Anda di halaman 1dari 12

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang Avertebrata air adalah hewan air yang tidak mempunyai tulang belakang dan susunan pencernaannya terletak dibawah saluran pencernaan. Avertebrata air tebagi menjadi delapan filum yaitu: Porifera, Coelenterata, Echinodermata, Mollusca, Plathyhelmanthes, Nemalthelminthes, annelida dan Anthropoda. Rajungan (Portunus pelagicus) merupakan salah satu jenis organisme laut yang banyak terdapat di perairan Indonesia. Rajungan hampir mirip dengan kepiting tetapi perbedaan paling terlihat dari bentuk fisiknya yaitu karapaks yang terdapat pada cangkang kedua spesies ini. Rajungan yang sangat popular dimanfaatkan sebagai sumber pangan dengan harga yang cukup mahal. Rajungan memiliki ciri morfologi, seperti sistem pernafasan, sistem peredaran darah, sistem pencernaan, osmoregulasi, sistem saraf, dan sistem reproduksi. Ciri morfologi yang sudah dijelaskan tadi, pada makalah ini akan membahas lebih spesifik ciri morfologi rajungan dengan penjelasan-penjelasan dari ciri morfologi tersebut. 1.2. Tujuan Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah 1. Mengetahui dan mempelajari Sistem Pernafasan, Sistem Peredaran Darah, Sistem Pencernaan, Metabolisme dan Bioenergenetika, Osmoregulasi, Sistem Otot, Sistem Syaraf, Sistem Endokrin dan Sistem Reproduksi pada Rajungan. 2. Memberikan informasi ciri morfologi pada rajungan.

Rajungan

Page 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Sistem Pernafasan Ruang-ruang brankial atau ruang-ruang pernafasan terletak di bawah brankiostegit atau atap insang. Masing-masing ruang dilindungi oleh selaput kutikular yang memisahkannya dari hepatopankreas di sebelah anterior dan dari bagian dalam karapas di sebelah posterior. Bagian ventral dibatasi oleh brankiostegit di sebelah luar dan oleh dinding tubuh di sebelah dalam. Ujung depan masing-masing ruang insang menyempit dan di belakangnya terletak suatu ruang pompa kecil melindungi skapognatit. Atap ruang pompa terbentuk dari selapis kutikular yang diperkuat oleh kerangka; bagian posterior didasari oleh perluasan pangkal epipod dari maksiliped I dan di sebelah anterior oleh eksopod dari maksiliped I dan III. Insang-insang dihubungkan dengan pangkal embelan-embelan di dada. Ada tiga macam kedudukan bermula munculnya insang sehingga insang-insang tersebut mempunyai nama-nama yang berbeda, sebagai berikut; podobrankial muncul dari epipod; artrobrankial dari hubungan embelan tubuh dan tubuh; pleurobrankial dari dinding tubuh. Rajungan pada umumnya mempunyai sembilan insang pada masingmasing ruang brankial, yaitu: 1. maksiliped II masing-masing terdapat satu podobrankial dan satu artrobrankial; 2. maksiliped III mempunyai satu podobrankial yang tumpul dan dua artrobrankial; 3. capit mempunyai artrobrankial; 4. kaki jalan I dan II masing-masing mempunyai pleurobrankial tunggal. Di dalam ruang brankial juga terdapat maksiliped-maksiliped dan epipodepipod, maksiliped II dan III membersihkan permukaan ventral insang-insang.

Rajungan

Page 2

Sedangkan epipod maksiliped I yang panjang menyapu permukaan dorsal insanginsang. Arus pernafasan masuk ke ruang brankial melalui celah-celah yang berambut antara kaki-jalan dan ujung bawah dari brankiostegit. Lubang atau pintu terbesar Milne-Edwards openings terletak di atas basis capit. Setelah air melalui insang lalu menuju ke ruang hipobrankial di bawah insang. Masing-masing insang dibentuk oleh satu seri lempeng atau lamela yang diatur di kedua sisi aksis pusat yang pipih dan arus pernafasan mengalir ke atas melalui lamela-lamela ke ruang epibrankal di bawah insang. Pertukaran gas terjadi pada saat arus melewati antara lamela-lamela. Hal ini dilakukan oleh sistem arus yang teratur. Dengan sistem ini darah mengalir di dalam lamela-lamela dari arah yang berlawanan dengan aliran air di antara lamela. Dalam masing-masing ruang epibrankial, arus air keluar mengalir ke depan, ke dalam ruang pompa. Dari ruangan skapognatit, air dikeluarkan melalui lubang pengeluaran. Masing-masing skapognatit merupakan pergerakan naik turun yang diatur oleh sistem operasi otot yang berlawanan pada irisan-irisan kutikel. Ada dua gelombang per detik bergerak dari posterior ke anterior sepanjang skapognatit yang mendorong air menuju ruang pompa. Lubang pengeluaran terletak di kedua sisi epistoma tepat di bawah mulut dan arus yang keluar dari sistem tersebut dapat sangat kuat dan membantu menyemprotkan air sampai kosong.

2.2 Sistem Peredaran Darah Sistem sirkulasi darah pada rajungan disebut sistem sirkulasi darah hemosoelik (haemocoelic) atau terbuka, yaitu terjadi kontak langsung antara darah dan jaringan. Sistem ini sangat berbeda dengan sistem sirkulasi darah pada Vertebrata yang mempunyai sistem sirkulasi melalui pembuluh darah tertutup. Sistem sirkulasi darah terbuka pada crustacea menyebabkan hilangnya rongga tubuh, karena sinus-sinus darah memenuhi celah antara jaringan dan organ-organ tubuh, membentuk rongga tubuh yang dipenuhi darah, yaitu hemosoel. Rongga tubuh sendiri terbatas pada rongga-rongga eksresi dan organ-organ

perkembangbiakan.

Rajungan

Page 3

Tetapi meskipun banyak volume darah memenuhi ruang hemosoel, ada tambahan sistem pembuluh darah yang sangat nyata, terutama pada sisi arterial, yakni melalui pembuluh arteri darah yang dipompa dari jantung sehingga suatu jaringan sirkulasi darah dapat dikelola.

2.3 Sistem Pencernaan Dua kelenjar hijau besar terdapat di kepala untuk membuang sisa-sisa organik dan cairan tubuh. Saluran pada masing-masing kelenjar membuka di bagian ventral pada antennae. Rongga-rongga kelenjar ekskresi dan organ genital semuanya terletak di rongga tubuh (coelom) yang juga terdapat pada Annelida dan Vertebrata. 2.4 Osmoregulasi Dalam hal ini insang merupakan organ utama untuk menjaga keseimbangan kadar garam tubuh. Insang secara aktif mengabsorbsigaram-garam dari lingkungan. Nephrocyte yang terdapat pada sumbu insang merupakan sel yang berperan penting dalam mengambil dan mengumpulkan partikel buangan.

2.5 Sistem Saraf Sistem saraf pada krustase termasuk P. Pelagicus cenderung memusat menjadi semacam otak, dan terjadi penyatuan ganglia. Otak berhubungan dengan saraf ke antena pertama (antenul), mata mejemuk dan saraf melingkar esofagus selanjutnya menuju benang saraf ventral. 2.6 Sistem Endokrin Pertumbuhan dan reproduksi krustasea diatur oleh kombinasi hormon neuropeptida, ecdysteroids (hormon molting) dan metil farnesoate isoprenoid (MF) (Tang et al., 1999). Molting pada decapoda crustacea dikendalikan oleh kelenjar kompleks pada tangkai mata (X-organ/sinus), yang menghasilkan moulting inhibiting hormon (MIH), sebuah neuropeptida yang menghambat produksi ekdisteroid oleh sepasang Y-organ (Yos) yang terletak di cephalothorax (Mykles et al., 2010).
Rajungan Page 4

Y-organ merupakan sumber hormon molting, disekresikan sebagai ecdysone, prekursor, untuk hemolymph yang akan dikonversi menjadi hormon yang aktif, 20-OH-ecdysone, oleh aktivitas 20-hidroksilase pada epidermis, jaringan serta organ lainnya (Huberman, 2000).

Gambar 1. Struktur Ecdysteroid crustacea (a) ecdysone, (b) 20-OH-ecdysone, (c) 3-dehydroecdysone

Jenis-jenis hormon yang berperan dalam molting crustacea dan keterkaitannya satu sama lain : 1. Crustacea Hyperglychemic Hormone (CHH) Neuropeptida lain yang terdapat pada tangkai mata yang berhubungan dengan dengan aktivitas MIH adalah crustacea hyperglycemic hormon (CHH), dinamakan demikian karena perannya dalam meningkatkan kadar glukosa dalam hemolymph. CHH dapat menghambat molting sebagai respon terhadap tekanan lingkungan tertentu. Transpor ion oleh CHH-like peptida hanya untuk transportasi Cl di epitel hindgut (Mykles et al., 2010). Antara CHH dan MIH saling berkaitan dalam hal pengikatan reseptor independen (Gambar 3.).

Rajungan

Page 5

Gambar 3.

Siklik aksi nukleotida pada Y-organ Decapoda (Yo).

Neuropeptida, crustacea hyperglycemic hprmon (CHH), dan molt-inhibiting hormon (MIH) mengikat reseptor independen pada membran plasma Yo (Mykles et al., 2010) Reproduksi crustacea diatur oleh rantai kompleks interaksi hormonal dimana yang memainkan peranan dalam proses ini adalah hormon krustasea hyperglycaemic A dan B (CHH-A dan CHH-B) dan hormon gonad-menghambat (GIH). Neurohormonnya diproduksi di sel neuroendokrin yang sama dengan kelenjar kompleks sinus organ X, yang terletak di tangkai mata. CHH-A dan-B yang terlibat memicu timbulnya vitellogenesis dan CHH-B sendiri, khusus bertanggung jawab untuk merangsang pematangan oosit sebelum pemijahan, sedangkan GIH mencegah awal vitellogenesis di ovarium (De Kleijn et al., 1998). CHH merupakan neuropeptida paling melimpah di sinus gland. Peran sentral mereka pada pengaturan metabolisme karbohidrat serta berperan dalam metabolisme lemak. CHH meningkatkan pelepasan in vitro asam lemak bebas dan fosfolipid dari hepatopankreas O. limosus. Sebuah peran yang lebih kompleks CHH di kontrol metabolik ini dibuktikan dengan signifikan mengikat organ-organ yang berbeda seperti hepatopankreas, jantung, epidermis dan Y-organ. Hal ini juga kemungkinan bahwa isomorphs berbeda dari CHH memiliki fungsi dan reseptor yang berbeda. (Huberman, 2000). Adapun urutan sekuen asam amino pada CHH dapat dilihat pada gambar 4. berikut :

Gambar 4. Amino acid sequences of CHH peptides (Huberman, 2000) Telah ditunjukkan bahwa CHH memiliki multifungsi. Semua isoform CHH memiliki efek hyperglycaemic, CHH-B dapat merangsang pertumbuhan
Rajungan Page 6

oosit dan CHH-A dapat menampilkan aktivitas molt-inhibiting. Selain itu, efek ablasi tangkai mata dan implantasi ganglia toraks/abdomen menunjukkan keberadaan suatu hormon vitellogenic-stimulating. mRNA CHH-A dan-B juga terdapat pada bagian sistem saraf selain ganglia optik, yang menunjukkan bahwa CHH mungkin memiliki peran tambahan dalam kontrol reproduksi dan molting (De Kleijn et al., 1998). Crustacea hyperglycaemic hormon (CHHs) dari kelenjar sinus sistem Xorgan (SG) neurosecretory di tangkai mata crustacea terlibat dalam pengaturan glukosa darah dan lipid, sekresi enzim hepatopancreatic, produksi Y-organ ekdisteroid dan transportasi insang ion.

2. Gonad-Inhibiting Hormone (GIH) Reproduksi crustacea betina dikendalikan oleh sistem endokrin yang rumit. Kegiatan selular yang terjadi selama perkembangan ovarium disebut proses vitellogenesis, yang merupakan proses dimana vitellogenin (Vg), suatu prekursor protein kuning telur, diakumulasikan di dalam oosit yang sedang berkembang. Vitellogenesis merupakan langkah penting dalam pematangan ovarium. Vg dapat disintesis di ovarium dan / atau situs nonovarian lain seperti hepatopankreas. Sintesis Vg dan pematangan ovarium diatur oleh faktor endokrin tangkai mata disebut sebagai vitellogenesis-inhibiting hormon (VIH) atau gonad-inhibiting hormon (GIH) (Treerattrakool et al., 2008). Gonad-inhibiting hormon (GIH), juga disebut vitellogenesis-inhibiting hormon (VIH) penting dalam menghambat proses vitellogenesis. Bersama-sama dengan hormon molt-inhibiting (MIH), neurohormon ini termasuk dalam keluarga neuropeptida CHH/MIH/VIH. Semuanya diproduksi di sel neuroendokrin dari terminalis medula organ X, terlokalisasi dalam tangkai mata crustacea, dan diangkut ke ujung akson cluster dari sel-sel yang membentuk organ aneurohemal, kelenjar sinus. (De Kleijn et al., 1998).

Rajungan

Page 7

3. Mandibular Organ-Inhibiting Hormone (MOIH) Pertumbuhan dan reproduksi crustacea diatur oleh kombinasi hormon neuropeptida, ecdysteroids (molting hormon) dan metil farnesoate isoprenoid (MF). MF disintesis dan dikeluarkan dari pasangan organ mandibula, sintesis yang sedang dimodulasi oleh satu atau lebih neuropeptida diproduksi dan dirilis dari X-organ kelenjar kompleks tangkai mata. Pemurnian dan penentuan struktur primer dari 78-residu sinus neuropeptida, mandibular organ-inhibiting hormon (MO-IH-1) dan varian, MO-IH-2, yang menghambat sintesis MF pada decapoda krustasea C. pagurus. Peptida ini adalah bagian dari molting-inhibiting hormon (MIH) kelompok dalam crustacea hyperglycaemic hormon (CHH), keluarga neuropeptida. MIH secara negatif mengatur produksi ekdisteroid dalam Y-organ (Tang et al., 1999). Hasil penelitian Tang et al. (1999) yang menganalisis distribusi dan ukuran MO-IH pada jaringan C. pagurus menunjukkan bahwa MO-IH paling banyak ditemukan pada bagian mata dan X-organ sebanyak 950 pasang basa (bp), seperti yang terlihat pada gambar 7.

Gambar 7. Northern blot showing the tissue distribution and size of the C. pagurus MO-IH transcript.

Rajungan

Page 8

2.7 Sistem Reproduksi Rajungan muda mencapai dewasa kelamin pada panjang karapas sekitar 37 mm. Dengan demikian rajungan dapat melakukan proses reproduksi ketika mencapai ukuran tersebut (Rousefell, 1975 in Darya, 2002). Pada rajungan betina terdapat tahap perkembangan gonad sejak awal hingga selesai memijah. Tahap perkembangan gonad ini disebut sebagai Tingkat Kematangan Gonad (TKG). Penentuan TKG dapat dilihat secara morfologi dan histologi. Penentuan secara morfologi dapat dilihat dari bentuk, panjang, berat, warna serta perkembangan isi gonad, sedangkan secara histologis dapat dilihat dari anatomi perkembangan gonadnya (Effendie, 1997 dikutip oleh Hermanto, 2004). Pada rajungan, telur dalam tubuh betina yang sudah matang akan turun ke oviduct dan dibuahi sperma, kemudian dipijahkan dan akan melekat pada rambutrambut pleopod. Jumlah telur yang dikeluarkan di alam berkisar antara 1-8 juta butir tergantung ukuran induk rajungan, namun hanya sepertiganya yang menempel pada rambut-rambut pleopod (Fielder dan Heasman, 1982; Rukmana, 1992 dalam Hermanto, 2004). Dalam proses reproduksi tingkah laku menjadi bagian yang lazim dilakukan oleh makhluk hidup lainnya untuk menarik pasangannya dengan memberi sinyal-sinyal yang dipahami oleh lawan jenis. Ketika spesies jantan mengalami matang maka akan mencoba menarik perhatian spesies betina yang mengarah pada kematangan gonad. Ritual yang biasa dan unik adalah ketika spesies jantan berdiri tinggi dengan menggunakan kaki jalan sebagai tumpuan, sesekali menggali substrat pasir, meregangkan capit mengarah ke luar tubuh atau melipatnya ke arah dalam dan pada saat ini feromon dilepaskan ke air yang berperan sebagai komunikasi untuk menarik spesies betina. Pelepasan senyawa kimia yang terkandung dalam urin ini ditujukan ke arah betina melalui pergerakan arus air dibantu oleh kaki renang menuju betina, hal ini dilakukan berulang kali hingga spesies betina tertarik. Ketertarikan betina ditandai dengan adanya respon meregangkan capit dan melipat seolah melambailambai, namun spesies betina tetap tidak bergerak mendekati jantan. Yang aktif

Rajungan

Page 9

bergerak mendekat adalah spesies jantan, namun betina telah bersedia pada posisinya dan mencoba tenang hingga Jantan berada di bagian atasnya, pada keadaan ini disebut sebagai prakopulasi atau berpasangan. Pada tahap ini, spesies betina tetap berada dalam buaian spesies jantan dan diperkirakan sekitar 2-7 hari hingga menjelang waktu ekdisis (molting). Terdapat beberapa keistimewaan bagi spesies betina, yakni mendapatkan jaminan keamanan dari spesies jantan oleh pemangsaan predator apalagi pada kondisi lunak sesaat setelah molting. Periode kritis ini berlangsung hingga karapas kembali menjadi keras sekitar 48 jam. Pada tahap selanjutnya, terjadi kopulasi dengan bagian abdomen saling bersentuhan dan membuka. Spesies betina berada di bawah jantan dengan posisi abdomen membuka dan akan memfasilitasi masuknya gonopods, yakni pleopod yang merupakan organ intromittent panjang yang bukan penis namun berfungsi menyalurkan sperma (spermatophore) ke dalam gonopores betina. Kopulasi akan berlangsung sekitar 5-12 jam. Rajungan betina dapat bertelur antara 180.000 sampai 200.000 telur setiap memijah. Telur dibentuk lebih dari satu periode yang lamanya lebih dari satu hari sebelum dibuahi. Beberapa ratus telur disematkan di bagian bawah tubuh betina yaitu pada bagian perut dengan maksud untuk melindunginya. Perlindungan dilakukan induk betina (maternal care) dengan cara selalu membersihkan telur yang saling menempel ketika induk betinanya keluar dari pasir. Pemijahan dapat terjadi lebih dari sekali dalam satu musim dengan menggunakan sperma dari perkawinan yang pertama. Telur akan menetas kira-kira selama 15 hari pada perairan dengan suhu 24 C (West Australia goverment, 1997; Darya, 2002 dalam Hermanto, 2004).

Rajungan

Page 10

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan Sistem sirkulasi darah pada rajungan disebut sistem sirkulasi darah hemosoelik (haemocoelic) atau terbuka, yaitu terjadi kontak langsung antara darah dan jaringan. Sistem pencernaan terdapat pad dua kelenjar hijau besar yang terdapat di kepala untuk membuang sisa-sisa organik dan cairan tubuh. Rongga-rongga kelenjar ekskresi dan organ genital semuanya terletak di rongga tubuh (coelom). Insang merupakan organ utama untuk menjaga keseimbangan kadar garam tubuh. Sistem saraf pada rajungan memusat menjadi semacam otak, dan terjadi penyatuan ganglia. cara reproduksi pada rajungan yaitu telur dalam tubuh betina yang sudah matang akan turun ke oviduct dan dibuahi sperma, kemudian dipijahkan dan akan melekat pada rambut-rambut pleopod.

Rajungan

Page 11

DAFTAR PUSTAKA
http://bontocina-kaizen.blogspot.com/2011/06/kepiting-dalam-bukubiologi-laut.html diakses pada 17 September 2013 ; 19.21 Roffi. 2006. Budidaya Rajungan. http://akuakultur.wordpress.com/2006/12/23/ budidaya-rajungan-2/ diakses pada 17 September 2013 ; 19.48 repository.ipb.ac.id/bitstream/.../BAB%20II%20Tinjauan%20Pustaka.pdf diakses pada 28 September 2013 ; 09.42 http://arsal-gudangilmu.blogspot.com/2011/04/peranan-hormon-moltingpada-crustacea.html

Rajungan

Page 12

Anda mungkin juga menyukai