Anda di halaman 1dari 13

BRONKIEKTASIS Bronkiektasis merupakan penyakit yang jarang ditemui yang sering menyebabkan kesakitan yang parah, termasuk infeksi

pernapasan berulang yang memerlukan antibiotik, batuk produktif yang menganggu, sesak napas, dan hemoptisis. Hal yang menonjol dari sejarah bronkiektasis adalah gambaran hidup pasien yang dingin dan supuratif yang tampak pada tulisan Rene Theophile Hyacinthe Laennec pada awal abad ke 1 , penjelasan pada tahun 1 !! oleh "ean #thanase $icard dari bronkografi dengan kontras, yang memungkinkan pencitraan dari perubahan destruktif pada saluran napas, penelitian yang dilakukan oleh Lynne Reid pada tahun 1 %&an yang menghubungkan bronkografi dengan spesimen patologis, dan selanjutnya terjadi pengurangan pre'alensi yang mungkin hadir dengan adanya terapi antituberkulosis dan imunisasi terhadap pertusis dan campak. (ada artikel ini, saya mendikusikan perkembangan terakhir, termasuk peranan infeksi, respon peradangan yang disederhanakan, dan defek pada pertahanan inang, digantikannya bronkografi oleh )T scan resolusi tinggi sebagai alat radiologi yang definitif, dan persamaan serta perbedaan antara bronkiektasis dan cystic fibrosis dalam hal gambaran klinis dan strategi penatalaksanaannya. Terima kasih untuk Reid atas usahanya, definisi penyakit ini masih tetap bertahan selama %& tahun, yaitu bronkiektasis merupakan dilatasi permanen bronkus. *a bisa dikategorikan berdasarkan gambaran patologis dan radiografik saluran napas. Bronkiektasis silindris atau tubuler ditandai oleh saluran napas itu sendiri yang berdilatasi dan kadang+kadang terlihat sebagai efek residual terhadap pneumonia. Bronkiektasis 'arikosa ,yang juga disebut demikian karena gambarannya sama dengan 'ena 'arikosa- ditandai dengan daerah konstriksi fokal sepanjang saluran napas yang dilatasi yang disebabkan oleh defek pada dinding bronkus, dan bronkiektasis sakkuler atau kistik yang ditandai oleh dilatasi progresif saluran napas, yang berakhir pada kista yang besar, sakulus dan gerombolan yang mirip anggur ,temuan ini selalu mengindikasikan bentuk bronkiektasis yang sangat berat-. (re'alensi bronkiektasis di #merika $erikat dan di seluruh dunia tidak diketahui. terdapat laporan tentang tingginya pre'alensi pada populasi yang relatif

terisolir dengan akses ke pelayanan kesehatan yang rendah dan tingginya angka infeksi saluran napas selama masa kanak+kanak, seperti suku #laska pada .elta /ukon /uskokwim. PATOFISIOLOGI Bronkiektasis terutama merupakan penyakit bronkus atau bronkiolus yang melibatkan lingkaran infeksi transmural yang ganas dan peradangan dengan pelepasan mediator. (enyakit ini berhubungan dengan sekresi peradangan yang tersimpan dan mikroba yang menyebabkan obstruksi dan kerusakan saluran napas dan infeksi berulang. 0alaupun tidak ada penelitian pada pasien dengan stadium yang sangat awal dari bronkiektasis, temuan pada pasien dengan bronkiektasis yang terbukti memberikan kepercayaan akan pentingnya peningkatan respon seluler dan mediator. Biopsi mukosa menunjukkan adanya infiltrasi oleh neutrofil dan limfosit T. $putum yang dikeluarkan telah meningkatkan konsentrasi elastase dan chemoatractan interleukin+1 tumor necrosis factor ,T23 - dan prostanoid. GAMBARAN FOKAL DAN DIFUS Bronkiektasis bisa muncul sebagai salah satu dari dua bentuk yaitu proses obstruktif fokal atau lokal dari lobus atau segmen paru atau proses difus yang melibatkan banyak bagian paru yang terkena dan sering bersamaan dengan penyakit sinopulmoner lainnya, seperti sinusitis dan asthma. Tiga jenis dari obstruksi saluran napas fokal mungkin bisa menimbulkan bronkiektasis. $alah satu jenisnya adalah blokade lumen oleh benda asing, bronkiolith, atau pertumbuhan tumor yang lambat yang biasanya jinak. "enis obstruksi yang kedua adalah penyempitan ekstrinsik akibat membesarnya nodus limfatikus. )ontoh tebaik adalah sindrom lobus medial, yang mengenai orificium angulasi yang kecil yang dikelilingi oleh kerah nodus limfatikus yang mungkin membesar dan mengenai saluran napas utama setelah infeksi dengan penyakit granulomatosa akibat mikobakteria atau fungi. "enis obstruksi yang ketiga adalah pemuntiran atau pergantian saluran napas setelah reseksi lobar ,sebagai contoh, pergantian sefalad okasional lobus bawah setelah operasi untuk reseksi lobus atas-.

(neumonia rekuren atau persisten merupakan gambaran kunci pembeda dari dua jenis yang pertama dari bronkiektasis fokal dan penting untuk diketahui, karena bronkoskopi inter'ensional atau pembedahan mungkin memberikan terapi paliatif atau kesembuhan. 4ebanyakan kasus bronkiektasis difusa dan kondisi sistemik yang berhubungan merupakan laporan kasus dan telah dire'iew sebelumnya. Beberapa defek atau kerusakan potensial yang memungkinkan terjadinya bronkiektasis diringkaskan dalam tabel 1. pengenalan penyebab yang didiskusikan di bawah ini mungkin memberikan strategi manajemen yang spesifik atau pemahaman yang lebih baik dari proses penyakit dan prognosisnya. PENYEBAB Infeksi $trategi imunisasi masa kanak+kanak yang efektif telah menyebabkan berkurangnya insidensi bronkiektasis yang disebabkan oleh pertusis atau batuk rejan. *nfeksi saluran napas masa kanak+kanak lainnya mungkin memberikan kontribusi untuk terjadinya kerusakan saluran napas yang permanen. #danya stafilokokus aureus berhubungan dengan fibrosis kistik atau aspergilosis bronkopulmoner alergika. *nfeksi mikobakterium a'ium kompleks primer telah dikenali awalnya pada wanita kulit putih berusia 5& tahun. Batuk kronik dan keterlibatan lobus tengah paru merupakan kunci untuk diagnosis penyakit ini. .engan semakin bertambahnya pengetahuan akan sindrome ini, dasar genetik telah diteliti. (ada empat anak dengan infeksi mikobakterium atipikal diseminata, mutasi pada gen untuk reseptor interferon 6 +1 telah diidentifikasi yang menghasilkan defek pada up regulasi T23 7 oleh makrofag. #bnormalitas ini tidak ditemukan pada populasi perempuan lanjut usia dengan infeksi 8. #'ium kompleks, tetapi kemungkinan pasien itu memiliki defek pada prosesing patogen intraseluler seperti 8 a'ium kompleks masih tetap ada. #spergilus fumigatus sering merupakan organisme yang komensal. #spergilosis bronkopulmoner alergika merupakan suatu keadaan yang mengenai

pasien dengan asma dan pasien dengan kerusakan saluran napas yang disebabkan oleh berbagai faktor. Bronkiektasis pada pasien dengan #spergilosis bronkopulmoner alergika diakibatkan oleh reaksi imun terhadap aspergilus, kerja mikotoksin, elastase dan interleukin : dan %, pada stadium lanjut, in'asi langsung saluran napas oleh jamur. Laporan yang ada saat ini yang menunjukkan meningkatnya fungsi paru dan berkurangnya penggunaan kortikosteroid setelah terapi itrakena;ol menyebutkan bahwa organisme aspergilus mungkin juga memiliki peranan infeksius. Tidak mengejutkan bahwa bronkiektasis telah dijelaskan pada pasien dengan sindrome defisiensi imun dapatan, dimana mereka mendapatkan infeksi saluran napas berulang dan gangguan respon inang. 4ebanyakan pasien ini memiliki jumlah sel ). : yang rendah, riwayat pyogenik sebelumnya, pneumokistik, dan infeksi mikobakterium, dan ,pada anak+anak- pneumonia interstitial limfositik. Diskinesia siliar primer .iskinesia siliar primer merupakan contoh kondisi protipik dimana silia yang kurang berfungsi memiliki kontribusi untuk terjadinya sekresi dan infeksi ulangan yang menimbulkan bronkiektasis. .iskinesia siliar primer merupakan kelainan bawaan sebagai sindrome autosom resesif dengan penetrasi yang berbeda+beda. (erkiraan frekuensinya saat lahir adalah 1 dari 1%.&&& hingga 1 dari :&.&&& kelahiran. .efek siliar pada pasien dengan sindrome ini adalah tidak adanya atau pendeknya lengan dinein yang bertanggung jawab untuk pengikatan akson yang terkoordinasi. $ekitar setengah pasien dengan .iskinesia siliar primer memiliki kartagener<s syndrome ,bronkiektasis, sinusitis, dan situs in'ersus atau abnormalitas lateralisasi parsial-. 8otilitas siliar diatur oleh peptida yang ekspresi gennya saat ini teridentifikasi. .engan pendekatan gen kandidat, mutasi pada rantai .2# yang mengkoding akson dinein telah diidentifikasi sebagai sesuatu yang unik pada pasien dengan .iskinesia siliar primer.

Imun !efisiensi =rang dengan sindrome imunodefisiensi humoral yang melibatkan defisiensi *g>, *g8 dan *g # memiliki resiko untuk terjadinya infeksi sinopulmoner supuratif berulang dan bronkiektasis. (enggantian globulin imun mengurangi frekuensi episode infeksi dan mencegah berlanjutnya kerusakan saluran napas. (ada kasus yang jarang, infeksi saluran napas dan kerusakan saluran napas terjadi pada pasien dengan defisiensi *g# atau *g8 selektif. (eran dari defisiensi subkelas *g> pada pasien dengan kadar *g> total yang mendekati normal masih kontro'ersial, karena pemeriksaan tidak distandarisasi, rentang normal ber'ariasi dan kadarnya lebih rendah pada anak+anak dan meningkat seiring usia. $ebelum penggantian globulin imun dipertimbangkan untuk pasien dengan defisiensi subkelas *g>, imunisasi dengan antigen sel B pro'okatif seperti 'aksin hemofilus influen;a atau 'aksin pneumokokus menunjukkan berkurangnya respon antibodi, yang menunjukkan bahwa deifisiensi subkelas memiliki sebuah peranan. Kis"ik fi#r sis =nset infeksi saluran napas berulang pada orang dewasa yang tidak memiliki insufisiensi pankreatis eksokrin dikenal sebagai gambaran kistik fibrosis. *nfiltrasi lobus atas yang tampak pada foto toraks dan pertumbuhan $ aureus atau pseudomonas aeruginosa mukoid pada kultur sputum merupakan kunci dimana kistik fibrosis mungkin merupakan penyebab yang mendasari timbulnya penyakit. 8eningkatnya kadar natrium dan klorida pada pemeriksaan klorida merupakan diagnostik. 8utasi regulator penghantar transmembran kistik fibrosis, seperti yang ditemukan pada kistik fibrosis klasik, sangat sering terjadi, tetapi banyak mutasi lain yang juga telah diidentifikasi dekat lokus ini. Ar"ri"is reuma" i! Bronkiektasis yang berhubungan dengan artritis reumatoid telah dijelaskan sebagai pendahulu artritis sebagaimana terjadinya keadaan ini selama perjalanan penyakit. (ada klinik spesialisasi artritis reumatoid, gambaran klinis

bronkiektasis muncul pada 1 ? 9 persen pasien. (enggunaan )T resolusi tinggi mungkin menunjukkan pre'alensi bronkiektasis setinggi 9& persen. $elama periode follow up lima tahun, pasien dengan bronkiektasis dan artritis reumatoid lima kali lebih sering meninggal dibandingkan pasien dengan artritis reumatoid saja. 4ebanyakan kematian itu akibat komplikasi respirasi. Inflama" r$ # %el !isease *nfeksi saluran napas berulang dan bronkiektasis telah dicatat pada pasien dengan *nflamatory bowel disease, paling sering pada pasien dengan kolitis ulseratif kronik. Hubungan yang dipostulatkan meliputi infiltrasi saluran napas oleh sel efektor imun seperti limfosit, meningkatnya akti'itas autoimun sebagai bagian dari penyakit yang mendasarinya, dan komplikasi terapi modulasi imun. Reseksi usus besar bukanlah tindakan paliatif untuk gejala respirasi dan mungkin mencetuskan bronkiektasis. Bronkodilator dan obat kortikosteroid inhalasi bisa mengurangi gejala. GE&ALA DAN PEMERIKSAAN FISIK Hampir seluruh pasien dengan bronkiektasis memiliki batuk dan produksi sputum kronik. $putum berbeda+beda, ada yang mukoid, mukopurulen, kental, encer, atau banyak. Bercak darah di sputum atau hemoptisis mungkin juga disebabkan oleh kerusakan saluran napas yang erosif yang diakibatkan oleh infeksi akut. .ispneu dan whee;ing terjadi pada @% persen pasien. 2yeri dada pleuritik terjadi pada %& persen pasien dan mencerminkan adanya distensi saluran napas perifer atau pneuminits distal di sekitar permukaan pleura 'iseral. $uara napas tambahan pada pemeriksaan fisik toraks, yang meliputi crackle ,pada @& persen pasien-, whee;ing ,pada 9: persen pasien- dan rhonki ,pada :: persen pasien-, merupakan kunci diagnosis. .i masa lalu, clubbing finger merupakan gambaran yang sering ditemui, tetapi penelitian+penelitian yang ada hanya menyatakan pre'alensinya 9 persen saja. (enyakit penyerta utama adalah penyakit paru obstruktif kronik ,((=4-. (erbandingan dari kedua gambaran ini tertera pada tabel !.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK (anduan diagnosis tertera pada tabel 9. karena pentingnya diagnosis bronkiektasis, saya mendiskusikan foto torak secara detail. $embilan puluh persen foto toraks abnormal pada pasien dengan batuk kronik, dahak dan sesak napas yang memiliki bronkiektasis. >ambarannya mungkin nonspesifik, yang mungkin meliputi pneumonitis fokal, opasitas ireguler tersebar, atelektasis mirip lempeng, atau dilatasi khusus dan penebalan saluran napas yang tampak sebagai bayang menyerupai cincin atau tram lines. )T resolusi tinggi telah menjadi alat diagnostik terbaik untuk mendiagnosis bronkiektasis, yang mengklarifikasi gambaran dari foto toraks, dan pemetaan abnormalitas saluran napas yang tidak terlihat pada foto polos dada. (emeriksaan )T scan resolusi tinggi yang tepat merupakan pemeriksaan non kontras dengan menggunakan jendela 1,& ? 1,% mm tiap 1 cm dengan waktu akuisisi yaitu satu detik, yang direkontruksi dengan menggunakan algoritme frekuensi spasial tinggi selama inspirasi penuh. )T spiral selanjutnya mungkin menghasilkan perubahan yang tampak, karena ia mengurangi artifak gerakan, tetapi ia memerlukan dosis radiasi yang lebih tinggi. #bnormalitas spesifik yang ditemukan pada )T resolusi tinggi meliputi dilatasi lumen saluran napas, yang menyumbangkan lebih dari % kali yang mendekati lebar pembuluh darah, kurangnya tapering saluran napas ke arah perifer, kontriksi 'arikosis sepanjang saluran napas dan kista baloning pada ujung bronkus. Bulla yang ditemukan pada pasien dengan emfisema memiliki dinding yang lebih tipis dan jauh dari saluran napas. >ambaran nonspesifik meliputi konsolidasi atau infiltrasi lobus dengan dilatasi saluran napas, penebalan dinding bronkus, mucous plug, membesarnya nodus limfatikus dan berkurangnya tanda 'askular yang sama dengan yang terlihat pada emfisema, yang mungkin sebagai hasil dari destruksi inflamasi saluran napas atau pembuluh darah yang kecil. 4istik fibrosis atau aspergilosis bronkopulmoner alergika melibatkan distribusi lobus atas dan infeksi 8. #'ium kompleks sering mengenai lobus tengah atau lingula. Bronkiektasis paling sering mengenai lobus bawah. .engan menggunakan )T resolusi tinggi, dilatasi saluran napas mungkin terlihat pada

penyakit lain. .ilatasi saluran napas berhubungan dengan asma, bronkitis kronik dan fibrosis pulmoner. Terdapat bukti bahwa jumlah saluran napas abnormal yang ditemukan pada )T resolusi tinggi berhubungan dengan tingkat gangguan fungsi paru. FUNGSI PARU $pirometri sering menunjukkan keterbatasan aliran udara, dengan berkurangnya rasio 'olume ekspirasi paksa semenit ,3AB1- terhadap kapasitas 'ital paksa ,3B)-, 3B) yang normal atau agak rendah, dan berkurangnya 3AB1. berkurangnya 3B) mengindikasikan bahwa saluran napas terhalang oleh mukos, yang kolaps dengan ekshalasi paksa, atau adanya pneumoitis di paru. 8erokok mungkin memperburuk fungsi paru dan mempercepat gangguan obstruksi. Hiperresponsif saluran napas bisa ditunjukkan, karena :& persen pasien memiliki 1% persen atau lebih perbaikan 3AB1 setelah penggunaan agonis beta adrenergik, dan 9& ? 5 persen pasien yang tidak berkurangnya 3AB1 nya memiliki !& persen penurunan 3AB1 setelah uji pro'okasi histamin atau metakolin. PENATALAKSANAAN .asar terapi kelainan ini adalah identifikasi eksaserbasi akut dan penggunaan antibiotik, penekanan jumlah mikroba, pengobatan keadaan yang mendasarinya, mengurangi respon peradangan yang berlebihan, peningkatan higiene bronkus, kontrol perdarahan bronkus, dan pengangkatan pembedahan dari segmen atau lobus yang sangat rusak yang mungkin merupakan tempat bersarangnya infeksi atau perdarahan. Literatur tentang penatalaksanaan memberikan strategi yang telah die'aluasi pada pasien dengan fibrosis kistik atau ((=4. (enelitian yang memfokuskan pada bronkiektasis telah melibatkan beberapa pasien, dan hasilnya belum begitu memuaskan. Eksaser#asi aku" a"au #r nki"is *dentifikasi eksaserbasi saluran napas lebih kompleks pada pasien dengan bronkiektasis dibandingkan pada pasien dengan ((=4. (ada ((=4, perburukan

dispneu dan meningkatnya 'olume dan purulensi sputum sering digunakan sebagai kriteria untuk identifikasi eksaserbasi. (ada pasien dengan bronkiektasis kronik, sputum bersifat purulen. (ada penelitian prosfektif terbesar pada pasien dengan bronkiektasis, eksaserbasi didefinisikan sebagai adanya empat dari sembilan gejala yang terdapat pada tabel :. terapi antibiotik awal untuk dugaan eksaserbasi pada pasien dengan bronkiektasis mungkin akan membatasi lingkaran ganas. (ilihan pertama yang beralasan untuk terapi tersebut meliputi fluorokuinolon seperti le'ofloksasin atau siprofloksasin. Lamanya terapi yang tepat belum dikehatui, tetapi minimal @ + 1& hari pada praktek umumnya. 4ultur sputum dan pemeriksaan sensiti'itas diindikasikan pada pasien yang tidak respon terhadap terapi antibiotik awal atau organisme penyebab diketahui resisten. Pen'e(a)an !an penekanan mikr #a Ampat senter dengan spesialisasi bronkiektasis telah memeriksa sputum atau spesimen bronkoskopis untuk mengisolasi flora bakteri pada pasien dengan bronkiektasis steady state ,bukan eksaserbasi akut-. 4uman patogen yang paling sering diisolasi adalah H influen;a, ( aeruginosa dan $ pneumonia. .inamika kolonisasi bisa ditunjukkan oleh penelitian genetik bakteri. Tidak ada hubungan antara perubahan pada strain dan angka kejadian eksaserbasi atau penggunaan terapi antibiotik. #kuisisi dan klirens strain merupakan sesuatu yang kompleks, proses dinamika yang melibatkan faktor host dan tempat reseptor pada organisme yang mungkin membantu menentukan kemampuan organisme untuk bertahan atau merusak saluran napas. Tidak ada data yang cukup untuk mengindikasikan apakan infeksi 'irus memainkan peranan langsung pada eksaserbasi akut, walaupun ketika netrofil dari pasien dengan bronkiektasis terinfeksi in 'itro oleh strain influen;a #, tidak ada penurunan pelepasan liso;im dan akti'itas bakterisidal. Afek ini mungkin memiliki kontribusi terhadap peningkatan masukan bakteri dan terhadap eksaserbasi akut. Bukti yang ada tentang adanya dan kuantitas bakteri seperti ( aeruginosa dan H influen;a menunjukkan bahwa patogen ini menstimulasi respon mediator inflamasi dan netrofil di saluran napas. #danya ( aeruginosa dihubungkan dengan

meningkatnya produksi sputum, gambaran bronkiektasis yang lebih luas pada )T scan, lebih banyaknya hospitalisasi dan berkurangnya kualitas hidup. sejak bakteri patogen dianggap memiliki peranan destruktif aktif, berbagai strategi antibiotik telah digunakan. eritromisisn telah menunjukkan berkurangnya 'olume sputum dan meningkatkan fungsi paru. 3luorokuinolon merupakan obat oral satu+satunya yang efektif melawan ( aeruginosa. Resistensi sering terjadi setelah satu atau dua siklus pengobatan. (enggunaan antibiotik aerosol merupakan suatu alternatif yang memungkinkan terapi regional terkonsentrasi, yang mengurangi absorpsi sistemik dan efek toksik, dan penggunaan alat pengirim yang familiar untuk banyak pasien dengan penyakit respirasi. 9&& mg tobramisin digunakan sebagai aerosol dua kali sehari selama empat minggu, obat itu mengurangi densitas pseudomonas sputum dengan 1&.&&& unit pembentuk koloni per gram sputum, sedangkan tidak ada pengurangan dengan pemberian plasebo pada sebuah penelitian, tetapi fungsi paru tidak berubah. (ada penelitian lainnya, :& mg gentamisin aerosol yang digunakan dua kali sehari selama tiga hari mengurangi jumlah en;im neutrofilik di sputum, produksi sputum, dan frekuensi desaturasi nokturnal, aliran ekspirasi puncak juga meningkat. #merican Thoracic $ociety telah memberikan pernyataan untuk membantu buku panduan penatalaksanaan infeksi 8 a'ium kompleks. 8ereka merekomendasikan penggunaan regimen antibiotik, termasuk a;itromisin atau claritromisin, rifampin atau rifabutin dan etambutol, hingga kultur negatif selama satu tahun. Terapi tradisional untuk aspegilosis bronkopulmoner alergika telah melibatkan penambahan dosis kortikosteroid. (ada sebuah percobaan randomisasi, penambahan itrakona;ol menghasilkan perbaikan respon klinis yang signifikan dibandingkan dengan plasebo. Hasil tersebut lebih memuaskan pada mereka tanpa bronkiektasis ,5& persen memiliki respon- dibandingkan mereka yang dengan bronkiektasis ,91 persen dari mereka memiliki respon-.

1&

*i(iene #r nk pulm ner (eningkatan pengeluaran sekret paru pada pasien dengan bronkiektasis memiliki keuntungan. .i samping kontrol batuk, drainase posural, fisioterapi dada, dan penipisan hilangnya sekret, penggunaan bronkodilator dan kortikosteroid inhalasi telah menjadi bagian dari terapi rumatan dan pengobatan untuk eksaserbasi akut. 4erja dari perkusi dada dan drainase postural analog dengan pengosongan sisa terakhir dari botol kecap. 8enepuk dada secara tradisional telah digantikan oleh penggunaan inflatable 'ests atau 'ibrator mekanis yang digunakan di dada. (osisi berbaring pada tempat tidur dengan kepala ke bawah diperlukan, tetapi hal ini sulit dan tidak nyaman bagi pasien. #lat oral yang menggunakan tekanan ekspirasi akhir positif menjaga patensi saluran napas selama ekshalasi dan mencapai banyak tujuan yang sama dengan drainase postural dengan waktu yang lebih singkat dan ketidaknyamanan yang minimal. 8enjaga hidrasi sistemik yang adekuat, yang ditingkatkan dengan nebulisasi dengan salin, masih diperlukan untuk pasien dengan dahak kental dan mucous plug. #setil sistein yang dikirimkan oleh nebuli;er mengencerkan dahak, tetapi masih belum jelas apakah terapi iotu meningkatkan keadaan akhir klinis. .2# merupakan produk degradasi utama netrofil dan bakteri yang memiliki kontribusi terhadap dahak yang kental. (enggunaan .nase manusia rekombinan aerosol pada pasien dengan bronkiektasis telah diteliti pada percobaan terkontrol yang besar. (ada akhir enam bulan percobaan. 1@9 pasien yang mendapat rh.2ase memiliki eksaserbasi paru yang lebih banyak dan penurunan 3AB1 ang lebih besar dibandingkan 1@5 pasien yang memperoleh plasebo. rh.2ase dii;inkan untuk pasien dengan fibrosis kistik tetapi tidak untuk mereka dengan bronkiektasis. Pem#e!a)an (eranan pembedahan untuk bronkiektasis telah berkurang tetapi tidak menghilang. Tujuan pembedahan meliputi pengangkatan tumor yang mengobstruksi atau residu benda asing, eliminasi segmen atau lobus yang sangat

11

rusak dan dugaan menjadi penyebab eksaserbasi akut, dahak yang sangat kental dan banyak, impaksi mukos dan plug, eliminasi daerah yang menjadi subjek perdarahan yang tak terkontrol, dan pengangkatan bagian paru yang rusak dan sarang dari organisme bermasalah dan resisten seperti 8 tuberkulosis atau 8 a'ium kompleks. Tiga pusat pembedahan telah menjelaskan pengalamannya dengan pembedahan tersebut selama dekade yang lalu, dengan follow up rata+rata empat hingga enam tahun. 8ereka mencatat perbaikan gejala pada lebih dari & persen pasien, dengan mortalitas perioperatif kurang dari 9 persen. Transplantasi paru ganda kini dipertimbangkan untuk pasien dengan fibrosis kistik dan gagal napas. *a berhubungan dengan angka harapan hidup yaitu @% persen pada tahun pertama dan :1 persen angka harapan hidup lima tahun. (asien dengan bentuk bronkiektasis yang lain juga telah menjalani transplantasi paru, tetapi statistik terpisah terhadap keluaran tidak ada. *em p"isis Hemoptisis yang mengancam nyawa mungkin terjadi pada pasien dengan bronkiektasis dan memerlukan pendekatan manajemen agresif terkoordinasi. $etelah saluran napas dilindungi dengan pasien dibaringkan pada sisi, dimana diduga asal perdarahan atau intubasi endotrakea, bronkoskopi atau )T dada dianjurkan untuk membantu menentukan lobus atau sisi mana yang mengalami perdarahan. "ika radiologi inter'ensi ada, aortografi dan kanulasi arteri bronkus bisa menampakkan tempat ekstra'asasi darah atau neo'askularisasi kolateral sehingga embolisasi bisa dilakukan. (embedahan masih diperlukan untuk mereseksi daerah dugaan perdarahan. PROGNOSIS 4eistinen dkk, mere'iew 2ational Hospital .ischarge Register di 3inlandia dan mengidentifikasi 1:! pasien dengan bronkiektasis yang berusia 9% ? @: tahun antara tahun 1 1! hingga 1 15 dan mencocokkan mereka dengan pasien asma dan pasien dengan ((=4. $elama periode follow up yaitu 1,& ? 1!, tahun yang berakhir pada tahun 1 9, jumlah hospitalisasi sangat ber'ariasi. #da !9

1!

kematian pada pasien dengan bronkiektasis, 15% pasien dengan asma dan 91 kematian pada pasien dengan ((=4. (enyakit yang mendasarinya adalah penyebab utama kematian pada pasien dengan bronkiektasis dan mereka dengan ((=4. (enyakit jantung merupakan penyebab primer kematian pada pasien dengan asma. KESIMPULAN DAN DEFINISI RE+ISI Bronkiektasis melibatkan infeksi saluran napas kronik dan up regulasi respon peradangan host. (entingnya )T resolusi tinggi sebagai gold standard untuk pemeriksaan telah membawa kebaikan dan kebingungan, karena penyakit paru yang lain juga melibatkan dilatasi saluran napas. .efinisi re'isi bronkiektasis purulenta yang didasarkan pada temuan pada dua serial pasien mungkin meliputi kriteria untuk mendiagnosis produksi sputum mukopurulen harian kronik ditambah temuan yang kompatibel pada )T resolusi tinggi. 0alaupun tidak ada penyebab pasti pada %& persen kasus, identifikasi imunodefisiensi humoral, infeksi mikobakterium dan pseudomonas, fibrosis kistik, atau aspergilosis bronkopulmoner alergika memiliki implikasi yang penting untuk prognosis dan penatalaksanaan. .efinisi eksaserbasi akut sebaiknya melibatkan kombinasi kriteria yang berhubungan dengan gambaran klinis, konsentrasi sel radang saluran napas dan mediator, jenis organisme mikrobiologi, dan fungsi paru, sehingga strategi pengobatan bisa dibandingkan dan dinilai. Aksaserbasi akut harus ditangai dengan baik. (erhatian terhadap higiene bronkopulmoner mungkin menguntungkan tetapi memerlukan in'estigasi konfirmasi dengan akhir yang berguna, yang meliputi 'olume sputum, fungsi paru, dan ukurang standarisasi kualitas hidup.

19

Anda mungkin juga menyukai