Anda di halaman 1dari 25

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi Marasmus Kekurangan energi protein merupakan keadaan kekurangan gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari atau disebabkan oleh penyakit tertentu, sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi. KEP merupakan istilah umum yang meliputi malnutrition, yaitu gizi kurang dan gizi buruk. Penderita gizi buruk yang paling banyak dijumpai adalah tipe marasmus. Marasmus merupakan salah satu bentuk kurang kalori protein (KKP) atau kurang energi protein (KEP) yang berat.1,2 Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi, atau nutrisinya di bawah standar rata-rata. Status gizi buruk dibagi menjadi tiga bagian, yakni gizi buruk karena kekurangan protein (disebut kwashiorkor), karena kekurangan karbohidrat atau kalori (disebut marasmus), dan kekurangan kedua-duanya. Gizi buruk ini biasanya terjadi pada anak balita (bawah lima tahun) dan ditampakkan oleh membusungnya perut (busung lapar). Gizi buruk adalah suatu kondisi di mana seseorang dinyatakan kekurangan zat gizi, atau dengan ungkapan lain status gizinya berada di bawah standar rata-rata. Zat gizi yang dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori. Kwashiorkor adalah keadaan gizi buruk yang ditandai dengan edema seluruh tubuh terutama di punggung kaki, wajah membulat dan sembab, perut buncit, otot mengecil, pandangan mata sayu dan rambut tipis atau kemerahan. Marasmik-kwashiorkor adalah keadaan gizi buruk dengan tanda-tanda gabungan dari marasmus dan kwashiorkor.3

13

14

2. Etiologi Gizi buruk dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling terkait. Secara garis besar penyebab anak kekurangan gizi disebabkan karena asupan makanan yang kurang atau anak sering sakit / terkena infeksi. A. Asupan yang kurang disebabkan oleh banyak faktor antara lain 4 1. Tidak tersedianya makanan secara adekuat Tidak tersedinya makanan yang adekuat terkait langsung dengan kondisi sosial ekonomi. Kadang kadang bencana alam, perang, maupun kebijaksanaan politik maupun ekonomi yang memberatkan rakyat akan menyebabkan hal ini. Kemiskinan sangat identik dengan tidak tersedianya makan yang adekuat. Data Indonesia dan negara lain menunjukkan bahwa adanya hubungan timbal balik antara kurang gizi dan kemiskinan. Kemiskinan merupakan penyebab pokok atau akar masalah gizi buruk. Proporsi anak malnutrisi berbanding terbalik dengan pendapatan. Makin kecil pendapatan penduduk, makin tinggi persentasi anak yang kekurangan gizi. 2. Anak tidak cukup mendapat makanan bergizi seimbang Makanan alamiah terbaik bagi bayi yaitu Air Susu Ibu, dan sesudah usia 6 bulan anak tidak mendapat Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang tepat, baik jumlah dan kualitasnya akan berkonsekuensi terhadap status gizi bayi. MP-ASI yang baik tidak hanya cukup mengandung energy dan protein, tetapi juga mengandung zat besi, vitamin A, asam folat, vitamin B serta vitamin dan mineral lainnya. MP-ASI yang tepat dan baik dapat disiapkan sendiri di rumah. Pada keluarga dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan yang rendah seringkali anaknya harus puas dengan makanan seadanya yang tidak memenuhi kebutuhan gizi balita karena ketidaktahuan. 3. Pola makan yang salah Suatu studi "positive deviance" mempelajari mengapa dari sekian banyak bayi dan balita di suatu desa miskin hanya sebagian kecil yang

15

gizi buruk, padahal orang tua mereka semuanya petani miskin. Dari studi ini diketahui pola pengasuhan anak berpengaruh pada timbulnya gizi buruk Anak yang diasuh ibunya sendiri dengan kasih sayang, apalagi ibunya berpendidikan, mengerti soal pentingnya ASI, manfaat posyandu dan kebersihan, meskipun sama-sama miskin, ternyata anaknya lebih sehat. Unsur pendidikan perempuan berpengaruh pada kualitas pengasuhan anak. Sebaliknya sebagian anak yang gizi buruk ternyata diasuh oleh nenek atau pengasuh yang juga miskin dan tidak berpendidikan. Banyaknya perempuan yang meninggalkan desa untuk mencari kerja di kota bahkan menjadi TKI, kemungkinan juga dapat menyebabkan anak menderita gizi buruk. Kebiasaan, mitos ataupun kepercayaan / adat istiadat masyarakat tertentu yang tidak benar dalam pemberian makan akan sangat merugikan anak. Misalnya kebiasaan memberi minum bayi hanya dengan air putih, memberikan makanan padat terlalu dini, berpantang pada makanan tertentu ( misalnya tidak memberikan anak anak daging, telur, santan dll) , hal ini menghilangkan kesempatan anak untuk mendapat asupan lemak, protein maupun kalori yang cukup

B. Sering sakit (frequent infection) Menjadi penyebab terpenting kedua kekurangan gizi, apalagi di Negara negara terbelakang dan yang sedang berkembang seperti Indonesia, dimana kesadaran akan kebersihan / personal hygine yang masih kurang, serta ancaman endemisitas penyakit tertentu, khususnya infeksi kronik seperti misalnya tuberkulosis (TBC) masih sangat tinggi. Kaitan infeksi dan kurang gizi seperti layaknya lingkaran setan yang sukar diputuskan, karena keduanya saling terkait dan saling memperberat. Kondisi infeksi kronik akan meyebabkan kurang gizi dan kondisi malnutrisi sendiri akan memberikan dampak buruk pada sistem pertahanan sehingga memudahkan terjadinya infeksi.4

16

Penyebab penting terjadinya KEP adalah dimana kesadaran akan kebersihan baik personal hygiene maupun kebersihan lingkungan yang masih kurang sehingga memudahkan balita untuk terserang penyakit infeksi.1 Terlihat pula adanya sinergisme antara status gizi dan infeksi. Keduanya dipengaruhi oleh makanan, kualitas mengasuh anak, kebersihan lingkungan dan lain-lain yang kesemuanya mencerminkan keadaan sosialekonomi penduduk serta lingkungan pemukimannya. Menurut Soekirman (2000) beberapa faktor yang dapat menyebabkan KEP, yaitu penyebab langsung dan tidak langsung. Penyebab langsung dari KEP adalah defisiensi kalori dan protein dengan berbagai gejala-gejala. Sedangkan penyebab tidak langsung dari KEP sangat banyak sehingga penyakit ini sering disebut juga dengan kausa multifaktorial. Salah satu penyebabnya adalah keterkaitan dengan waktu pemberian ASI dan makanan tambahan.4 Penyebab langsung terjadinya KEP yaitu makanan dan penyakit infeksi yang mungkin diderita anak. Timbulnya KEP tidak hanya makanan yang kurang tetapi karena penyakit. Anak yang mendapat makanan yang cukup baik tetapi sering menderita diare atau demam, akhirnya akan menderita KEP. Sebaliknya anak yang makan tidak cukup baik daya tahan tubuhnya (imunitas) dapat melemah. Dalam keadaan demikian mudah diserang infeksi, kurang nafsu makan, dan akhirnya mudah terserang KEP. Dalam kenyataan keduanya (makanan dan penyakit) secara bersama-sama merupakan penyebab KEP.4 Menurut Soekirman (2000), penyebab tidak langsung seperti diuraikan di atas timbul karena tiga faktor penyebab tidak langsung yaitu:4 1) Tidak cukup tersedia pangan atau makanan keluarga. Tidak cukupnya persediaan pangan dikeluarga menunjukkan adanya kerawanan ketahanan pangan keluarga (household food insecurity). Artinya kemampuan keluarga untuk mencukupi kebutuhan pangan, baik jumlah maupun mutu gizinya. Ketahanan pangan keluarga terkait dengan ketersediaan pangan (baik dari hasil produksi sendiri maupun dari pasar atau sumber lain), harga pangan dan daya beli

17

keluarga yang dipengaruhi oleh pendapatan keluarga, serta pengetahuan tentang gizi dan keluarga. 2) Pola pengasuhan anak yang tidak memadai. Pola pengasuhan anak adalah sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal dekatnya dengan anak memberikan makanan, merawat menjaga kebersihan, memberikan kasih sayang dan

sebagainya. Semuanya itu sangat berpengaruh pada tumbuh kembang anak. Pola asuh yang tidak memadai dapat menyebabkan anak tidak suka makan atau tidak diberi makanan seimbang, dan juga dapat memudahkan terjadinya infeksi. Pola asuh anak berhubungan dengan keadaan ibu seperti kesehatan (fisik dan mental), status gizi, pendidikan umum, pengetahuan tentang pengasuhan anak yang baik. Gizi buruk akibat kurang makan biasanya terjadi pada keluarga miskin, sedangkan untuk pola asuh yang salah terjadi pada keluarga mampu yang kurang memperhatikan keseimbangan gizi makanan anaknya. 3) Keadaan sanitasi yang buruk dan tidak tersedia air bersih serta pelayanan kesehatan dasar yang tidak memadai. Akses atau keterjangkauan anak dan keluarga terhadap air bersih dan kebersihan lingkungan besar pengaruhnya terhadap pengasuhan anak. Demikian juga pengasuhan anak yang baik memerlukan pelayanan kesehatan yang baik seperti imunisasi, pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, penimbangan anak, pendidikan ksehatan dan gizi, serta sarana kesehatan yang baik seperti posyandu, puskesmas, praktek bidan atau dokter, dan rumah sakit. Makin tersedia air bersih yang cukup untuk keluarga serta makin dekat jangkauan kelurga terhadap pelayanan dan sarana kesehatan, ditambah dengan pemahaman ibu tentang kesehatan dan gizi, makin kecil risiko anak terkena penyakit dan kekurangan gizi termasuk KEP. Keterjangkauan dan ketersediaan keluarga terhadap air bersih sangat berhubungan erat dengan kebersihan lingkungan. Kesadaran akan kebersihan lingkungan yang meliputi higiene perorangan/ personal hygiene dan sanitasi

18

lingkungan yang masih kurang, menjadi penyebab kekurangan gizi di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia.

3. Klasifikasi Terdapat 3 tipe gizi buruk berdasarkan gejala klinis, yaitu marasmus, kwashiorkor, dan marasmus-kwashiorkor. Perbedaan tipe tersebut didasarkan pada ciri-ciri atau tanda klinis dari masing-masing tipe yang berbeda-beda.1,5 1. Marasmus Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Gejala yang timbul diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan otot di bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan kemerahan, gangguan kulit, gangguan pencernaan (sering diare), pembesaran hati dan sebagainya. Anak tampak sering rewel dan banyak menangis meskipun setelah makan, karena masih merasa lapar. Berikut adalah gejala pada marasmus adalah (Depkes RI, 2000).1,5 Ciri dari marasmus menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (2004) antara lain:6 Penampilan wajah seperti orang tua, terlihat sangat kurus Perubahan mental Kulit kering, dingin dan kendur Rambut kering, tipis dan mudah rontok Lemak subkutan menghilang sehingga turgor kulit berkurang Otot atrofi sehingga tulang terlihat jelas Sering diare atau konstipasi Kadang terdapat bradikardi Tekanan darah lebih rendah dibandingkan anak sehat yang sebaya Kadang frekuensi pernafasan menurun Malnutrisi berat pada bayi sering ada di daerah dengan makanan tidak cukup atau hygien jelek. Sinonim marasmus ditetapkan pada pola

19

penyakit klinis yang menekankan satu atau lebih tanda defisiensi protein dan kalori. Gambaran klinis marasmus berasal dari masukan kalori yang tidak cukup karena diet yang tidak cukup, karena kebiasaan makan yang tidak tepat seperti mereka yang hubungan orangtua-anak terganggu, atau karena kelainan metabolik atau malformasi kongenital. Gangguan berat setiap sistem tubuh dapat mengakibatkan malnutrisi.1,5 Pada awalnya, terjadi kegagalan menaikkan berat badan, disertai dengan kehilangan berat badan sampai berakibat kurus, dengan kehilangan turgor pada kulit sehingga menjadi berkerut dan longgar karena lemak subkutan hilang. Lemak pada daerah pipih adalah bagian terakhir yang hilang sehingga untuk beberapa waktu muka bayi tampak relative normal sampai nantinya menyusut dan berkeriput. Abdomen dapat kembung atau datar dan gambaran usus dapat dengan mudah dilihat. Terjadi atrofi otot dengan akibat hipotoni. Suhu biasanya subnormal, nadi mungkin lambat, dan angka metabolism basal cenderung menurun. Mula-mula bayi mungkin rewel, tetapi kemudian menjadi lesu dan nafsu makan hilang. Bayi biasanya konstipasi, tetapi dapat muncul diare dengan buang air besar sering, tinja berisi mucus dan sedikit.1,5

2. Kwashiorkor Anak harus mengkonsumsi cukup makanan nitrogen untuk mempertahankan keseimbangan positif (karena sedang dalam masa pertumbuhan). Walaupun defisiensi kalori dan nutrient lain mempersulit gambaran klinik dan kimia, gejala utama malnutrisi protein disebabkan karena masukan protein tidak cukup bernilai biologis baik. Dapat juga karena penyerapan protein terganggu, seperti pada diare kronis, kehilangan protein abnormal seperti pada proteinuria atau nefrosis, infeksi, perdarahan atau luka bakar, dan gagal mensistensis protein seperti pada penyakit hati kronis.5 Kwashiorkor merupakan sindroma klinis akibat dari malnutri protein berat (MEP berat) dan masukan kalori tidak cukup. Dari kekurangan

20

masukan atau dari kehilangan yang berlebihan atau kenaikan angka metabolik yang disebabkan oleh infeksi kronis, akibat defisiensi vitamindan mineral dapat turut menimbulkan tanda-tanda dan gejala-gejala tersebut. Bentuk malnutrisi yang paling serius dan paling menonjol di dunia saat ini terutama yang berada didaerah industri belum berkembang. Kwashiorkor berarti anak tersingkirkan, yaitu anak yang tidak lagi menghisap, dapat menjadi jelas sejak masa bayi awal sampai sekitar usia 5 tahun, biasanya sesudah menyapih dari ASI. Walaupun penambahan tinggi dan berat badan dipercepat dengan pengobatan, ukuran ini tidak pernah sama dengan tinggi dan berat badan anak normal.5 Ciri dari Kwashiorkor menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (2004) antara lain:6 Perubahan mental sampai apatis Sering dijumpai Edema Atrofi otot Gangguan sistem gastrointestinal Perubahan rambut dan kulit Pembesaran hati Anemia Klasifikasi menurut Wellcome pada MEP berat dapat digunakan sampai usia lebih dari 20 tahun. Klasifikasi menurut Wellcome ini sangat sederhana karena hanya melihat % BB/U dan ada atau tidaknya edema. Terdapat kategori kurang gizi ini meliputi anak dengan PEM sedang atau yang mendekati PEM berat tapi tanpa edema, pada keadaan ini % BB/U berada diatas 60%.7

21

3. Marasmus-Kwashiorkor Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor dan marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada penderita demikian disamping menurunnya berat badan < 60% dari normal memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema, kelainan rambut, kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula (Depkes RI, 2000).1

4. Patofisiologi Malnutrisi merupakan suatu sindrom yang disebabkan banyak faktor. Faktor-faktor ini dapat digolongkan menjadi tiga faktor penting yaitu: tubuh sendiri (host), kuman penyebab (agent), dan lingkungan (environment). Faktor diet memegang peranan penting, tetapi faktor lain juga ikut menentukan.1 Tubuh selalu berusaha untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk menggunakan karbohidrat, protein, dan lemak merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan. Karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh

22

jaringan tubuh sebagai bahan bakar, tetapi kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat terbatas. Akibatnya, katabolisme protein terjadi dengan menghasilkan asam amino yang segera diubah menjadi karbohidrat. Selama puasa, jaringan lemak dipecah menjadi asam lemak, gliserol, dan keton bodies. Otot dapat menggunakan asam lemak dan keton bodies sebagai sumber energi kalau terjadi kekurangan makanan yang kronis. Tubuh akan mempertahankan diri untuk tidak memecah protein lagi setelah kira-kira kehilangan separuh dari tubuh.1 Siklus infeksi, diare dan kurang gizi yang diperberat oleh adanya immunodefisiensi, atrofi atau disfungsi organ, malabsopsi atau maldigesti, defisiensi KEP.8 serta katabolisme yang meningkat, pada akhirnya dapat menyebabkan defisiensi makro/mikro nutrien gangguan pertumbuhan

23

Patogenesis Marasmik-Kwashiorkor

24

5. Manifestasi Klinis Kondisi dari Malnutrisi Energy Protein (MEP) dikenal sebagai fenomena gunung es dimana hanya 20 % yang tampak dipermukaan air sedangkan 80% dari berada dibawah permukaan air. Keadaan dengan MEP yang berat disebut sebagai kwashiorkor, marasmus dan marasmus-kwashiorkor ini merupakan keadaan-keadaan yang diilustrasikan sebagai bagian teratas dari gunung es. Pada keadaan ini akan sangat mudah bagi seorang dokter untuk dapat menegakkan diagnosis dilihat dari gejala klinis yang ditemukan.7

Pada gambar di atas, dapat kita lihat bahwa keadaan MEP yang tampak sebagai marasmus, kwashiorkor hanya 1-5 %, dimana kedua keadaan ini dapat kita kenali dan dibedakan dari manifestasi klinis yang tampak. Secara umum telah disepakati bahwa tanda yang khas pada kwashiorkor adalah bila ditemukanya pitting edema sedangkan tanda utama yang ditemukan pada anak dengan marasmus adalah berat badan yang sangat kurang dari yang seharusnya, apabila pada seorang anak ditemukan kedua keadaan ini kita sebut sebagai marasmus kwashiorkor.7

25

Perbandingan ciri marasmus dan kwashiorkor7

Kwashiorkor merupakan salah satu bentuk dari MEP yang serius, ini sering terjadi pada anak umur 1-3 tahun, tetapi bisa terjadi pada semua umur. Adapun gambaran klinis kwashiorkor antara lain.7,9 Edema merupakan kumpulan cairan dalam jaringan tisu yang disebabkan karena pembengkakan. Biasanya dimulai dari tungkai yang menyebar luas sampai ke lengan, tangan dan wajah. Gagal tumbuh biasanya ada pada penderita kwashiorkor, tinggi badan akan lebih pendek dari anak normal, kecuali berat badan, berat badan akan lebih dari normal disebabkan karena adanya edema. Infiltrasi lemak hati selau ditemukan pada pemeriksaan kematian pada penderita kwasiokhor . Ini dapat menyebabkan pembesaran hati. Perubahan mental pada umumnya ditemukan tetapi tidak selau tercatat. Penderita ini biasanya apatis dengan sekitarnya atau cepat tersinggung. Perubahan rambut. Rambut pada anak Asia, Afrika dan Amerika Latin biasanya hitam,lebat dan berkilau, tetapi pada penderita kwashiorkor, rambutnya menjadi halus dan tipis. Perubahan kulit biasanya terdapat dermatosis tetapi tidak semua penderita kwashiorkor menderita dermatosis

26

6. Penatalaksanaan Pengobatan marasmus dengan pemberian diet tinggi kalori dan tinggi protein serta mencegah kekambuhan. Penatalaksanaannya dibagi dalam beberapa tahap: 9,10 1. Tahapan Stabilisasi (Penyelamatan) Mencegah/ mengobati hipoglikemia Secara klinis anak sadar tetapi pada pemeriksaan kadar gula darah <3 mmol/l atau <54 mg/dl, berikan bolus larutan 10% glukosa 50 ml atau 10% larutan sukrose (1 sdt/5gr gula pasir dalam 50ml air) secara oral atau melalui pipa nasogastrik. Segera berikan

ASI/susu/makanan cair rendah laktosa, kalau perlu personde bila tidak ada kontraindikasi (meteorismus berat, muntah profuse, sesak nafas berat). Berikan setiap 30 menit dalam dua jam pertama,

selanjutnya makanan diberikan setiap dua jam. Kesadaran menurun, letargi atau kejang, glukosa berikan 10% larutan

5 ml/kgbb IV diikuti dengan 50 ml larutan glukosa 10% personde. Dilanjutkan dengan pemberian

atau 10% sukrosa makanan seperti diatas.

Bila setelah dua jam kadar glukosa darah tetap rendah (<3 mmol/l atau <54 mg/dl) tetap diteruskan pemberian bolus 50 ml glukosa 10% atau larutan sukrosa 10% personde. Bila dua jam kemudian masih tetap rendah, diberikan glukosa 10% IV 1 tetes/kgbb/menit (5 mg glukosa/kgbb/menit).
Cari penyebab lain, bila disertai hipotermia kemungkinan sepsis,

berikan antibiotika. Mengobati/ mencegah hipotermia Jika suhu rektal <35,5C, hangatkan anak dengan cara membungkus menggunakan pakaian sampai ke kepala, tutupi dengan selimut hangat, bila perlu letakkan lampu di dekatnya. Ukur temperatur rektal tiap dua

27

jam, bila menggunakan lampu penghangat ukur tiap 30 menit, atau menggunakan selimut elektrik/inkubator (bila tersedia). Segera beri makanan, selanjutnya diberi makan setiap dua jam. Periksa kadar gula darah, bila hipoglikemia kemungkinan sepsis, berikan antibiotika.

Terapi Cairan Tidak syok Berikan ReSoMal 5 ml/kgbb/30 menit selama dua jam per oral atau sonde, dilanjutkan 5-10ml/kgbb/jam selama 4-10 jam berikutnya. Lanjutkan pemberian makanan. Tabel Larutan ReSoMal (rehidration solution for malnutrition) Bubuk oralit WHO untuk 1 liter Gula pasir Larutan elektrolit/mineral (elekmin) Tambahan air s/d 1 pak (5 sachet) 50 gram 40 ml 2000 ml (2 liter)

Tabel Kandungan Larutan Elekmin KCL Tripotasium Citrat Magnesium Chlorida (MgCl2.6H2O) Zinc Acetate (Zn asetat 2H2O) Copper Sulphate (CuSO4.5H2O) Tambahan air s/d Syok Beri O2, D 10% 5 ml/kgbb bolus IV, dilanjutkan 15 ml/kgbb/1 jam cairan RL + D5% atau NaCl 0,5% + D5% atau DG. Bila semua tidak ada berikan RL. 224 gram 81 gram 76 gram 8,2 gram 1,4 gram 2500 ml (2,5 liter)

28

- Ada perbaikan (denyut nadi dan pernafasan menurun), ulangi satu jam lagi, dilanjutkan dengan ReSoMal 10 ml/kgbb/jam selama 10 jam per oral atau sonde.
- Tidak ada perbaikan syok endotoksik

Sementara menunggu darah berikan larutan seperti di atas IVFD 4 ml/kgbb/jam dilanjutkan darah segar 10 ml/kgbb selama tiga jam bila PICU tersedia, dirujuk ke PICU. Berikan makanan dan antibiotika. Koreksi gangguan/kekurangan cairan, elektrolit/ asam basa dan mikronutrien Berikan K 3-4 mmol/kgbb/hari, Mg 0,4-0,6 mg/kgbb/hari, Zn 2 mg/kgbb/hr, Cu 0,3 mg/kgbb/hr (larutan elekmin). Bila sudah rehidrasi pencegahan rehidrasi dengan ReSoMal yang sudah ditambah larutan elekmin. Vitamin A - Tidak ada gejala defisiensi vitamin A pada mata: - Usia >1 th 200.000 iu, 6 -12 bl 100.000 iu, < 6 bln 50.000 iu peroral hanya satu kali. - Gejala defisiensi vitamin A pada mata: berikan hari 1, 2 dan ke 15.

Multivitamin, asam folat 5 mg hari 1, dilanjutkan 1 mg/hr, Fe 3


mg/kgbb/hari

Mengobati/ mencegah infeksi Semua penderita diberi antibiotika kotrimoksazol dosis 8-10 mg/kgbb/hari peroral dibagi dua dosis selama lima hari.

Bila anak sakit berat/ ada komplikasi (hipoglikemia, hipotermia,


infeksi berat, ISK) beri:

29

- Ampisilin dosis 200 mg/kgbb/hari per IV dibagi empat dosis selama dua hari, kemudian dilanjutkan amoksisilin 30-50 mg/kgbb/hari peroral dibagi tiga dosis selama lima hari dikombinasi dengan gentamisin dosis 3-5 mg/kgbb/hr per IV dibagi dua dosis selama tujuh hari.

Bila

selama

48

jam

tidak

ada

perbaikan

tambahkan

kloramfenikol 100 mg/kgbb/hr per IV dibagi empat dosis selama lima hari. Bila ditemukan infeksi spesifik beri terapi yang sesuai. Bila tidak ada perbaikan setelah tujuh hari ganti antibiotika dengan golongan sefalosporin generasi III.

2. Tahapan Transisi (Penyesuaian) Dinilai respon anak terhadap pemberian makanan pada stadium stabilisasi. Berdasarkan gejala diare, meteorismus dan muntah, makanan oral dapat dikurangi atau ditingkatkan jumlah, bentuk, jenis dan kandungan nutriennya secara bertahap. Fase ini bertujuan untuk menentukan jenis dan cara pemberikan makanan yang disesuaikan dengan kemampuan digesti dan absorbsi penderita. Jumlah formula atau makanan yang telah ditentukan diberikan dalam porsi kecil dan sering (6-12 kali pemberian sehari), osmolaritas rendah dan rendah laktosa, seperti formula F 75, F 100 atau F 135 bila rumah sakit dapat menyediakan makanan tersebut. Bahan dan bentuk makanan disesuaikan dengan kemampuan penderita, sebagai patokan usia <1 tahun makanan cair, usia >1 tahun makanan semisolidsolid. Kalori yang diberikan 50-100 Kkal/kgbb/hari dengan protein 1-1,5 gr/kgbb/hari. Pada anak yang minum susu formula, berikan susu formula rendah laktosa. Dievaluasi kemungkinan munculnya diare atau diare bertambah, muntah atau meteorismus. Bila ini terjadi kemungkinan intoleran laktosa, diatasi dengan:

30

Mengurangi jumlah formula sampai kalori yang diberikan 50 Kkal/kgbb/hr sehingga kandungan laktosa lebih rendah. Sebagai contoh setiap 100 Kcal LLM mengandung 1,46 gr laktosa. Bila dengan cara tersebut diatas masih juga diare, diperkirakan menderita intoleran laktosa berat, diatasi dengan mengganti susu formula yang bebas laktosa dan masih mengandung protein susu sapi. Bila dengan cara tersebut diatas masih juga diare, diperkirakan anak menderita CMPSE, diatasi dengan memberikan susu formula bebas protein susu sapi (susu formula yang berasal dari kacang kedelai). Untuk kepastian diagnosa secara klinis, uji coba formula sebaiknya dilakukan dua kali terhadap formula sebelumnya. Susu formula kacang kedelai ini dapat diberikan selama 3-6 bulan, dan selanjutnya diberikan dengan susu formula sebelumnya secara bertahap. Apabila selama observasi menderita diare kembali, mungkin anak alergi terhadap protein yang berasal dari kacang kedelai, diatasi dengan susu formula yang proteinnya sudah terhidrolisa. Pada anak di rumah yang tidak minum susu formula diberikan makanan yang tidak mengandung protein susu sapi dan bebas laktosa (formula kacang kedelai, bubur ayam atau bubur tempe). Bila dengan cara di atas diare tidak berhenti diperkirakan menderita malabsorbsi berat, makanan tidak dapat lagi diberikan secara oral, dipertimbangkan makanan parenteral gabungan dari lipid, asam amino kristaloid dan glukosa.

31

Tabel Formula Susu menurut WHO untuk KKP


Bahan (per 1000 ml) Susu Skim bubuk (g) Gula pasir (g) Minyak sayur (g) Elekmin (ml) Tambahan air s.d. (ml) F 75 25 100 30 20 1000 F 100 85 50 60 20 1000 F 135 90 65 75 27 1000

3. Tahapan Rehabilitasi (Penyembuhan dan Pembinaan) Pemberian kalori ditingkatkan secara bertahap dapat mencapai 175 kkal/kgbb/hari. Bentuk, jenis dan cara pemberian disesuaikan dengan makin meningkatnya kemampuan digesti dan absorbsi. Jenis makanan diupayakan disesuaikan dengan apa yang mungkin disediakan di rumah. Bimbingan pada orang tua untuk memberikan makanan sesuai dengan kebutuhan dapat dimulai setiap tahap, agar ibu dapat merawat dan menghindari berulangnya KKP. Sesuai dengan pencapaian tumbuh kembang (BB/TB >90%) secara bertahap intake yang direkomendasikan berkurang menjadi 100120 Kcal/kgbb/hari dengan protein 2-3 gr/kgbb/hari.

4. Tindakan khusus Transfusi darah (whole blood) diberikan jika albumin <1,5gr% atau Hb kurang 4gr% atau Hb 4-6gr% bila dijumpai gejala distres pernafasan. Berikan furosemide 1 mg/kgbb IV saat mulai transfusi. Bila anemia berat disertai tanda gagal jantung berikan transfusi packed cells 5-7 ml/kgbb. Bila kadar Hb masih 4gr% atau 4-6gr% dan masih tetap ada distress pernafasan, jangan diulangi transfusi sebelum empat hari. Mendidik ibu dalam merawat anaknya, memilih, menyediakan dan memberikan makanan yang sesuai, serta mengatasi penyakit yang

32

mempermudah terjadinya KKP (diare, ISPA dsb). Membina ikatan ibu anak melalui peningkatan kepedulian dan perawatan penuh kasih sayang. Membimbing ibu menuntaskan pengelolaan penyakit yang menyertai Anjuran imunisasi campak usia > 9 bulan bila belum imunisasi

5. Tindak lanjut
Pada fase stabilisasi awasi hipoglikemi, hipotermia, gangguan keseimbangan elektrolit/ asam basa. Nilai toleransi terhadap makanan berdasarkan munculnya gejala diare, muntah dan meteorismus. Dalam memperhitungkan volume dan frekuensi pemberian makanan perhitungkan kemampuan pengosongan lambung, dengan melakukan aspirasi sebelum pemberian porsi makanan berikutnya. Setelah pemberian makanan, kalau timbul muntah segera dilakukan penghisapan dan tindakan pencegahan aspirasi lainnya. Pemantauan penderita dapat dilakukan dengan cara penimbangan berat badan, pengukuran tinggi badan, serta tebal lemak subkutan, kemajuan gejala klinis serta kemampuan makan anak. Pada minggu-minggu pertama sering belum dijumpai penambahan berat badan.

Indikasi pulang penderita gizi buruk antara lain: Indikasi anak: Selera makan sudah bagus, makanan yang diberikan dapat dihabiskan Ada perbaikan kondisi mental Anak sudah dapat tersenyum, duduk, merangkak, berdiri, atau berjalan sesuai dengan umurnya Suhu tubuh berkisar antara 36,5 37,50C Tidak ada muntah atau diare Tidak ada edema

Terdapat kenaikan berat badan 5g/kgBB/hari selama 3 hari berturutturut atau kenaikan sekitar 50g/kgBB/minggu selama 2 minggu berturut-turut Sudah berada di kondisi gizi kurang (BB/TB > -3 SD) dan tidak ada gejala klinis gizi buruk

33

Indikasi ibu/ pengasuh: Sudah dapat membuat makanan yang diperlukan untuk tumbuh kejar di rumah

Sudah mampu merawat serta memberikan makan dengan benar


kepada anak Indikasi institusi lapangan: Puskesmas/ pos pemulihan gizi telah siap untuk menerima rujukan pasca perawatan.

34

35

Alur Penatalaksanaan Gizi Buruk

36

7.

Komplikasi Pada penderita gangguan gizi sering terjadi gangguan asupan vitamin dan mineral. Karena begitu banyaknya asupan jenis vitamin dan mineral yang terganggu dan begitu luasnya fungsi dan organ tubuh yang terganggu maka jenis gangguannya sangat banyak. Pengaruh marasmus bisa terjadi pada semua organ sistem tubuh. Beberapa organ tubuh yang sering terganggu adalah saluran cerna, otot dan tulang, hati, pankreas, ginjal, jantung, dan gangguan hormonal.8,9 Marasmus dapat berpengaruh terhadap perkembangan mental dan kecerdasan anak. Stuart dalam penelitiannya menyebutkan bahwa kekurangan zat gizi berupa vitamin, mineral dan zat gizi lainnya mempengaruhi metabolisme di otak sehingga mengganggu pembentukan DNA di susunan saraf. Hal itu berakibat terganggunya pertumbuhan sel-sel otak baru atau mielinasi sel otak terutama usia di bawah tiga tahun, sehingga sangat berpengaruh terhadap perkembangan mental dan kecerdasan anak. Walter tahun 2003 melakukan penelitian terhadap 825 anak dengan malnutrisi berat ternyata mempunyai kemampuan intelektual lebih rendah dibandingkan anak yang mempunyai gizi baik.8 Sel otak terbentuk sejak trimester pertama kehamilan, dan berkembang pesat sejak dalam rahim ibu. Perkembangan ini berlanjut saat setelah lahir hingga usia 2-3 tahun, periode tercepat usia enam bulan pertama. Setelah usia tersebut praktis tidak ada pertumbuhan lagi, kecuali pembentukan sel neuron baru untuk mengganti sel otak yang rusak. Dengan demikian diferensiasi dan pertumbuhan otak berlangsung hanya sampai usia tiga tahun.8 Kekurangan gizi pada masa kehamilan akan menghambat multiplikasi sel janin, sehingga jumlah sel neuron di otak dapat berkurang secara permanen. Sedangkan kekurangan gizi pada usia anak sejak lahir hingga tiga tahun akan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan sel glia dan proses mielinisasi otak. Sehingga kekurangan gizi

37

saat usia kehamilan dan usia anak sangat berpengaruh terhadap kualitas otaknya.8 Gizi kurang pada usia di bawah dua tahun akan menyebabkan sel otak berkurang 15-20%, sehingga anak yang demikian kelak kemudian hari akan menjadi manusia dengan kualitas otak sekitar 80-85%. Anak yang demikian tentunya bila harus bersaing dengan anak lain yang berkualitas otak 100% akan menemui banyak hambatan.8 Mortalitas atau kejadian kematian dapat terjadi pada penderita marasmus, yaitu sekitar 55%. Kematian ini seringkali terjadi karena penyakit infeksi (seperti tuberkulosis, radang paru, infeksi saluran cerna) atau karena gangguan jantung mendadak. Infeksi berat sering terjadi karena pada marasmus sering mengalami gangguan mekanisme pertahanan tubuh. Sehingga mudah terjadi infeksi atau bila terkena infeksi beresiko terjadi komplikasi yang lebih berat hingga mengancam jiwa.8 Kematian mendadak karena gangguan jantung, disebabkan karena gangguan otot jantung yang sering terjadi pada penderita marasmus. Tampilan klinis yang tampak adalah atrofi ringan pada otot jantung. Hal tersebut dapat mengakibatkan cardiac output menurun, gangguan sirkulasi, hipotensi, gangguan irama jantung (bradikardi), sehingga tangan dan kaki terasa dingin dan pucat.8 8. Prognosis Malnutrisi yang hebat mempunyai angka kematian yang tinggi, kematian sering disebabkan oleh karena infeksi. Sering tidak dapat dibedakan antara kematian karena infeksi atau karena malnutrisi sendiri. Prognosis tergantung dari stadium saat pengobatan dimulai. Walaupun kelihatannya pengobatan adekuat, bila penyakitnya progresif, kematian tidak dapat dihindari, mungkin disebabkan perubahan yang irreversible dari sel-sel tubuh akibat under nutrition.2

Anda mungkin juga menyukai