Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN MODUL 4 BLOK XIX Perdarahan dan Syok

Disusun oleh : Kelompok 4 Astri Nova Aprilini Fitrisia Febry Prayugo Harry Hamyasa Listyono Wahid Novita Nurlita Renny Tri Utami Rizkia Mulya Sari Septian Widyantoro (0808015015) (0808015062) (0808015030) (0808015017) (0808015009) (0808015040) (0808015023) (0808015004) (0808015056)

FAKULTAS KEDOKTERAN UMUM UNIVERSITAS MULAWARMAN 2011

KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayahNyalah laporan dengan tema Perdarahan dan Syok ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Laporan ini disusun dari berbagai sumber ilmiah sebagai hasil dari diskusi kelompok kecil (DKK) kami. . Laporan ini secara garis besar berisikan tentang penjelasan mengenai kasus syok, termasuk di dalamnya berbagai macam syok seperti syok hipovolemik, syok kardiogenik, syok distributif serta syok obstruktif masuk ke dalam pembahasan ini, termasuk di dalam nya penanganan awal serta terapi cairan pada pasien syok. Dalam proses penyusunan laporan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada: 1. dr. Edison selaku tutor kelompok 4 yang telah membimbing kami dalam melaksanakan diskusi kelompok kecil pada modul 2 mengenai Perdarahan dan syok ini. 2. Dosen-dosen yang telah mengajarkan materi perkuliahan kepada kami sehingga dapat membantu dalam penyelesaian laporan hasil diskusi kelompok kecil ini. 3. Teman-teman kelompok 4 yang telah mencurahkan pikiran, tenaga dan waktunya sehingga diskusi sehingga dapat berjalan dengan baik dan dapat menyelesaikan laporan hasil diskusi ini. 4. Teman-teman mahasiswa kedokteran Universitas Mulawarman angkatan 2008 khususnya yang telah bersedia untuk sharing bersama mengenai materi yang kita bahas. Akhirnya, tak ada gading yang tak retak, tentunya laporan ini sangat jauh dari sempurna. Oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penyusun harapkan demi tercapainya kesempurnaan dari isi laporan hasil diskusi kelompok kecil (dkk) ini.

Hormat Kami,

Penyusun

ii

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR .................................................................................................................... ii BAB I .............................................................................................................................................. 1 PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 1 A. Latar Belakang ..................................................................................................................... 1 B. Tujuan Modul....................................................................................................................... 1 BAB II............................................................................................................................................. 2 ISI.................................................................................................................................................... 2 Step I Terminologi Asing ............................................................................................................ 2 Step II Identifikasi Masalah ........................................................................................................ 3 Step III Analisis Masalah ............................................................................................................ 3 Step IV Strukturisasi ................................................................................................................... 6 Step V Learning Objective .......................................................................................................... 7 Step VI Belajar Mandiri .............................................................................................................. 7 SYOK HIPOVOLEMIK ............................................................................................................... 10 SYOK KARDIOGENIK ............................................................................................................... 15 SYOK SEPSIS .............................................................................................................................. 23 SYOK ANAFILAKSIS ................................................................................................................ 29 SYOK NEUROGENIK ................................................................................................................ 33 SYOK OBSTRUKTIF .................................................................................................................. 35 Resusitasi Jantung Paru................................................................................................................. 37 BAB III ......................................................................................................................................... 40 PENUTUP..................................................................................................................................... 40 A. Kesimpulan ........................................................................................................................ 40 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 41

iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Syok sirkulasi adalah ketidakcukupan aliran darah di seluruh tubuh sehingga jaringan tubuh mengalami kerusakan akibat terlalu sedikitnya aliran darah, terutama terlampau sedikitnya penyediaan oksigen dan zat makanan lainnya bagi sel-sel jaringan. bahkan system kardiovaskuler sendiri,otot jantung, dinding pembuluh darah, system vasomotor dan bagian-bagian sirkulasi lainnya mulai rusak sehingga syok secara progresif menjadi lebih buruk. Sekali syok sirkulasi mencapai suatu keadaan berat yang kritis, tidak peduli apa penyebabnya, syok itu sendiri akan menyebabkan syok menjadi lebih berat. Artinya aliran darah yang tidak adekuat menyebabkan system sirkulasi mulai mengalami kerusakan. hal ini selanjutnya menyebabkan curah jantung semakin menurun, lalu timbul lingkaran setan, dengan perkembangan syok sirkulasi secara progresif.

B. Tujuan Modul Tujuan modul ini dapat diarahkan dengan baik. Skenario yang digunakan juga tidak spesifik sehingga tidak bersifat diagnostic melainkan belajar dari kasus (Problem Based Learning). Diagnostic yang luas juga memudahkan dalam mendapat diagnosis diferensial dan menyingkirkannya.

BAB II ISI Skenario : Multiple Trauma Seorang laki-laki berusia 30 tahun dibawa petugas ke UGD RSU Tenggarong dengan Multiple Trauma (close fracture antebrachii, open fracture femur sinistra + open fracture cruris sinistra), ada jejas pada abdomen dan thorax kanan. Petugas medis sudah memberikan penanganan dengan memasang neck collar, O2 2ltr/m Nasal kanula pada penderita. Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan T : 80/palpasi, N : 148, RR : 36, GCS : 2-2-4. Dan terdengar suara mengorok. Step I Terminologi Asing

1. Multiple trauma

: beberapa cedera yang ditemukan diberbagai bagian

tubuh yang dapat menyebabkan gangguan perfusi. Dikatakan multiple trauma apabila terjadi cedera > 2 bagian tubuh yang cedera. 2. Close fracture antebrachii : terputusnya kontinitas tulang yang mana cedera/fracture

tersebut tidak menembus ke dunia luar ato berhubungan dengan dunia luar. 3. Open fracture femur sinistra : terputusnya kontinitas tulang yang mana cedera/fracture tersebut menembus dunia luar atau berhubungan dengan dunia luar yang terjadi pada paha kiri. 4. Open fracture cruris sinistra : terputusnya kontinitas tulang yang mana cedera/fracture tersebut menembus atau berhubungan dengan dunia luar yang terjadi pada tulang fibula. 5. Syok : kegagalan system peredaran darah dengan akibat perfusi

dan oksigenasi jaringan (sel) terganggu. 6. Neck collar cervical. 7. Nasal kanula : alat yang digunakan untuk memberikan oksigen secara : alat yang digunakan untuk mempertahakan tulang

kontiniu dengan dosis 1-6 L/menit dan konsentrasi 24-44%. 8. Jejas kaibat adanya fracture. : keadaan ketidaksinambungan jaringan tubuh yang terjadi

Step II Identifikasi Masalah 1. Apakah yang dimaksud dengan syok? 2. Apa saja penyebab? 3. Tanda-tanda syok? 4. Apa saja jenis-jenis syok? 5. Interpretasi tanda-tanda vital yang ada pada scenario? 6. Penatalaksanaan awal pd syok? 7. Tujuan pemberian oksigen dan indikasi pemberian? 8. Tujuan pemasangan neck collar? 9. Diagnose differential? Step III Analisis Masalah 1. Syok adalah Gangguan sistem sirkulasi yang menyebabkan tidak adekuatnya perfusi dan oksigenasi jaringan. 2. Penyebab syok dapat diklasifikasikan : - Syok kardiogenik (kegagalan kerja jantungnya sendiri) Penyakit jantung iskemik, seperti infark. Obat-obat yang mendepresi jantung. Gangguan irama jantung

- Syok hipovolemik (berkurangnya volume sirkulasi darah) Kehilangan darah (syok hemoragik), misalnya perdarahan. Kehilangan plasma, misalnya luka bakar. Dehidrasi : cairan yang masuk kurang (misalnya puasa lama), cairan keluar yang banyak (misalnya diare, muntah-muntah, fistula, obstruksi usus dengan penumpukan cairan di lumen usus) - Syok obstruktif (gangguan kontraksi jantung akibat diluar jantung) Tamponade jantung. Pneumothorak. Emboli paru

- Syok distributif (berkurangnya tahanan pembuluh darah perifer)

Syok neurogenik. Cedera medula spinalis atau batang otak. Syok anafilaksis Obat-obatan. Syok septik.

3. Tanda-tanda syok Penurunan kesadaran Tekanan darah < 90/60 mmhg sampai tidak teraba Akral dingin dan ditemukan sianosis Nadi cepat dan irregular Pernafasan cepat dan lambat CRT > 2 detik Oliguria

4. Jenis-jenis syok : - Syok hipovolemik - Syok kardiogenik - Syok Distributif Sepsis Neurogenik Anafilaksis

- Syok obstruktif 5. Interpretasi tanda-tanda vital TD N RR GCS : 80/palpasi syok, yang mana terjadi penurunan tekanan darah. : 148 terjadi peningkatan. : 36 terjadi peningkatan : E:2 V:2 M : 4 jumlah GCS 8 berarti pada keadaan stupor Suara mengoroklidah telah jatoh kebelakang. 6. Penatalaksanaan awal Airway -manual : head tilt
4

Chin lift Jaw trust -bimanual Breathing -mulut ke mulut -mulut ke hidung -mulut Ke masker -mulut ke stoma circulation pijat hantung luar 7. Tujuan pemberian oksigen adalah untuk mempertahankan oksigen di dalam jaringan,pemberian dengan dosis 1-6 L/manit. Dan sesuai keadaan atau kondisi pasien. 8. Tujuan pemasangan neck collar adalah untuk menggambatnya terjadinya komplikasi pada baian tubuh yang fracture. 9. Diagnosis differential Syok Hipovolemik Syok Kardiogenik Syok Sepsis Syok Distributif

Step IV Strukturisasi
SYOK

TANDA-TANDA SYOK

SYOK DISTRIBUTIF

SYOK OBSTRUKTIF

SYOK KARDIOGENIK

SYOK HIPOVOLEMIK

SEPSIS ANAFILAKSIS NEUROGENIK

PENATALAKSANAAN AWAL

PENATALAKSANAAN LANJUTAN

GAGAL TERTANGANI

CARDIAC REST

Step V Learning Objective

1. Mampu mamahami dan menjelaskan tentang definisi, etiologi, pathogenesis, gejala klinis, diagnosis, diagnosis differential, pemeriksaan penunjang, terapi, komplikasi dari ; a) Syok hipovolemik b) Syok kardiogenik c) Syok distributive : sepsis, neurogenik, anafilaksis d) Obstruktif Step VI Belajar Mandiri

Setelah melewati diskusi keolmpok kecil 1, kami akan mencari referensi tentang learning objective yang didapatkan. Kemudian bahan yang terkumpul akan dibahas dalam diskusi kelompok kecil yang kedua.

SYOK
Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan metabolik ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital tubuh. Hal ini muncul akibat kejadian pada hemostasis tubuh yang serius seperti, perdarahan yang masif, trauma atau luka bakar yang berat (syok hipovolemik), infark miokard luas atau emboli paru (syok kardiogenik), sepsis akibat bakteri yang tak terkontrol (syok septik), tonus vasomotor yang tidak adekuat (syok neurogenik) atau akibat respon imun (syok anafilaktik). Syok merupakan suatu sindrom klinis yang terjadi jika sirkulasi darah arteri tidak adekuat umntuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan. Perfusi jaringan yang adekuat tergantung pada 3 faktor utama, yaitu curah jantung, volume darah, dan tonus vasomotor perifer. Jika salah satu dari ketiga faktor ini kacau dan faktor lain tidak dapat melakukan kompensasi, maka akan terjadi syok. Awalnya tekanan darah arteri mungkin normal sebagai kompensasi peningkatan isi sekuncup dan curah jantung. Jika syok berlanjut, curah jantung menurun dan vasokonstriksi perifer meningkat. Jika hipotensi menetap dan vasokonstriksi berlanjut, hipoperfusi

mengakibatkan asidosis laktat, oliguria, dan ileus. Jika tekanan arteri cukup rendah, terjadi disfungsi otak dan otot jantung. Syok bukanlah merupakan suatu diagnosis. Syok merupakan suatu sindrom klinis kompleks yang mencakup sekelompok keadaan dengan berbagai manifestasi hemodinamik; tetapi, petunjuk yang umum adalah tidak memadainya perfusi jaringan. Keadaan hipoperfusi ini memperburuk hantaran oksigen dan nutrisi, serta pembuangan sisa-sisa metabolik padsa tingkat jaringan. Hipoksia jaringan akan menggeser metabolisme dari jalur oksidatif ke jalur anaerob, yang mengakibatkan pembentukan asam laktat. Kekacauan metaobolisme yang progresif menyebabkan syok menjadi berlarut-larut, yang pada puncaknya akan menyebabkan kemunduran sel dan kerusakan multisistem. Syok bersifat progresif dan terus-menerus memburuk. Lingkaran setan dari kemunduran yang progresif akan mengakibatkan syok jika tidak ditangani secara agresif selagi dini. Syok dapat dibagi dalam tiga tahap yang makin lama makin berat: (1) Tahap I, syok terkompensasi (non-progresif), yaitu tahap terjadinya respons kompensatorik, dapat menstabilkan sirkulasi, mencegah kemunduran lebih lanjut; (2) tahap II, tahap progresif, ditandai oleh manifestasi sistemik dari hipoperfusi dan kemunduran fumgsi organ; dan (3) Tahap III, refrakter, (atau
8

ireversibel), yaitu tahap saat kerusakan sel yang hebat tidak dapat lagi dihindari, yang pada akhirnya menuju kematian. Syok dapat terjadi akibat berbagai keadaan yang dapat digolongkan sesuai empat mekanisme etiologi dasarnya: (1) nekanisme kardiogenik, (2) mekanisme obstruktif, (3) perubahan dalam volume sirkulasi, dan (4) perubahan dalam distributif sirkulasi.

ETIOLOGI

Syok Hipovolemik Kehilangan darah/syok hemoragik Hemoragik eksternal: trauma, perdarahan gastrointestinal Hemoragik internal: hematoma, hematotoraks/hemoperitoneum Kehilangan plasma Luka bakar Dermatitis eksfoliatif Kehilangan cairan dan elektrolit Eksternal: muntah, diare, keringat yang berlebihan, keadaan hiperosmolar (ketoasidosis diabetik, koma, hiperosmolar nonketotik) Internal: pankreatitis, asites, obstruksi usus

Syok Kardiogenik Disritmia Kegaglan pompa jantung Disfungsi katup akut Ruptur septum ventrikel

Syok Obstrukstif Tension pneumothorax Penyakit perikardium (tamponade, konstriksi) Penyakit pembuluh darah paru (emboli paru masif, hipertensi pulmonal) Tumor jantung (miksoma atrial)
9

Trombus mural atrium kiri Penyakit katup obstruktif (stenosis aorta atau mitral)

Syok Distributif Syok septik Syok anafilaktik Syok neurogenik: disebabkan oleh gangguan persarafan simpatis descendens ke

pembuluh darah yang embndilatasi pembuluh darah dan menyebabkan terjadinya hipotensi, bradikardi, serta kulit hangat dan kering Obat-obat vasodilator Insufisiensi adrenal akut

SYOK HIPOVOLEMIK a. Definisi Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan metabolik ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital tubuh. Hal ini muncul akibat kejadian pada hemostasis tubuh yang serius seperti, perdarahan yang masif, trauma atau luka bakar yang berat (syok hipovolemik), infark miokard luas atau emboli paru (syok kardiogenik), sepsis akibat bakteri yang tak terkontrol (syok septik), tonus vasomotor yang tidak adekuat (syok neurogenik) atau akibat respons imun (syok anafilaktik). b. Etiologi Syok hipovolemik adalah terganggunya sistem sirkulasi akibat dari volume darah dalam pembuluh darah yang berkurang. Hal ini bisa terjadi akibat perdarahan yang masif atau kehilangan plasma darah.

10

Penyebab syok hipovolemik: 1. Perdarahan a. Hematom subkapsular hati b. Aneurisma aorta pecah c. Perdarahan GIT d. Perlukaan berganda 2. Kehilangan plasma a. Luka bakar luas b. Pankreatitis c. Deskuamasi kulit d. Sindrom Dumping 3. Kehilangan cairan ekstraseluler a. Muntah b. Dehidrasi c. Diare d. Terapi diuretik yang sangat agresif e. Diabetes insipidus f. Insufisiensi adrenal

c. Patofisiologi Syok Perdarahan akan menurunkan tekanan pengisian pembuluh darah rata-rata dan menurunkan aliran darah balik ke jantung. Hal inilah yang menimbulkan penurunan curah jantung. Curah jantung yang rendah di bawah normal akan menimbulkan beberapa kejadian pada beberapa organ: 1. Mikrosirkulasi Ketika curah jantung turun, tahanan vaskular sistemik akan berusaha untuk meningkatkan tekanan sistemik guna menyediakan perfusi yang cukup bagi jantung dan otak melebihi jaringan lain seperti otot, kulit dan khususnya traktus gastrointestinal. Kebutuhan energi untuk pelaksanaan metabolisme di jantung dan otak sangat tinggi tetapi kedua sel organ itu tidak mampu menyimpan cadangan energi. Sehingga keduanya sangat bergantung
11

akan ketersediaan oksigen dan nutrisi tetapi sangat rentan bila terjadi iskemia yang berat untuk waktu yang melebihi kemampuan toleransi jantung dan otak. Ketika tekanan arterial rata-rata (mean arterial pressure/MAP) jatuh hingga 60 mmHg, maka aliran ke organ akan turun drastis dan fungsi sel di semua organ akan terganggu. 2. Neuroendokrin Hipovolemia, hipotensi dan hipoksia dapat dideteksi oleh baroreseptor dan kemoreseptor tubuh. Kedua reseptor tadi berperan dalam respons autonom tubuh yang mengatur perfusi serta substrak lain. 3. Kardiovaskular Tiga variabel seperti pengisian atrium, tahanan terhadap tekanan (ejeksi) ventrikel dan kontraktilitas miokard, bekerja keras dalam mengontrol volume sekuncup. Curah jantung, penentu utama dalam perfusi jaringan, adalah hasil kali volume sekuncup dan frekuensi jantung. Hipovolemi menyebabkan penurunan pengisian ventrikel, yang pada akhirnya menunrunkan volume sekuncup. Suatu peningkatan frekuensi jantung sangat bermanfaat namun memiliki keterbatasan mekanisme kompensasi untuk mempertahankan curah jantung. 4. Gastrointestinal Akibat aliran darah yang menurun ke jaringan intestinal, maka terjadi peningkatan absorpsi endotoksin yang dilepaskan oleh bakteri gram negatif yang mati di dalam usus. Hal ini memicu vasodilatasi serta peningkatan metabolisme dan bukan memperbaiki nutrisi sel dan menyebabkan depresi jantung. 5. Ginjal Gagal ginjal akut adalah satu komplikasi dari syok dan hipoperfusi, frekuensi terjadinya sangat jarang karena cepatnya pemberian cairan pengganti. Yang banyak terjadi adalah nekrosis tubuler akut akibat interaksi antara syok, sepsis dan pemberian obat yang nefrotoksik seperti aminoglikosida dan media kontras angiografi. Secara fisiologi, ginjal mengatasi hipoperfusi dengan mempertahankan garam dan air. Pada saat aliran darah di ginjal berkurang, tahanan arteriol aferen meningkat untuk mengurangi laju infiltrasi glomerulus, yang bersama-sama dengan aldosteron dan vasopresin bertanggung jawab terhadap menurunnya produksi urin.

12

d. Gejala Klinis Gejala dan tanda yang disebabkan oleh syok hipovolemik akibat non perdarahan serta perdarahan adalah sama meski ada sedikit perbedaan dalam kecepatan timbulnya syok. Respons fisiologi yang normal adalah mempertahankan perfusi terhadap otak dan jantung sambil memperbaiki volume darah dalam sirkulasi dengan efektif. Disini akan terjadi peningkatan kerja simpatis, hiperventilasi, pembuluh vena yang kolaps, peningkatan hormon stres serta ekspansi besar guna pengisian volume pembuluh darah dengan mengggunakan cairan interstisial, intraseluler dan menurunkan produksi urin. Hipovolemia ringan (20% volume darah) menimbulkan takikardia ringan dengan sedikit gejala yang tampak, terutama pada penderita muda yang sedang berbaring. Pada hipovolemia sedang (20-40% dari volume darah) pasien menjadi lebih cemas dan takikardia lebih jelas, meski tekanan darah bisa ditemukan normal pada posisi berbaring, namun dapat ditemukan dengan jelas hipotensi ortostatik dan takikardia. Pada hipovolemia berat maka gejala klasik syok akan muncul, tekanan darah menurun drastis dan tak stabil walau posisi berbaring, takikardia hebat, oliguria, agitasi atau bingung. Perfusi ke SSP dipertahankan dengan baik sampai syok bertambah berat. Penurunan kesadaran adalah gejala penting. Transisi dari syok hipovolemik ringan ke berat dapat terjadi bertahap atau malah sangat cepat, terutama pada pasien usia lanjut dan yang memiliki penyakit berat dimana kematian mengancam. Dalam waktu yang sangat pendek dari terjadinya kerusakan akibat syok maka dengan resusitasi agresif dan cepat. e. Diagnosis Syok hipovolemik didiagnosis ketika ditemukan tanda berupa ketidakstabilan hemodinamik dan ditemukan adanya sumber perdarahan. Diagnosis akan sulit bila perdarahan tak ditemukan dengan jelas atau berada dalam traktus GIT atau hanya terjadi penurunan jumlah plasma dalam darah. Setelah perdarahan biasanya hemoglobin dan hematokrit tidak langsung turun sampai terjadi gangguan kompensasi atau terjadi penggantian cairan dari luar. Jadi kadar hematokrit di awal tidak menjadi pegangan sebagai adanya perdarahan. Kehilangan plasma ditandai dengan hemokonsentrasi, kehilangan cairan
13

bebas ditandai dengan hipernatremia. Temuan terhadap hal ini semakin meningkatkan kecurigaan adanya hipovolemia. Harus dibedakan syok akibat hipovolemik dan akibat kardiogenik karena penatalaksaan yang berbeda. Keduanya memang memiliki penurunan curah jantung dan mekanisme kompensasi simpatis. Tetapi dengan ditemukan adanya tanda syok kardiogenik seperti distensi vena jugularis, ronki dan gallop S3 maka semua dapat dibedakan. f. Tatalaksana Ketika syok hipovolemik diketahui maka tindakan yang harus dilakukan adalah: 1. 2. 3. Menempatkan pasien dalam posisi kaki lebih tinggi; Menjaga jalur pernapasan; Berikan resusitasi cairan dengan cepat secara parenteral, cairan yang diberikan

adalah garam isotonik yang ditetes dengan cepat (hati-hati terhadap asidosis hiperkloremia) atau dengan cairan garam seimbang seperti RL dengan jarum infus yang terbesar. Pemberian 2-4 L dalam 20-30 menit diharapkan dapat mengembalikan keadaan hemodinamik. Guna mengetahui cairan sudah memenuhi kebutuhan untuk mengingkatkan tekanan pengisian ventrikel dapat dilakukan dengan pemeriksaan tekanan baji paru dengan menggunakan kateter swan ganz. Bila hemodinamik tetap tidak stabil, berarti perdarahan atau kehilangan cairan belum teratasi. Kehilangan darah yang berlanjut dengan kadar Hb 10 g/dL perlu penggantian darah dengan transfusi. Jenis darah transfusi tergantung kebutuhan. Disarankan agar darah yang digunakan telah menjalani tes cross match, bila sangat darurat maka dapat digunakan PRC tipe darah yang sesuai atau O negatif. Pada keadaan yang berat atau hipovolemia yang berkepanjangan, dukungan inotropik dengan dopamin, vasopressin atau dobutamin dapat dipertimbangkan untuk mendapatkan kekuatan ventrikel yang cukup setelah volume darah dicukupi dahulu. Pemberian nalokson bolus 30 mcg/kgBB dalam 3-5 menit dilanjutkan 60 mcg/kgBB dalam 1 jam dalam dextrose 5% dapat membantu meningkatkan MAP. Selain resusitasi cairan, saluran pernapasan harus dijaga. Kebutuhan oksigen pasien harus terpenuhi dan bila dibutuhkan intubasi dapat dikerjakan. Kerusakan organ akhir jarang dibandingkan dengan syok septik atau traumatik. Kerusakan organ dapat terjadi pada SSP, hati dan ginjal dan gagal ginjal merupakan komplikasi yang penting pada syok hipovolemik.
14

SYOK KARDIOGENIK Syok kardiogenik merupakan penyebab kematian utama pada pasien yang dirawat dengan infark miokard akut. Terapi reperfusi segera (primary PCI) untuk kasus infark miokard akut menurunkan insidens syok kardiogenik tersebut. Kejadian syok kardiogenik sebagai komplikasi infark miokard menurun dari 20% pada tahun 1960an kemudian menetap 8% selama 20 tahun. Syok kardiogenik pada infark miokard kebaryakan terjadi pada infark miokard dengan elevasi segmen ST dibandingkan dengan yang tanpa disertai elevasi segmen ST. Gagal ventrikel kiri terjadi pada hampir 80% dari syok kardiogenik akibat infark miokard akut. Sedangkan sisanya adalah akibat regurgitasi mitral berat yang akut, ruptur septum ventrikular, gagal jantung kanan predorninan dan ruptur dinding atau tamponade. Penelitian menunjukkan strategi revaskularisasi dini menurunkan mortalitas dalam 6 dan 12 bulan dan lebih superior dibandinekan terapi medis agresif awal. Walaupun tindakan, percutaneus coronary intervention ( PCI ) dini atau coronary artery bypass graft surgery (CABG) bermanfaat, sekali diagnosis syok ditegakkan, laju mortalitas tetap tinggi 30% walaupun mendapat intervensi, dan separuh kematian terjadi dalam 48 jam pertama. Hal ini mungkin disebabkan oleh kerusakan miokard luas yang ireversibel dan kerusakan organ vital. Bukti baru menduga bahwa respons inflamasi sistemik. aktivasi komplemen. pelepasan sitokin inflamasi, ekspresi inducible nitric oxide synthase (iNOS) dan vasodilatasi yang tak adekuat mempunyai peran penting, tidak hanya pada genesis syok tetapi juga outcome setelah syok. a. Definisi Syok kardiogenik adalah gangguan yang disebabkan oleh penurunan curah jantung sistemik pada keadaan volume intravaskular yang cukup, dan dapat mengakibatkan hipoksia jaringan. Syok dapat terjadi karena disfungsi ventrikel kiri yang berat, tetapi dapat pula terjadi pada keadaan dimana fungsi ventrikel kiri cukup baik. hipotensi sistemik umumnya menjadi dasar diagnosis. Nilai cut off untuk tekanan darah sistolik yang sering dipakai adalah < 90 mmHg. Dengan menurunnya tekanan darah sistolik akan meningkatkan kadar katekolamin yang mengakibatkan konstriksi arteri dan vena sistemik. Manifestasi klinis dapat ditemukan tanda-tanda hipoperfusi sistemik mencakup perubahan status mental, kulit dingin dan oliguria.
15

Syok kardiogenik didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik < 90 mmHg selama > 1 jam di mana :

Tak responsif dengan pemberian cairan saja. Sekunder terhadap disfungsi jantung, atau, Berkaitan dengan tanda-tanda hipoperfusi atau indeks kardiak < 2,2 l/menit per m2 dan tekanan baji kapiler paru > 18 mmHg.

Ternasuk dipertimbangkan dalam definisi ini adalah :

Pasien dengan tekanan darah sistolik pemberian obat inotropik, dan

meningkat > 90 mmHg dalam 1 jam setelah

Pasien yang meninggal dalam 1 jam hipotensi, tetapi memenuhi kriteria lain syok kardiogenik.

b. Epidemiologi Penyebab syok kardiogenik yang terbanyak adalah infark miokard akut, dimana terjadi kehilangan sejumlah besar miokardium akibat terjadinya nekrosis. Insiden syok kardiogenik sebagai komplikasi sindrom koroner akut bervariasi. Hal ini berhubungan dengan definisi syok kardiogenik dan kriteria sindrom koroner akut yang dipakai sangat beragam pada berbagai penelitian. Syok kardiogenik terjadi pada 2,9 % pasien angina pektoris tak stabil dan 2,1% pasien IMA non elevasi ST.Median waktu perkernbangan menjadi syok pada pasien ini adalah 76 jam dan 94 jam, di mana yang tersering setelah 48 jam. Syok lebih sering dijumpai sebagai komplikasi IMA dengan elevasi ST daripada tipe lain dari sindrom koroner akut. Pada studi besar di negara maju, pasien IMA yang mendapat terapi trombolitik tetap ditemukan kejadian syok kardiogenik yang berkisar antara 4,2% sawpai 7,2%. Tingkat mortalitas masih tetap tinggi sampai saat ini, berkisar antara 70-100%.

c. Etiologi Komplikasi mekanik akibat infark miokard akut dapat menyebabkan terjadinya syok. Di antara komplikasi tersebut adalah : ruptur septal ventrikel, ruptur atau disfungsi otot papilaris dan ruptur miokard yang keseluruhan dapat mengakibatkan timbulnya syok

16

kardiogenik tersebut. Sedangkan infark ventrikel kanan tanpa disertai infark atau disfungsi ventrikel kiri pun dapat menyebabkan terjadinya syok. Hal lain yang sering menyebabkan terjadinya syok kardiogenik adalah takiaritmia atau bradiaritmia yang rekuren. dimana biasanya terjadi akibat disfungsi ventrikel kiri, dan dapat timbul bersamaan dengan aritmia supraventrikular ataupun ventrikular. Syok kardiogenik iuga dapat timbul sebagai manifestasi tahap akhir dari disfungsi miokard yang progresif, termasuk akibat penyakit jantung, iskemia, maupun kardiomiopati hipertrofik dan restriktif. Picard MH et al, melaporkan, abnormialitas struktural dan fungsional jantung dalam rentang lebar ditemukan pada pasien syok kardiogenik akut. Mortalitas jangka pendek dan jangka panjang dikaitkan dengan fungsi sistolik ventrikel kiri awal dan regurgitasi mitral yang dinilai dengan ekokardiogafi, dan tampak manfaat revaskularisasi dini tanpa dipengaruhi nilai fraksi ejeksi ventrikel kiri pada awal (baseline) atau adanya regurgitasi mitral.

d. Patofisiologi Paradigma lama patofisiologi yang mendasari syok kardiogenik adalah depresi kontraktilitas miokard yang mengakibatkan lingkaran setan penurunan curah jantung, tekanan darah rendah, insuflsiensi koroner, dan selanjutnya terjadi penurunan kontaktilitas dan curah jantung. Paradigma klasik memprediksi bahwa vasokonstriksi sistemik berkompensasi dengan peningkatan resistensi vaskular sistemik yang terjadi sebagai respons dari penurunan curah jantung. Penelitian menunjukkan adanya pelepasan sitokin setelah infark miokard. Pada pasien pasca IM, diduga terdapat aktivasi sitokin inflamasi yang mengakibatkan peningkatan kadar iNOS, NO dan peroksinitrit, dimana semuanya mempunyai efek buruk multipel antara lain:

Inhibisi langsung kontraktilitas miokard Supresi respirasi mitokondria pada miokard non iskemik Efek terhadap metabolisms glukosa Efek proinflamasi Penurunan responsivisitas katekolamin Merangsang vasodilatasi sistemik
17

Sindrom respons inflamasi sistemik ditemukan pada sejumlah keadaan non infeksi, antara lain trauma, pintas kardiopulmoner, pankreatitis dan luka bakar.Pasien dengan infark miokard (1M) luas sering mengalami peningkatan suhu tubuh, sel darah putih.komplemen, interleukin. C-reactive protein dan petanda inflarnasi lain. NO yang disintesis dalam kadar rendah oleh endothelial nitric oxide (eNOS) sel endotel dan miokard. merupakan molekul yang bersifat kardioprotektif.

e. Prediktor Pengenalan pasien yang mempunyai risiko tinggi untuk berkembang menjadi syok dapat memfasilitasi pengiriman lebih awal pasien risiko tinggi sebelum terjadi awitan Comet) instabilitas hemodinamik. Sejumlah sistem skor menggunakan model prediktif perkembangan syok telah dilaporkan untuk membantu strategi dalam mengambil keputusan. Pada penelitian GUSTO 1, usia, tekanan darah sistolik. frekuensi jantung dan klas Killip memberikan = 85 % informasi prediktif. Empat variabel yang sama, bermakna pada populasi GUSTO III dan memberikan > 95% informasi prediktif Prediktor utama syok pada populasi PURSUIT mencakup usia, tekanan darah sistolik, depresi ST, frekuensi jantung, tinggi, infark miokard dan ronki pada pemeriksaan fisik. Studi awal pada infark miokard akut mengidentifikasi indikator signifikan untuk prognostik pasien berdasarkan gambaran klinis dari keadaan hemodinamik.Klasifikasi Killip dibuat berdasarkan gambaran klinis (tanda-tanda gavaIjqntune kongestif suara S3 gallop, ronki. gambaran radiografik yang menunjukkan gaga) jantung kongestif, edema paru dan syok kardiogenik). Sedangkan klasifikasi Forrester dibuat berdasarkan keadaan hemodinamik yaitu : angka PCWP (pulmonary capillary wedge pressure) dan C1 (cardiac index) yang dihubungkan dengan tingkat mortalitas. Sennakin tinggi nitai PCWP dan semakin rendah CI maka mortalitas akan meningkat.

f. Manifestasi Klinik Anamnesis Keluhan yang timbul berkaitan dengan etiologi timbuinva syok kardiogenik tersebut.Pasien dengan infark miokard akut datang dengan keluhan tipikal nyeri dada
18

yang akut, dan kemungkinan sudah mempunyai riwayat penyakit jantung koroner sebelumnya. Pada keadaan syok akibat komplikasi mekanik dari infark miokard akut.biasanya terjadi dalam beberapa hari sampai ,seminggu setelah onset infark tersebut. Umurnnya pasien nienge1uh nyeri dada dan biasanya disertai gejala tiba-tiba yang menunjakkan adanya edema paru akut atau bahkan henti jantung. Pasien dengan aritmia akan mengeluhkan adanya palpitasi, presinkop. sinkop atau merasakan irama jantung vang berhenti seienak. Kemudian pasien akan merasakan letargi akibat berkurangnya perfusi ke sistem saraf pusat.

Pemeriksaan Fisis Pada pemeriksaan awal hemodinamik akan ditemukan tekanan darah sistolik yang menurun sampai < 90 mmHg. bahkan dapat turun sampai < 80 mmHg pada pasien yang tidak memperoleh pengobatan adekuat. Denyut jantung, biasanya cenderung meningkat sebagai akibat stimulasi simpatis, demikian pula dengan frekuensi pernapasan yang biasanya meningkat sebagai akibat kongesti di paru. Pemeriksaan dada akan menunjukkan adanya ronki. Pasien dengan infark ventrikel, kanan atau pasien dengan keadaan hipovolemik yang menurut studi sangat kecil kemungkina menyebabkan kongesti di paru Sistem kardiovaskular yang dapat dievaluasi seperti vena-vena di leher seringkali meningkat distensinya. Letak impuls apikal dapat bergeser pada pasien dengan kardiormiopati dilatasi, dan intensitas bunyi jantung akan jauh menurun pada efusi perikardial ataupun tamponade. Irama gallop dapat timbul yang menunjukkan adanya disfungsi ventrikel kiri yang bermakna. Sedangkan regurgitasi mitral atau defek septa ventrikel, bunyi bising atau murmur yang, timbul akan sangat membantu dokter pemeriksa untuk menentukan kelainan atau komplikasi mekanik yang ada. Pasien dengan gagal jantung kanan yang bermakna akan menunjukkan beberapa tanda-tanda antara lain : pembesaran hati, pulsasi di liver akibat regurgitasi trikuspid atau terjadinya asites akibat gagal jantung kanan vane sulit untuk diatasi. Pulsasi arteri di ekstremitas perifer akan menurun intensitasnya dan edema perifer dapat timbul pada gagal jantung kanan. Sianosis dan ekstremitas yang teraba dingin.Menunjukkan terjadinya
19

penurunan perfusi ke jaringan.

Pemeriksaan Penunjang Elektrokardiografi (EKG) : Gambaran rekaman elektrokardiografi dapat membantu untuk menentukan etiologi dari syok kardiogenik. MisaInya pada infark miokard akut akan terlihat gambarannya dari rekaman tersebut. Demikian pula bila lokasi infark terjadi pada ventrikel kanan maka akan terlihat proses di sandapan jantung sebelah kanan (misalnya elevasi ST di sandapan V4R). Begitu pula bila gangguan iarna atau aritmia sebagai etiologi terjadinya syok kardiogenik.maka dapat dilihat melalui rekaman aktivitas listrik jantung tersebut. Foto Roentgen Dada : Pada foto polos dada akan terlihat kardiornegali dan tandatanda kongesti paru atau edema paru pada gagal ventrikel kiri yang berat. Bila terjadi komplikasi defek septal ventrikel atau regurgitasi mitral akibat infark miokard akut, akan tampak gambaran kongesti paru yang tidak disertai kardiornegali. terutama pada onset infark yang pertama kali. Gambaran kongesti paru menunjukkan kecil kemungkinan terdapat gagal ventrikel kanan yang dominan atau keadaan hipovolemia. Ekokardiografi : Modalitas pemeriksaan yang non-invasif ini sangat banyak membantu dalam membuat diagnosis dan mencari etiologi dari syok kardicgenik. Pemeriksaan ini relatif cepat.aman dan dapat dilakukan secara langsung di tempat tidur pasien (bedside). Keterangan yang diharapkan dapat diperoleh dari pemeriksaan ini antara lain : penilaian fungsi ventrikel kanan dan kiri (global mauptin segmental). Fungsi katupkatup jantung (stenosis atau regurgitasi), tekanan ventrikel kanan dan deteksi adanya shunt (misalnya pada defek septal ventrikel dengan shunt dari kiri ke kanan), efusi perikardial atau tamponade. Pemantanan Hemodinamik : Penggunaan kateter Swan-Ganz untuk mengukur tekanan alien pulmonal dan tekanan baji Pembuluh kapiler paru sangat berguna. Khususnya untuk memastikan diagnosis dan etiologi syok kardiogenik.serta sebagai indikator evaluasi terapi yang diberikan. Pasien syok kardiogenik akibat gagal ventrikel kiri yang berat.akan terjadi peningkatan tekanan baji paru. BiIa pada pengukuran ditemukan tekanan baji pembuluh darah paru lebih dari 18 mmHg pada pasien infark miokard menunjukkan bahwa volume intravaskular pasien tersebut cukup adekuat. Pasien
20

dengan gagal ventrikel kanan atau hipovolemia yang

signifikan, akan menunjukkan

tekanan baji pembuluh paru yang normal atau lebih rendah. Pemantauan parameter hemodinarnik juga membutuhkan perhitungan afterload (resistensi vaskular

sistemik).Minimalisasi Afterload sangat diperhikan.karena bila terjadi peningkatan afterload akan meninibulkan efek penurunan kontraktilitas yang akan mennghasilkan penurunan curah jantung. Saturasi Oksigen : Pemantauan saturasi oksigen sangat bermanfaat dan dapat dilakukan pada saat pemasangan kateter Swan-Ganz, yang juga dapat mendeteksi adanya defek septal ventrikel. Bila terdapat pintas darah yang kaya oksigen dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan maka akan teriadi saturasi oksigen yang step-up bila dibandingkan dengan saturasi oksigen vena dari vena cava dan arteri pulmonal.

g. Penatalaksanaan Volume pengisian ventrikel kiri harus dioptimalkan, dan pada keadaan tanpa adanya bendungan paru, pemberian cairan sekurang-kurangnya 230 ml dapat dilakukan dalam 10 menit.Oksigenasi adekuat penting, intubasi atau ventilasi harus dilakukan segera jika ditemukan abnormalitas difusi oksigen.Hipotensi yang terus berlangsung memicu kegagalan otot pernapasan dan dapat dicegah dengan pemberian ventilasi mekanis. Laporan adanya penurunan secara dramatis mortalitas syok kardiogenik dengan melakukan revaskularisasi awal mulai muncul pada akhir tahun 1980.Uji klinis secara acak yang, menguji superioritas dan generalisabilitas strategi revaskularisasi awal telah dilakukan di USA yaitu SHOCK trial.Pada penelitian SHOCK dilaporkan peningkatan survival 30 hari dari 46,7 %, menjadi 56 % dengan strategi revaskularisasi awal, namun perbedaan 9 % absolut tidak bermakna (p=0,11 ). Pada pemantauan, perbedaan survival pada strategi revaskularisasi awal menjadi lebih besar dan bermakna setelah 6 bulan ( 36,9 % v 49,7 %. p=0,027) dan satu tahun ( 33,6% v 46.7 %) untuk reduksi absolut 13.2 % (95 % (CI 2,2 % sampai 24,1 %. p < 0,03 ). Terdapat 10 subkelompok yang diuji.termasuk Jenis kelamin. usia, riwayat IM, hipertensi, diabetes, infark miokard anterior. syok awal atau akhir dan transfer atau status rawat langsung. Manfaat revaskularisasi awal didapatkan pada semua subkelompok kecuali pada usia lanjut. Manfaat revaskularisasi awal lebih besar pada usia < 75 tahun pada 3O hari (41,4%
21

v56.8%,95% CI-27,8%sampai-3.0%) dan 6 bu1an(44.9%\,65%.95%CI -31.6%sampai 7.1%).

LANGKAH PENATALAKSANAAN SYOK KARDIOGENIK

Langkah 1. Tindakan Resusitasi Segera Tujuan utamanya adalah mencegah kerusakan organ sewaktu pasien dibawa untuk terapi definitif. Mempertahankan tekanan arteri rata-rata yang adekuat untuk mencegah

sekuele neurologi dan ginjal adalah vital. Dopamin atau noradrenalin (noreninefrin).Tergantung pada derajat hipotensi, harus diberikan secepatnya untuk meningkatkan tekanan arteri rata-rata dan dipertahankan pada dosis minimal yang diberikan. Dobutamin dapat dikombinasikan dengan dopamin dalam dosis sedang atau digunakan tanpa kombinasi pada keadaan low outputtanpa hipotensi yang nyata. Intra-aortic ballon counterpulsation (IABP) harus dikerjakan sebelum transportasi fasilitas tersedia. Analisis gas darah dan saturasi oksigen harus dimonitor dengan memberikan continuous positive airway pressure atau ventilasi mekanis ada indikasi. EKG harus dimonitor secara terus menerus.dan peralatan defibrilator. obat antiantmia amiodaron dan lidokain harus, tersedia (33% pasien pada revaskularisasi awal SHOCK triul menjalani resusitasi kardiopulmoner. takikardia ventrikular menetap atau fibrilasi ventrikel sebelum randomisasi). Terapi fibrinolitik harus dimulai pada pasien dengan elevasi ST jika diantisipasi keterlambatan angiografi lebih dari 2 jam. Mortalitas 35 hari pada pasien dengan tekanan darah sistolik < 100 mmHg yang mendapatkan trombolitik pada meta analisis FTT adalah 28.9% dibandingkan 35,1% dengan Plasebo(95% CI 26 sampai 98, p < 0.001). meningkatkan tekanan darah dengan IABP pada keadaan ini dapat memfasilitasi trombolisis dengan nicningkatkan tekanan perfusi koroner.Pada syok kardiogenik karena infark miokard non elevasi ST yang menunggu kateterisasi. inhibitor glikoprotein IIb/IIIa dapat diberikan.

Langkah 2. Menentukan secara Dini Anatomi Koroner Hal ini merupakan langkah penting dalam tatalaksana syok kardiogenik yang berasal dari kegagalan pompa (pump failure) iskemik yang predominan.Pasien di Rumah Sakit komunitas harus segera dikirim ke fasilitas pelayanan tersier yang berpengalaman.Hipotensi
22

diatasi segera dengan IABP. Syok mempunyai ciri penyakit 2 pembuluh darah yang tinggi, penyakit left main, dan penurunan fungsi ventrikel kiri. Tingkat disfungsi ventrikel dan instabilitas hemodinamik mempunyai korelasi dengan anatomi koroner. Suatu lesi circumflex atau lesi koroner kanan jarang mempunyai manifestasi syok pada keadaan tanpa infark ventrikel kanan, underfilling ventrikel kiri, bradiaritmia, infark miokard sebelumnya atau kardiomiopati

Langkah 3. Melakukan Revaskularisasi Dini Setelah menentukan anatomi koroner, harus diikuti dengan pemilihan modalitas terapi secepatnva. Tidak ada trial acak yang niembandingkan PCI dengan CABG pada syok

kardiogenik. Trial SHOCK merekomendasikan CABG emergensi pada pasien left main ataupenyakit 3 pembuluh besar. Laju mortalitas di rumah sakit dengan CABC, pada penelitian SHOCK dan registry adalah sama dengan outcome dengan PC I walaupun lebih banyak penyakit arteri koroner berat dan diabetes yaitu 2 kali pada pasien yang menjalani CABG.

SYOK SEPSIS
a. Definisi Syok sepsis merupakan jenis syok yang sering terjadi terutama pada pasien dengan trauma dan penanganan yang terlambat maupun kesalahan dalam prosedur penanganan. Infeksi

: fenomena mikrobial yang ditandai oleh suatu repson inflamasi terhadap

adanya mikroorganisme atau invasi jaringan host yang secara normal steril oleh organisme tersebut. Bakteriemia : adanya bakteri yang hidup dalam aliran darah. Sindroma Respon Inflamasi Sistemik (SIRS) : respon inflamasi sistemik terhadap berbagai cedera klinis berat. Respon dinyatakan dalam 2 dari kondisi berikut: 1. Suhu >380C atau <360C 2. Denyut jantung >90x/menit 3. Frekuensi nafas >20x/menit atau PaCO2 <32 mmHg
23

4. Leukosit >12.000/mm3, <4.000/mm3, atau >10% leukosit muda (bands)

b. Etiologi Beberapa penyebab khas dari syok septik antara lain sebagai berikut: a. Infeksi generalisata karena penyebaran dari infeksi kulit biasa, seperti infeksi Streptococcus dan Stafilococcus. b. Infeksi gangrenosa generalisata yang secara spesifik disebabkan oleh basil gangrene gas c. Infeksi yang menyebar kedalam darah dari ginjal atau traktus urinarius, sering disebakan oleh basil koli d. Peritonitis yang disebakan oleh penyebaran infeksi dari uterus dan tuba fallopii, seringkali akibat aortus instrumentalis yang tidak steril. e. Peritonitis karena rupture usus, kadang-kadang karena penyakit usus.

Tabel 1: Faktor Predisposisi terhadap bakteriemia akibat kuman Gram negatif dan Gram positif

Bakteriemia Gram negative


Diabetes mellitus Penyakit limfoproliferatif Sirosis hepatis Luka bakar Kemoterapi

Bakteriemia Gram positif


Kateter vaskuler Peralatan mekanis yang ditanam Luka bakar Injeksi obat intravena

c. Patogenesa Patofisiologi sepsis melibatkan dalam pelepasan mediator inflamasi dari netrofil, makrofag, limfosit-T, dan sel-sel endothelial, atau dalam kasus organisme gram-negatif dan positif, endotoksin dan eksotoksin. Target seluler dari mediator-mediator ini akan menstimulasi pelepasan sitokin, eicosanoid, protease, radikal oksigen, dan nitrat oksida (NO) dan katabolitnya. Sitokin menyebabkan diferensiasi sel-T, sel-B, dan sel-sel natural killer, yang mengarah pada kerusakan jaringan secara langsung. Aktivasi dari rangkaian inflamasi ini juga akan menyebabkan mata rantai hiperkatabolisme dan demam. Kerusakan pada sistem

24

kardiovaskuler akan menyebabkan disfungsi miokardium dan hilangnya integritas mikrovaskuler. Aliran cairan transvaskuler yang terjadi dalam mikrosirkulasi dapat disimpulkan dengan persamaan Starling-Landis berikut : Jv = Kf [(Pc Pi) (p i)] Dimana Jv adalah aliran cairan transvaskuler, Kf adalah koefisien filtrasi (konduktansi hidraulik area pertukaran permukaan X suatu index permeabilitas mikrovaskuler terhadap molekul kecil, Pc adalah tekanan hidrostatik kapiler, Pi adalah tekanan hidrostatik interstitial, adalah refleksi koefisien terhadap protein suatu indeks permeabilitas mikrovaskuler terhadap molekul berukuran besar, p adalah tekanan onkotik plasma, dan I adalah tekanan onkotik interstitial. Di bawah kondisi fisiologis yang normal, persamaan ini hampir mencapai kesetimbangan dan akan mengubah aliran cairan transvaskuler hampir mendekati titik nol. Karena itulah, cairan yang disaring dengan adanya tekanan hidrostatik interstitial dan kapiler dikembalikan dengan adanya perbedaan tekanan onkotik. Pada beberapa keadaan, termasuk sepsis, perubahan ini akan menyebabkan terjadinya filtrasi cairan, sehingga volume intravaskuler akan menurun dan terbentuklah edema. Permeabilitas mikrovaskular, khususnya molekul yang besar, meningkat selama sepsis oleh karena endotoksin dan pelepasan dari mediator inflamasi lainnya3,4. Protein molekul besar lainnya yang normalnya mengisi kapiler pecah dan air akan keluar secara osmosis. Gradiasi onkotik yang telah diperbaiki menjadi kurang efektif meskipun mekanisme peningkatan permeabilitas mikrovaskuler belum lengkap digambarkan, kontraksi endothelial mungkin memainkan peranan penting. Peningkatan tekanan kapiler oleh mediator sistemik , seperti histamin, bradikinin, dan disfungsi myocardial meningkatkan extravasasi cairan. Akhirnya, volume cairan yang besar yang menggantikan kehilangan volume vaskuler menambah dilusi dari protein plasma sehingga menurunkan tekanan onkotik plasma. Hasilnya hubungan dari perubahan pada mikrosirkulasi mengeluarkan extravasasi cairan dan membentuk edema. Venodilatasi yang dihasilkan oleh pengeluaran mediator inflamasi seperti nitrit oksida (NO), menurunkan pengisian ventrikular dan karena itu menurunkan cardiak output dan tekanan arterial. Normalnya, sistem kardiovaskular menyesuaikan untuk menurunkan preload dan peningkatkan resistensi sistem vaskuler sistemik dan kontraktilitas myocardial dan heart
25

rate, tetapi pada sepsis, mekanisme ini tidak efektif karena respon sirkulasi yang buruk. Akibat dari kurangnya respon ialah sebahagian dari hasil membentuk NO. Cairan diatur untuk menambah aliran balik vena dan meningkatkan cardiak output. Pada pasien yang pada awalnya merespon bolus cairan, cardiak output, hipotensi dan perfusi organ dapat dipulihkan. Bagaimanapun, pada pasien dengan resiko tinggi, luas cairan dengan / tanpa inotropik dan agen vasopressor dibutuhkan untuk mempertahankan aliran balik vena dan perfusi adekuat untuk jaringan vital. Meskipun Cardiac Output meningkat selama resusitasi pasien syok septik, juga terjadi penurunan komplians ventricular, penurunan kontraktilitas, dan disritmia selama terjadi sepsis. Tumor necrosis factor-? dan sitokin lainnya dapat menyebabkan pembentukan dan pelepasan NO oleh miosit, sehingga mengakibatkan depresi miokard5. Fungsi sistolik, yang diukur dengan echocardiografi, turun 20% sampai 30% selama sepsis 6. Volume intravaskuler akan menurun akibat peningkatan tekanan kapiler, karena pasien dengan penurunan komplians ventrikel dan konraktilitas miokard memerlukan tekanan pengisian yang lebih tinggi untuk mempertahankan stroke volume yang adekuat. Karenanya, resusitasi cairan merupakan usaha yang penting dalam mempertahankan stabilitas hemodinamik.

d. Gejala dan tanda Gejala dan tanda syok sepsis terbagi menjadi 2 fase, yakni: 1. Warm Shock a. Awal: status hiperdinamik b. CO , SVR (24j) c. Vasodilatasi perifer: nadi cepat dan besar, demam, ekstremitas hangat, kemerahan. d. Hipotensi: mual, muntah, menggigil, takipneu 2. Cold Shock (lanjut) a. CO , RR , alkalosis respiratori b. Vasokonstriksi, kulit dingin, basah, hipotermi, hipoksemia, sianosis, asidosis laktat, oliguri, penurunan kesadaran terutama penderita tua, depresi myokard, MSOF(ARDS)

26

e. Diagnosa Pemeriksaan darah menunjukkan jumlah sel darah putih yang banyak atau sedikit, dan jumlah faktor pembekuan yang menurun. Jika terjadi gagal ginjal, kadar hasil buangan metabolik (seperti urea nitrogen) dalam darah akan meningkat.Analisa gas darah menunjukkan adanya asidosis dan rendahnya konsentrasi oksigen. Pemeriksaan EKG jantung menunjukkan ketidakteraturan irama jantung, menunjukkan suplai darah yang tidak memadai ke otot jantung. Biakan darah dibuat untuk menentukan bakteri penyebab infeksi.

f. Penatalaksanaan Dalam penatalaksanaan nya, ada beberapa prinsip yang harus diketahui,antara lain : 1. Pasien harus ditangani di area resusitasi (P1). 2. Pengawasan: EKG, tanda vital setiap 5 menit, pulse oximetry. 3. Pertahankan patensi jalan nafas, berikan tambahan oksigen aliran tinggi. Intubasi endotrakeal harus dipertimbangkan bila jalan nafas tidak aman atau adanya ventilasi dan oksigenasi yang tidak memadai. 4. Pasang 2 jalur intravena dengan kateter ukuran besar dan koreksi keadaan hipotensi secara agresif dengan resusitasi cairan (yaitu pemberian cairan secara cepat setidaknya 12 liter kristaloid). Pertimbangkan untuk menggunakan jalur vena sentral. 5. Pemeriksaan laboratorium: a. Gula darah kapiler b. Darah lengkap c. Kultur darah (2 lokasi yang berbeda) d. Screening terhadap DIC e. Ureum, kreatinin, elektrolit f. Analisa gas darah g. Kultur urine 6. Lakukan foto thoraks untuk mencari adanya konsolidasi dan tanda-tanda ARDS. 7. Pertimbangkan pemeriksaan EKG. 8. Pasang kateter urine untuk mengawasi produksi urine. 9. Semua pasien harus diberikan terapi empiris antimikroba sesegera mungkin. Jalur pemberiannya harus intravena.
27

Tabel 2: Panduan Pemilihan Antibiotika Kecurigaan Sumber Infeksi Imunitas baik (immunocompetent) tanpa sumber yang jelas Pilihan Antibiotika Sefalosporin generasi III (ceftriaxone 1gr IV) atau quinolon (ciprofloxacin 200mg) Imunitas terganggu (immunocompromised) tanpa sumber yang jelas Penisilin antipseudomonas rentan betalaktamase (ceftazidime 1gr IV) atau quinolon ditambah aminoglikosida (gentamicin 80mg IV) Gram positif Cefazolin 2gr IV. Pertimbangkan pemberian vancomycin 1gr IV jika terdapat riwayat penyalahgunaan obat intravena atau terpasang kateter atau alergi penisilin Sumber infeksi anaerob (intraabdomen, bilier, traktus genitalis, pneumonia aspirasi) Metronidazole 500mg IV Tambahkan ceftriaxone 1gr dan gentamicin 80mg untuk mengatasi bakteri gram negatif pada kelompok ini

10. Pemberian obat inotropik vasoaktif mungkin diperlukan bila tidak ada respon terhadap pemberian cairan. Noradrenalin adalah obat pilihan pada syok septik, dimulai dengan dosis 1g/kg/menit. Sebagai alternatif, dapat digunakan dopamin (dosis: 5-20 g/kg/menit). Keberhasilan resusitasi ciaran ditunjukkan oleh stabilisasi tingkat kesadaran, tekanan darah, respirasi, denyut nadi, perfusi kulit dan produksi urine yang baik.

28

11. Penggunaan kortikosteroid pada syok septik masih kontroversial. Akan tetapi kortikosteroid akan berperan penting jika terjadi atau dicurigai adanya insufisiensi adrenal. 12. Konsultasikan dengan tim Intensive Care untuk transfer pasien ke unit pelayanan mereka.

SYOK ANAFILAKSIS a. Definisi Jika seseorang sensitif terhadap suatu antigen dan kemudian terjadi kontak lagi terhadap antigen tersebut, akan timbul reaksi hipersensitivitas. Antigen yang bersangkutan terikat pada antibodi dipermukaan sel mast sehingga terjadi degranulasi, pengeluaran histamin dan zat vasoaktif lain. Keadaan ini menyebabkan peningkatan permeabilitas dan dilatasi kapiler menyeluruh. Terjadi hipovolemia relatif karena vasodilatasi yang mengakibatkan syok, sedangkan peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan udem. Pada syok anafilaktik, bisa terjadi bronkospasme yang menurunkan ventilasi. Syok anafilaktik sering disebabkan oleh obat, terutama yang diberikan intravena seperti antibiotik atau media kontras. Sengatan serangga seperti lebah juga dapat menyebabkan syok pada orang yang rentan.

b. Etiologi Syok anafilaksis paling sering disebabkan oleh pemberian obat secara suntikan, tetapi dapat pula disebabkan oleh obat yang diberikan secara oral atau oleh makanan. Obat suntik yang paling sering menimbulkan syok anafilaksis antara lain penisilin, streptomisin, tiamin, ekstrak bali dan kombinasi vitamin neurotropik.

c. Gambaran Klinis

Gejala-gejala pertama : Eritema, rasa terbakar pada kulit, rasa tersengat, takikardi, rasa tebal di faring dan dada, batuk, mungkin mual dan muntah.

Gejala-gejala sekunder : Pembengkakan kulit (khususnya palpebra dan bibir), urtikaria, Edema laring, serak, wheezing, serangan batuk, Nyeri abdomen, mual, muntah, diare, Hipotensi, berkeringat, pucat.
29

Pada kasus-kasus berat, spasme laring, shock, henti nafas dan henti jantung.

d. Diagnosis Adanya tanda-tanda yang berhubungan dengan syok anafilaktik. Penanggulangan syok anafilaktik memerlukan tindakan cepat sebab penderita berada pada keadaan gawat. Sebenarnya, pengobatan syok anafilaktik tidaklah sulit, asal tersedia obat-obat emerjensi dan alat bantu resusitasi gawat darurat serta dilakukan secepat mungkin. Hal ini diperlukan karena kita berpacu dengan waktu yang singkat agar tidak terjadi kematian atau cacat organ tubuh menetap. Kalau terjadi komplikasi syok anafilaktik setelah kemasukan obat atau zat kimia, baik peroral maupun parenteral, maka tindakan yang perlu dilakukan, adalah: 1. Segera baringkan penderita pada alas yang keras. Kaki diangkat lebih tinggi dari kepala untuk meningkatkan aliran darah balik vena, dalam usaha memperbaiki curah jantung dan menaikkan tekanan darah. 2. Segera berikan adrenalin 0,3 0,5 mg larutan 1 : 1000 untuk penderita dewasa atau 0,01 g/kgBB untuk penderita anak-anak, i.m. Pemberian ini dapat diulang tiap 15 menit sampai keadaan membaik. Beberapa penulis menganjurkan pemberian infus kontinyu adrenalin 2 4 g/menit. 3. Dalam hal terjadi spasme bronkus di mana pemberian adrenalin kurang memberi respons, dapat ditambahkan aminofilin 5 6 mg/kgBB i.v dosis awal yang diteruskan 0,4 0,9 mg/kgBB/menit dalam cairan infus. 4. Dapat diberikan kortikosteroid, misalnya hidrokortison 100 mg atau deksametason 5 10 mg intravena sebagai terapi penunjang untuk mengatasi efek lanjut dari syok anafilaktik atau syok yang membandel. 5. Penilaian A, B, C dari tahapan resusitasi jantung paru, yaitu: Airway penilaian jalan napas. Jalan napas harus dijaga tetap bebas, tidak ada sumbatan sama sekali. Untuk penderita yang tidak sadar, posisi kepala dan leher diatur agar lidah tidak jatuh ke belakang menutupi jalan napas, yaitu dengan melakukan ekstensi kepala, tarik mandibula ke depan, dan buka mulut. Breathing support, segera memberikan bantuan napas buatan bila tidak ada tandatanda bernapas, baik melalui mulut ke mulut atau mulut ke hidung. Pada syok
30

anafilaktik yang disertai udem laring, dapat mengakibatkan terjadinya obstruksi jalan napas total atau parsial. Penderita yang mengalami sumbatan jalan napas parsial, selain ditolong dengan obat-obatan, juga harus diberikan bantuan napas dan oksigen. Penderita dengan sumbatan jalan napas total, harus segera ditolong dengan lebih aktif, melalui intubasi endotrakea, krikotirotomi, atau trakeotomi. Circulation support, yaitu bila tidak teraba nadi pada arteri besar (a. karotis, atau a. femoralis), segera lakukan kompresi jantung luar. Penilaian A, B, C ini merupakan penilaian terhadap kebutuhan bantuan hidup dasar yang penatalaksanaannya sesuai dengan protokol resusitasi jantung paru. 6. Bila tekanan darah tetap rendah, diperlukan pemasangan jalur i.v untuk koreksi hipovolemia akibat kehilangan cairan ke ruang ekstravaskular sebagai tujuan utama dalam mengatasi syok anafilaktik. Pemberian cairan akan meningkatkan tekanan darah dan curah jantung serta mengatasi asidosis laktat. Pemilihan jenis cairan antara larutan kristaloid dan koloid tetap merupakan perdebatan didasarkan atas keuntungan dan kerugian mengingat terjadinya peningkatan permeabilitas atau kebocoran kapiler. Pada dasarnya, bila memberikan larutankristaloid, maka diperlukan jumlah 34 kali dari perkiraan kekurangan volume plasma. Biasanya, pada syok anafilaktik berat diperkirakan terdapat kehilangan cairan 20 40% dari volume plasma. Sedangkan bila diberikan larutan koloid, dapat diberikan dengan jumlah yang sama dengan perkiraan kehilangan volume plasma. Tetapi, perlu dipikirkan juga bahwa larutan koloid plasma protein atau dextran juga bisa melepaskan histamin. 7. Dalam keadaan gawat, sangat tidak bijaksana bila penderita syok anafilaktik dikirim ke rumah sakit, karena dapat meninggal dalam perjalanan. Kalau terpaksa dilakukan, maka penanganan penderita di tempat kejadian sudah harus semaksimal mungkin sesuai dengan fasilitas yang tersedia dan transportasi penderita harus dikawal oleh dokter. Posisi waktu dibawa harus tetap dalam posisi telentang dengan kaki lebih tinggi dari jantung. 8. Kalau syok sudah teratasi, penderita jangan cepat-cepat dipulangkan, tetapi harus diawasi / diobservasi dulu selama kurang lebih 4 jam. Sedangkan penderita yang telah mendapat terapi adrenalin lebih dari 2 3 kali suntikan, harus dirawat di rumah sakit semalam untuk observasi.

31

e.

Pengobatan a) Hentikan kontak dengan alergen. b) Perhatikan tanda-tanda vital dan jalan napas; bila perlu dilakukan resusitasi dan pemberian oksigen. c) Epinefrin 1/1000 (obat terpilih) 0,5 1 ml sk/im, dapat diulang 5 10 menit kemudian. d) Dapat diberikan pula: 1. antihistamin; difenhidramin 10 20 mg iv. 2. kortikosteroid; hidrokortison 100 250 mg iv lambat (dalam 30 detik). 3. aminofilin 250 500 mg iv lambat, bila spasme bronkioli nyata.

f. Pencegahan Pencegahan syok anafilaktik merupakan langkah terpenting dalam setiap pemberian obat, tetapi ternyata tidaklah mudah untuk dilaksanakan. Ada beberapa hal yang dapat kita lakukan, antara lain: 1. Pemberian obat harus benar-benar atas indikasi yang kuat dan tepat. 2. Individu yang mempunyai riwayat penyakit asma dan orang yang mempunyai riwayat alergi terhadap banyak obat, mempunyai risiko lebih tinggi terhadap kemungkinan terjadinya syok anafilaktik. 3. Penting menyadari bahwa tes kulit negatif, pada umumnya penderita dapat mentoleransi pemberian obat-obat tersebut, tetapi tidak berarti pasti negatif dan mempunyai riwayat alergi positif mempunyai kemungkinan reaksi sebesar 1 3% dibandingkan dengan kemungkinan terjadinya reaksi 60% bila tes kulit positif. 4. Yang paling utama adalah harus selalu tersedia obat penawar untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya reaksi anafilaktik atau anafilaktoid serta adanya alat-alat bantu resusitasi kegawatan. Mempertahankan suhu tubuh dipertahankan dengan memakaikan selimut pada penderita untuk mencegah kedinginan dan mencegah kehilanganpanas. Jangan sekali-kali memanaskan tubuh penderita karena akan sangat berbahaya.

32

SYOK NEUROGENIK a. Definisi Syok neurogenik disebut juga syok spinal merupakan bentuk dari syok distributif, Syok neurogenik terjadi akibat kegagalan pusat vasomotor karena hilangnya tonus pembuluh darah secara mendadak di seluruh tubuh.sehingga terjadi hipotensi dan penimbunan darah pada pembuluh tampung (capacitance vessels). Hasil dari perubahan resistensi pembuluh darah sistemik ini diakibatkan oleh cidera pada sistem saraf (seperti: trauma kepala, cidera spinal, atau anestesi umum yang dalam). Syok neurogenik juga disebut sinkop. Syok neurogenik terjadi karena reaksi vasovagal berlebihan yang mengakibatkan terjadinya vasodilatasi menyeluruh di daerah splangnikus sehingga aliran darah ke otak berkurang. Reaksi vasovagal umumnya disebabkan oleh suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut, atau nyeri hebat. Pasien merasa pusing dan biasanya jatuh pingsan. Setelah pasien dibaringkan, umumnya keadaan berubah menjadi baik kembali secara spontan. Trauma kepala yang terisolasi tidak akan menyebabkan syok. Adanya syok pada trauma kepala harus dicari penyebab yang lain. Trauma pada medula spinalis akan menyebabkan hipotensi akibat hilangnya tonus simpatis. Gambaran klasik dari syok neurogenik adalah hipotensi tanpa takikardi atau vasokonstriksi perifer.

b. Etiologi 1. Trauma medula spinalis dengan quadriplegia atau paraplegia (syok spinal). 2. Rangsangan hebat yang kurang menyenangkan seperti rasa nyeri hebat pada fraktur tulang. 3. Rangsangan pada medula spinalis seperti penggunaan obat anestesi spinal/lumbal. 4. Trauma kepala (terdapat gangguan pada pusat otonom). 5. Suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut.

c. Manifestasi Klinis Hampir sama dengan syok pada umumnya tetapi pada syok neurogenik terdapat tanda tekanan darah turun, nadi tidak bertambah cepat, bahkan dapat lebih lambat (bradikardi)

33

kadang disertai dengan adanya defisit neurologis berupa quadriplegia atau paraplegia . Sedangkan pada keadaan lanjut, sesudah pasien menjadi tidak sadar, barulah nadi bertambah cepat. Karena terjadinya pengumpulan darah di dalam arteriol, kapiler dan vena, maka kulit terasa agak hangat dan cepat berwarna kemerahan.

d. Penatalaksanaan Konsep dasar untuk syok distributif adalah dengan pemberian vasoaktif seperti fenilefrin dan efedrin, untuk mengurangi daerah vaskuler dengan penyempitan sfingter prekapiler dan vena kapasitan untuk mendorong keluar darah yang berkumpul ditempat tersebut. 1. Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki (posisi Trendelenburg).

2. Pertahankan jalan nafas dengan memberikan oksigen, sebaiknya dengan menggunakan masker. Pada pasien dengan distress respirasi dan hipotensi yang berat, penggunaan endotracheal tube dan ventilator mekanik sangat dianjurkan. Langkah ini untuk menghindari pemasangan endotracheal yang darurat jika terjadi distres respirasi yang berulang. Ventilator mekanik juga dapat menolong menstabilkan hemodinamik dengan menurunkan penggunaan oksigen dari otot-otot respirasi. 3. Untuk keseimbangan hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan resusitasi cairan. Cairan kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer Laktat sebaiknya diberikan per infus secara cepat 250-500 cc bolus dengan pengawasan yang cermat terhadap tekanan darah, akral, turgor kulit, dan urin output untuk menilai respon terhadap terapi.
34

4. Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan obat-obat vasoaktif (adrenergik; agonis alfa yang indikasi kontra bila ada perdarahan seperti ruptur lien) : Dopamin Merupakan obat pilihan pertama. Pada dosis > 10 mcg/kg/menit, berefek serupa dengan norepinefrin. Jarang terjadi takikardi. Norepinefrin Efektif jika dopamin tidak adekuat dalam menaikkan tekanan darah. Monitor terjadinya hipovolemi atau cardiac output yang rendah jika norepinefrin gagal dalam menaikkan tekanan darah secara adekuat. Pada pemberian subkutan, diserap tidak sempurna jadi sebaiknya diberikan per infus. Obat ini merupakan obat yang terbaik karena pengaruh vasokonstriksi perifernya lebih besar dari pengaruh terhadap jantung (palpitasi). Pemberian obat ini dihentikan bila tekanan darah sudah normal kembali. Awasi pemberian obat ini pada wanita hamil, karena dapat menimbulkan kontraksi otot-otot uterus. Epinefrin Pada pemberian subkutan atau im, diserap dengan sempurna dan dimetabolisme cepat dalam badan. Efek vasokonstriksi perifer sama kuat dengan pengaruhnya terhadap jantung Sebelum pemberian obat ini harus diperhatikan dulu bahwa pasien tidak mengalami syok hipovolemik. Perlu diingat obat yang dapat menyebabkan vasodilatasi perifer tidak boleh diberikan pada pasien syok neurogenik Dobutamin Berguna jika tekanan darah rendah yang diakibatkan oleh menurunnya cardiac output. Dobutamin dapat menurunkan tekanan darah melalui vasodilatasi perifer. Pasien-pasien yang diketahui/diduga mengalami syok neurogenik harus diterapi sebagai hipovolemia. Pemasangan kateter untuk mengukur tekanan vena sentral akan sangat membantu pada kasus-kasus syok yang meragukan.

SYOK OBSTRUKTIF a. Definisi Kegagalan perfusi dan suplai oksigen berkaitan dengan terganggunyamekanisme aliran balik darah oleh karena meningkatnya tekanan intrathorakal atau terganggunya
35

aliran keluar arterial jantung (emboli pulmoner, emboli udara, diseksi aorta, hipertensi pulmoner, tamponade perikardial, perikarditis konstriktif) ataupun keduanya oleh karena obstruksi mekanis.

b. Etiologi Emboli pulmoner Pneumothorax Tamponade jantung

c. Gejala Klinis Gejala klinis yang tampak hamper sama dengan syok kardiogenik dan hipovolemik. Gejala klinis juga tergantung etiologi penyebabnya, yang sering terjadi adalah tromboemboli paru, tamponade jantung, obstruksi arterioventrikuler, tension pneumothorax. Faal jantung pada fase permulaan normal, tetapi terdapat penurunan venous return karena obstruksi. Pada fase selanjutnya akan tampak kelelahan, cemas, sinkop, pucat, berkeringat dingin, hipotensi, takikardi, angina, distresrespirasi, pulsus paradoksus (turunnya tekanan sistolik 10 mmHg pada inspirasi spontan), pernafasan Kussmaul. Gejala ini akan berlanjut sebagai tanda-tanda akut korpulmonal dan payah jantung kanan : pulsasi vena jugularis, gallop, bising pulmonal, aritmia. Karakteristik manifestasi klinis tamponade jantung : suara jantung menjauh, pulsus altemans, JVP selama inspirasi. Sedangkan Emboli pulmonal : dispneu, mendadak nyeri dada substernal, disritmia jantung, gagal jantung kongesti, EKG terdapat strain ventrikel kanan.

d. Tatalaksana Penyebab syok obstruktif harus diidentifikasi dan segera dihilangkan. a. Pericardiocentesis atau pericardiotomi untuk tamponade jantung b. Dekompresi jarum atau pipa thoracostomy atau keduanya pada pneumothorax tension

36

c. Dukungan ventilasi dan jantung, mungkin thrombolisis, dan mungkin prosedur radiologi intervensional untuk emboliparu. Resusitasi volume akan memperbaiki pengisian ventrikel, dibutuhkan agen inotropik untuk meningkatkan kardiak output. Selanjutnya terapi definitive adalah intervensi operatif Tension pneumothorax diatasi dengan pungsi dan WSD. Abdominal compartment syndrome diatasi dengan laparotomy dekompresif. Tamponade kardiak diatasi dengan pericardiosintesis dan emboli pulmonal diatasi dengan trombolisis atau thrombectomy.

Resusitasi Jantung Paru

The American Heart Association (AHA) mengeluarkan panduan untuk melakukan RJP (ResusitasiJantungParu) terbaru. Rekomendasi terbaru menunjukkan bahwa penolong harus lebih berfokus pada kompresi dada ketimbang pernapasan buatan melalui mulut. Panduan bterdahulu
37

(2005) menekankanpadapenanganan ABC (Airway, Breathing, Chest Compression) yaitu dengan melakukan pemeriksaan jalannapas, melakukan pernapasan buatan melalui mulut, kemudian memulai kompresi dada. Panduanterbaru (2010) yang dikeluarkanoleh AHA lebihmenekankanpadapenanganan CAB (Chest Compression, Airway, Breathing) yaitu dengan terlebih dahulu melakukan kompresi dada, pernapasan buatan. Panduan ini juga mencatat bahwa pernapasan buatan melalui mulut boleh tidak dilakukan pada kekhawatiran terhadap orang asing dan kurangnyapelatihan formal. Sebenarnya, seluruh metode ini memiliki tujuan yang sama, yaitu membuat aliran darah dan oksigen tetap bersirkulasi secepat mungkin. Pada tahun 2008, AHA menyatakan bahwa penolong tak terlatih atau mereka yang tidak mau melakukan pernapasan buatan melalui mulut dapat melakukan kompresi dada hingga bantuan medis datang. Panduan terbaru (2010) dari AHA menyarankan kompresi dada terlebih dahulu baik bagi penolong terlatih maupun penolong tidak terlatih. The American Heart Association (AHA) menyarankan, ketika seorang dewasa ditemukan tidak responsif dan tidak bernapas atau mengalami kesulitan bernapas, setiap orang yang ada di sekitarnya wajib untuk menghubungi tenaga kesehatan kemudian segera melakukan kompresi dada. Setelah mengaktifkan bantuan tenaga kesehatan dan melakukan kompresi dada, maka tindakan berikutnya yang harus dilakukan adalah dengan segera bisa mendapatkan akses terhadap AED (automatic external defibrillator), sebuah alat bantu kejut jantung yang dapat membantu ritme jantung kembali normal. Ketiga mata rantai awal ini dapat membantu meningkatkan keberhasilan pertolongan dan angka kehidupan pada korban.Perubahan panduan ini mengacu pada penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yang menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan berarti pada hasil dari tindakan RJP kompresi dada dan pernapasan buatandengan RJP kompresi dada saja. Panduan ResusitasiJantungParu terbaru ini menjadi lebih mudah dilakukan juga bagi orang awam karena menekankan pada kompresi dada untuk mempertahankan aliran darah dan oksigen dalam darah tetap mengalir ke jantung dan otak. Kompresi dada memang cenderung lebih mudah untuk dilakukan, dan setiap orang dapat melakukannya. Kompresi dada dapat dilakukan dengan meletakkan satu tangan di atas tangan yang lain dan menekan dengan kuat pada dada korban. Panduan RJP yang baru ini menekankan bahwa
38

memeriksa jalan napas kemudian melakukan

penolong harus berfokus memberikan kompresi sekuat dan secepat mungkin, 100 kali kompresi dada per menit, dengan kedalaman kompresi sekitar 5-5,5 cm. Dan, sangat penting untuk tidak

bersandar pada dada ketika melakukan kompresi dada pada korban. Penolong tidak perlu takut dan ragu untuk melakukan kompresi dada yang dalam karena risiko ketidakberhasilan justru terjadi ketika kompresi dada yang dilakukan kurang dalam.

39

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Syok hipovolemik adalah terganggunya system sirkulasi akibat dari volume darah dalam pembuluh darah yag berkurang. Hal ini bisa terjadi akibat perdarahan yang massif, kehilangan plasma atau karena kehilangan cairan ekstraseluler. Syok kardiogenik terjadi karena adanya gangguan yang disebabkan oelh penurunan curah jantung sistemik pada keadaan volume intravaskuler yang cukup dab dapat mengakibatkan hipoksia jaringan. Pada syok kardiogenik terjadi suatu keadaan yang diakibatkan oleh karena tidak cukupnya curah jantung untuk mempertahankan fungsi alat-alat vital tubuh akibat disfungsi otot jantung. Hal ini merupakan suatu keadaan gawat yang membutuhkan penanganan yang cepat dan tepat, bahkan dengan penanganan yang agresif pun angka kematiannya tetap tinggi yaitu antara 80-90%. Penanganan yang cepat dan tepat pada penderita syok kardiogenik ini mengambil peranan penting di dalam pengelolaan/penatalaksanaan pasien guna menyelamatkan jiwanya dari ancaman kematian. Syok Distributif atau vasogenik terjadi ketika volume darah secara abnormal berpindah tempat dalam vaskulatur seperti ketika darah berkumpul dalam pembuluh darah perifer. Syok distributif dapat disebabkan baik oleh kehilangan tonus simpatis atau oleh pelepasan mediator kimia ke dari sel-sel. Kondosi-kondisi yang menempatkan pasien pada resiko syok distributif yaitu (1) syok neurogenik seperti cedera medulla spinalis, anastesi spinal, (2) syok anafilaktik seperti sensitivitas terhadap penisilin, reaksi transfusi, alergi sengatan lebah (3) syok septik seperti imunosupresif, usia yang ekstrim yaitu > 1 thn dan > 65 tahun, malnutrisi Berbagai mekanisme yang mengarah pada vasodiltasi awal dalam syok distributif lebih jauh membagi klasifikasi syok ini kedalam 3 tipe yaitu syok anafilaktik,syok neurogenik dan syok sepsis. Syok Obstruktif adalah syok yang disebabkan oleh adanya kelainan di luar jantung seperti tension pneumothorak, temponade jantung.

40

DAFTAR PUSTAKA Wijaya dkk, 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1. Edisi IV. Jakarta: Penerbit Ilmu Penyakit Dalam FKUI Dorland, W.A. Newman. 2006. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC Guyton AC. 2002. Buku ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC

41

Anda mungkin juga menyukai