psikofarmaka ,psikotherapi, terapi modalitas yang meliputi terapi individu, terapi lingkungan, terapi kognitif, terapi kelompok terapi perilaku dan terapi keluarga. Biasanya pasien menunjukan gejala yang berkurang dan menunjukan penyembuhan, tetapi pada beberapa klien kurang atau bahkan tidak berespon terhadap pengobatan sehingga diberikan terapi tambahan yaitu ECT (Electro Convulsive Therapy). a. Pengertian Terapi elektrokonvulsif (ECT) merupakan suatu jenis pengobatan somatik dimana arus listrik digunakan pada otak melalui elektroda yang ditempatkan pada pelipis. Arus tersebut cukup menimbulkan kejang grand mal, yang darinya diharapkan efek yang terapeutik tercapai.Mekanisme kerja ECT sebenarnya tidak diketahui, tetapi diperkirakan bahwa ECT menghasilkan perubahan-perubahan biokimia didalam otak (Peningkatan kadar norepinefrin dan serotinin) mirip dengan obat anti depresan. b. Indikasi 1) Gangguan afek yang berat: :pasien dengan depresi berat atau gangguan bipolar, atau depresi menunjukkan respons yang baik pada pemberian ECT (80-90% membaik versus 70% atau lebih dengan antidepresan). Pasien dengan gejala vegetatif yang jelas (seperti insomnia, konstipasi; riwayat bunuh diri, obsesi rasa bersalah, anoreksia, penurunan berat badan, dan retardasi psikomotor) cukup bersespon. 2) Skizofrenia: skizofrenia katatonik tipe stupor atau tipe excited memberikan respons yang baik dengan ECT. Tetapi pada keadaan schizofrenia kronik hal ini tidak teralalu berguna. c. Kontraindikasi 1) Tumor intra kranial, karena dapat meningkatkan tekanan intrakranial. 2) Kehamilan, karena dapat mengakibatkan keguguran 3) Osteoporosis, karena dapat berakibat terjadinya fraktur tulang. 4) Infark Miokardium, karena dapat terjadi henti jantung. 5) Asthma bronchiale, dapat memperberat keadaan penyakit yang diderita d. Komplikasi 1) Amnesia (retrograd dan anterograd) bervariasi dimulai setelah 3-4 terapi berakhir 2-3 bulan (tetapi kadang-.kadang lebih lama dan lebih berat dengan metode bilateral, jumlah terapi yang semakin banyak, kekuatan listrik yang meningkat dan adanya organik sebelumnya. 2) Sakit kepala, mual, nyeri otot. 3) Kebingungan. 4) Reserpin dan ECT diberikan secara bersamaan akan berakibat fatal 5) Fraktur jarang terjadi dengan relaksasi otot yang baik. 6) Risiko anestesi pada ECT, atropin mernperburuk glaukom sudut sempit, kerja Suksinilkolin diperlama pada .keadaan defisiensi hati dan bisa menyebabkan hipotonia. e. Persiapan ECT (Pra-ECT) 1) Lengkapi anamnesis dan pemeriksaan fisik, konsentrasikan pada pemeriksaan jantung dan status neurologic, pemeriksaan darah perifer lengkap, EKG, EEG atau CT Scan jika terdapat gambaran Neurologis tidak abnormal. Hal ini penting mengingat terdapat kontraindikasi pada gangguan jantung, pernafasan dan persarafan. 2) Siapkan pasien dengan, informasi, dan. dukungan, psikologis. 3) Puasa setelah tengah malam. 4) Kosongkan kandung kemih dan lakukan defekasi 5) Pada keadaan ansietas berikan 5 mg diazepam 1-2 jam sebelumnya 6) Antidepresan, antipsikotik, diberikan sehari sebelumnya
7) Sedatif-hipnotik, dan antikonvulsan (dan sejenisnya) harus dihentikan -sehari sebelumnya. f. Pelaksanaan ECT 1) Buat pasien merasa nyaman. Pindahkan ke tempat dengan permukaan rata dan cukup keras. 2) Hiperekstensikan punggung dengan bantal. 3) Bila sudah siap, berikan premedikasi dengan atropin (0,6-1,2 mg SC, IM atau IV). Antikolinergik ini mengendalikan aritmia vagal dan menurunkan sekresi gastrointestinal. 4) Sediakan 90-100% oksigen dengan kantung oksigen ketika respirasi tidak spontan. 5) Beri natrium metoheksital (Brevital) (40-100 mg IV, dengan cepat). Anestetik barbiturat kerja singkat ini dipakai untuk menghasilkan koma yang ringan. 6) Selanjutnya, dengan cepat berikan pelemas otot suksinilkolin (Anectine) (30-80 mg IV, secara cepat awasi kedalaman relaksasi melalui fasikulasi otot yang dihasilkan) untuk menghindari kemungkinan kejang umum (seperti plantarfleksi) meskipun jarang. 7) Setelah lemas, letakkan balok gigi di mulut kemudian berikan stimulus listrik (dapat dilakukan secara bilateral pada kedua pelipis ataupun unilateral pada salah satu pelipis otak yang dominan)
g. Post ECT 1) Awasi pasien dengan hati-hati sampai dengan klien stabil kebingungan biasanya timbul kebingungan pasca kejang 15-30 menit. 2) Pasien berada pada resiko untuk terjadinya apneu memanjang dan delirium pascakejang (5 10 mg diazepam IV dapat membantu)