Anda di halaman 1dari 7

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan lengkap Praktikum Perkembangan Hewan dengan judul Perkembangan Embrio pada Ayam yang disusun oleh : Nama : Juniarti NiM : 1214141007 Kelas/Kelompok : B/IV telah diperiksa dan dikoreksi oleh Asisten/Koordinator Asisten, maka dinyatakan diterima. Makassar, Desember 2013 Asisten,

Koordinator Asisten,

Akhmad Fakyh Dzulkarnain NIM 101 404 1 003

Irwandi Rahmat NIM 1114040032

Mengetahui, Dosen Penanggung Jawab

Drs. H. Adnan, M.S NIP. 19650201 1988 03 1 003

A. Dasar Teori Telur adalah suatu tempat penimbunan zat gizi yang diperlukan untuk perkembangan embrio sampai menetas. Dalam proses perkembangan embrio ayam, terjadi proses pembentukan alat tubuh embrio yang disebut organogenesis. Salah satunya terjadi proses perkembangan tulang embrio ayam. Dalam proses perkembangan tulang embrio ayam, kalsium mutlak diperlukan. Cadangan kalsium yang diperlukan oleh embrio ayam utuk pertumbuhan tulang diperoleh dari kuning telur dan putih telur. Namun cadangan mineral yang terdapat pada kuning telur dan putih telur hanya sekitar 2% dari komposisi zat yang terkandug pada setiap telur (Adnan dan Munisa, 2013). Banyak hewan darat yang mengalami perkembangan langsung yang mempunyai telur yang sedikit banyak mempunyi sistem yang mandiri. Telur yang demikian itu disebut telur kleidoik (Yunani, kleis, bar + on, telur). Telu ini mempunyai semua zat makanan yang diperlukan dan dibungkus dalam penutup pelindung , atau cangkang. Juga mengandung air untuk mencegah pengeringan embrio dan bahkan dapat menyimpan limbah embrio. Tetapi telur ini tidak pernah mandiri penuh, karena harus ada pertukaran gas dengan lingkungan. Telur kledoik yang paling baik perkembangannya terdapat pada reptilian, aves, dan insect yang kesemuanya merupakan hewan darat yang sangat berhasil. Burung dan mamalia mempunyai membran ekstraembrionik yang sama dengan reptilian, darimana hewan tersebut berkembang. Ketiga golongan hewan tersebut sering disebut amniota karena ketiganya samasama memiliki amnion. Reproduksi pada burung sangat mirip dengan reptilia, kecuali pada burung mengerami telurnya. Kecuali monotremata primitive bertelur, mamalia tidak mempunyai telur kledoik, dan membran ekstraembrionik membantu dalam pembentukan plasenta (Villee, 1988). Menurut Adnan dan Munisa (2013), periode pertumbuhan embrio terdiri atas 5 periode yaitu: 1. Periode persiapan, hewan jantan dan betina disiapkan untuk melakukan perkawinan. Gamet mengalami proses pematangan sehingga mampu melakukan pembuahan. 2. Periode pembuahan, keduanya kawin, gamet melakukan perjalanan ke tempat pembuahan, kemudian kedua jenis gamet pun melakukan pembuahan. 3. Periode pertumbuhan awal, pertumbuhan sejak zigot mengalami pembelahan berulang kali sampai saat embrio memiliki bentuk primitive, terdiri atas 4 tingkat yaitu tingkat pembelaha, blastula, gastrula, dan tubulasi. 4. Periode antara ( transisi ), perantaraan periode awal dan akhir. Disini embrio mengalami transformasi bentuk dan susunan tubuh secara berangsur sehingga akhirnya mencapai bentuk definitif. 5. Periode petumbuhan akhir, pertumbuhan penyempurnaan bentuk definitif sampai kelahiran. Pada aves beberapa hari sampai seminggu sebelum menetas. Setelah fertilisasi, sel telur burung mengalami pembelahan meroblastik dimana pembelahan sel hanya terjadi dalam daerah kecil sitoplasma yang bebas kuning telur di atas massa besar kuning telur. Pembelahan awal menghasilkan tudung sel yang disebut blastodisk, berada di atas kuning telur yang tidak terbagi itu. Blastomer kemudian memisah menjadi dua lapisan, yaitu lapisan atas dan lapisan bawah, atau epiblast dan hipoblast. Rongga di antara kedua lapisan ini adalah blastocoel versi unggas (analog dengan blastocoel vertebrata tanpa amnion), dan tahapan embrionik ini adalah ekuivalen blastula pada unggas meskipun bentuknya berbeda bola berlubang pada embrio awal katak. Semua sel yang akan membentuk embrio berasal dari epiblas. Beberapa sel-sel epiblas yang lewat melalui primitive streak berpindah secara lateral ke dalam blastosel, dan menghasilkan mesoderm. Sel-sel epiblas lainnya, yang akan menghasilkan mesoderm, bermigrasi melalui strek tersebut ke arah bawah dan bercampur dengan sel-sel hipoblas. Sel-sel epiblas yang masih tetap dipermukaan akan

menjadi ektoderm. Meskipun hipoblas tidak menyumbangkan sel apapun kepada embrio (Campbell, 2004). Menurut Adnan (2012), selaput telur yang paling kompleks ditemukan pada burung. paling tidak ada lima selaput yang melingkupinya, yaitu: 1. Membran vitellin, yaitu selaput yang sangat tipis yang menutupi permukaan kuning telur (yaitu telur yang sebenarnya). 2. Putih telur (albumin) sebagian besar berada dalam keadaan cair. Bagian yang lebih padat dari putih telur membentuk benang yang disebut khalaza. Khalaza berfungsi memelihara sel telur agar tetap berada di pusat putih telur. 3. Selaput cangkang dalam, tersusun atas serat-serat keratin, melekat pada putih telur. 4. Selaput cangkang luar, tesusun atas serat-serat keratin dan melekat pada cangkang telur. 5. Cangkang, terutama tersusun atas CaCO3. Cangkang memiliki banyak pori-pori yang diisi oleh substansi berupa protein organik. Ayam betina memiliki sepasang ovari, hanya yang dextrum mengalami atrophis (mengecil dan tidak bekerja lagi). dari ovari menjulur oviduct panjang berkelok-kelok, berlubang pada bagian cranial dengan suatu bentuk corong. Lubang oviduct itu disebut ostium abdominalis. Dinding oviduct selanjutnya tersusun atas musculus dan ephytellium yang bersifat glanduler, yang memberi sekresi yang kelak membungkus telur, yakni albumen sebagai putih telur, membran tipis di sebelah luar albumen, dan cangkok yang berbahan kapur yang disebut oleh kelenjar disebelah caudal. Uterus yang sebenarnya belum ada. Fertilisasi terjadi di dalam tubuh dengan jalan melakukan kopulasi (Jasin, 1992). Ovum ayam betina setelah ovulasi mengalami fertilisasi membentuk zigot. Selanjutnya zigot mengalami proses pembelahan (cleavage) membentuk lapisan germinal yang terdiri dari ektoderm, mesoderm dan endoderm. Ketiga lapisan itu akan berkembang membentuk sistem organ berdasarkan lama inkubasi. Telur yang keluar dari kloaka kalau terjadi fertilisasi adalah dalam stadium diskoblastula yaitu 22 jam setelah ovulasi. Proses epiboli tidak ditemukan pada perkembangan awal telur ayam (Syahrum, 1994). B. Tujuan Praktikum Adapun tujuan dari praktikum ini adalah: 1. Mempelajari lapisan embrional yang membentuk bakal organ. 2. Mempelajari tahap pembentukan organ pada berbagai umur embrio ayam. C. Prosedur Kerja 1. Memilih telur ayam kampung yang telah diinkubasi selama 24 jam, 48 jam, dan 72 jam. 2. Memecahkan cangkang telur yang telah diinkubasi selama 24 jam dan menuangnya ke dalam cawan petri yang telah diberi NaCl fisiologis 0,9 %. 3. Membuat lubang pada kertas saring dengan menggunakan gunting yang besar lubang pada kertas saring disesuaikan dengan besar embrio ayam yang akan diamati. 4. Meletakkan kertas saring di atas bakal embrio, sehingga hanya bakal embrio yang tampak pada lubang kertas sarinh tersebut. 5. Mengangkat kertas saring dengan menggunakan pinset sehingga embrio yang telah dibersihkan ikut bersama kertas saring. 6. Memindahkan ke atas gelas objek dan meletakkan di bawah mikroskop, kemudian mengamati dan menggambar bagian-bagiannya. 7. Melakukan perlakuan yang sama untuk telur dengan masa inkubasi 24 jam, 48 jam dan 72 jam.

D. Hasil Pengamatan 1. Embrio ayam umur 24 jam Keterangan: 1. Peta takdir 2. Area ovaka 3. Yolk 4. Kalaza 5. Albumin

2. Embrio ayam umur 48 jam Keterangan: 1. Peta takdir 2. Area ovaka 3. Zona peloisida 4. Yolk 5. Kalaza 6. Albumin

3. Embrio ayam umur 72 jam Keterangan: 1. Peta takdir 2. Area ovaka 3. Zona peleosida 4. Yolk 5. Kalaza 6. Albumin

E. Pembahasan 1. Embrio ayam umur 24 jam Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan pada embrio ayam yang berumur 24 jam belum jelas bahkan sama sekali belum mengalami perkembangan. Hal tersebut terjadi disebabkan oleh factor incubator yang kurang mendukung. Seharusnya pada umur 24 jam atau satu hari, sel benih berkembang menjadi bentuk seperti cincin dengan bagian tepinya gelap, sedangkan bagian tengahnya agak terang. Menurut teori yang dikemukakan oleh Syahrum (1994), setelah inkubasi selama 24 jam dapat dibedakan antara daerah intra embrional dengan daerah ekstra embrional. Daerah ekstra embrional terdiri dari area pelusida dan daerah opaka. Daerah kepala mengalami perkembangan agak cepat, namun karna adanya daerah batas pertumbuhan

(zone of over growth), terjadi pelipatan kepala (head fold), mula-mula ke ventral kemudian daerah kepala agak terangkat dan melipat ke posterior. Pelipatan ini diikuti dengan pelipatan, terbentuklah kantong buntu sebelah anterior yang membuka ke arah kunir, disebut anterior intestinal portal. Kantong buntu disebelah anterior adalah fore gut (usus depan), sedangkan kesebelah posterior entoderm masih lurus sampai ke primitive streak. Celah disebelah ventral kepala akibat terjadinya lipatan kepala disebut subcephalic pocket . Lapisan tepi yang membatasi fore gut disebut margin of intestinal portal .Dalam 24 jam inkubasi ternyata splanchnic mesoderm di daerah AIP mengalami penebalan yang nantinya akan berkembang menjadi buluh jantung, sedangkan di daerah opaka (area opaca) mesoderm berkelompok disebut blood island dan area opaka sekarang dinamakan area vasculosa . 2. Embrio ayam umur 48 jam Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan pada praktikum ini dapat dilihat bentuk awal embrio pada umur 48 jam dapat dilihat sel benih berbentuk gumpalan berwarna putih yang terletak pada bagian tepi, itu merupakan bakal dari sel anak. Pada kelompok kami praktikum ini tidak berhasil dikarenakan oleh factor incubator yang kurang mendukung. Seharusnya pada embrio ayam ini ditemukan adanya bagian bagian telur yaitu telenchepalon, dienchepalon, rhombenchepalon, mesenchepalon, mielenchepalon, vesikula optic, vesikula otic, usus depan, sinus venosus, celah viceral, atrium, ventrikel, somit, batas amnion, tunas ekor, dan sisa daerah primitive. Menurut teori dari Syahrum (1994), pada stdium ini kepala embrio mengalami pelekukan (cephalis flexure) sehingga mesencephalon tampak disebelah dorsal, sedangkan prosencephalon dan rhombencephalon tampak sejajar. Badan embrio memutar sepanjang sumbunya sehingga bagian kiri menjadi diatas kunir sedangkan pandangan dorsal tampak kepala bagian kanan; badan bagian posterior masih menunjukkan bagian dorsal. Bagian badan sebelah tengah menunjukkan adanya lipatan lateral sedangkan di daerah ekor telah terjadi pula tail fold (lipatan yang menyelubungi daerah ekor). Lamakelamaan seluruh badan embrio berada dalam selubung amnion, setelah semua lipatanlipatan bertemu (Syahrum, 1994). Prosencephalon berkembang menjadi telencephalon dan diencephalo, mesencephalon tetap sedangkan rhombencephalon menjadi meten dan myencephalon. Metencephalon dengan atap tebal sedangkan myencephalon dengan atap tipis, korda spinalis telah menutup, sinus rhombodialis menghilang. Setiap lens placode mengalami invaginasi membentuk lens vesicle dan dinding optic vesicle mengalami invaginasi membentuk optic cup. Mesenchepalon merupakan ginjal yang berfungsi pada embrio berkembang namun bukan ginjal tetap bagi anak ayam. Pada akhir perkembangan embrio ayam umur 48 jam, terbentuk dua membran ekstra embrional yaitu amnion dan khorion (Syahrum, 1994). 3. Embrio ayam umur 72 jam Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada embrio ayam ini tidak ditemukan adanya telenchepalon, epiphiss, vesikula otic, lensa mata, cawan optic, celah visceral, atrium, ventrikel, unas ekor, somit sinus venosus. Yang hanya terlihat sel benih yang berkembang menjadi bentuk seperti cincin dengan bagian tepinya gelap, sedangkan bagian tengahnya agak terang. Hal ini disebabkan oleh factor incubator yany tidak mendukung. Seharusnya sudah mulai terbentuk jantung dan sudah berdenyut serta bentuk embrio sudah mulai tampak Menurut teori dari Syahrum (1994), Embrio mengalami pelekukan servikal sehingga daerah rhombencephalon berada di sebelah dorsal dan telencephalon mendekati perkembangan jantung. Di daerah setinggi AIP terjadi penebalan mesoderm yang akan

berkembang menjadi upper limb bud, atau wing bud, merupakan primordia sayap. Sedangkan di daerah kauda dibentuk lower limb bud yaitu primordia kaki. Telencephalon mengalami penggembungan menjadi hemisphere cerebri. Atap diencephalon mengalami evaginasi membentuk mepifise, sedangkan diencephalon mengalami evaginasi membentuk infudibulum yang nantinya berkembang menjadi hipofise pars posterior. Olfactory pit, merupakan invaginasi ektoderm kepala daerah telencephalon. Optik stalk setelah dibentuknya optic cup dan chorioid fissure. Invaginasi ektoderm kepala di depan optic cup akan membentuk lensa dan setelah terlepasnya kantong lensa ektoderm tersebut akan menutup kembali dan membentuk kornea. Pada daerah lateral myencephalon dibentuk otosis, juga merupakan invaginasi head ectoderm yang akhirnya melepaskan diri membentuk suatu kantung, dan mengalami evaginasi median membentuk duktus endolimfatikus, bersama dengan otosis akan membentuk telinga bagian dalam (Syahrum, 1994). F. Kesimpulan Adapun kesimpulan yang didapatkan dalam pelaksanaan praktikum kali ini adalah: 1. Organogenesis ini meliputi tiga lapisan embrional yang membentuk bakal organ, yaitu ektoderm, mesoderm, dan endoderm. Ektoderm nantinya akan membentuk kulit dan derivatnya; mesoderm akan membentuk sistem ekskresi dan sebagainya; serta endoderm akan membentuk sistem respirasi, sistem pencernaan, sistem reproduksi dan sebagainya. 2. Perkembangan embrio ayam melalui beberapa tahap , yaitu tahap pembelahan, blastula, gastrula, neurula, dan organogenesis, pembelahannya hanya berlangsung di keping lembaga saja, atau dapat disebut pembelahan meroblastik G. Saran Adapun saran saya, sebelum praktikum dimulai sebaiknya menguasai dan mengetahui apa apa yang berkaitan dengan yang dipraktikumkan, dan lebih teliti dalam melakukan pengamatan sehingga hasil yang diperoleh sesuai dengan tujuan praktikum yang ingin dicapai.

DAFTAR PUSTAKA

Adnan. 2012. Buku Ajar Reproduksi dan Embriologi. Makassar: Jurusan Biologi FMIPA UNM. Adnan dan Munisa. 2013. Penuntun Praktikum Perkembangan Hewan. Makassar: Jurusan Biologi FMIPA UNM. Campbell, Neil A; Mitchell, Lawrence G dan Reece, Jane B. 2004. Biologi Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga. Jasin, Maskoeri. 1992. Zoologi Vertebrata. Surabaya: Sinar Wijaya. Syahrum, M.H. 1994. Reproduksi dan Embriologi. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI. Villee, Walker, Barnes. 1988. Zoologi Umum. Jakarata. Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai