Anda di halaman 1dari 29

MATERI PENGAYAAN DOKTER MUDA MYELITIS

Oleh : Mohammad Angitya Satria Hutama 0810713024

Pembimbing : dr. Badrul Munir, Sp.S


LABORATORIUM / SMF ILMU PENYAKIT SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA RSUD DR.SAIFUL ANWAR MALANG 2013

Daftar Isi Definisi3 Anatomi..5 Klasifikasi..6 Poliomielitis..7 Mielitis Tranversa Akut.14 Algoritme..24 Resume.....25 Tanya Jawab27 Daftar Pustaka.29

Definisi Pada abad 19, hampir semua penyakit pada medula spinalis disebut mielitis. Dalam Dercum s Of Nervous Diseases pada 1895, Morton Prince menulis tentang mielitis trumatik, mielitis kompresif dan

sebagainya, yaang agak memberikan kejelasan tentang arti terminologi tersebut. Dengan bertambah majunya pengetahuan neuropatologi, satu per satu penyakit di atas dapat diseleksi hingga yang tergolong benar-benar karena radang saja yang masih tertinggal. Menurut Plum dan Olsen (1981) serta Banister (1978) mielitis adalah terminologi nonspesifik, yang

artinya tidak lebih dari radang medula spinalis. Tetapi Adams dan Victor (1985) menulis bahwa mielitis adalah proses radang infektif maupun non-infektifyang menyebabkan kerusakan pada nekrosis pada substansia grisea dan alba. Menurut perjalanan klinis antar awitan hingga munculnya gejala klinis mielitis dibedakan atas : 1. Akut : Simtom ber kembang dengan cepat dan mencapai

puncaknya dalam tempo beberapa hari saja. 2. Sub Akut : Perjalanan klinis penyakit berkembang dalam waktu 2-6

minggu. 3. Kronik : Perjalanan klinis penyakit berkembang dalam waktu lebih dari 6 minggu. Beberapa istilah lain digunakan untuk menunjukkan tersebut. Bila dengan tepat, distribusi substansia proses gr isea alba dapat radang disebut disebut

mengenai

poliomielitis,

bila

mengenai

substansia

leukomielitis. Dan bila seluruh potongan melintang medula spinalis terserang proses radang transversa. Bila lesinya multipleks dan tersebar sepanjang sumbu vertikel disebut mielitis diseminata atau difusa. Sedang istilah meningomielitis menunjukkan adanya maka disebut mielitis

proses radang baik pada meninges maupun medula spinalis, demikian pula dengan meningoradikulitis

(meninges dan radiks). Proses radang yang hanya terbatas pada durameter spinalis disebut pakimeningitis dan bahan infeksi yang terkumpul dalam ruang epidural disebut abses epidural atau granuloma. Istilah mielopati digunakan bagi proses

noninflamasi medula spinalis misalnya yang disebabkan proses toksis, nutrisional, metabolik dan nekrosis.

Anatomi medulla spinalis Medula spinalis mulai dari akhir medula oblongata di foramen magnum sampai konus medullaris di level Tulang Belakang L1-L2. Medula Spinalis berlanjut menjadi kauda equina yang lebih tahan terhadap cedera. Medula spinalis terdiri atas traktus ascendent (yang membawa informasi di tubuh menuju ke otak seperti rangsang raba, suhu, nyeri dan gerak posisi) dan traktus descenden (yang membawa informasi dari otak ke anggota gerak dan mengontrol fungsi tubuh) Medula spinalis diperdarahi oleh 2 susunan arteri yang mempunyai hubungan istimewa, yaitu arteri spinalis dan arteri radikularis. Arteri spinalis dibagi menjadi arteri spinalis anterior dan posterior yang berasal dari arteri vertebralis, sedangkan arteri radikularis dibagi menjadi arteri radikularis posterior dan anterior yang dikenal juga ramus vertebromedularis arteria interkostalis. Medula spinalis disuplai oleh arteri spinalis anterior dan arteri spinalis posterior. Nervus spinalis/ akar nervus yang berasal dari medula spinalis melewati suatu lubang di vertebra yang disebut foramen dan membawa informasi dari medula spinalis sampai ke bagian tubuh dan dari tubuh ke otak. Ada 31 pasang nervus spinalis dan dibagi menjadi dalam empat kelompok nervus spinalis, yaitu

a. Nervus servikal : (nervus di leher) yang berperan dalam pergerakan dan perabaan pada lengan, leher, dan anggota tubuh bagian atas. b. Nervus thorak : (nervus di daerah punggung atas) yang mempersarafi tubuh dan perut. c. Nervus lumbal dan nervus sakral : (nervus didaerah punggung bawah) yang mempersarafi tungkai, kandung kencing, usus dan genitalia. Ujung akhir dari medula spinalis disebut conus medularis yang letaknya di L1 dan L2. Setelah akhir medula spinalis, nervus spinalis selanjutnya bergabung membentuk cauda equina.

Klasifikasi 1. Mielitis yang disebabkan oleh virus. a. Poliomielitis, group echovirus b. Herpes zoster c. Rabies d. Virus B 2. Mielitis yang dari merupakan akibat sekunder akibat A dan B Coxsackie virus,

sekunder spinals.

penyakit pada meningens

dan medula

a. Mielitis sifilitika o Meningoradikulitis kronik (tabes dorsalis)

o o o o o o o o o o d.

Meningomielitis kronik Sifilis meningovaskular Meningitis gumatosa termasuk pakimeningitis spinal kronik

b. Mielitis piogenik atau supurativa Meningomielitis subakut Abses epidural akut dan granuloma Abses medula spinalis

c. Mielitis tuberkulosa Penyakit pott dengan kompresi medula spinalis Meningomielitis tuberkulosa Tuberkuloma medula spinalis Infeksi parasit dan fungus yang meningitis menimbulkan atau

granuloma

epidural,

lokalisata

meningomielitis dan abses 3. Mielitis (mielopati) yang penyebabnya tidak diketahui. a. Pasca infeksiosa dan pasca vaksinasi b. Kekambuhan skler osis multipleks akut dan kr onik c. Degeneratif atau nekrotik.

POLIOMYELITIS Poliomielitis anterior akuta (paralisis infantil,

penyakit Heinemedin) adalah suatu penyakit sistemik akut yang disebabkan oleh infeksi virus polio dan

mengakibatkan kerusakan pada sel motorik di kornu anterior medula spinalis, batang otak dan dapat pula mengenai mesensefalon, sereblum, ganglia basal dan motorik korteks serebri. Penyakit ini dilaporkan pada tahun 1840 oleh Jacob Heine lalu kemudian Medin pada tahun 1890

memberikan dasar epidemiologi penyakit ini. Oleh karena itu dulu penyakit ini Medin. dikenal sebagai penyakit Heine-

1. Epidemiologi Goar (1955) dalam uraian tentang polio di negeri yang sedang berkembang dengan sanitasi berkesimpulan bahwa epidemi ditemukan 90% pada anak di bawah usia 5 tahun karena itulah dulu disebut paralisis infantil tapi bukan berarti poliomielitis tidak diketemukan pada orang dewasa. Penyakit polio jarang didapatkan pada usia di bawah umur 6 bulan, mungkin karana imunitas pasif yang didapat dari ibu.

2. Etiologi Virus polio adalah virus RNA yang termasuk kelompok enterovirus dan famili pikorna virus. Virus ini yang terkecil, jadi ia

juga ter masuk salah satu vir us

termasuk virus yang filtrabel. Terdapat 3 tipe virus polio

yaitu: 1. Tipe 1 yaitu Brunhilde, yang sering menyebakan

paralisis. 2. Tipe 2 yaitu Lanshing 3. Tipe 3 yaitu Leon Virus ini akan menimbulkan 3 macam antibodi, tetapi tidak terdapat kekebalan silang. Vir us ini hanya dapat dimusnahkan dengan cara pengeringan atau

pemberian zat oksidator yang kuat seperti peroksida, atau kalium permanganat.

3. Patogenesis Poliomielitis merupakan penyakit yang sangat menular, virus masuk ke dalam tubuh melalui saluran orofarings setelah ditularakan melalui cara oral-fekal. Masa inkubasi biasanya antara 4-17 hari, tapi bisa sampai 5 minggu. Bila virus banyak didapat pada suatu daerah, maka timbulnya penyakit polio dapat dicetuskan daerah dengan adanya dan ekstraksi tindakan operasi pada

tenggorokan dan

mulut seperti gigi atau

misalnya tindakan

tonsilektomi

penyuntikan atau vaksinasi DPT, kehamilan, kerja fisik yang berat atau keletihan. Setelah masuk kedalam

tubuh, virus akan berkembang biak (multiplikasi) di jaringan limfoid tonsil atau pada plak peyer di traktus

intestinalis kemudian ia akan menembus dinding usus dan melalui (viremia). Viremia ini tidak menimbulkan gejala darah akan tersebar ke selur uh tubuh

(asimtomatik) atau hanya sakit ringan saja. Diduga pada kasus-kasus yang menimbulkan paralisis, virus mencapai sistem saraf secara langsung melalui darah atau secara retrograd melalui saraf tepi atau saraf simpatetik atau

ganglion sensorik pada tempat ia bermultiplikasi yaitu pada traktus gastrointestinalis atau jaringan ekstraneural yang lain. Menurut Adams dan Victor (1985) dan Gilroy Dan Meyer (1979), 95-99% pasien yang terinfeksi virus polio mengalami infeksi subkliik 1% 1% (asimtomatik), yang 3%

mengalami infeksi meningitis aseptik

sistemik, dan

mengalami

hanya

yang mengalami

poliomielitis paralitik.

4. Patologi Pada awalnya, invasi virus menimbulkan reaksi inflamasi dengan kromatolisis substansia Nissi sel saraf. Perubahan ini diikuti dengan multiplikasi virus dalam SSP lalu perubahan pada sel saraf ini berkembang dengan cepat diikuti dengan disintegrasi nukleus dan

kemudian sel neur on mengalami nekrosis atau lisis

10

komplet. Atrofi dan paralisis akan menetap bila kurang dari 10% neuron pada medula spinalis yang

bersangkutan yang masih baik. Virus polio mempunyai predileksi pada kornu anterior medula spinalis, batang otak, serebelum, talamus dan hipotalamus dan area motorik korteks serebri.

5. Gambaran Klinis Seperti telah disebutkan di atas sebagian besar (95-99%) kasus poliomielitis merupakan infeksi subklinis atau asimtomatik, namun infeksi ini telah mampu

menimbulkan kekebalan alami. Kemudian dapat dijumpai pula yang disebut

poliomielitis abortif, dalam hal ini timbul gejala infeksi sistemik ringan karena ter jadi viremia. Gejala infeksi sistemik ringan ini seperti: o o Flu ( sakit kepala, demam, malaise, batuk, pilek, mialgia atau faringitis ) Gastroenteritis ( mual, muntah, konstipasi diare, anoreksia ) Semua gejala di atas tidak khas. Diagnosis pasti hanya dapat dibuat bila virus ditemukan pada usapan

tenggorokan atau fese.

11

POLIOMIELITIS PREPARALITIK ATAU NONPARALITIK Setelah gejala prodormal seperti di atas dialami selama 3-4 hari lalu gejala tadi akan merada, dan

setelah -10 hari pender ita merasa lebih enak, timbullah gejala fase kedua. Bentuk gejala seperti ini disebut difasik. Bentuk ini sering dijumpai pada anak-anak tapi pada pender ita yang berusia lebih dari 15 tahun jarang dijumpai. Pada fase kedua ini di jumpai gejala seperti fase pertama (prodromal) disertai dengan gejala

neurologik ringan sakit kepala hebat, mialgia bertambah hebat, spasme otot fleksor paha, nyeri dan kaku pada otot kuduk dan punggung. Pada anak-anak, bila dari sikap berbaring ia

hendak duduk maka kedua lutut akan fleksi sedang kedua lengan dalam sikap ekstensi pada sendi siku untuk dipakai menunjang kebelakang pada tempat tidur (tanda tripod). Tanda ini timbul karena adanya spasme pada otot-otot paravertebral, erektor melakukan waktu gerak trunsi sehingga anak antefleksi kolumna dari

tidak dapat vertebralis

hendak

melakukan gerak

berbaring ke sikap duduk. Disamping itu tanda tripod dapat pula dijumpai tanda kepala terkulai (Head Drop) yaitu bila penderita yang dalam sikap berbaring hendak kita tegakkan dengan cara menarik kedua ketiak atau

12

lengan maka kepala penderita akan terkulai (retrofleksi).

kebelakang

POLIOMIELITIS PARALITIK Secara klasik poliomielitis paralitik dibedahkan

atas bentuk spinal, bulbar (bulbospinal) dan ensefalitik. Paralisis timbul dalam waktu yang sangat cepat

(beberapa jam-48 jam atau lebih lambat (10-12hari). Empat puluh delapan jam setelah suhu kembali normal, biasanya tidak terdapat lagi progresivitas kelumpuhan. Pola kelumpuhan bervariasi tapi hampir pasti tidak simetris. Ekstremitas inferior lebih sering terkena

poliomielitis menimbulkan lebih berat pada otot-otot proksimal. Bentuk Bulbar sering menyebabkan kelumpuhan otot pada N.IX dan X sehingga menimbulkan gangguan menelan dan disfonia. Kelumpuhan otot wajah sering pula dijumpai, tapi kelumpuhan otot okuler jarang

ditemukan. Yang paling berbahaya pada bentuk bulbar ini adalah pernafasan.

6. Laboratorium Virus polio dapat diisolasi dan dibiakkan dalam jaringan, dari hapusan tenggorokan, darah, likuor dan fese. Pemeriksaan likuor serebrospinalis menunjukkan

13

adanya pleositosis, kadar protein sedikit meninggi dan kadar glukosa serta elektrolit normal, jumlah sel

berkisar antara 10-3000/ mm3 sedangkan tekanan tidak meningkat. Pada stadium prepalitik atau paralitik dini lebih banyak ditemukan leukosit PMN tapi setelah 72 jam lebih banyak ditemukan limfosit. Peningkatan

jumlah sel mencapai puncaknya pada minggu pertama kemudian akan kembali normal setelah 2 atau 3

minggu. Kadar protein berkisar antara 30-120 mg/100 ml pada minggu pertama tapi jarang melampaui 150 mg/100 ml, kadar pr otein yang meninggi ini bertahan

selama 3-4 minggu. MIELITIS TRANSVERSA AKUT 1. Definisi Myelitis Transversa adalah kelainan neurologis yang disebabkan oleh peradangan di kedua sisi dari satu tingkat, atau segmen, myelitis dari sumsum pada tulang radang hanya

belakang. sumsum

Istilah tulang

mengacu

belakang;

transversal

menggambar kan posisi peradangan, yaitu, di seberang lebar dari sumsum tulang belakang. Serangan peradangan bisa merusak atau lemak yang menghancurkan myelin, isolasi sel serabut substansi saraf. Ini

meliputi

menyebabkan kerusakan sistem saraf yang mengganggu inpuls antara saraf-saraf di sumsum tulang belakang dan

14

seluruh tubuh.

2. Epidemiologi Myelitis Transversa terjadi pada orang dewasa dan anak-anak, di kedua jenis kelamin, dan di semua ras. Faktor predisposisi pada keluarga tidak jelas.

Sebuah puncaknya pada tingkat insiden (jumlah kasus baru per tahun) tampaknya terjadi antara 10 dan 19 tahun dan 30 dan 39 tahun. Meskipun hanya beberapa studi telah meneliti tingkat insiden, diper kirakan bahwa sekitar 1.400 kasus baru didiagnosis myelitis melintang setiap tahun di Amerika Serikat, dan sekitar 33.000 orang Amerika memiliki beberapa jenis kecacatan akibat

gangguan ini.

3. Etiologi Para peneliti tidak yakin mengenai penyebab pasti transversa myelitis. yang Peradangan luas pada virus, yang medulla reaksi

menyebabkan spinalis

kerusakan

dapat diakibatkan

oleh infeksi

kekebalan yang abnormal, atau tidak cukup aliran darah melalui pembuluh darah yang terletak di sumsum

tulang belakang. Myelitis Transversa juga dapat terjadi sebagai komplikasi sifilis, campak, penyakit Lyme, dan beberapa

15

vaksinasi, idiopatik.

termasuk

untuk

cacar

dan

rabies

serta

Myelitis transversa sering ber kembang akibat infeksi virus. Agen infeksi yang dicurigai menyebabkan myelitis transversa termasuk varicella zoster, sitomegalovirus, Epstein-Barr, herpes simpleks, echovirus,

influenza,

human immunodeficiency virus (HIV), hepatitis A, dan rubella. Bakteri infeksi kulit, infeksi telinga tengah (otitis media), dan Mycoplasma pneumonia.

3. Patogenesis Pasca-kasus infeksi mekanisme sistem

kekebalan tubuh yang aktif akibat virus atau bakteri, tampaknya memainkan peran penting dalam belakang.

menyebabkan kerusakan pada Meskipun peneliti belum

saraf tulang

mengidentifikasi mekanisme

yang tepat bagaimana terjadinya cedera tulang belakang dalam kasus ini, mungkin rangsangan sistem kekebalan sebagai respon ter hadap infeksi menunjukkan bahwa reaksi kekebalan tubuh mungkin bertanggung jawab. Pada penyakit autoimun, sistem kekebalan tubuh, yang biasanya melindungi tubuh dari organisme asing, keliru menyerang inflamasi kerusakan jaringan dalam myelin tubuh sendiri, menyebabkan

dan,

beberapa dalam

kasus, menyebabkan sumsum tulang

16

belakangBeberapa kasus myelitis transversa akibat dari malfor masi arteriovenosa spinal (kelainan yang

mengubah pola-pola normal aliran darah) atau penyakit pembuluh darah seperti aterosklerosis yang

menyebabkan iskemia, penurunan tingkat normal oksigen dalam jaringan sumsum tulang belakang. Iskemia dapat terjadi di dalam sumsum tulang belakang akibat

penyumbatan pembuluh darah atau mempersempit, atau faktor-faktor lain yang kurang umum. Pembuluh darah membawa oksigen dan nutrisi ke jaringan saraf tulang belakang dan membawa sisa metabolik. Ketika

arterivenosus menjadi menyempit atau diblokir, mereka tidak dapat memberikan jumlah yang cukup sarat oksigen darah ke jaringan saraf tulang belakang. Ketika wilayah tertentu dari sumsum tulang belakang menjadi

kekurangan oksigen, atau iskemik, sel saraf dan serat mungkin mulai memburuk relative dengan cepat.

Kerusakan ini dapat menyebabkan peradangan luas, kadang-kadang Kebanyakan menyebabkan orang myelitis transversal. kondisi

yang mengembangkan

sebagai akibat dari penyakit vaskular melewati usia 50, punya penyakit jantung, atau baru saja menjalani operasi dada atau abdominal. 4. Gambaran klinis Myelitis transversa dapat bersifat akut

17

(berkembang selama jam sampai beberapa hari) atau subakut (berkembang lebih dari 2 minggu hingga 6 minggu). Gejala awal biasanya mencakup lokal nyeri punggung bawah, tiba-tiba paresthesias (sensasi abnor mal seperti membakar, menggelitik, menusuk, atau

kesemutan) di kaki, hilangnya sensorik, dan paraparesis (kelumpuhan kembang parsial kaki). Paraparesis Dan sering ber

menjadi

paraplegia.

mengakibatkan pasien

gangguan genitourinary dan defekasi. Banyak juga melaporkan mengalami kejang sakit kepala, otot,

perasaan dan

umum tidak

nyaman,

demam, pada

kehilangan nafsu

makan.

Tergantung

segmen

tulang belakang yang terlibat, beberapa pasien mungkin juga akan mengalami masalah pernapasan. Dari berbagai macam gejala, empat ciri-ciri klasik myelitis transversa yang muncul: (1) kelemahan kaki dan tangan, (2) nyeri, (3) perubahan sensorik, dan (4) disfungsi pencer naan dan kandung kemih. Kebanyakan pasien akan mengalami berbagai tingkat kelemahan di kaki mereka, beberapa juga

mengalaminya di lengan mereka. Awalnya, orang-orang dengan myelitis transversal mungkin menyadari bahwa kaki mereka tampak lebih berat dari biasanya.

18

Perkembangan

penyakit

selama

beberapa

minggu

sering mengarah pada kelumpuhan penuh dari kaki, yang mengharuskan pasien untuk menggunakan kursi roda. Nyeri adalah gejala utama dari myelitis

transversa pada sepertiga sampai setengah dari semua pasien. Rasa sakit dapat dilokalisasi di punggung bawah atau dapat terdiri dari tajam, sensasi yang

memancarkan bawah kaki atau lengan atau di sekitar dada. Pasien yang mengalami gangguan sensoris

sering menggunakan kesemutan, dingin,

istilah-istilah seperti mati rasa, atau pembakaran untuk

menggambarkan gejala mereka. Sampai 80 persen dari mereka yang myelitis transversa memiliki kepekaan yang meningkat, sehingga pakaian atau sentuhan ringan

dengan jari signifikan menyebabkan rasa tidak nyaman atau sakit (suatu keadaan yang disebut allodynia). Banyak juga mengalami peningkatan sensitivitas terhadap

perubahan suhu yang ekstrem atau panas atau dingin. Gangguan gastrointestinal pada mungkin genitourinary melibatkan dan

peningkatan

frekuensi dorongan untuk buang air kecil atau buang air besar, inkontinensia, kesulitan buang air kecil, dan besar

sembelit. Selama perjalanan penyakit, sebagian

19

orang dengan myelitis transversa akan mengalami satu atau beberapa gejala.

5. Perjalanan penyakit Gejala biasanya dimulai dengan nyeri punggung yang timbul secara tiba-tiba, diikuti oleh mati rasa dan kelemahan otot kaki yang akan menjalar ke atas. Gejala tersebut berat bisa semakin memburuk dan jika menjadi hilangnya rasa

akan terjadi kelumpuhan

serta

disertai dengan hilangnya pengendalian pencernaan dan kandung kemih. Lokasi terhambatnya impuls saraf pada medula spinalis menentukan beratnya gejala yang timbul.

6. Diagnosa Mielitis transversa harus dibedakan dari

mielopati komprensi medula spinalis baik karena proses neoplasma medula spinalis intrinsik maupun ekstrensik, ruptur diskus intervertebralis akut, infeksi epidural dan polineuritis pasca infeksi akut (Sindrom Guillain Barre). Pungsi lumbal dapat dilakukan pada mielitis transversa biasanya tidak didapati blokade aliran likuor, pleositosis moderat (antara 20-200 sel/mm3) terutama jenis limfosit, protein sedikit meninggi (50-120 mg/100 ml) dan kadar glukosa normal. Ber beda dengan sindr

20

om Guillain Barre di mana dijumpai peningkatan kadar pr otein tanpa disertai pleositosis. Dan pada sindrom Guillain Barre, jenis kelumpuhannya adalah flaksid serta pola gangguan sensibilitasnya di samping mengenai

kedua tungkai juga terdapat pada kedua lengan. Lesi kompresi medula spinalis dapat dibedakan dari mielitis karena perjalanan penyakitnya tidak akut sering didahului dengan nyeri segmental sebelum

timbulnya lesi par enkim medula spinalis. Selain itu pada pungsi lumbal dijumpai blokade aliran likuor

dengan kadar protein yang meningkat tanpa disertai adanya sel. Dilakukan pungsi lumbal , CT scan atau MRI, mielogram serta pemer iksaan darah.

7. Penatalaksanaan Pemberian glukokortikoid atau ACTH, biasanya diberikan pada penderita yang datang dengan gejala awitanya sedang berlangsung dalam waktu 10 hari pertama atau bila terjadi progresivitas defesit

neurologik. Glukokortikoid dapat diberikan dalam bentuk prednison oral 1 mg/kg berat badan/hari sebagai dosis tunggal selama 2 minggu lalu secara bertahap dan dihentikan setelah 7 hari. Bila tidak dapat diberikan per oral dapat pula diberikan metil prednisolon intravena dengan dosis 0,8 mg/kg/hari dalam waktu 30 menit.

21

Selain itu ACTH dapat diberikan secara intramuskular denagn dosis 40 unit dua kali per hari (selama 7 hari), lalu 20 unit dua kali per har i (selama 4hari) dan 20 unit dua kali per hari (selama 3 hari). Untuk mencegah efek samping kortikosteroid, penderita diberi diet rendah garam dan simetidin 300 mg 4 kali/hari atau ranitidin 150 mg 2kali/hari. Selain itu sebagai alternatif dapat

diberikan antasid per oral. Pemasangan kateter diperlukan karena adanya retensi urin, dan untuk mencegah terjadinya inf eksi traktus urinarius dilakukan irigasi dengan antiseptik dan pemberian antibiotik sebagai 1 gram tiap prolifilaksis malam).

(trimetroprim-sulfametoksasol,

Konstipasi dengan pemberian laksan. Pencegahan dekubitus dilakukan dengan alih baring tiap 2 jam. Bila terjadi hiperhidrosis dapat diberikan propantilinbromid 15 mg sebelum tidur. Disamping terapi medikamentosa maka diet nutrisi juga harus

diperhatikan, 125 gram protein, vitamin dosis tinggi dan cairan sebanyak 3 liter per hari diperlukan. Setelah masa akut berlalu maka tonus otot mulai meninggi sehingga sering menimbulkan tungkai, hal ini dapat diatasi spasme kedua

dengan

pemberian

Baclofen 15-80 mg/hari, atau diazepam 3-4 kali 5 mg/hari. Rehabilitas harus dimulai sedini mungkin untuk

22

mengurangi tromboemboli.

kontraktur

dan

mencegah

komplikasi

23

Algoritma myelitis

24

Resume

Menurut

perjalanan

klinis

antar

awitan

hingga

munculnya gejala klinis mielitis dibedakan atas : 1. Akut : Simtom berkembang dengan cepat dan

mencapai puncaknya dalam tempo beberapa hari saja. 2. Sub Akut : Perjalanan klinis penyakit berkembang dalam waktu 2-6 minggu. 3. Kronik : Perjalanan klinis penyakit berkembang dalam waktu lebih dari 6 minggu.

Gejala biasanya dimulai dengan nyeri punggung yang timbul secara kelemahan otot Gejala tersebut tiba-tiba, diikuti oleh mati rasa dan kaki yang akan menjalar bisa semakin memburuk ke atas. dan jika

menjadi berat akan terjadi kelumpuhan serta hilangnya rasa disertai dengan hilangnya pengendalian pencernaan dan kandung kemih. Perjalanan penyakit Pasca infeksi / pasca vaksinasi mulai timbul deficit neurology setelah 5 10 hari. Perjalanan penyakit akut.

25

A. 50% timbul dalam waktu 12 jam B. o o 75% timbul dalam waktu 24 jam

Mula mula berupa demam, malaise, mialgia. Deficit neurologik berupa. A. Kelemahan ekstremitas B. Gangguan sensibilitas C. Gangguan genitourinaria & defekasi Segmen medulla spinalis yang sering terkena antara segmen thoracal 2 thorakal 6 Diagnosa dapat

dilakukan dengan pemeriksaan secara Dilakukan pungsi lumbal , CT scan atau MRI, mielogram serta pemeriksaan darah. Pemberian glukokortikoid atau ACTH, biasanya

diberikan pada penderita yang datang dengan gejala awitanya sedang berlangsung dalam waktu 10 hari pertama atau bila terjadi progresivitas defesit neurologik. Glukokortikoid dapat diberikan dalam bentuk prednison oral 1 mg/kg berat badan/hari sebagai dosis tunggal selama 2 minggu lalu secara bertahap dan dihentikan setelah 7 hari. Bila idak dapat diberikan per oral dapat pula diberikan metil prednisolon intravena dengan dosis 0,8 mg/kg/hari dalam waktu 30 menit. Selain itu ACTH dapat diberikan secara intramuskular denagn dosis 40 unit dua kali per hari (selama 7 hari), lalu 20 unit dua kali per hari (selama 4hari) dan 20 unit dua kali per hari (selama 3 hari). Untuk mencegah efek samping

26

kortikosteroid, penderita diberi diet rendah garam dan simetidin 300 mg 4 kali/hari atau ranitidin 150 mg 2kali/hari. Selain itu sebagai alternatif dapat diberikan antasid per oral

Tanya jawab

1. Apa saja keluhannya poliomyelitis ? sebagian besar kasus poliomielitis merupakan infeksi subklinis atau asimtomatik Kemudian

dapat dijumpai pula yang disebut poliomielitis abortif, dalam hal ini timbul gejala infeksi

sistemik ringan karena ter jadi viremia. Gejala infeksi sistemik ringan ini seperti: Flu dan gangguan pencernaan . Diagnosis pasti hanya dapat dibuat bila virus ditemukan pada usapan tenggorokan atau fese.

2.

Memerlukan pemeriksaan penunjang apa saja ?

Dilakukan pungsi lumbal , CT scan atau MRI, mielogram serta pemeriksaan darah.

27

3.

Biasanya keluhan apa yang seling muncul ?

Gejala biasanya dimulai dengan nyeri punggung yang timbul secara tiba-tiba, diikuti oleh mati rasa dan kelemahan otot kaki yang akan menjalar ke atas. Gejala tersebut bisa semakin memburuk

dan jika menjadi berat akan terjadi kelumpuhan serta hilangnya rasa disertai dengan hilangnya pengendalian pencernaan dan kandung kemih.

28

DAFTAR PUSTAKA 1. Christine Weile. 2009. Acute Poliomyelitis. from : http://www.emedicine. com/pmr/topic6.htm . Available

2. Johnson et all. 2001. Transverse Myelitis. Available from : http://www.scribd. com/doc/2581918/KerrCurrent-therapy-

chapter-withfigures?secret_password=&autodown=pdf

3. National Institute of Neurological disorder and stroke. 2009. Transverse Myelitis Fact Sheet Available from : 4. http://www.ninds.nih.gov/disorders/transversemyelitis/detail_tra nsversemyelitis.htm

5. The Merck Manuals Online Medical Library: The Merck Manual transverse for Healthcare Professionals. Available from 2008. Acute

myelitis.

: http://www.merck.

com/mmpe/sec16/ch224/ch224b. html

6. Sidharta, Priguna. 1985. Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum,Cetakan ke 2 . Jakarta.

7. Victor and Adam. 2000. Adam and Victor`s Principals of Neurology 7 Edition. McGraw-Hill.
th

29

Anda mungkin juga menyukai