Anda di halaman 1dari 16

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Pemerintahan merupakan kegiatan memerintah yang dilakukan oleh pemerintah yang melakukan kekuasaan memerintah atas nama negara terhadap orang yang diperintah (masyarakat). Filsafat pemerintahan tidak memberikan petunjuk teknis memerintah, tetapi memberikan pemahaman dan arah tindakan bagaimana sebaiknya melakukan kegiatan pemerintahan yang layak dan benar. Ilmu Pemerintahan selain termasuk ilmu teoritis empiris, juga termasuk ilmu praktis atau ilmu terapan, karena akan langsung diterapkan kepada masyarakat. Ilmu Pemerintahan termasuk ilmu campuran karena disamping berkembang secara teoritis menurut ilmu murni juga berkembang secara praktis (diterapkan) dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan. Ketidakjelasan antara pemerintahan sebagai ilmu dan pemerintahan sebagai praktik (seni), tidak perlu dipertentangkan, namun yang penting adalah bagaimana bisa menjadikan ilmu pemerintahan sebagai ilmu yang dapat dimanfaatkan oleh manusia dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan dalam suatu negara sehingga negara itu dapat maju dan berkembang, masyarakatnya hidup aman, sejahtera dan damai.

1.2 Rumusan Masalah Pada makalah ini, akan dibahas tentang eksistensi ilmu pemerintahan. Termasuk tentang eksistensi ilmu pemerintahan dalam program pemberdayaan dan pelayanan publik.

1.3 Maksud dan Tujuan Maksud dari pembuatan makalah ini adalah sebagai tugas pengantar ilmu pemerintahan. Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana eksistensi ilmu pemerintahan dalam program pemberdayaan dan juga pelayanan publik.

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Eksistensi Ilmu Pemerintahan dalam program pemberdayaan Seiring dengan pergeseran paradigma pembangunan di Indonesia di era reformasi yang dimulai tahun 1998, telah membuka ruang cukup lebar bagi masyarakat baik secara perorangan maupun dalam suatu kelompok untuk menunjukkan aktualisasi diri di lingkungannya. Aktualisasi yang dilakukan tidak hanya fokus di salah satu bidang tetapi juga lebih, bahkan dimungkinkan seseorang dapat berperan di semua bidang. Keterbukaan dan kebebasan berpendapat, berorganisasi dan aktualisasi diri, membawa dampak adanya kebutuhan pengetahuan yang bersifat generalis baik secara teoritis maupun terapannya. Dengan bergulirnya reformasi, Paradigma pembangunan juga mengalami pergeseran orientasi, sebagai berikut : 1. Diawali dengan paradigma pembangunan yang berorientasi pada politik, yang

menitikberatkannaa peran negara dalam pembangunan, salah satunya dengan pelibatan aparat negara (tentara/TNI) sebagai pilar pembangunan, paradigma ini pada suatu waktu mengalami kegagalan ; 2. Paradigma pembangunan yang berorientasi ekonomi, yang menitikberatkan peran

para pelaku ekonomi dalam pembangunan, salah satunya dengan pelibatan konglomerat dengan harapan keuntungan pelaku bisnis dapat didistribusikan ke masyarakat, namun kenyataannya tidak berhasil, bahkan memicu terjadinya KKN dan lain sebagainya ; 3. Pasca krisis tahun 1998, terjadi pergeseran paradigma pembangunan yang

berorientasi pada moral, yang menitikberatkan pada penerapan nilai-nilai moral dan

membuka peluang semua pihak terlibat dalam pembangungan, salah satunya mendorong berbagai kegiatan pemberdayaan masyarakat dalam semua aspek pembangunan. Pelaksanaan pembangunan mempunyai tujuan akhir untuk meningkatkan Pemerintahan.

kesejahteraan, baik dalam perspektif individu maupun negara atau

Dengan bergesernya paradigma pembangunan pada akhir-akhir ini, dimana isu pemberdayaan (empowering) menjadi aktor utama dalam semua program pembangunan, yang dimotori oleh penyelenggara negara (pemerintah) maupun Steakholders lainnya, membawa konsekuensi adanya perubahan pola pandang pelaku pembangunan. Inisiator program pembangunan mau tidak mau, harus dapat mengakomodasi berbagai kepentingan dalam mendesain suatu program, bahkan mempunyai kecenderungan

mengarah kepada upaya mencari popularitas, guna mendukung kegiatan politik praktis. Bahkan dalam pelaksanaaan program, pelaksana kegiatan akan sangat dipengaruhi oleh berbagai kepentingan yang secara alamiah mempunyai kutub yang saling berlawanan tidak dapat dihindari. Berbagai hal tersebut, maka pelaku pembangunan yang berorientasi pemberdayaan baik berada di lingkaran penyelenggara negara maupun yang diluarnya, guna menjaga eksistensinya maka dituntut mempunyai kesiapan pengetahuan di segala bidang, baik secara teoritis maupun terapannya. Apabila dilihat dari perspektif perencanaan dan pelaksanaan pembangunan didaerah, di era sekarang perencanaan dan pelaksanaan pembangunan berorientasi dari, oleh dan untuk masyarakat. Mekanisme Perencanaan pembangunan merupakan gabungan dari jalur top down planning dan bottom up planning. Jalur Top down dilakukan dengan tujuan sebagai upaya mensinergikan antara substansi perencanaan daerah dengan substansi perencanaan pada tingkat lebih tinggi/luas (tingkat propinsi dan tingkat nasional) melalui Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah dan dalam upaya implementasi visi-misi Daerah kepala daerah terpilih yang menjadi bahan utama

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah yang selanjutnya dijabarkan dalam Rencana Startegis Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra SKPD). Sedangkan Jalur bottom up, bertujuan untuk mengakomodasi kebutuhan dan kepentingan masyarakat secara umum dengan diawali penggalian potensi dan permasalahan yang dihadapi masyarakat, yang selanjutnya akan dirumuskan dalam forum musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) tingkat kelurahan dan tingkat kecamatan. Dalam jalur bottom up ini, juga mengakomodasi kebutuhan dan kepentingan masyarakat yang berafiliasi politik praktis, melalui konstituen partai yang dibawa oleh para anggota legislatif daerah (DPRD). Pertemuan berbagai jalur ini terjadi pada forum musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) tingkat kota, yang selanjutnya akan menghasilkan Rencana Kegiatan Pembangunan Tahunan Tingkat Kota, sebagai awal penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), yang nantinya menjadi pijakan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah. Dari uraian tersebut diatas, Program Studi Ilmu Pemerintahan dapat berperan dalam penyiapan pelaku pembangunan yang berorientasi pemberdayaan masyarakat. Untuk lebih memberikan gambaran kebutuhan kompetensi yang diharapkan dimiliki pelaku, berikut disampaikan sekilas mengenai pemberdayaan masyarakat yang mempunyai Pola 3-7-10. Tiga Hakekat Pemberdayaan masyarakat yang meliputi : 1. 2. 3. Pengembangan kemampuan dan kemandirian, Mendayagunakan segala potensi dan sumber daya Mempertahankan & meningkatkan taraf kehidupan.

Dalam mendesain Program pemberdayaan masyarakat harus memperhatikan 7 (tujuh) Prinsip sebagai berikut : 1. 2. Kesesuaian masalah, kebutuhan dan kondisi masyarakat. Bermanfaat langsung bagi masyarakat.

3. 4. 5. 6. 7.

Pendayagunaan segala potensi dan sumber daya setempat. Keterbukaan dan dapat dipertanggungjawabkan pengelolaan dan hasilnya. Keserasian, keselarasan & keterpaduan antara kegiatan yg ada kaitannya. Berkesinambungan dan berkelanjutan dari proses & hasil setiap kegiatan. Partisipasi masyarakat dan pihak-pihak yang berkaitan.

Sedangkan dalam implementasi program pemberdayaan masyarakat, diharapkan melalui 10 langkah keswadayaan sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. 5. 6. Penyiapan diri Pelaku (LPMK dan LK yg lain) Pendataan umum dan prioritas lokasi garapan Penyiapan masyarakat Pendataan bersama masyarakat Perencanaan pembangunan bersama masyarakat Penyusunan rencana pembangunan tingkat desa/kelurahan (Musyawarah

Pembangunan) 7. 8. 9. 10. Pengorganisasian & penggerakan swadaya gotong royong. Pelaksanaan dan pembinaan kegiatan Penilaian dan pelaporan keberhasilan pembangunan Tindak lanjut hasil pembangunan

Apabila dilihat dari manajemen, kesepuluh langkah tersebut terbagi menjadi 4 (empat) Tahap yakni Tahap Persiapan (langkah 1-3), Tahap Perencanaan (langkah 4-6), Tahap Pelaksanaan (langkah 7 dan 8) serta Tahap Penilaian dan Tindak Lanjut (langkah 9 dan 10). Dengan memperhatikan ilustrasi pernik-pernik pemberdayaan masyarakat di atas, maka dalam Pengembangan Kompetensi di Program Studi Ilmu Pemerintahan, dapat digali kebutuhan pengetahuan yang harus dimiliki oleh alumni program studi ini baik

yang bersifat teori maupun terapannya. Para alumni diharapkan tidak hanya berorientasi menjadi penyelenggara negara (pemerintahan) tetapi juga berorientasi bidang lain yang berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat secara khusus atau program pembangunan secara luas. Keberadaan Ilmu pemerintahan dalam penyiapan pelaku penyelenggaraan

pemerintahan dan pembangunan mempunyai peran cukup strategis. Seorang yang menguasai Ilmu pemerintahan diharapkan mempunyai kemampuan untuk berinteraksi dengan para pihak yang mempunyai disiplin ilmu yang lain bersifat teknis (Ilmu Bidang Hukum, pendidikan, kesehatan, teknik, politik, studi pembangunan dan lain sebagainya). Atau dengan kata lain Ilmu pemerintahan diharapkan mampu memaduserasikan penerapan berbagai disiplin ilmu dalam penyelenggaraan pemerintahan dan

pembangunan menuju tercapainya kesejahteraan masyarakat.

2.2 Eksistensi Ilmu Pemerintahan dalam program pelayanan publik

Wujud nyata eksistensi pemerintah adalah ketika berhasil membangun hubungan yang nyata dan fungsional dengan yang diperintah, dalam hal ini mencakup tugas dan fungsi utama pemerintah, yakni pengaturan (regulation), pelayanan (service), dan pemberdayaan masyarakat baik dalam arti society enabling maupun society

empowernment. Dalam paradigma pemerintahan yang menekankan good governance untuk mewujudkan good government, maka terjadi perubahan mendasar dalam hal tugas dan fungsi pemerintah yang semula didominasi oleh regulasi menjadi terfokus pada pelayanan publik. Begitu banyak scholars yang memfokuskan pengkajiannya perihal pelayanan publik, sehingga menghasilkan definisi dan pengertian yang beragam pula. Luthans (1973:188)

mengemukakan bahwa pelayanan sebagai proses adalah kegiatan yang dilakukan oleh organisasi untuk mencapai tujuan. Menurut De Vrye (1997 : 10), pelayanan adalah pekerjaan untuk menjadi berguna. Dalam konteks hubungan pemerintah dengan masyarakat, menurut Saefullah (1999:5), pelayanan publik (public service) adalah

pelayanan yang diberikan kepada masyarakat umum yang menjadi warga negara atau secara sah menjadi penduduk negara yang bersangkutan. Hal senada dikatakan Rasyid (1997:116), Pelayanan berkenaan usaha pemerintah yang bertujuan untuk menciptakan kondisi yang menjamin bahwa warga masyarakat dapat melaksanakan kehidupan mereka secara wajar, dan ditujukan juga untuk membangun dan memelihara keadilan dalam masyarakat. Lebih lanjut Rasyid (1998:139) mengatakan bahwa: pemerintahan pada hakekatnya adalah pelayanan kepada masyarakat. Ia tidaklah diadakan untuk melayani dirinya sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat serta menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyarakat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai tujuan bersama. Dalam konteks yang sama, Pamudji (1994 : 21) mengartikan pelayanan publik adalah sebagai kegiatan yang bertujuan memenuhi kebutuhan masyarakat akan barang dan jasa. Menurut Djaenuri (1999 : 15) pelayanan masyarakat adalah Suatu kegiatan yang merupakan perwujudan dari tugas umum pemerintahan mengenai bidang tugas pokok suatu instansi untuk dapat melayani kebutuhan masyarakat secara maksimal. Dari serangkaian uraian mengenai definisi dan pengertian mengenai pelayanan publik, dapat dipahami bahwa pelayanan publik selain dapat dilakukan oleh pemerintah, juga dapat dilakukan oleh badan-badan swasta dengan pengaturan dan pengawasan dari pemerintah. Namun demikian keterlibatan pemerintah dalam penyediaan pelayanan publik masih sangat diperlukan jika mekanisme pasar tidak dipakai untuk memberi pelayanan kepada masyarakat secara efisien terlebih jika pelayanan publik yang diberikan menyangkut hajat hidup orang banyak. Satu hal yang merupakan prinsip dasar dalam pemerintahan adalah bahwa selama pemerintah masih mampu melayani masyarakat, tidak
8

ada kata untuk privatisasi (pengalihan tugas pelayanan kepada pihak swasta) atau dengan kata lain pemerintah kehilangan eksistensi apabila tidak lagi mampu melayani masyarakat. Dalam perkembangan konsep pelayanan, seiring dengan reformasi di sektor publik atau pemerintahan yang mulai mengadopsi pendekatan pelayanan yang dilakukan di sektor privat atau bisnis dalam rangka kompetisi untuk memberikan yang terbaik, masyarakat mulai ditempatkan bukan hanya sebagai penerima pelayanan mengikuti kemauan yang memberi pelayanan, tetapi masyarakat ditempatkan sebagai pelanggan atau konsumer, yang menjadi penentu kualitas pelayanan yang diberikan. Dalam kaitan itu, pelayanan menurut Davidow dan Utthal (1989 : 19) adalah: Effort of any kind of heightening customer satisfaction ( whaever enhances customer satisfaction). Good service to customer is represent ace in the hole to win business. Important so its service to customer so that there is expression of Customer is King , Customer Is Key, Customer Is Number One. Dari pendapat itu dapat ditarik makna bahwa pelayanan yang baik kepada pelanggan adalah merupakan senjata ampuh untuk memenangkan bisnis. Karena pentingnya pelayanan kepada pelanggan Davidow dan Utthal mengungkapkan dan menempatkan pelanggan sebagai raja, pelanggan sebagai kunci, dan pelanggan sebagai yang nomor satu, dalam hal pemberian pelayanan. Hubungannya dengan hal itu, maka diskusi tentang pelayanan kepada masyarakat akan melibatkan 4 (empat) unsur yang terkait, yaitu : Pertama, adalah pihak pemerintah atau birokrasi yang melayani; Kedua, adalah pihak masyarakat yang dilayani; Ketiga, terjalin hubungan antara yang melayani dan yang dilayani, hubungan ini sangat menentukan tingkatan-tingkatan pelayanan pemerintah dan pemanfaatan pelayanan tersebut oleh masyarakat; Keempat, adanya pengaruh lingkungan di luar birokrasi dan masyarakat, seperti politik, sosial budaya, ekonomi dan sebagainya.

Berdasarkan uraian mengenai teori dan konsep dari pelayanan publik di atas, maka dapat ditarik suatu garis pemahaman bahwa pelayanan publik merupakan suatu proses yang melibatkan profider (penyedia layanan) baik pemerintah atau swasta (dalam penelitian ini difokuskan pada pemerintah) dengan publik selaku comsumer dalam hubungan yang fungsional sebagai wujud eksistensi pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintah berdasarkan kebutuhan, keinginan, dan hak-hak publik. Menurut Mohammad (dalam Sudradjat, 2007:1) bahwa: Di era otonomi daerah saat ini, seharusnya pelayanan publik menjadi lebih responsif terhadap kepentingan publik, di mana paradigma pelayanan publik beralih dari pelayanan yang sifatnya sentralistik ke pelayanan yang lebih memberikan fokus pada pengelolaan yang berorientasi kepuasan pelanggan (customer-driven government) dengan ciri-ciri: a) lebih memfokuskan diri pada fungsi pengaturan melalui berbagai kebijakan yang memfasilitasi berkembangnya kondisi kondusif bagi kegiatan pelayanan kepada masyarakat, b) lebih memfokuskan diri pada pemberdayaan masyarakat sehingga masyarakat mempunyai rasa memiliki yang tinggi terhadap fasilitas-fasilitas pelayanan yang telah dibangun bersama, c) menerapkan sistem kompetisi dalam hal penyediaan pelayanan publik tertentu sehingga masyarakat memperoleh pelayanan yang berkualitas, d) terfokus pada pencapaian visi, misi, tujuan dan sasaran yang berorientasi pada hasil (outcomes) sesuai dengan masukan yang digunakan, e) lebih mengutamakan apa yang diinginkan oleh masyarakat, f) memberi akses kepada masyarakat dan responsif terhadap pendapat dari masyarakat tentang pelayanan yang diterimanya,

10

g) lebih mengutamakan antisipasi terhadap permasalahan pelayanan, h) lebih mengutamakan desentralisasi dalam pelaksanaan pelayanan, dan i) menerapkan sistem pasar dalam memberikan pelayanan. Namun dilain pihak, pelayanan publik juga memiliki beberapa sifat antara lain: memiliki dasar hukum yang jelas dalam penyelenggaraannya, memiliki wide stakeholders, memiliki tujuan sosial, dituntut untuk akuntabel kepada publik, memiliki complex and debated performance indicators, seringkali menjadi sasaran isu politik

Konsep pelayanan publik seperti yang dikemukakan oleh Sudrajat di atas merupakan kolaborasi pemberdayaan dan partisipasi masyarakat dengan konsepsi pelayanan melalui paradigma pemerintahan wira usaha (enterpreneur goverment). Konsepsi ini selangkah lebih maju dari pola pelayanan publik yang hanya sekedar memposisikan masyarakat sebagai objek layanan semata tanpa memperhatikan apa yang menjadi aspirasi dan keinginan masyarakat. Mengutip tulisan Supriyono, (2007:2-3) bahwa: Pemerintah Daerah apabila menginginkan pelayanan publik yang berkualitas bagi masyarakatnya, yaitu dikemukakan oleh Burns, Hambleton, Hogget tentang konsep new ideas about the nature of good management in local govemment, yaitu : 1. From an emphasis on hierarchial decision making to an approach stressing delegation and personal responsibility. 2. From a stress on the quantity of service provided to a concern for issues of quality. 3. From a preoccupation with the service provider to a user orientation. 4. From a tendency to dwell on internal procedures to a concern for outcomes. 5. From an emphasis on professional judgement to an approach emphasising the management of contracts and trading relationships within an internal market; and 6. From a culture that values stability and uniformity to one that cherishes innovation and diversity.

11

Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa Pemerintah daerah dihadapkan pada tuntutan banyak perubahan menyangkut : responsibilitas personal, isu-isu kualitas, orientasi pada pengguna, orientasi pada hasil layanan, menjalankan mekanisme pasar, orientasi ke budaya inovasi dan diversifikasi. Melihat dari adanya beberapa kriteria yang dibutuhkan dalam persetujuan manajemen Pemerintahan Daerah tersebut menunjukkan bahwa persaingan adalah merupakan kata kunci dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan atau proses modernisasi sektor pubik, di samping secara normatif ditentukan pula oleh keputusan politik lokal. Dalam Kepmenpan Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik dijelaskan tentang prinsip-prinsip pelayanan publik yaitu meliputi: Kesederhanaan; kejelasan; kepastian waktu; akurasi; keamanan; tanggung jawab; kelengkapan sarana dan prasarana; kedisiplinan, kesopanan dan keramahan; kenyamanan kemudahan akses. Masing-masing dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Kesederhanaan (prosedur pelayanan tidak berbelit-belit, mudah dipahami, dan mudah dilaksanakan); 2) Kejelasan (misalnya kejelasan persyaratan teknis dan administrasi pelayanan publik); 3) Kepastian waktu (dapat dilaksanakan dalam kurun waktu yang telah ditentukan); 4) Akurasi (produk layanan publik diterima dengan benar, tepat, dan sah); 5) Keamanan (proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian hukum); 6) Tanggung jawab (pimpinan penyelenggara pelayanan publik bertanggung jawab atas pelaksanaan pelayanan dan penyelesaian keluhan atau persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik;

12

7) Kelayakan sarana dan prasarana (tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja, dan pendukung lainnya yang memadai, termasuk penyediaan sarana teknologi dan informatika atau telematika); 8) Kemudahan akses (termpat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat, dan dapat memanfaatkan telematika); 9) Kedisiplinan, kesopanan, dan keramahan (pemberian pelayanan harus bersikap disiplin, sopan santun, ramah, serta memberikan pelayanan yang ikhlas); dan 10) Kenyamanan (lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapi, dan lingkungan yang indah, sehat, serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan seperti parkir, toilet, tempat ibadah, dan lain-lain). Lebih jauh dalam undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang pelayanan publik dipaparkan bahwa komponen standar pleyanan sekurangkurangnya meliputi a. Dasar hukum; b. Persyaratan; c. Sistem, mekanisme, dan prosedur; d. Jangka waktu penyelesaian; e. Biaya/tarif; f. Produk pelayanan; g. Sarana, prasarana, dan/atau fasilitas; h. Kompetensi pelaksana; i. Pengawasan internal; j. Penanganan pengaduan, saran, dan masukan; k. Jumlah pelaksana; l. Jaminan pelayanan yang memberikan kepastian pelayanan dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan; m. Jaminan keamanan dan keselamatan pelayanan dalam bentuk komitmen untuk memberikan rasa aman, bebas dari bahaya, dan risiko keragu-raguan; dan n. evaluasi kinerja pelaksana. Keputusan Men.PAN Nomor: 63/KEP/M.PAN/7/2003 di atas dipertegas dengan Keputusan Men.PAN Nomor: 25/ KEP/M.PAN/2/2004, di mana terdapat 14 unsur yang relevan, valid, dan reliabel sebagai dasar pengukuran kualitas pelayanan publik dalam rangka pencapaian Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM), yakni:

13

1) Prosedur pelayanan, yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur pelayanan; 2) Persyaratan Pelayanan, yaitu persyaratan teknis dan administratif yang diperlukan untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan jenis pelayanannya; 3) Kejelasan petugas pelayanan, yaitu keberadaan dan kepastian petugas yang memberikan pelayanan (nama, jabatan serta kewenangan dan tanggung jawabnya); 4) Kedisiplinan petugas pelayanan, yaitu kesungguhan petugas dalam memberikan pelayanan terutama terhadap konsistensi waktu kerja sesuai ketentuan yang berlaku; 5) Tanggung jawab petugas pelayanan, yaitu kejelasan wewenang dan tanggung jawab petugas dalam penyelenggaraan dan penyelesaian pelayanan; 6) Kemampuan petugas pelayanan, yaitu tingkat keahlian dan ketrampilan yang dimiliki petugas dalam memberikan/menyelesaikan pelayanan kepada masyarakat; 7) Kecepatan pelayanan, yaitu target waktu pelayanan dapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan oleh unit penyelenggara pelayanan; 8) Keadilan mendapatkan pelayanan, yaitu pelaksanaan pelayanan dengan tidak

membedakan golongan/status masyarakat yang dilayani; 9) Kesopanan dan keramahan petugas, yaitu sikap dan perilaku petugas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat secara sopan dan ramah serta saling menghargai dan menghormati; 10) Kewajaran biaya pelayanan, yaitu keterjangkauan masyarakat terhadap besarnya biaya yang ditetapkan oleh unit pelayanan; 11) Kepastian biaya pelayanan, yaitu kesesuaian antara biaya yang dibayarkan dengan biaya yang telah ditetapkan; 12) Kepastian jadwal pelayanan, yaitu pelaksanaan waktu pelayanan, ketentuan yang telah ditetapkan; sesuai dengan

14

13) Kenyamanan lingkungan, yaitu kondisi sarana dan prasarana pelayanan yang bersih, rapi, dan teratur sehingga dapat memberikan rasa nyaman kepada penerima pelayanan; 14) Keamanan Pelayanan, yaitu terjaminnya tingkat keamanan lingkungan unit

penyelenggara pelayanan ataupun sarana yang digunakan, sehingga masyarakat merasa tenang untuk mendapatkan pelayanan terhadap resiko-resiko yang diakibatkan dari pelaksanaan pelayanan. Lebih jauh kegiatan pelayanan yang dilakukan harus memenuhi asas-asas pelayanan sebagai berikut : 1) Transparan (bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti); 2) Akuntabilitas (dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan kebutuhan perundangan); 3) Kondisional (sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi serta penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efesiensi dan efektivitas); 4) Partisipatif (mendorong peranserta masyarakat dalam pelaksanaan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan, dan harapan masyarakat); 5) Kesamaan hak (tidak diskriminatif, dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender, dan status ekonomi); dan (6) Keseimbangan hak dan kewajiban (pemberi dan penerima pelayanan publik harus memenuhi hak dan kewajiban masingmasing pihak).

15

BAB III KESIMPULAN

Keberadaan

Ilmu

pemerintahan

dalam

penyiapan

pelaku

penyelenggaraan

pemerintahan dan pembangunan mempunyai peran cukup strategis. Seorang yang menguasai Ilmu pemerintahan diharapkan mempunyai kemampuan untuk berinteraksi dengan para pihak yang mempunyai disiplin ilmu yang lain bersifat teknis (Ilmu Bidang Hukum, pendidikan, kesehatan, teknik, politik, studi pembangunan dan lain sebagainya). Atau dengan kata lain Ilmu pemerintahan diharapkan mampu memaduserasikan penerapan berbagai disiplin ilmu dalam penyelenggaraan pemerintahan dan

pembangunan menuju tercapainya kesejahteraan masyarakat. Pelayanan kepada masyarakat akan melibatkan 4 (empat) unsur yang terkait, yaitu : Pertama, adalah pihak pemerintah atau birokrasi yang melayani; Kedua, adalah pihak masyarakat yang dilayani; Ketiga, terjalin hubungan antara yang melayani dan yang dilayani, hubungan ini sangat menentukan tingkatan-tingkatan pelayanan pemerintah dan pemanfaatan pelayanan tersebut oleh masyarakat; Keempat, adanya pengaruh lingkungan di luar birokrasi dan masyarakat, seperti politik, sosial budaya, ekonomi dan sebagainya.

16

Anda mungkin juga menyukai