
dIberdayakan untuk meraIh keber-
dayaannya. OIeh karena Itu,
pemberdayaan sangat jauh darI
konotasI ketergantungan.
Menurut GInanjar Kartasas-
mIta, upaya memberdayakan rakyat
harus dIIakukan meIaIuI tIga cara.
Pcrtunu, mencIptakan suasana dan
IkIIm yang memungkInkan potensI
masyarakat untuk berkembang.
KondIsI InI berdasarkan asumsI
bahwa setIap IndIvIdu dan
masyarakat memIIIkI potensI yang
dapat dIkembangkan. HakIkat
kemandIrIan dan keberdayaan
rakyat adaIah keyakInan bahwa
rakyat memIIIkI potensI untuk
mengorganIsasI dIrInya sendIrI dan
potensI kemandIrIan IndIvIdu perIu
dIberdayakan. Proses pemberdaya-
an rakyat berakar kuat pada proses
kemandIrIan tIap IndIvIdu yang
kemudIan meIuas ke keIuarga, serta
keIompok masyarakat baIk dI
tIngkat IokaI maupun nasIonaI.
Kcduu, memperkuat potensI atau
daya yang dImIIIkI oIeh rakyat
dengan menerapkan Iangkah-
Iangkah nyata, menampung berba-
gaI masukan, menyedIakan prasara-
na dan sarana, baIk IIsIk maupun
sosIaI yang dapat dIakses oIeh
masyarakat IapIsan bawah. Kctgu,
memberdayakan rakyat daIam artI
meIIndungI yang Iemah dan
membeIa kepentIngan masyarakat
Iemah. DaIam proses pemberdayaan
harus dIcegah jangan sampaI yang
Iemah makIn terpInggIrkan daIam
menghadapI yang kuat. DI mata
KartasasmIta, pemberdayaan ma-
syarakat adaIah sebuah konsep
pembangunan ekonomI yang
merangkum nIIaI-nIIaI sosIaI.
Konsep pemberdayaan pada
dasarnya IebIh Iuas darI hanya
semata-mata memenuhI kebutuhan
dasar (Iusc nccds) atau menyedIa-
kan mekanIsme untuk mencegah
proses pemIskInan IebIh Ianjut
Bagong Suyanto, Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat Miskin, Masyarakat, Kebudayaan dan Politik , Tahun XIV, Nomor 4,
Oktober 2001, 25-42
41
(su[ctg nct), yang pemIkIrannya
beIakangan InI banyak dIkembang-
kan sebagaI upaya mencarI aIterna-
tII terhadap konsep-konsep pertum-
buhan dI masa yang IaIu. Konsep
InI berkembang darI upaya banyak
ahII dan praktIsI untuk mencarI apa
yang antara IaIn oIeh John
FreIdmann dIsebut utcrnutuc dcuc-
oncnt, yang menghendakI ncus-
uc dcnocrucg, urorutc ccononc
groutI, gcndcr cquutg und ntcrgc -
ncrutonu cqutg.
SubstansI pemberdayaan ada-
Iah memampukan dan memandIrI-
kan masyarakat. Pemberdayaan bu-
kan hanya meIIputI penguatan
IndIvIdu anggota masyarakat, tetapI
juga pranata-pranatanya. Mena-
namkan nIIaI-nIIaI budaya modern
-sepertI kerja keras, hemat,
keterbukaan, kebertanggungjawab-
an- dIsebut-sebut sebagaI bagIan
darI upaya pemberdayaan Itu.
Secara IebIh rIncI, dImensI-dImensI
darI pemberdayaan, bukan saja
menyangkut upaya merubah
kognIsI, menumbuhkan keIngInan
seseorang untuk mengaktuaIIsasI-
kan dIrI, dan memberIkan pengaIa-
man psIkoIogIs yang membuat
seseorang merasa berdaya. TetapI
juga menyangkut pada usaha
memampukan masyarakat mIskIn
meIakukan mobIIItas ke atas,
menumbuhkan perIIaku masyara-
kat mIskIn agar mereka mandIrI dan
produktII daIam memenuhI
kebutuh-an hIdup, berorIentasI
pada kesetaraan, dan membutuh-
kan IkIIm demokrasI yang benar-
benar menjamIn hak-hak masyara-
kat mIskIn darI kemungkInan
IntervensI pIhak-pIhak yang berkua-
sa .
DaItar Pustaka
AIIIan, MeIIy G. Tan, dan SeIo
Soemardjan, KcnsInun Stru-
Ituru, (Jakarta: YIIS, 19S0).
Chambers, Robert, PcnIungunun
Dcsu, Muu Dur HcuIung,
(Jakarta: LP3ES, 19S?).
Dewanta, Awan Setya (ed.). Kcns-
Inun dun Kcscnungun d
Indoncsu, (Yogyakarta: AdItya
MedIa, 199S).
DIIIon, HS. Pcrtunun McnIungun
Hungsu, (Jakarta: SInar Hara-
pan, 1999).
HayamI, YIjIro dan Masao KIkuchI,
Dcnu EIonon Dcsu, Suutu
PcndcIutun EIonon tcrIudu
PcruIuIun KccnIuguun d
Asu, (Jakarta: Yayasan Obor
IndonesIa, 19S?).
Korten, D. C. dan SjahrIr, PcnIu-
ngunun Hcrdncns KcruIgut -
un, (Jakarta: Yayasan Obor
IndonesIa, 19SS).
Mubyarto & Edy SuandI HamId,
19S6. Krcdt Pcdcsuun d
Indoncsu. (Yogyakarta: BPFE)
Rahardjo, M. Dawam, Truns[ornus
Pcrtunun, Industrusus, dun
Kcscn-utun Kcru, (Jakarta:
UI Press, 19S4).
Bagong Suyanto, Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat Miskin, Masyarakat, Kebudayaan dan Politik , Tahun XIV, Nomor 4,
Oktober 2001, 25-42.
42
Scott, James C., Moru EIonon
Pctun, PcrgouIun dun SuIss-
tcns d Asu Tcngguru, (Jakar-
ta: LP3ES, 19S1).
Suyanto, Bagong & KarnajI. PcngIu-
uun dun PcngcnIungun In-
cncntus GEFDU TASKIN D
Dcsu Puntu dun Furu d
Juuu Tnur. (Surabaya: Lut-
Iansa, 2000).
Suyanto, Bagong & SeptI ArIadI.
KUT. Sous Atuu MusuuI Iug
Pctun. Kerjasama FISIP UnaIr
dengan BaIItbang Jawa TI-
mur, 2001.
SumodInIngrat, Gunawan. PcnIcr-
duguun MusguruIut JPS.
(Jakarta: GramedIa, 1999).

Anda mungkin juga menyukai