Anda di halaman 1dari 4

BAB I PENDAHULUAN

Salah satu tujuan pembangunan bangsa Indonesia yang tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah memajukan kesejahteraan umum, dan untuk mencapai tujuan tersebut bangsa Indonesia melakukan pembangunan di segala bidang secara terarah, terpadu, dan menyeluruh sehingga peningkatan kualitas kehidupan rakyat yang optimal akan tercapai. Untuk mencapai kualitas kehidupan rakyat yang optimal, salah satu factor penting yang harus diperhatikan adalah bidang kesehatan, mengingat kesehatan merupakan cermin dari kualitas hidup bangsa. Pembangunan kesehatan pada dasarnya bertujuan untuk tercapainya kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk hidup sehat bagi tiap penduduk agar dapat terwujud derajat kesehatan yang optimal. Pembangunan kesehatan tersebut menyangkut semua aspek kehidupan, baik fisik, mental, maupun sosial ekonomi. Hal ini diwujudkan dengan peningkatan kualitas kesehatan dan pelayanan kesehatan yang menyeluruh serta melibatkan masyarakat, sesuai dengan susunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010 dan Paradigma Sehat yang lebih menekankan upaya peningkatan (promotive) dan pencegahan (preventive) tanpa mengabaikan upaya penyembuhan (curative) dan pemulihan (rehabilitative) (Depkes RI, 1999). Fisioterapi merupakan salah satu disiplin ilmu dan bagian dari tenaga kesehatan yang mempunyai peran untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Intervensi yang diberikan berhubungan dengan gerak dan fungsi sehingga peran yang banyak dilakukan fisioterapi adalah usaha promotive, preventive, curative dan rehabilitative yang dilakukan secara terpadu, menyeluruh dan berkesinambungan (Depkes RI,1992).

A. Latar Belakang Masalah

Tujuan nasional Indonesia sehat pada tahun 2010 yang ingin dicapai, berpengaruh pada pola kehidupan masyarakat, sehingga akan mempengaruhi pola pikir manusia untuk bertindak praktis dan efisien. Tetapi masih banyak anggota masyarakat yang belum mengerti, bagaimana cara hidup yang sehat. Sehat disini bukan hanya diartikan tidak menderita suatu penyakit saja tetapi juga sehat dalam ruang lingkup yang lebih luas, seperti halnya keselamatan dalam berlalu lintas di jalan raya. Banyak upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah seperti pembentukan undang-undang lalu lintas no.14 tahun 1992, agar masyarakat dapat memanfaatkan sarana dan prasarana dengan baik dan benar, sehingga dapat untuk menghindari atau mengurangi kejadian-kejadian yang tidak di kehendaki dalam lalu lintas. Tetapi masih banyak juga anggota masyarakat yang tidak tahu ataupun dengan sengaja melanggar peraturan yang sudah di tentukan, sehingga masih banyak terjadi kesalahan pada lalu lintas yang dapat mengakibatkan kecelakaan. Dari banyaknya kasus kecelakaan lalu lintas, kebanyakan berakibat terjadinya patah tulang. Patah tulang dapat terjadi pada semua bagian tubuh manusia, salah satunya tulang humeri, salah satu tindakan yang dilakukan di rumah sakit pada kasus fracture adalah reposisi dan imobilisasi dengan menggunakan gip. Tindakan ini memiliki nilai positif bagi kejadian patah tulang, antara lain : (1) proses penyambungan tulang yang patah akan lebih cepat, (2) memastikan posisi antar fragmen dalam keadaan baik, (3) mempercepat proses penyembuhan. Namun, disamping nilai positif yang dimiliki tindakan tersebut, terdapat juga kelemahan atau masalah yang akan timbul khususnya yang berkaitan dengan fisioterapi, seperti adanya oedema, keterbatasan LGS, terdapatnya spasme, dan penurunan kekuatan otot. Keluhan seperti ini lazim terjadi, tetapi dengan penanganan yang tepat dan cepat maka akan dapat terselaikan, sehingga bila sudah terjadi penyambungan yang sempurna pada fragmennya tersebut dan kemudian selanjutnya dilakukan pelepasan gip yang diikuti lagi dengan intervensi

yang tepat dan cepat, maka kemungkinan adanya masalah yang tidak diinginkan dapat dihindari. Akhir cerita seperti ini akan sangat berbeda jika manakala setelah reposisi dan pemasangan gip, pasien kurang mendapat penanganan rehabilitasi kurang baik, atau pasien sendiri yang tidak kooperatif, atau yang lainnya. Sehingga saat setelah terjadi penyambungan yang sempurna pada fragmennya dan kemudian dilakukan pelepasan gip, maka masalah yang tidak diharapkan akan timbul, seperti adanya keterbatasan LGS yang patologis. Sehingga untuk menghindari kejadian yang seperti ini, tentu saja diperlukan suatu pemikiran yang tepat, cepat, dan akurat yang pada tahap selanjutnya diikuti dengan suatu tindakan yang tepat, cepat, dan akurat juga. Pada penanganan fisioterapi pasca imobilisasi pada fraktur supracondiler humeri modalitas terapi latihan bermanfaat untuk mencegah komplikasi yang mungkin muncul, juga dapat mengembalikan gangguan gerak dan fungsi sehingga pasien dapat beraktifitas dan berproduktif kembali. Oleh karena itu penulis memilih judul Penatalaksanaan Fisioterapi Pasca Imobilisasi Pada Fraktur Supracondyler Humeri Sinistra.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada pasca imobilisasi adalah apakah terapi latihan berupa gerak aktif, gerak pasif dan hold relax mampu untuk menurunkan nyeri, meningkatkan LGS, menurunkan kontraktur otot, serta meningkatkan kemampuan fungsional pada kasus pasca imobilisasi pada fraktur supracondyler humeri sinistra?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan pada kasus

pasca imobilisasi pada fraktur

supracondyler humeri sinistra adalah untuk mengetahui manfaat Infra merah dan terapi latihan berupa gerak aktif, gerak pasif dan hold relax mampu untuk menurunkan nyeri, meningkatkan LGS, menurunkan kontraktur otot, serta meningkatkan kemampuan fungsional.

Anda mungkin juga menyukai