Anda di halaman 1dari 3

Bagaimana Prospek Cooperative adi-P alawija? Padi-P adi-Palawija?

Farming Berbasis P
Cooperative farming (CF) berbeda dengan model usaha tani lain seperti corporate farming atau kelompok usaha agribisnis terpadu. CF telah berhasil diterapkan di K ediri, Jawa Timur . Kediri, Timur. Apa rahasia kesuksesannya?

epemilikan lahan yang sempit dan terpencar merupakan kendala umum bagi usaha tani tanaman pangan di Indonesia termasuk di Jawa Timur. Kualitas lahan dan lingkungan yang makin hari makin terdegradasi tentunya akan berimplikasi pada rendahnya efisiensi usaha tani. Kendala lain adalah minimnya ketersediaan modal untuk mengelola usaha tani. Program pemerintah yang digunakan sebagai stimulus penyediaan saprodi berupa kredit pun sering bermasalah. Program kelompok usaha agribisnis terpadu (KUAT) dan corporate farming , misalnya, belum secara optimal mampu mengatasi permasalahan tersebut. Tingkat pengelolaan lahan umumnya juga tidak efisien karena skala usaha yang demikian rendah. Kondisi ini diperburuk oleh harga produk yang biasanya jatuh pada musim panen. Berkaitan dengan masalah tersebut, dukungan infrastruktur, lembaga ekonomi pedesaan, intensitas penyuluhan, dan kebijakan pemerintah sangat diperlukan sebagai aspek pendorong usaha tani. Berlatar belakang keterbatasan dan permasalahan tersebut, Pemda Jawa Timur yang dimotori Dinas Pertanian mengintroduksikan model usaha tani alternatif, yaitu cooperative farming (CF), pada usaha tani padi-palawija.

Corporate farming dikembangkan dengan sasaran mewujudkan usaha tani yang mandiri, berkesinambungan untuk mencapai efisiensi usaha tani melalui konsolidasi lahan. Sementara KUAT merupakan lembaga bisnis usaha tani mandiri yang mewadahi kegiatan usaha agribisnis berbasis padi dengan kegiatan utama pengelolaan tanaman terpadu (PTT), sistem integrasi padi ternak (SIPT), kredit usaha mandiri (KUM), dan pengembangan padi varietas baru (hibrida). Kriteria ketiga model tersebut disajikan pada Tabel 1. Cooperative farming dapat diartikan sebagai model pemberdayaan kelompok petani melalui rekayasa sosial, ekonomi, teknologi, dan nilai tambah. Model CF di Jawa Timur juga menerapkan keempat rekayasa tersebut. Rekayasa sosial dilakukan dalam bentuk penguatan kelembagaan tani, penyuluhan, dan pengembangan SDM. Rekayasa ekonomi dilakukan dalam bentuk pengembangan akses permodalan, pengadaan saprodi, dan akses pemasaran. Rekayasa teknologi dilakukan melalui kesepakatan antara teknologi anjuran dengan kebiasaan petani. Terakhir, rekayasa nilai tambah dilakukan dengan pengembangan usaha off farm yang terkoordinasi secara vertikal dan horisontal.
P enerapan Model Cooperativ e Cooperative Farming

P erbedaan Cooperativ e Farming Cooperative dengan Model Usaha T ani Lainnya Tani Sebelum menerapkan model CF, Pemda Jawa Timur telah mengintroduksikan dua model yang lain, yaitu KUAT dan corporate farming .

Di Jawa Timur, penerapan model CF melibatkan berbagai stakeholder , antara lain petani, swasta, dan pemerintah. Petani berperan sebagai anggota sekaligus pengelola. Sebagai anggota, petani ber-

partisipasi secara aktif dalam perencanaan usaha tani, penyepakatan teknologi yang akan dilaksanakan serta penerapannya. Swasta berperan sebagai investor melalui jalinan kemitraan dengan kelompok CF (subsistem hulu sampai hilir). Sementara pemerintah bertindak sebagai fasilitator dan katalisator dalam perencanaan dan penetapan strategi usaha, memberi masukan teknologi terapan spesifik lokasi yang efisien, membantu permodalan, memperlancar pengadaan saprodi dan alsintan, serta sebagai fasilitator dalam pemasaran hasil. Dimotori Dinas Pertanian Propinsi, mulai tahun 2005 CF diterapkan di delapan kabupaten di Jawa Timur, yaitu Malang, Pasuruan, Lumajang, Madiun, Blitar. Bojonegoro, Jember, dan Lamongan. Untuk CF berbasis padi-palawija, pola tanam yang dikembangkan pada tiap kabupaten berlainan, bergantung pada palawija unggulan di masing-masing kabupaten. Model CF diimplementasikan melalui tujuh tahapan, yaitu identifikasi potensi wilayah, organisasi petani anggota kelompok wilayah, penentuan paket teknologi spesifik lokasi, konsolidasi pengadaan saprodi, konsolidasi pelaksanaan usaha on-farm, konsolidasi kegiatan pascapanen, dan konsolidasi pemasaran. Setiap tahapan akan menentukan keberhasilan kegiatan CF. Penerapan CF harus memenuhi beberapa persyaratan dasar, yaitu: (1) wilayah CF merupakan satu hamparan minimal 50 ha dan terdapat dalam satu jaringan irigasi tersier, (2) kelompok CF merupakan penyempurnaan kelompok tani sebelumnya, (3) kelompok CF dapat dibagi dalam beberapa subkelompok pada satu jaringan irigasi tersier, dan (4) terdapat sarana/ prasarana seperti kantor kelompok, kios saprodi dan modal usaha pertanian, alsintan seperti pompa air, traktor tangan, alat panen, dan alat perontok, penggilingan dan pengering padi, serta lantai jemur dan gudang. Selain memenuhi persyaratan dasar, kelompok CF diorganisir dalam suatu organisasi yang mantap,

Tabel 1. Kriteria model usaha tani KUAT, corporate f arming , dan cooperative f arming . Kriteria Konsolidasi Pengelolaan Pengelolaan Pengelolaan Pengelolaan Pengelolaan Pengelolaan Pengelolaan lahan lahan dan air irigasi tenaga kerja tanaman dan teknologi budi daya saprodi dan alsintan modal kelompok panen pascapanen dan pemasaran KUAT Tidak ada Korporasi Semikorporasi Semikorporasi Semikorporasi Korporasi Semikorporasi Parsial

Corporate
Ada Korporasi Korporasi Korporasi Korporasi Korporasi Korporasi Korporasi

Farming

Cooperative

Farming

Tidak ada Semikorporasi Semikorporasi Semikorporasi Semikorporasi Korporasi Semikorporasi Korporasi

12

Kelompok Tani
7

Pengelola dipilih dari anggota yang mempunyai kemampuan dan memenuhi kriteria fungsi masingmasing jabatan. Fungsi manajer antara lain adalah mengkoordinasikan dan mengendalikan organisasi CF, melaksanakan rencana kegiatan kelompok, mewakili kepentingan kelompok dengan pihak luar, mengembangkan usaha kelompok, dan memberi alternatif pemecahan masalah yang ditemui kelompok CF di lapangan. Seksi-seksi dibentuk sesuai dengan kebutuhan. Terdapat lima seksi dalam kelompok CF di Jawa Timur, yaitu pengelolaan air, alsintan, permodalan dan saprodi, produksi, serta pascapanen dan pemasaran. Setiap seksi bekerja di bawah koordinasi manajer, melaksanakan fungsinya dalam internal kelompok maupun bekerja sama dengan pihak luar, misalnya dalam penyusunan rencana dan penyiapan saprodi.

Pe t a n i

Gambar

1. Mekanisme kerja berbagai pihak yang terlibat dalam cooperative farming di Kediri, Jawa Timur.

Gambar 1 menunjukkan sinergi kerja antar- stakeholder CF. Lembaga keuangan dari pihak swasta melakukan investasi terhadap penghasil saprodi dalam hal ini Petrokimia untuk pupuk (1) dan Syang Hyang Seri untuk benih (2). Dua pihak swasta penghasil input tersebut menjalin kemitraan dengan CF dalam penyediaan pupuk (3) dan benih (4). Pihak pemerintah dalam hal ini Dinas Pertanian bertindak sebagai fasilitator bagi pihak swasta dan kelompok sekaligus katalisator implementasi kegiatan CF (5). Saprodi dari mitra kerja yang disalurkan melalui pusat kegiatan kelompok, yaitu penggilingan padi (6), digunakan anggota CF untuk ber-

usaha tani (7). Ketika panen, para anggota melakukan pascapanen terpadu (8) di penggilingan padi (9). Apabila kegiatan pascapanen sudah tuntas, produk dipasarkan oleh Dolog sebagai pihak swasta mitra pemasaran (10) dengan permodalan dari pinjaman Bank Bukopin (11). Mekanisme di atas secara periodik diawasi dan dievaluasi oleh kelompok maupun mitra kerja. Melalui pengurus, kelompok melaporkan kinerjanya kepada investor untuk melihat kelayakan usaha (12). Berdasarkan uraian di muka, tampak bahwa model CF dapat secara efektif memberdayakan petani melalui kelompok tani. Keterbatasan modal dapat diatasi melalui

Penggilingan padi

terdiri atas beberapa seksi guna mendukung program CF. Posisi tertinggi ditempati musyawarah anggota, wahana pengambilan keputusan penting bagi kelangsungan organisasi CF. Posisi kedua ditempati forum komunikasi kelompok yang beranggotakan wakil dari masing-masing subkelompok. Forum komunikasi bertugas mengawasi kebijakan pengurus, memeriksa dan menilai pelaksanaan organisasi, dan bertanggung jawab atas hasil pemeriksaan kepada musyawarah anggota. Selanjutnya posisi ketiga adalah pengelola kelompok, yang terdiri atas manajer, sekretaris, dan bendahara.

Lembaga keuangan

SHS/ Distributor

Petrokimia Gresik/ Distributor

Diperta

10

Dolog/ Subdolog

11

Bank Bukopin

kemitraan kerja. Pencapaian target efisiensi usaha tani dapat dilakukan melalui keterpaduan kegiatan penyediaan saprodi, pola tanam yang serempak, keseragaman teknologi, pascapanen terpadu, dan pemasaran yang terorganisasi. Hak pribadi masing-masing petani atas kepemilikan lahan tidak terusik tanpa adanya konsolidasi lahan. Cooperative farming secara langsung telah memberdayakan lembaga tani yang ada, yaitu kelompok tani, mengembangkan kualitas SDM melalui penyuluhan tentang pentingnya kemitraan, kesepakatan, dan kebersamaan. Se-

lain itu, kerja sama secara vertikal dan horisontal dengan pihak swasta dengan fasilitator pemerintah telah mampu mengurangi caracara koordinasi yang bersifat topdown dan sentralistik. Pola topdown dan sentralistik masih tercermin dalam model corporate farming. Pada CF, pemerintah memfasilitasi petani melalui pemberdayaan secara bottom-up dan terdesentralisasi, sehingga lebih mengenai sasaran utama yaitu mengembangkan kualitas SDM petani. Petani akan secara aktif terlibat dalam setiap kegiatan dan mempunyai sense of belonging yang tinggi akan

keberhasilan usaha kelompoknya, karena organisasi tersebut berasal, dikelola, dan diambil manfaatnya oleh petani sendiri ( Sri Nuryati ) .

Untuk informasi lebih lanjut hubungi: Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan P er tanian Per ertanian Jalan A. Yani No. 70 Bogor 16161 Telepon : (0251) 333964 Faksimile : (0251) 314496 E-mail : caser@indosat.net

Anda mungkin juga menyukai