Anda di halaman 1dari 0

RETINOSKOPI

NURCHALIZA HAZARIA SIREGAR


NIP.19700908 200003 2 001



DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008
Nurchaliza Hazaria Siregar : Retinoskopi, 2008
DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN........................................................................................1
II. PENGATURAN POSISI DAN
PENJ AJ ARAN.............................................................................................1
III. FIKSASI DAN FOGGING......2
IV. REFLEX RETINA.......2
V. LENSA KOREKSI......4
VI. MENENTUKAN NETRALITAS6
VII. RETINOSKOPI ASTIGMATISME REGULAR.....6
VIII. PENCARIAN AKSIS SILINDRIS..........................7
IX. PENENTUAN POWER SILINDRIS..9
X. PENYIMPANGAN REFLEKS RETINOSKOPI..10
XI. DAFTAR PUSTAKA11








Nurchaliza Hazaria Siregar : Retinoskopi, 2008
I. Pendahuluan
Retinoskopi memungkinkan pemeriksa secara objektif menentukan kesalahan
refraktif spherosilindris, dan juga menentukan apakah astigmatisma regular dan
irregular, untuk menilai kekeruhan dan ketidakteraturan.
1,2
Retinoskopi atau yang dikenal juga dengan skiaskopi atau Shadow Test, merupakan
suatu cara untuk menemukan kesalahan refraksi dengan metode netralisasi
Prinsip retinoskopi adalah berdasarkan fakta bahwa pada saat cahaya dipantulkan dari
cermin ke mata, maka arah dari bayangan tersebut akan berjalan melintasi pupil
bergantung pada keadaan refraktif mata.
3,4,5,6
Kebanyakan retinoskopi yang dipakai sekarang ini menggunakan sistem `Streak
Projection` yang dikembangkan oleh Copeland (cermin yang seluruhnya perak
mengelilingi lubang kecil) atau cermin setengah perak (model Welch Allyn).
1
Sebenarnya retinoskop bukanlah hal yang sulit dimengerti tetapi bisa agak sulit
dilakukan. Tehnik ini merupakan metode refraksi yang sangat memuaskan dan tinggi
akurasinya untuk determinasi objektif yang sangat bermanfaat bila dilakukan oleh
retinoskopis yang terlatih dan teliti dengan diameter pupil yang sesuai dan media yang
jernih. Walau bagaimanapun, tehnik ini tidak hanya dapat dipelajari dari buku, tetapi
memerlukan latihan ketrampilan yang lama.
7

II. Pengaturan Posisi dan Penjajaran
Biasanya, pemeriksa menggunakan mata kanan untuk melakukan retinoskopi pada
mata kanan pasien, dan mata kiri untuk mata kiri pasien. J ika pemeriksa melihat
langsung kearah pusat optikal dari lensa coba (Trial Lens), refleksi dari lensa mungkin
mempengaruhi. J ika pemeriksa terlalu jauh dari aksis, maka kesalahan spheris dan
silindris yang tidak diinginkan akan muncul. J umlah tertinggi penjajaran agak di
tengah, dimana refleksi lensa masih bisa terlihat di antara pupil dan pinggir lateral dari
lensa.
1,2

Nurchaliza Hazaria Siregar : Retinoskopi, 2008
III. Fiksasi dan Fogging
Retinoskopi harus dilaksanakan dengan akomodasi pasien yang rileks. Pasien harus
fiksasi pada sebuah jarak pada target tanpa akomodatif. Sebagai contoh, target dapat
berupa sebuah cahaya redup pada ujung ruangan atau sebuah huruf Snellen yang besar
( yang berukuran 20/200 atau 20/400). (Anak-anak dapat mengunakan cycloplegia
farmakology).
1,2

IV. Refleks Retina
Lintasan yang diproyeksikan, yang membentuk bayangan kabur dari filamen pada
retina pasien, dapat dianggap sebagai sumber cahaya baru yang kembali ke mata
pemeriksa. Melalui pengamatan karakteristik dari refleks ini, seseorang dapat
menentukan status refraktif dari mata. J ika pasien adalah emmetrop, maka cahaya
yang muncul parallel. J ika pasien adalah myopia, maka cahaya yang muncul akan
konvergen.(gambar 1)



Gambar 1 : Sistem observasi untuk myopia( from fig. 4-4 American Academi of
Ophthalmology, Clinical Optics, 2008-2009, p.127)

Nurchaliza Hazaria Siregar : Retinoskopi, 2008
J ika pasien adalah hipermetrop, maka cahaya yang muncul akan divergen. Melalui
lubang intip pada retinoskop, cahaya yang muncul ini terlihat sebagai refleks berwarna
merah pada pupil pasien.
1,5,7
J ika pemeriksa berada pada titik jauh pasien, maka semua
cahaya memasuki pupil pemeriksa dan penerangan merata. Meskipun demikian, jika
titik jauh dari mata pasien bukan di lubang-intip retinoskop, maka beberapa cahaya
yang memancar dari pupil pasien tidak akan memasuki lubang-intip dan penerangan
pupil tidak sempurna.
J ika titik jauh berada diantara pemeriksa dan pasien (myopia lebih besar daripada
jarak kerja dioptri pemeriksa), cahaya akan bertemu dan akan menyebar kembali.
Posisi cahaya dari pupil akan bergerak mengayun dalam arah berlawanan (dikenal
sebagai pergerakan berlawanan/against motion). J ika titik jauh tidak berada diantara
pemeriksa dan pasien (hiperopia), cahaya akan bergerak searah dengan ayunan
(dikenal dengan gerakan searah/with motion).(gambar 2) Ketika cahaya memenuhi
pupil pasien dan tidak bergerak karena mata emetrop atau karena sebelumnya telah
dipasang koreksi lensa yang sesuai kondisi ini dikenal dengan netralisasi.
1,2,4,5,7


Gambar 2 : Gerakan refleks retina. Perhatikan gerakan lintasan dari wajah dan dari
retina dalam gerakan searah versus gerakan berlawanan ( from fig. 4-6 American
Academi of Ophthalmology, Clinical Optics, 2008-2009, p.127)


Nurchaliza Hazaria Siregar : Retinoskopi, 2008
Karakteristik Refleks
1
Refleks retinoskopi bergerak memiliki tiga karakeristik utama yaitu :
1. Kecepatan. Refleks bergerak paling lambat ketika pemeriksa berada jauh dari
titik fokus dan menjadi lebih cepat ketika titik fokus didekati. Dengan kata lain
kesalahan- kesalahan refraktif besar memiliki refleks pergerakan yang lambat,
sedangkan kesalahan-kesalahan kecil memiliki refleks yang cepat.
2. Kecerahan. Refleks tumpul ketika pemeriksa jauh dari titik fokus, menjadi
lebih cerah ketika netralitas didekati. Refleks berlawanan(against reflexes)
biasanya redup daripada refleks searah(with reflexes).
3. Lebar. Lintasan sempit ketika pemeriksa jauh dari titik fokus. Meluas dengan
mendekati titik fokus dan tentu saja mengisi seluruh pupil pada titik fokus itu
sendiri

V. Lensa Koreksi
Pada saat pemeriksa menggunakan lensa koreksi yang sesuai (dengan lensa lepas atau
phoropter), refleks retinoskopik bisa menjadi netral. Dengan kata lain, pada saat
pemeriksa mengarahkan titik jauh pasien kelubang intip, seluruh pupil pasien
teriluminasi dan refleks tidak akan bergerak. Kekuatan dari lensa koreksi yang
menetralisir refleks menunjukkan suatu ukuran dari kesalahan refraksi pada pasien.
1
Yang penting untuk diingat bahwa pemeriksalah yang menentukan kesalahan refraksi
pada jarak yang dipakai. Dioptri yang sama dengan jarak kerja harus dikurangi dari
lensa koreksi untuk mencapai jarak koreksi sebenarnya pada pasien. Karena jarak
kerja umum adalah 67 cm, maka banyak phoropter memiliki lensa-lensa `jarak kerja`
+1.50 D yang menyala selagi pemeriksa memilih lensa-lensa korektif untuk
menetralisasikan refleks. Lensa-lensa tambahan ini dapat menghasilkan refleks yang
menyusahkan. Meskipun demikian, jarak kerja apapun dapat digunakan (pemeriksa
dapat memilih untuk bergerak lebih dekat untuk gambar yang lebih terang,) misalnya
selama koreksi jarak kerja yang tepat dimasukkan dalam perhitungan.
1,2,5
Nurchaliza Hazaria Siregar : Retinoskopi, 2008
Sebagai contoh, anggaplah pemeriksa memperoleh netralisasi dengan total +4.00D
didepan mata (perhitungan kasar retinoskopi) pada jarak kerja 67 cm, kurangkan
dengan +1,50 D sebagai jarak kerja akan menghasilkan koreksi refraksi =2.50D.
Sebagai contoh lain, misalkan netralisasi tercapai dengan -6.00D, menggunakan jarak
kerja 50 cm. Koreksi dioptri untuk jarak kerja itu adalah +2.00D, yang menghasilkan
refraksi retinoskopik bersih untuk koreksi jarak -8.00D. Perhitungan kasar objektif
dari kesalahan refraksi dibuat dengan memasukkan perhitungan yang ditemukan pada
pemeriksaan retinoskopi, dengan kesimpulan jarak ( contoh : +1D untuk 1 meter,
+1.5D pada saat retinoskop menunjukkan jarak 2/3 meter atau 67 cm, +2D untuk jarak
50 cm) dan untuk pemakaian sikloplegia bila digunakan (contoh : 1D untuk atropine,
0.5D untuk homatropin dan 0.75D untuk cyclopentolat). Contoh untuk pemakaian
sikloplegia, missal hasil retinoskopi adalah +7D dengan jarak kerja1 meter
menggunakan atropin sebagai sikloplegianya,maka kesalahan refraksinya menjadi :
+7D (+1D) 1D =+5D
Ada beberapa kesulitan pada saat melakukan pemeriksaan retinoskopi, yaitu :
Refleks berwarna merah tidak terlihat , kemungkinan pupil penderita kecil,
keruh dan adanya kesalahan refraksi yang tinggi. Kesulitan ini bisa diatasi
dengan menggunakan midriasis dan atau menggunakan sinar konvergen
dengan retinoskop cermin konkav
Perubahan pada retinoskopi karena adanya akomodasi abnormal dan dapat
diatasi dengan pemakaian sikloplegia
Bayangan gunting yang kadang-kadang terlihat pada pasien astigmatisma
regular dengan pupil dilatasi. Kebanyakkan kesulitan ini dapat dikurangi bila
pupil mengecil
Gerakan bayangan yang berbenturan ke berbagai arah dalam bagian- bagian
berbeda di area pupil terlihat pada pasien dengan astigmatisma irregular
Bayangan bersegi tiga bisa terlihat pada pasien dengan kornea konikal.
2,3,4



Nurchaliza Hazaria Siregar : Retinoskopi, 2008
VI. Menentukan Netralitas
Dalam pergerakkan berlawanan/against, titik jauh berada di antara pemeriksa dan
pasien. Oleh karena itu, untuk membawa titik jauh pada pupil pemeriksa, lensa-lensa
minus harus ditempatkan di depan mata pasien. Demikian juga dengan pergerakan
searah/with, lensa-lensa plus harus ditempatkan di depan mata pasien. Ini
menyebabkan aturan klinis sederhana, jika kita melihat gerakan searah/with, tambah
kekuatan plus (atau kurangi minus), jika anda melihat gerakan berlawanan/against,
tambah kekuatan minus (atau kurangi plus). Kekuatan lensa harus ditambahkan (atau
dikurangi) hingga netralisasi tecapai.
1,2,4,5,8,9,10
Karena dianggap lebih mudah bekerja dengan yang lebih terang, lebih tajam, dapat
dipilih untuk meng-overminus-kan mata dan memperoleh refleksi dengan dan
kemudian mengurangi minus (tambah plus) hingga netralitas dicapai. Disadari bahwa
refleks yang lambat, tumpul dari cermin-cermin refraktif tinggi dapat disamarkan
dengan refleks netralitas yang mengisi pupil atau dengan refleks tumpul (seperti yang
ditemukan pada pasien dengan medium kabur). Tempatkan lensa plus dan minus
berkekuatan tinggi di depan mata dan lihat kembali.
4,5

VII. Retinoskopi Astigmatisma Regular
Sebagian besar mata memiliki astigmatisma regular. Dalam hal ini, cahaya
direfleksikan secara berbeda dengan dua meridian astigmatisma dasar. J ika kita
menggerakkan retinoskop dari sisi ke sisi (dengan streak yang terorientasi pada 90),
kita mengukur power optic dalam 180 meridian. Power dalam meridian ini diberikan
oleh sebuah silinder pada aksis 90. Bahkan hasil yang sangat tepat adalah bahwa
streak dari retinoskop disejajarkan pada aksis yang sama seperti aksis dari correcting
cylinder yang diuji. Selanjutnya pada pasien dengan astigmatisma regular, kita ingin
menetralisasikan dua refleks, satu dari setiap meridian utama.
7


Nurchaliza Hazaria Siregar : Retinoskopi, 2008
VIII. Pencarian Aksis Silindris
Sebelum retinoskop digunakan untuk mengukur power dalam setiap median utama,
axis meridian harus ditentukan. Karakteristik dari lintasan refleks dapat membantu
dalam penentuan axis
1
1 Break. Break terlihat ketika lintasan tidak sejajar dengan salah satu meridian.
Orientasi refleks dalam pupil tidak sama dengan lintasan yang kita
proyeksikan, garis tersebut putus atau patah.(gambar 3) Break hilang ( yakni
garis terlihat berlanjut) ketika lintasan diputar kedalam axis yang tepat.
Silinder koreksi harus ditempatkan pada axis ini.
2 Width.Width dari lintasan berbeda-beda ketika dia berputar sekitar axis yang
tepat. Lebar terlihat paling sempit ketika lintasan sejajar dengan axis (gambar
4)
3 Intensitas. Intensitas garis lebih terang apabila lintasan berada pada axis yang
tepat (Ini merupakan temuan subtil, yang hanya berguna pada silinder-silinder
kecil)
4 Skew. Skew (gerakan oblig dari lintasan refleks) dapat digunakan untuk
menempatkan axis pada silinder-silinder kecil. J ika lintasan di luar axis, maka
akan bergerak dengan arah yang agak berbeda dari refleks pupil (gambar 5).
Refleks dan lintasan gerak dalam arah yang sama (keduanya tegak lurus pada
orientasi lintasan) apabila lintasan sejajar dengan salah satu meridian utama.


Nurchaliza Hazaria Siregar : Retinoskopi, 2008


Gambar 3 : Patahan. Refleks retina terputus dengan patahan bila lintasan tidak tepat
pada aksis yang tepat ( from fig. 4-10 American Academi of Ophthalmology, Clinical
Optics, 2008-2009, p.130)




Gambar 4 : Width / lebar atau ketebalan, refleks retina. Kita tentukan lokasi aksis di
tempat dimana refleks paling tipis. ( from fig. 4-11 American Academi of
Ophthalmology, Clinical Optics, 2008-2009, p.131)
Nurchaliza Hazaria Siregar : Retinoskopi, 2008

Gambar 5 : Skew/miring (Gerakan miring) Tanda panah menunjukkan bahwa gerakan
refleks dan berpotomgan tidak parallel. Refleks dan berpotongan tidak bergerak
dengan arah yang sama tetapi miring bila lintasan tidak tersejajarkanpada aksis ( from
fig. 4-12 American Academi of Ophthalmology, Clinical Optics, 2008-2009, p.131)

Ketika lintasan disejajarkan pada axis yang tepat, lengan bisa direndahkan (instrument
Copeland) atau ditinggikan (instrument Welch Allyn) untuk mendekati lintasan,
yang memungkinkan dibaca dari sudut yang lebih mudah dari alat lensa coba (trial
lens)
Aksis ini dapat dipertegas melalui tehnik yang dikenal sebagai `straddling`, yang
dilakukan dengan menempatkan perkiraan koreksi silindris. Lintasan retinoskop
diputar 45 dari aksis dalam dua arah dan jika aksis tepat , lebar refleks akan sama
dalam kedua posisi aksis. J ika aksis tidak tepat, lebarnya akan tidak sama dalam 2
posisi. Aksis dari koreksi silindris harus digerakkan ke depan refleks yang lebih lebih
sempit dan straddling dilaksanakan sekali lagi hingga lebar sama.
1,4,7

IX. Penentuan Power Silindris
Begitu 2 meridian diidentifikasikan, kita dapat mengikuti tehnik spheris yang telah
dijelaskan sebelumnya, dengan menggunakanya pada setiap aksis yang berputar
secara terpisah
Nurchaliza Hazaria Siregar : Retinoskopi, 2008
Dengan 2 spheris : menetralisasi satu aksis dengan satu lensa spheris. J ika aksis 90
dinetralisasikan dengan +1,50 spheris dan aksis 180dinetralisasikan dengan +2.25
spheris, retinoskopi kasar +1.50 +0.75 x 180. J arak kerja pemeriksa harus dikurangi
dari spheris untuk memperoleh perbaikan refraktif.
Dengan sebuah spheris dan silinder : menetralisasikan 1 aksis dengan sebuah lensa
spheris. Untuk melanjutkan pakerjaan dengan menggunakan refleks dengan(with
reflexes), menetralisaskan aksis lensa plus terlebih dahulu. Kemudian dengan
pemasangan lensa spheris ini , netralisasikan aksis 90 melalui panambahan lensa
silindris plus pada orientasi yang sesuai. Hasil retinoskopi dapat dibaca secara
langsung dari alat lensa coba
1,3

X. Penyimpangan Refleks Retinoskopi
Dengan astigmatisma regular, hampir beberapa tipe penyimpangan dapat terlihat
dalam refleks. Penyimpanan spheris cenderung manambah kecerahan pada bagian
tengah atau perifer pupil, yang tergantung pada apakah penyimpangan positif atau
negatif.
Ketika titik negralitas didekati, satu bagian refleks dapat myopia, sedangkan yang
lainnya hiperopic sehubungan dengan posisi retinoskopi. Ini akan menghasilkan apa
yang disebut refleks scissors
1,2,3
Ada kalanya astigmatisma irregular yang menyolok atau opasitas optic menghasilkan
bayangan yang samar, terganggu yang dapat mengurangi ketepatan hasil retinoskopik.
Dalam kasus kasus tersebut, tehnik-tehnik lain seperti refraksi subjektif harus
digunakan
Semua refleks penyimpangan ini menjadi lebih jelas dengan diameter papil yang lebih
besar, dalam kasus-kasus ini dengan mempertimbangkan bagian tengah dari refleks
cahaya menghasilkan perkiraan terbaik
1,4


Nurchaliza Hazaria Siregar : Retinoskopi, 2008
Nurchaliza Hazaria Siregar : Retinoskopi, 2008
DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Ophthalmology, Clinical Optics, Clinical, Section 3,
Chapter 4, Basic and Clinical Science Course, 2008-2009, page 125-134
2. Static Retinoscopy, Available at :
http://www.nova.edu/hpd/otm/nbeo/statret.html
3. Khurana AK, A Textbook of Ophthalmology, Darkroom Procedurer, Chapter
23, India : CBS Publishers & Distributors, 2005, page 547-553
4. Sihota R, Tandon R, Parsons` Diseases of the Eye, Twentieth Edition,
Elsevier, New Delhi, 2007, page 61-70
5. Nema VH, Nema N, Textbook of Ophthalmology, Determination of the
Refraction, Fourth Edition, Chapter 7, Medical Publishers (P) LTD, New
Delhi, 2002, page 31-33
6. Lang K G, Ophthalmology, A Short Textbook, Optics and Refractive Errors,
New York, 2000, page 430
7. Tasman W, Retinoscopy,Duane`s Clinical Ophthalmology, Chapter 37, Vol 1,
Lippincott, Philadelphia, 2004, page 1-37
8. Retinoscopy, Available at :
http://www.oepf.org/VTAids/Retinoscopy.pdf
9. Vaughan & Asbury, General Opthalmology, Seventieth Edition, 2008, page :
390-392
10. Norath J D, Minus Cylinder Retinoscopy, Chapter Ten, Available at :
http://www.slackbooks.com/excerpts/66232/66232.asp

Anda mungkin juga menyukai