Anda di halaman 1dari 0

Business Plan dan Studi Kelayakan Pengolahan ...

Yusak Maryunianta dan Terip Karo-karo



57
BUSINESS PLAN DAN STUDI KELAYAKAN PENGOLAHAN JERUK
MENJADI PRODUK POWDER DI PROPINSI SUMATERA UTARA
Business Plan and Feasibility Study of Powder Orange Processing
in North Sumatera

Yusak Maryunianta dan Terip Karo-Karo

Abstrak: Pengkajian ini dilakukan dengan tujuan untuk menyusun studi kelayakan pengolahan jeruk menjadi
produk powder dan menyusun business plan pengolahan jeruk menjadi produk powder. Daerah studi dalam
pengkajian ini adalah dua kabupaten sentra produksi utama jeruk di Sumatera Utara yaitu Karo dan Dairi.
Untuk mengkaji kinerja eksisting agribisnis jeruk di daerah studi digunakan metode deskriptif. Sementara itu,
untuk mengkaji kelayakan pengembangan pengolahan jeruk menjadi produk powder digunakan kriteria
investasi menggunakan perhitungan Benefit Cost Ration, Net Present Value and Internal Rate of Return.
Analisis Sensitivitas juga digunakan untuk mengkaji ketidakpastian perekonomian terhadap pengembangan
kegiatan.
Hasil survey kajian menyatakan bahwa pengembangan pengolahan jeruk menjadi produk powder layak
dilaksanakan, baik dalam kondisi perekonomian normalmaupun perekonomian mengalami ketidakpastian. Agar
kegiatan pengembangan berjalan optimal maka perlu dilakukan pengembangan kemitraan yang didukung oleh
perkuatan kelembagaan petani dan pengembangan pasar.

Kata kunci: pengolahan jeruk powder, studi kelayakan, business plan.


Abstract: The objectives of the study were to determine the feasibility of powder orange processing in North
Sumatera and to arrange the business plan of the processing. The study was conducted in Karo Regency and
Dairi Regency as the most important orange production centres in North Sumatera.
The analysis methods that was used to study the existing condition of performance of orange agribusiness in
study are was descriptive analysis. The feasibility of the powder orange processing was determined by using
investment criteria i.e. Benefit Cost Ration, Net Present Value and Internal Rate of Return. Sensitivity Analysis
also was used to analyse the effect of uncertain condition on the plant.
The results of this study indicated that the powder orange processing development is feasible to be development
in the study area in the normal or uncertain condition. The implementation of the activity can be conducted
optimally by developing partnership that is based on farmer institution empowerment and market development.

Key words: powder orange, feasibility study, business plan.


PENDAHULUAN

Kegiatan agroindustri memiliki potensi dalam
peningkatan nilai tambah produk hasil-hasil
pertanian, bukan hanya terbatas pada tingkat petani
tetapi sampai pada tingkat pengusaha yang bergerak
dalam perdagangan baik lokal, nasional maupun
internasional. Agroindustri juga berpotensi
menciptakan kesempatan kerja yang semakin besar di
pedesaan dan juga peningkatan ekspor non migas
(Rahardjo, 1984).
Peluang pengembangan agroindustri dapat
dibagi dalam 2 kategori yakni pertama agroindustri
berskala besar dengan basis perkebunan (PTP dan
Swasta), perikanan laut, peternakan dan kategori
kedua agroindustri pedesaan dengan basis pertanian
rakyat meliputi pengolahan palawija, hortikultura
maupun hasil perikanan rakyat.
Nilai tambah yang dihasilkan dari kegiatan
agroindustri mempunyai peluang yang cukup besar
untuk dikembangkan di Sumatera Utara, mengingat
Sumatera Utara mempunyai potensi besar dalam hal
penyediaan bahan baku, baik untuk agroindustri
berskala besar maupun skala kecil. Selain itu, posisi
Sumatera Utara yang berbatasan langsung dengan
negara tetangga dengan negara tetangga yaitu
Malaysia dan Singapura memberikan peluang pasar
yang semakin terbuka lebar bagi produk agroindustri.
Salah satu jenis komoditas hortikultura unggulan
yang berpotensi besar untuk dikembangkan menjadi
produk agroindustri di Sumatera Utara adalah jeruk.
Sumatera Utara merupakan produsen utama jeruk di
Indonesia selain Sulawesi Selatan, Jawa Timur dan
Kalimantan Barat.
Jeruk asal Sumatera Utara yang dikenal sebagai
jeruk Meran dan jeruk Berastagi merupakan salah
satu jenis buah unggulan yang sangat digemari oleh
konsumen baik konsumen local maupun konsumen
manca negara. Keunggulan jeruk ini antara lain
terletak pada rasanya yang manis sedikit asam, kulit
buah agak tebal dan mempunyai ketahanan terhadap
hama penyakit. Disamping itu, jeruk ini mudah
Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 5 November 2005
58
dibudidayakan dengan biaya produksi relative renda.
Jeruk jenis ini terutama dihasilkan di Kabupaten
Karo. Dengan karakteristik yang sedemikian maka
jeruk Berastagi memiliki hamper semua ciri yang
dibutuhkan dalam pengembangan agroindustri yang
menghasilkan produk bahan minuman baik dalam
bentuk segar (sari dan juice) maupun powder.
Produk powder memiliki beberapa kelebihan
yaitu lebih tahan lama disimpan, kemasan lebih
praktis dan memiliki nilai tambah yang tinggi.
Meskipun produk powder tersebut memiliki berbagai
kelebihan yang di dukung oleh ketersediaan
bahanbaku relative besar dan konsumen yang relative
luas, namun pengolahan jeruk menjadi produk
powder belum pernah dilakukan di Sumatera Utara.
Oleh karena itu, studi kelayakan dan business plan
tentang pengolahan jeruk menjadi produk powder di
Sumatera Utara perlu segera dilakukan.
Adapun tujuan Studi Kelayakan dan Business
Plan tentang Pengolahan Jeruk Menjadi Produk
Powder di Sumatera Utara ini adalah untuk :
1. Menyusun studi kelayakan pengolahan jeruk
menjadi produk powder.
2. Menyusun business plan pengolahan jeruk
menjadi produk powder.

METODE ANALISIS

Lokasi survey atau sasaran pengumpulan data
ditentukan secara purposive yaitu dengan daerah
kabupaten yang menjadi sentra produksi atau
penghasil jeruk segar sebagai bahan baku untuk
pengolahan produk jeruk powder terbesar di
Sumatera Utara, yaitu Kabupaten Karo dan Dairi.
Pada tahun 2003, kedua kabupaten tersebut memiliki
kontribusi sekitar 60% dari total produksi jeruk segar
di Sumatera Utara.
Data yang dibutuhkan dalam survey ini terdiri
atas data primer dan data sekunder. Data primer yang
dibutuhkan antara lain tentang kondisi dan
permasalahan pengembangan jeruk secara umum,
kegiatan usaha tani jeruk, kegiatan kelompok tani,
kegiatanpemasaran transportasi. Data diperoleh
melalui pejabat pemerintah daerah. Rincian jumlah
responden dalam survey ini terdiri atas petani 10 KK,
kelompok tani jeruk 3 kelompok, pengurus
masyarakat jeruk Indonesia (MJI) 1 orang. Pedagang
pengumpul 3 orang, pengusaha tranpsortasi
(ekspedisi) 1 perusahaan dan pengusaha pengolahan
2 perusahaan.
Data sekunder yang diperlukan terdiri atas data
tentang kebijakan pengembangan hortikultura buah-
buahan, data agroklimat, hasil studi tentang jeruk
sebelumnya, data tentang luas lahan pengembangan,
produktivitas dan produksi jeruk serta jumlah
kelompok tani diperoleh oleh beberapa instansi.
Instansi sasaran survey atau sumber data sekunder
adalah Dinas Pertanian, Dinas Perindustrian dan
Perdagangan, Inkubator, Bappeda Kabupaten serta
Kantor Statistik.
Analisis terhadap potensi bahan baku, peran
stakeholders dan lembaga terkait, proses pengolahan
jeruk menjadi produk powder, kebutuhan
sumberdaya (peralatan, lahan, bangunan, bahan
penunjang dan lain sebagainya) yang diperlukan
dalam pengolahan jeruk menjadi produk powder
serta penyusunan business plan dilakukan
menggunakan metode deskriptif. Sementara itu,
khusus untuk analisis proses pengolahan dibantu
dengan metode bagan air.
Analisis kelayakan dilakukan melalui tahapan
perkiraan biaya pengembangan, perkiraan manfaat
pengembangan dan penentuan kelayakan
pengembangan. Biaya pengembangan yang dimaksud
dalam hal ini adalah biaya produksi yang terdiri ats
biaya investasi maupun biaya operasi (Gittinger,
1986). Biaya investasi diperkirakan dari pembelian
tapak, pembelian alat sortir, alat pemotong, alat
pengerukan, alat pemisah biji, vacuum dryer, mixer
/blender, ayakan, alat pengemas. Biaya operasi
diperkirakan dari pembelian bahan baku, pembelian
bahan tambahan (penunjang) untuk memproduksi
powder seperti gula, mineral, bahan baku, flavor,
pewarna dan kemasan, penyediaan energi (bahan
baker), biaya perawatan, pajak, upah tenaga kerja dan
penyusutan alat.
Manfaat dalam proyek-proyek pertanian yang
paling umum diperoleh dari peningkatan produksi
fisik (Gittinger, 1986). Dalam pengembangan
pengolahan jeruk menjadi produk powder ini,
manfaat yang dimaksud adalah nilai produksi
pengolahan jeruk powder selama umur ekonomis
rangkaian peralatan 10 tahun.
Kelayakan dalam proyek-proyek pertanian yang
paling umum diperoleh dari peningkatan produksi
fisik Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) dan Internal
Rate of Return (IRR) (Bachrawi, 2000 : Choliq,
1993; Kadariah dkk, 1978). Dalam hal ini tingkat
bunga yang berlaku dan digunakan dalam kajian
adalah sebesar 15% tahun.
Mengingat keadaan perekonomian sering
diwarnai ketidakpastian maka dilakukan analisis
sensitivitas dengan asumsi bahwa biaya
pengembangan (biaya produksi) meningkat sebesar
30%, pengembangan terlambat 2 tahun, kombinasi
antara biaya pengembangan meningkat 30% dan
pengembangan terlambat 2 tahun.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. POTENSI DAN PROSPEK
PENGEMBANGAN PRODUK JERUK
POWDER

Pengembangan produk jeruk powder ke depan
memiliki prospek yang relative cerah dan
kesinambungan yang menjanjikan mengingat bahan
baku bagi industri jeruk powder tersedia secara
kontinyu dengan adanya dukungan kesesuaian
agroklimat dan ketersediaan lahan, gaya hidup
Business Plan dan Studi Kelayakan Pengolahan ...
Yusak Maryunianta dan Terip Karo-karo

59
masyarakat cenderung lebih praktis, teknologi
penanganan pasca panen telah tersedia, persoalan
pemasaran jeruk dalam bentuk segar relative
kompleks, semakin nyatanya dukungan
kebijaksanaan pengembangan agroindusri.
Kabupaten Karo dan Dairi merupakan bagian
wilayah Propinsi Sumatera Utara yang memiliki
potensi cukup besar sebagai daerah pengembangan
jeruk. Daerah ini terletak di dataran tinggi
pegunungan Bukit Barisan yang berada pada
ketinggian 140-1.700 m di atas permukaan laut.
Tanah di daerah studi pada umumnya termasuk
kedalam sub ordo udults, udands dan tropepts
dengan kondisi drainase baik. Kedalaman efektif
tanah pada umumnya adalahpada rentang antara 30
60 cm dan rentang 60 90 cm. Suhu udara berkisar
antara 14
0
C 27
0
C dengan kelembaban udara rata-
rata 75 88% curah hujan rata-rata berkisar antara
1.000-3.500 mm per tahun dengan hari hujan rata-
rata 145 hari per tahun dengan rata-rata penyinaran
matahari 55-66%.
Di wilayah Kabupaten Karo terdpat seluas
118.679 ha lahan yang berpotensi bagi
pengembangan pertanian dan 14.5% diantaranya
belum dimanfaatkan secara efektif. Sedangkan di
Kabupaten Dairi terdapat lahan potensial seluas
129.334 ha dan 35% diantaranya belum
dimanfaatkan secara efektif (termasuk 20.000ha
dianaranya berupa lahan tidur). Lahan yang belum
termanfaatkan tersebut berpotensi besar bagi
pengembangan jeruk di masa yang akan datang.
Berdsarkan uraian tersebut maka dapat
disarikan bahwa potensi agroklimat dan ketersediaan
lahan bagi pengembangan jeruk di Sumatera Utara
khususnya di dua kabupaten sentra produksi jeruk
(Karo dan Dairi), relative besar. Ini berarti potensi
bahan baku produk jeruk powder di Sumatera Utara
relative besar dan prospek kesinambungan
ketersediaan bahan baku tersebut dimasa yang akan
datang relative terjamin.
Varietas jeruk yang ditanam di Kabupaten Karo
sekarang ini adalah jenis Siam, Washington, Sunkist,
Padang dan Siam Madu, sedangkan di Kabupaten
Dairi terutama adalah Siam Madu. Jenis yang
disukai oleh konsumen local adalah varietas Siam
Madu sehingga varietas jeruk ini mendominasi
penanaman jeruk di Kabupaten Karo. Jeruk ini
memiliki kekhasan seperit kadar airnya yang banyak
aromanya yang harum, rasanya manis dan sedikit
asam, warna cerah, bentuk bulat atau oval, tebal kulit
2-4 mm, warna lapisan dlaam kuning, diameter jeruk
5-7 cm, dan beratnya 90-225 gram, ketahanan 8-10
hari setelah masa panen, umur tanaman berproduksi
4-10 tahun. Uraian di atas memberikan gambaran
bahwa jeruk Karo dan Dairi memiliki karakteristik
atau kualitas yang memenuhi persyaratan sebagai
bahan olah produk jeruk powder.
Pertanaman jeruk di Kabupaten Karo dari
tahun ke tahun cenderung mengalami peningkatan
jumlah penduduk dan adanya kesadaran masyarakat
tentang pentingnya gizi (vitamin). Luas pertanaman
jeruk meningkat dari 6.651,00 ha pada tahun 2000
menjadi 17.000 ha pada pertengahan tahun 2004,
atau terjadi peningkatan pesat luas pertanaman
sebesar 63,90% pertahun. Penyebaran pertanaman
jeruk terdapat di Kecamatan Barusjahe, Tigapanah,
Juhar, Simpang Empat, Merek, Munthe, Kutabuluh
dan Kabanjahe. Sejak tahun 2002, Kecamatan
Mardinding menjadi lokasi baru sasaran
pengembangan jeruk Siam.
Untuk Kabupaten Dairi, luas pertanaman jeruk
masih relative terbatas namun terus mengalami
perkembangan dari tahun ke tahun. Total luas
pertanaman jeruk 192 ha pada tahun 2000, meningkat
menjadi 410 Ha pada pertengahan tahun 2003, atau
meningkat rata-rata 53,4% per tahun. Penyebaran
peranaman jeruk terdapat di Kecamatan Pegagan
Hilir, Sumbul, Parbuluan, Sidikalang dan Siempat
Nempu.
Produksi jeruk Kabupaten Kaor dari tahun ke
tahun mengalami peningkatan luas pertanaman dan
juga teknologi budidaya yang terus berkembang. Dari
luas pertanaman 17.000 ha, baru 8.344 ha yang telah
berproduksi dengan produktivitas rata-rata 78,03
ton/ha pada pertengahan tahun 2004. produksi total
telah berkembang 46,5% per tahun dari 350,154,75
ton pada tahun 2000 menjadi 651.082 ton pada tahun
2004. Produksi jeruk Kabupaten Dairi juga
mengalami peningkatan 63,7% per tahun dari 1.046,4
ton pada tahun 2000 menjadi 2.665 ton pada tahun
2004.
Berdasarkan uraian tentang kondisi luas
pertanaman dan produksi tersebut maka dapat
dikatakan bahwa jeruk segar sebagai bahan baku
dalam pengolahan produk powder tersedia dengan
cukup melimpah di dua kabupaten sentra produksi
jeruk tersebut. Dengan asumsi bahwa sekitar 30%
produksi jeruk Karo dan Dairi diolah menjadi produk
powder dan rendeman pengolahan adalah 2,5% maka
kedua kabupaten sentra produksi tersebut berpotensi
menghasilkan jeruk powder sekitar 4.903 ton dalam
setahun.
Di wilayah kabupaten Karo terdapat beberapa
lokasi gudang yang berfungsi sebagai tempat
penampungan, penyortiran, grading dan pengemasan
buah jeruk. Pada gudang tersebut buah jeruk
dikelompokkan atas beberapa kelas yaitu kelas A
(sekitar 6 buah per kg), kelas B (sekitar 8 buah per
kg), kelas C (sekitar 10 buah per kg) dan kelas D
(sekitar 12 14 buah per kg). Pada prinsipnya bahan
baku produk powder dapat berasal dari kesemua
grade tersebut. Penanganan pasca panen jeruk oleh
para petani di Kabupaten Karo yang mencakup
penampungan, penyortiran, grading dan pengemasan
buah jeruk segar (meskipun umumnya masih bersifat
tradisional dan perlu disempurnakan), telah
memberikan tambahan jaminan kualitas jeruk sebagai
bahan baku bagi pembuatan produk powder.
Permasalahan pasca panen yang cukup
menonjol dalam agribisnis jeruk Karo dan Dairi
Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 5 November 2005
60
adalah bahwa sampai saat ini di wilayah kajian
belum terdapat satu perusahaan pun yang bergerak
dalam pengiolahan buah jeruk (misalnya menjadi
juice, mainisan, permen atau powder).
Permintaan akan buah jeruk masih merupakan
yang terbesar disbanding permintaan terhadpa jenis
buah lainnya.menggunakan besarn konsumsi per
kapita sebesar 0,05 kg per minggu pada tahun 1996
tahun 1996 menjadi 0,09 kg per minggu pada tahun
2003, maka konsumsi jeruk penduduk Indensia naik
9,917 ton pada tahun 1996 menjadi 19,356 ton per
minggu pada tahun 2003. Dengan perkiraan tingkat
konsumsi per kapita sebesar 0,2 kg per minggu, maka
proyeksi kebutuhan jeruk untuk konsumsi nasional
pada tahun 2010 diperkirakan akan menjadi sekitar
48.000 ton per minggu atau sekitar 2.496.000 ton per
tahun.
Peluang pasar luas negeri juga semakin terbuka
dengan terus meningkatnya permintaan negara-
negara ASEAN, Asia lainnya maupun Eropa
terhadap jeruk dari Indonesia. Dalam pemanfaatan
peluang ini Indonesia harus bersaing keras dengan
negara-negara penghasil jeruk lainnya seperti
Thailand dan China. Dengan asumsi bahwa
permintaan dari luar negeri terhdap jeruk Indonesia
adalah sebesar 20% dari permintaan domestik maka
diperkirakan pada tahun 2010 total permintaan jeruk
dari luar negeri adalah sebesar 224..640 ton.
Dengan semakin berkembangnya budaya
modern yang menuntut segala sesuatu berlangsung
cepat dan praktis maka untuk masa yang akan dating
diperkirakan masyarakat akan semakin banyak
mengkonsumsi buah-buahan instant namun dengan
ciri tetap memiliki rasa dan aroma yang tidak
berbeda jauh dengan bentuk segarnya, seperti dalam
bentuk powder (Sato, 2004).
Sistem pemasaran jeruk Karo dan Dairi sampai
saat ini umumnya melibatkan pedagang pengumpul,
pedagang local, pedagang antara pulau dan eksportir.
Biaya handling dan pengangkutan buah jeruk dari
Berastagi ke Jakarta rata-rata adalah Rp. 1.200 -
Rp. 1.500 per kg. mahalnya ongkos angkut ini
disbabkan oleh banyaknya pungutan resmi maupun
tak resmi di sepanjang jalan antara Medan Jakarta.
Ongkos ini jauh lebih mahal disbanding dengan biaya
handling dan transportasi jeruk China dari Negeri
China ke Jakarta (yang rata-rata hanya Rp. 500 per
kg). Tingginya biaya transport tersebut masih
ditambah dengan resiko kerusakan barang selama
perjalanan. Kerusakan buah yang timbul karena
transportasi biasanya berkisar antara 3 sampai
7%.
Cara pemasaran dengan bantuan ekspedisi
membutuhkan skala pengiriman barang yang lebih
besar agar efisien dalam biaya pengiriman. Tentu
saja hal tersebut sulit dijangkau oleh petani yang
produksinya terbatas tanpa mereka membentuk
kelompok pemasaran bersama atau tanpa adanya
fasilitas pasar induk yang memadai di wilayah kajian
(Takdir, 2004).
Saluran distribusi produk jeruk segar asal Karo
adalah dari produsen ke pedagang pengumpul,
kemudian ke agen besar di Pulau Jawa ke pedagang
pengecer lalu ke konsumen. Untuk jeruk yang
dipasarkan ke Jakarta melalui jasa ekspedisi, pihak
pengecer menjual kepada konsumen dengan harga
Rp. 10.500 Rp. 12.500 untuk kelas super, Rp. 7.500
Rp. 9.500 untuk kelas A & B Rp. 6.000 Rp. 7.000
untuk kelas C. bila dihitung marjinnya maka petani
akan menerima Rp. 1.800 per kg. Setelah dikurangi
dengan biaya transport (Rp.1.200 per kg) maka
pedagang pengumpul memperoleh keuntungan
sekitar Rp. 1.550 per kg dan agen Rp. 1.400.
sedangkan pihak pengecer memperoleh keuntungan
rata-rata R. 2.100 per kg. Dari perhitungan ini
terlihat bahwa marjin pemasaran tertinggi diterima
oleh pihak pengecer. Petani hanya menerima marjin
sekitar 26,1 dari total harga yang dibayarkan oleh
konsumen di Jakarta.
Hal yang hamper selalu terjadi pada tiap musim
panen raya adalah turunnya harga jeruk pada saat
panen raya (biasa hanya Rp. 1.200-Rp. 2.000 per kg).
ironisnya adalah bulan-bulan panen raya jeruk Karo
hampir berimpit dengan bulan-bulan panen raya
sentra-sentra produksi jeruk lainnya di Indonesia
(seperti Pasaman dan Sambas). Selain itu, bulan-
bulan panen raya jeruk juga merupakan bulan-bulan
panen raya komoditas buah-buahan jenis lain seperti
mangga, durian dan rambutan. Jatuhnya harga jeruk
juga dipicu oleh terhambatnya penyaluran hasil jeruk
ke Nangroe Aceh Darussalam yang selama ini
menjadi salah satu pasar utama produk jeruk asak
Karo dan Dairi.
Berdasarkan uraian tentang kinerja
pemasaran jeruk domestik ini dapat diproyeksikan
bahwa melalui pengembangan kegiatan pengolahan
produk jeruk powder di Sumatera Utara maka akan
berdampak mempersingkat jalur pemasaran produk
jeruk segar, mengurangi resiko tingginya biaya
transportasi, mengurangi resiko kerusakan dan
kehilangan produk, meningkatkan daya saing produk
Karo disbanding jeruk dari daerah lain, memberikan
alternative pasar dan menghindari kejatuhan harga
jeruk dalam kondisi over produksi, serta
meningkatkan margin pemasaran yang diterima oleh
petani (Maryunianta, 2004).
Program Pemerintah Kabupaten Karo dan Dairi
ke depan adalah mengimplementasikan
pengembangan pusat Kawasan Agropolitan. Program
tersebut didukung sepenuhnya oleh pemerintah pusat.
Terbukti pemerintah pusat menentapkan program
tersebut sebagai proyek percontohan nasional di
Indonesia. Dalam konsep tersebut, Kabupaten Karo
menjadi pusat kawasan agropolitan yang mengcover
5 kabupaten yaitu Karo, Dairi, Simalungun, Tobasa
dan Tapanuli Utara sesuai dengan nota kesepakatan
(MoU) kelima kabupaten tersebut.
Pada kawasan agropolitan tersebut akan
dibangun sarana dan prasana yang mendukung
sektor pertanian antara lain industri pengolahan
Business Plan dan Studi Kelayakan Pengolahan ...
Yusak Maryunianta dan Terip Karo-karo

61
benih, cold storage, indusri pengerigan, industri
pengalengan, terminal agribisnis, industri sirup,
industri pengemasan, bank, industri alat pertanian,
pemasaran dan penjualan produk-produk pertanian
dan pembangunan lapangan terbang khusus kargo.
Dengan dukungan kebijakan sedemikian maka
pengembangan agroindustri alat pertanian,
pemasaran dan penjualan produk-produk pertanian
dan pembangunan lapangan terbang khusus kargo.
Dengan dukungan kebijakan sedemikian maka
pengembangan agroindustri jeruk menjadi produk
powder di wilayah kajian memiliki peluang yang
semakin besar untuk direalisasikan (Anonim, 2003).

2. STRATEGI PENGEMBANGAN PRODUK
JERUK POWDER
Berdasarkan paparan tentang prospek sekaligus
permasalahan pengembangan jeruk segar di atas
maka strategi pengembangan teknologi pengolahan
jeruk menjadi produk di wilayah kajian adalah :
1. Mengembangkan teknologi pengolahan produk
jeruk powder di wilayah kajian dengan sarana :
a. Meningkatkan nilai tambah jeruk segar asal
Karo dan Dairi dan meningkatkan
pendapatan petani.
b. Mengoptimalkan pemanfaatan prospek dan
peluang pasar jeruk domestic maupun luar
negeri melalui diversifikasi produk jeruk.
c. Memangkas panjangnya jalur tata niaga
produk jeruk dan mengurangi resiko
tingginya biaya transportasi dalam
pemasaran jeruk segar.
d. Mengurangi resiko jatuhnya harga produk
jeruk segar saat panen raya sebagai akibat
persamaan waktu panen di antara sentra-
sentra produk jeruk yang ada.
e. Memberikan alternative pemanfaatan bagi
produk jeruk segar pada saat over produksi
(panen raya) atau produk yang tidak
terserap oleh pasar.
f. Meningkatkan marjin pemasaran yang
diterima oleh petani jeruk.

2. Mengembangkan teknologi pengolahan produk
jeruk powder di wilayah kajian yang didukung
oleh :
a. Pemanfaatan daya dukung lahan dan
kesesuaian agroklimat secara optimal untuk
pengembangan jeruk sebagai bahan baku
pembuatan produk powder.
b. Pemanfaatan potensi luas lahan
pengembangan dan produksi jeruk untuk
menjamin kontinuitas ketersediaan bahan
baku bagi pengolahan jeruk menjadi produk
powder.
c. Penanganan kualitas dan karakteristik jeruk
di wilayah kajian sebagai bahan baku
produk jeruk powder melalui perbaikan
penanganan pasca panen (penggudangan,
penyortiran, grading, pengemasan) jeruk
segar.
d. Efisiensi proses produksi bahan baku
sehingga cost price jeruk segar sebagai
bahan baku produk powder masih dapat
ditekan.
e. Perbaikan prasarana transportasi (seperti
jalan) yang mengalami kerusakan di
wilayah sentra produksi.
f. Pejabaran kebijakan agroindustri menjadi
rencana aksi yang lebih bersifat operasional.
g. Menarik investor untuk menginvestasikan
modalnya dalam pengembangan jeruk
produk powder melalui pola kemitraan.
h. Penggalakan kegiatan promosi produk jeruk
powder dan pengembangan outlet-outlet
jeruk powder.
i. Peningkatan kesadaran petani di wilayah
kajian dalam membentuk kelembagaan
secara berkelompok.

3. TEKNOLOGI PENGOLAHAN PRODUKSI
JERUK POWDER
Proses pengolahan buah jeruk menjadi produk
powder dilakukan melalu tahapan sortasi, pencucian,
pemotongan, ekstraksi, pengadukan, penyaringan,
penambahan zat aditif, penguapan, penepungan dan
pengayakan, dan pengemasan. Bahan baku yang
dibutuhkan dalam pengolahan ini sebanyak 3 ton
jeruk segar. Masing-masing tahapan dijelaskan
sebagai berikut :

a. Sortasi
Setelah panen, buah jeruk segar dikumpulkan
oleh para petani di pondok yang umumnya tersedia
di setiap lahan tanaman jeruk. Di tempat tersebut
dilakukan penyortiran berdasarkan besar kecilnya
buah jeruk secara manual atau menggunakan alat
sortir menurut criteria sortasi yang sudah dikenal.
Alat sortasi yang digunakan berkapasitas 3 ton per
hari.

b. Pencucian / pengupasan
Sebelum diambil sari buahnya, buah jeruk dicuci
bersih, dikupas atau dipotong menggunakan alat
pemotong. Buah jeruk yang telah masak pohon harus
segera diambil sari buahnya dan jangan terlalu lama
disimpan di gudang, karena akan mudah terserang
jasad renik. Alat pemotong yang digunakan
berkapasitas 3 ton per hari.

c. Ekstraksi/Pengadukan/Penyaringan
Setelah dikupas, kemudian buah jeruk diambil
sarinya dengan cara diperas, disaring (yang dibantu
dengan alat pemisah biji) serta diaduk. Sebelum
dilakukan pengadukan dan penyaringan, bahan
dicampur dengan air secukupnya. Alat pemisah biji
yang digunakan berkapasitas 1 ton per hari.
Menurut Toller and Timberlake (1971), sari buah
jeruk manis biasanya mempunyai susunan sebagai
berikut :
Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 5 November 2005
62
Berat jenis : 1,037 1,049
pH : 2,26 5,57
Brix : 9,20
0
15,00
0

Total gula : 6,00 11,00 % berat
Gula sakarosa
(cane sugar) : 1,46 3,30
Gula invert : 6,70 8,30
Asam sitrat : 0,95 3,41
Perbandingan brix
dan asam : 3,54 12,24
Pectin : 0,08 0,21
Carotenoids : 0,68 3,37 mg/ltr
Nanthophyll : 0,16 3,37 mg/ltr
Vitamin C : 28,00 92,20 mg %
Minyak esensial : 2,60 - 44,00 mg %
Abu : 0,30 0,41 %

Sari buah yang digunakan sebagai bahan
pembuatan powder tidak boleh mengandung minyak
esensial melebihi 0,03 %. Bilmana perlu, sari buah
dapat diawetkan dengan bermacam-macam cara,
diantaranya yaitu melalui pasteurisasi dan
pembotolan (pengalengan).

d. Penguapan
Sebelum dilakukan penguapan, ditambahkan
natrium benzoate dan gula kedalam sari buah.
Penguapan dilakukan menggunakan vakum dryer.
Vakum dryer yang digunakan berkapasitas 1 ton per
hari.

e. Penepungan / Pencampuran
Setelah bahan diuapkan, kemudian dilakukan
penepungan. Ke dalam bahan kemudian ditambahkan
vitamin, mineral, flavor dan pewarna yang dicampur
menggunakan mixer. Mixer yang digunakan
berkapasitas 1 ton per hari.

f. Pengayakan
Setelah menjadi tepung dan diberi bahan
campuran, selanjutnya bahan diayak. Ayakan yang
digunakan berkapasitas 1 ton per hari.

g. Pengemasan
Setelah diayak, selanjutnya produk jeruk powder
(semacam nutrisari) dikemas dalam kemasan
berukuran 10 mg. Alat pengemas yang digunakan
berkapasitas 1 ton per hari.

h. Pemanfaatan
Pabrik sari buah, selain menghasilkan sari buah
juga masih ada sisa kulit jeruk, daging buah, dan biji.
Sisa tersebut bila hanya sedikit dapat dibuang untuk
kompos atau dipendam dalam tanah. Bila volumenya
relatif banyak maka bahan tersebut dapat menjadi
bahan lain yang sangat berguna, misalnya untuk
makanan ternak, melase (sirup manis kental yang
warnanya cokelat tua), pectin (dapat dipakai untuk
jeli), minyak kulit jeruk, minyak biji, dan lain-lain
(Hulme, 1971).
4. PENETAPAN LOKASI DAN ARAHAN
DESAIN PABRIK

a. Kriteria Penetapan Lokasi Pabrik
Jeruk segar sebaiknya sampai di pabrik
pengolahan tepat pada waktunya (dalam rentang
waktu kurang dari 24 jam). Mempertimbangkan hal
tersebut maka sebaiknya letak pabrik berada tidak
jauh dari areal pertanaman (sentra produksi) jeruk.
Pengertian berada di dekat areal pertanaman yang
dimaksud dalam hal ini mengandung implikasi luas
dan fleksibel. Bukan semata-mata hanya ditentukan
oleh jarak, namun juga perlu diperhitungkan waktu
tempuh yang sangat dipengaruhi oleh kondisi jalan
dan moda transportasi yang ada. Hal ini penting
diperhatikan untuk tujuan mendapatkan kualitas
powder yang baik (mengantisipasi pembentukan
asam berlebihan) serta efisiensi biaya transportasi
bahan baku.
Faktor lain yang juga perlu diperhitungkan
dalam penempatan pabrik adalah aksesibilitas
dengan jaringan jalan utama, supaya hasil olahan
pabrik (powder) mudah didistribusikan atau
ditransportir ke konsumen.
Dari sisi ekologis, perlu diperkirakan aspek
penanganan limbah, sehingga hasil buangan limbah
mudah ditangani dan tidak memberikan dampak
negatif yang berarti bagi lingkungan di sekitar
pabrik.
Hal-hal lain yang perlu diperhatikan dalam
pengembangan pabrik pengolahan jeruk segar
menjadi produk powder adalah :
Dalam konteks kajian mekanika tanah, lokasi
pabrik perlu dibangun di tempat yang datar dan
daya dukung lahan cukup kuat.
Tapak tidak terletak di lokasi banjir.
Perlu dipertimbangkan adanya kemungkinan
perluasan pabrik di masa yang akan datang.

b. Arahan Rancangan Pabrik
Kapasitas Pabrik
Sebelum mendirikan sebuah pabrik, perlu
disusun data luas areal dan produksi jeruk di wilayah
tersebut. Dalam hal ini skala pabrik pengolahan yang
akan kita kembangkan adalah berskala kecil sampai
menengah. Penentuan kapasitas dapat dilakukan
melalui perhitungan sederhana sebagai berikut :

PR x 15% x
300
PM
KP =

Dimana :
KP : Kapasitas Pabrik
PM : Produksi Maksimum/ tahun (merupakan
perkalian antara produksitivitas dengan luas
areal pertanaman)
300 : Hari Kerja/tahun
PR : Persentase produksi jeruk segar yang diolah (%)



Business Plan dan Studi Kelayakan Pengolahan ...
Yusak Maryunianta dan Terip Karo-karo

63
Apabila luas pertanaman jeruk untuk satu
kelompok tani adalah 50 ha, produkvitas tanaman
umur 8 tahun adalah 40 ton/ha/tahun dan persentase
produksi jeruk segar yang diolah 30%, maka
kapasitas pabrik yang diperlukan :

kerja ton/hari 3
100
30
x
100
150
x
300
40 x 50
= =


Dukungan Luas Areal dan Produksi Pertanaman
Jeruk Yang Diperlukan
Bila pabrik pengolahan berkapasitas 3 ton jeruk
segar/hari atau 900 ton/tahun, maka untuk men-
dukung kelangsungan operasi pabrik diperlukan areal
pertanaman jeruk seluas = (900/40) ha = 22,5 ha.
Dengan kata lain yang perlu diperhatikan
sebelum membangun pabrik pengolahan jeruk segar
menjadi produk powder adalah ketersediaan areal
pertanaman jeruk yang telah menghasilkan

TM) di
kawasan tersebut minimal seluas 22,5 ha. Mengingat
pertanaman jeruk di wilayah kajian tidak berada
dalam satu hamparan atau terpencar maka untuk
memenuhi kebutuhan bahan baku 1 (satu) unit pabrik
pengolahan, dapat diperoleh dari beberapa kecamatan
atau desa yang saling berdekatan.

Prasyarat Utilitas dan Fasilitas
Tapak yang dibutuhkan untuk pengembangan
pabrik pengolahan jeruk segar menjadi produk
powder adalah seluas kurang lebih 500 m
2
. Daya
listrik yang dibutuhkan berkisar 40 75 KVA dan
air bersih berkisar 0 30 m
3
/hari.
Dengan rendahnya kebutuhan utilitas sedemikian
maka pengolahan jeruk segar menjadi produk powder
dapat dilakukan di daerah-daerah yang belum
tersedia jaringan listrik atau dapat menggunakan
listrik yang bersumber dari genset. Demikian halnya
kebutuhan air untuk pengolahan dapat menggunakan
air sumur (baik sumur dangkal maupun sumur
dalam). Dalam kondisi tersebut maka buangan
limbah cair dapat ditampung pada kolom-kolom
limbah berukuran kecil, sehingga dapat meresap
tuntas pada beberapa kolom.

Arahan Lay Out Pabrik
Tata letak peralatan (layout) pabrik pengolahan
jeruk segar menjadi produk powder sebaiknya di
desain untuk tapak yang datar. Adapun gambaran
tentang tata letak peralatan pabrik pengolahan jeruk
segar menjadi produk jeruk powder sesuai proses
perjalanan bahan.
Proses pengalokasian tapak perlu dilakukan
melalui penyelaraan antara keterkaitan kegiatan dan
kebutuhan ruangan. Tujuan pemaduan ini adalah
untuk merancang pengaturan ruangan yang efisien
yang dibutuhkan oleh tiap kegiatan, dalam satu
kesatuan yang terintegrasi. Susunan yang dihasilkan
harus sedapat mungkin mewadahi keterkaitan
kegiatan yang telah ditentukan dan tetap
dipertahankan kebutuhan luas dari tiap kegiatan.
5. PERHITUNGAN KELAYAKAN
PENGEMBANGAN

a. Perhitungan Biaya Pengembangan
Komponen biaya proyek dalam hal ini meliputi
biaya pembelian lahan, pemagaran lahan, pembuatan
saluran drainase, pembuatan kolom limbah,
pembelian mesin, pembuatan bangunan/gudang,
bahan, upah tenaga kerja, sewa tanah, pajak,
overhead cost (biaya tambahan) dan biaya tak
terduga (Choliq, 1993 ; Gittinger, 1978). Tahun ke-0
diasumsikan sebagai tahun investasi yang
dimanfaatkan sebagai saat pengembangan fisik
pabrik dan tahun ke-1 diasumsikan sebagai tahun
awal operasionalisasi pabrik dalam kapasitas penuh.
Total biaya investasi pada tahun ke-0 adalah sebesar
Rp. 585.350.000 dan biaya operasional tahun 1
adalah Rp. 4.514.323.850.

b. Perhitungan Manfaat Pengembangan
Produksi yang diperkirakan diperoleh dari proses
pengolahan adalah 83.333 jeruk powder per hari.
Satu bungkus jeruk powder dijual dengan harga Rp.
300,-. Pada tahun operasi, diperkirakan rangkaian
peralatan pengolahan langsung berfungsi selama 12
bulan atua 300 hari kerja. Selanjutnya mulai tahun
ke-1 sampai tahun ke-6, rangkaian peralatan
pengolahan diasumsikan berfungsi penuh dan
berproduksi selama 12 bulan atau 300 hari kerja.
Selanjutnya mulai tahun ke-1 sampai tahun ke-6,
rangkaian peralatan pengolahan diasumsikan
berfungsi penuh dan berproduksi optimal. Sementara
itu mulai tahun ke 7 sampai ke 10 terjadi penurunan
produksi rata-rata 10% per tahun. Sebagai patokan
dalam pembuatan cash flow maka nilai produksi
kotor pada tahun ke-1 adalah Rp. 7.499.997.000,-
tahun ke-7 Rp. 6.749.300,- tahun ke-8 Rp.
5.999.997.600,- tahun ke-9 Rp. 5.249.997.900,- dan
tahun ke-10 sebesar Rp. 4.499.998.200.

c. Kelayakan Pada Kondisi Normal
Sesuai dengan hasil perhitungan biaya dan
manfaat yang disajikan pada bab sebelumnya maka
selanjutnya dapat disusun cash flow dalam rangka
penentuan kelayakan financial pengembangan
kegiatan pengolahan jeruk segar menjadi jeruk
powder. Dalam analisis ini diasumsikan bahwa
selama tahun perencanaan kondisi eko perekonomian
relative normal, biaya-biaya yang telah dikeluarkan
sebelum proyek pengembangan (seperit penyusunan
business plan dan studi kelayakan) tidak dimasukkan
dalam perhitungan, discount rate diperkitakan 15%
dan harga jeruk powder per bungkus Rp. 300,-
Hasil perhitungan kelayakan menunjukan bahwa
pada discount rate level 15% ternyata NPV = Rp.
12.245.720, BCR = 21,79 dan IRR 49,16%. Karena
NPV positif, BCR lebih besar dari 1 dan IRR lebih
besar dari interest rate yang berlaku maka dapat
disarikan bahwa pengembangan kegiatan pengolahan
jeruk segar menjadi jeruk powder sangat layak
dilaksanakan.
Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 5 November 2005
64
Table 1. Perhitungan Kelayakan Usaha Pengolahan Jeruk Segar menjadi Produk Powder



Tabel 2. Resume Hasil Analisis Sensitivitas
Asumsi Sensitivitas NPV (Rp) BCR IRR (%)
1. Biaya produksi meningkat 30%
2. Pengembangan terlambat 2 tahun
3. Kombinasi antara asumsi 1 dan 2


d. Analisis Sensitivitas
Namun demikian, mengingat keadaan
perekonomian sering diwarnai ketidakpastian maka
dilakukan analisis sensitivitas dengan asumsi bahwa
biaya pengembangan pengolahan jeruk segar menjadi
jeruk powder (biaya produksi) meningkat sebesar
30%, pengembangan terlambat 2 tahun, kombinasi
antara biaya pengembangan meningkat 30% dan
pengembangan terlambat 2 tahun. Pengembangan
terlambat 2 tahun diartikan sebagai investasi yang
dilakukan secara bertahap akibat keterbatasan dana
dan diatur melalui urutan pembelian dan pemagaran
lahan pada lahan pada tahun 10, pembangunan
gudang pada tahun ke 1 dan pembangunan saluran
drainase, kolam limbah dan pembelian mesin atau
peralatan pada tahun ke 2.
Hasil analisis sensitivitas pada discount rate level
15% memberikan nilai NPV, BCR dan IRR seperti
disajikan pada table 2. meningkatnya biaya produksi
sebesar 30%, keterlambatan pengembangan 2 tahun
dan kombinasi antara keduanya, masih memberikan
nilai NPV positif, BCR lebih besar dari 1 dan IRR
lebih besar dari interest rate yang berlaku. Dengan
demikian dapat disarikan bahwa meskipun dalam
kondisi ketidakpastian perekonomian namun
pengembangan kegiatan pengolahan jeruk segar
menjadi jeruk powder masih sangat layak
dilaksanakan.

6. BUSINESS PLAN PENGEMBANGAN

a. Rencana Pengembangan Kelembagaan dan
Kemitraan
Pengembangan teknologi pengolahan jeruk
menjadi produk powder dalam skala kecil atau
menengah dapat dilakukan melalui pola kemitraan.
Hal ini perlu dilakukan karena petani lemah dalam
hal pendanaan dan teknologi. Kemitraan dibentuk
berdasarkan prinsip saling menguntungkan antara
petani/kelompok tani dengan pihak lain.
Sebelum kemitraan terbentuk petani perlu
mengembangkan kelompok baik dalam bentuk
kelompok tani jeruk atau usaha bersama petani jeruk.
Setelah kelompok tani atau usaha bersama tersebut
terbentuk maka selanjutnya terdapat beberapa
alternative kemitraan yang dapat dikembangkan,
yaitu:
a. Kemitraan antara Kelompok Tani/Usaha
Bersama Petani Markisa dengan Bank/Lembaga
Modal Ventura.
b. Kemitraan antara Kelompok Tani/Usaha
Bersama Petani Markisa dengan Pengusaha
(Eksportir dan Pengusaha Pengelolaan).
c. Kemitraan antara Kelompok Tani/Usaha
Bersama Petani Markisa dengan Lembaga
Inkubator.
d. Kemitraan Terpadu yang melibatkan usaha besar
(inti), usaha kecil (plasma) dengan melibatkan
Business Plan dan Studi Kelayakan Pengolahan ...
Yusak Maryunianta dan Terip Karo-karo

65
bank sebagai pemberi kredit dalam suatu ikatan
kerja sama yang dituangkan dalam nota
kesepakatan.

b. Rencana Lokasi Pengembangan
Sesuai dengan persyaratan teknis maupun
makro seperti aksesibilitas dengan pasar, akses ke
sumber bahan baku, akses ke pusat jasa informasi,
komunikasi dan promosi maka lokasi yang
disarankan bagi pengembangan pabrik pengolahan
jeruk menjadi produk powder adalah Kecamatan
Kabanjahe, Kecamatan Berastagi dan Kecamatan
Tiga Panah (Kabupaten Karo), Kecamatan Tanjung
Beringin (Kabupaten Dairi) dan Kecamatan
Sibolangit dan Kecamatan Pancur Batu (Kabupaten
Deli Serdang).

c. Tahapan Pengembangan Teknologi
Pengolahan
Pengembangan teknologi pengolahan jeruk powder
dapat dilakukan melalui tahapan sebagai berikut :
(1) Survey (pasar, lahan, bahan baku) dan Detail
Desain, (2) Pembebasan Lahan dan Pengurusan Izin
Kegiatan, (3) Pengurusan Kontrak Kemitraan, (4)
Pengurusan Administrasi Pembiayaan, (5)
Pelaksanaan Pembangunan dan (6) Operasi dan
Maintenance. Durasi waktu yang dibutuhkan untuk
melaksanakan tahapan-tahapan tersebut adalah
berkisar antara 6 bulan sampai 1 tahun.

d. Rencana Pengembangan Pasar
Pengembangan pasar jeruk powder dapat
dilakukan pada lingkup domestic maupun pasar
ekspor. Untuk lingkup domestic dapat memanfaatkan
wilayah-wilayah sasaran pemasaran jeruk segar yang
sudah ada selama ini (seperti Jakarta, Bandung,
Batam, Pekan Baru, dsb) atau memanfaatkan
wilayah-wilayah sasaran pasar produk jeruk powder
yang sudah ada (seperti daerah pengembangan
pemukiman di perkotaan di Indonesia). Untuk
menembus pasar-pasar yang telah ditambah oleh para
pengusaha pengolahan jeruk powder sebelumnya
dapat dilakukan melalui strategi pengembangan
produk (misalnya melalui pengembangan kombinasi
powder jeruk dengan powder buah jenis lainnya.
Untuk lingkup pasar ekspor, sasaran pemasaran dapat
diarahkan ke negara-negara di wilayah Asia
Tenggara atau wilayah Asia lainnya. Pemasaran ke
negara-negara barat dapat dilakukan melalui
pencantuman label bahan baku yang diproduksi
melalui sistem pertanian organik.

KESIMPULAN DAN DAN SARAN
1. Kesimpulan

1. Hasil perhitungan kelayakan menunjukkan
bahwa dalam kondisi perekonomian normal,
pengembangan kegiatan pengolahan jeruk segar
menjadi jeruk powder layak dilaksanakan.
Dalam kondisi biaya produksi meningkat sebesar
30% pengembangan terlambat 2 tahun,
kombinasi antara biaya pengembangan
meningkat 30% dan pengembangan terlambat 2
tahun, biaya pengembangan pengolahan jeruk
segar menjadi jeruk powder tetap layak
dilaksanakan.
2. Basis utama business plan pengembangan
pengolahan jeruk powder terletak pada
pengembangan kemitraan yang berintikan pada
perkuatan kelembagan petani dan pengembangan
pasar.

2. Saran
Sebelum business plan diimplementasikan, perlu
dilakukan pengkajian terhadap kesiapan
kelembagaan petani serta perilaku pasar dan responn
konsumen produk jeruk secara cermat.

DAFTAR PUSTAKA
Anonym, 2003. Master Plan Pengembangan
Kawasan Agropolitan Dataran Tinggi Bukit
Barisan Sumatera Utara. Tim Teknis Kelompok
Kerja Pengembangan Kawasan Agropolitan,
Medan.
Choliq, A. Rivai, W Dan Ofan, S. 1993. Evaluasi
Proyek Suatu Penganta. Penerbit Pionir Jaya,
Bandung.
Gittinger, J.P. 1986. Analisa Ekonomi Proyek-Proyek
Pertanian. Diterjemahkan : Slamet Sutomo Dan
Komet Mangiri. UI-Press, Jakarta.
Hulme, A. C. 1971. The Biochemistry of Fruit and
Their Product Volume 1. Academic Press,
London New York.
Kadariah, Lien, K. Clive, G. 1978. Penganta Evaluasi
Proyek. Lembaga Penerbit FE-UI, Jakarta.
Maryunianta, Yusak, 2004. The Mini Study On
Orange Development And Promotion In Karo
And Dairi Regency. JICA RDPLG LPPM
USU, Medan.
Mutty, Luthfi, 2004, Kebijakan Pemerintah
Kabupaten Luwu Utara Dalam Pengembangan
Jeruk Malangke. Malakah Disampaikan
Lokakarya Promosi Manajemen Pembangunan
Daerah Melalui Kerjasama Antar Propinsi
Dengan Menitikberatkan pada Komoditas
Jeruk di Masamba, 7-8 Oktober 2004.
Rahardjo, M. D. 1984. Transformasi Pertanian,
Industrialisasi dan Kesempatan Kerja. UI-Press,
Jakarta.
Sato, Masahito, 2004, Orange Mikan In Japan.
Makalah Disampaikan Pada Pertemuan
Persiapan Lokakarya Promosi Manajemen
Pembangunan Daerah Melalui Kerjasama Antar
Propinsi Dengan Menitikberatkan Pada
Komoditas Jeruk Di Jakarta, 4 Oktober 2004.
Takdir Djufri, 2004. Pengalaman Dan Permasalahan
Petani Dalam Pengembangan Jeruk Malangke.
Makalah Disampaikan Pada Lokakarya
Promosi Manajemen Pembangunan Daerah
Melalui Kerjasama Antara Propinsi Dengan
Menitikberatkan Pada Komoditas Jeruk di
Masamba, 7-8 Oktober 2004.

Anda mungkin juga menyukai