Anda di halaman 1dari 21

Jurusan Elektro-FT-PKK-Modul 10

UNIVERSITAS MERCU BUANA


_____________________________________________________________________________________
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB HIDAYANTO DJAMAL
PERENCANAAN SISTEM TERESTRIAL 1
1
1
0
0
CDMA
CDMA yang merupakan singkatan dari code divi-
sion multiple access, adalah sistem seluler bergerak
yang dianggap generasi-3, 3G. Melihat pemberian
nama sistem tersebut, nampak tidak memperhatikan konsistensi nomenklatur yang biasa
digunakan. Sistem sebelumnya menggunakan nama tersendiri yang berbeda dengan na-
ma teknologi yang digunakan, seperti GSM-900, yang menggunakan teknologi TDMA
untuk mengakses kanal. Sementara pada sistem CDMA, nama yang digunakan juga
CDMA yang sebetulnya nama teknologi aksesnya. Sesuai namanya, metoda akses yang
diterapkan adalah, dengan menggunakan kombinasi sederet kode acak tertentu untuk
masing-masing kanal, yang unique sifatnya. Teknologi utama yang diterapkan pada
sistem CDMA adalah Teknik Spektrum Tersebar (spread spectrum technology). Dengan
sistem CDMA ini, maka setiap kanal tidak lagi dipisahkan oleh frekuensi yang berbeda
(FDMA) maupun waktu yang berbeda (TDMA), melainkan dengan pembedaan kode
acak tersebut. Sehingga kanal pada sistem CDMA dapat bekerja dengan frekuensi yang
sama. Selanjutnya, dengan sistem baru ini, dapat diperoleh kecepatan transfer data sam-
pai 384 kbps, sama dengan sistem GSM yang telah dilengkapi sistem EDGE. Kecepatan
laju bit data itu sekitar 40 x kapasitas sistem GSM standar yang hanya 9,6 kbps.
10.1. Pengertian dan KonsepCDMA
Masalah yang dihadapi dunia komunikasi selular saat ini (sistem GSM) adalah makin
meningkatnya jumlah user yang berarti mengurangi ketersediaan pita frekuensi yang
terbatas tersebut. Untuk mengatasi masalah ini harus dicari cara bagaimana mening-
katkan kapasitas tanpa harus mengurangi kualitas pelayanan secara berlebihan. Salah
satu usaha diantantaranya adalah menggunakan jenis teknologi akses yang lain, yaitu
Jurusan Elektro-FT-PKK-Modul 10
UNIVERSITAS MERCU BUANA
_____________________________________________________________________________________
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB HIDAYANTO DJAMAL
PERENCANAAN SISTEM TERESTRIAL 2
CDMA. Untuk mengetahui perbedaan teknologi terakhir tersebut dengan teknologi se-
belumnya, berikut ini diberikan uraian tentang hal itu.
10.1-1. Frequency Division MultipleAccess (FDMA)
Salah satu sistem selular generasi pertama menggunakan teknologi akses ini, yaitu
sistem AMPS (Advanced Mobile Phone System) yang mengatur sistem pengkanal-
annya atas pita 30 kHz setiap kanalnya. Untuk memaksimalkan kapasitas, sistem
selular FDMA menggunakan antena berarah dan sistem reuse frequency yang rumit.
Pada teknik FDMA, lebar pita frekuensi yang dialokasikan dibagi menjadi bagian-
bagian kecil spektrum frekuensi. Kemudian setiap user diberi alokasi pita frekuensi
tersebut selama melakukan proses percakapan, sehingga dalam waktu yang sama ha-
nya satu user yang dapat menggunakan frekuensi tersebut. Dengan demikian, kapa-
sitas yang dapat diberikan oleh sistem akses ini relatif kecil untuk satu sel-nya.
10.1-2. TimeDivision MultipleAccess (TDMA)
Untuk lebih meningkatkan kapasitas, digunakan sistem akses jamak digital yang
disebut TDMA (Time Division Multiple Access). Sistem ini menggunakan pengka-
nalan dan reuse frequency yang sama dengan sistem FDMA dengan tambahan ele-
men time sharing. Setiap kanal dipakai bersama oleh beberapa user menurut slot
waktunya masing-masing. Karena itu, aliran informasi pada TDMA tidak kontinyu
atau terpotong-potong pada tiap time slotnya. Ditinjau dari lebar pita frekuensi yang
digunakan. TDMA dibagi menjadi wideband TDMA dan narrowband TDMA.
a). Wideband TDMA(WTDMA)
Wideband TDMA menggunakan seluruh frekuensi yang tersedia dan membaginya
ke dalam slot-slot waktu. Dalam WTDMA ini, tranceiver yang dibutuhkan hanya
satu. Data yang dikirimkan dalam bentuk burst pendek dengan kecepatan tinggi. Ke-
lemahan WTDMA adalah karena kecepatan transmisi yang tinggi, maka sistem akan
rentan terhadap error yang disebabkan oleh distorsi multiple access, yang biasa ter-
jadi pada sistem komunikasi bergerak.
b). Narrowband TDMA(NTDMA)
Teknik NTDMA merupakan gabungan antara FDMA dan WTDMA. Contoh peng-
gunaan NTDMA adalah pada sistem GSM.
Jurusan Elektro-FT-PKK-Modul 10
UNIVERSITAS MERCU BUANA
_____________________________________________________________________________________
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB HIDAYANTO DJAMAL
PERENCANAAN SISTEM TERESTRIAL 3
10.1-3. CodeDivision MultipleAccess (CDMA)
Code Division Multiple Access (CDMA) adalah teknik akses jamak yang berbasis
teknik komunikasi spektrum tersebar, yaitu pada kanal frekuensi yang sama dan da-
lam waktu yang sama digunakan kode-kode yang tunggal (unique) untuk mengiden-
tifikasi masing-masing user.
CDMA menggunakan kode-kode korelatif untuk membedakan satu user dengan
user yang lain. Kode tersebut dikenal dengan nama pseudo-acak (pseudorandom).
Sinyal-sinyal CDMA itu pada penerima dipisahkan dengan menggunakan sebuah
korelator yang hanya melakukan proses despreading spektrum pada sinyal yang se-
suai. Sinyal-sinyal lain yang kodenya tidak cocok, tidak di-despread, dan sebagai
hasilnya sinyal-sinyal lain itu hanya menjadi noise interferensi.
Ditinjau dari lebar pita frekuensi yang digunakan, CDMA terbagi menjadi dua
teknologi, yaitu NCDMA dan WCDMA.
a). Narrowband CDMA(NCDMA)
Saat ini standard dari NCDMA adalah IS-95, menggunakan spektrum dengan lebar
25 MHz yang dibagi dalam 20 kanal dupleks. Sehingga masing-masing kanal mem-
punyai lebar 1,25 MHz.
b). Wideband CDMA(WCDMA)
WCDMA menggunakan lebar pita frekuensi 5 MHz, 10 MHz dan 15 MHz pada
standard IS-665. Dengan makin lebar spektrum yang digunakan, maka banyak keun-
tungan yang diperoleh seperti efek fading lintas jamak jauh lebih kecil, kecepatan
data dapat meningkat tajam dan lain-lain.
Gbr-1 Skema perbandingan antara FDMA, TDMA,
dan CDMA dalam domain frekuensi dan waktu.
Jurusan Elektro-FT-PKK-Modul 10
UNIVERSITAS MERCU BUANA
_____________________________________________________________________________________
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB HIDAYANTO DJAMAL
PERENCANAAN SISTEM TERESTRIAL 4
Perbandingan antara FDMA, TDMA dan CDMA dapat ditunjukkan dengan Gbr-1.
10.2. CaraKerjaCDMA
Pada uraian ini yang dibahas adalah jenis direct-spreading (DS), yang mempunyai
proses sebagai berikut. Pada sisi pancar, sinyal dengan laju bit rendah (misal; 9,6 kbps),
pertama kali dimodulasikan digital secara BPSK. Kemudian sinyal BPSK ini dikalikan
dengan deretan kode PN (pseudo-noise) yang memiliki laju bit tinggi (misal;
1,2288 Mbps). Pada proses perkalian tersebut terjadi penyebaran energi pada pita fre-
kuensi yang besar. Sinyal tersebar ini kemudian dimodulasi dengan pembawa RF terten-
tu dan kemudian dipancarkan.
Pada sisi terima, sinyal didemodulasi dan mendapat kembali sinyal tersebarnya. Kemu-
dian sinyal ini di despread dengan mengalikannya dengan deretan kode PN yang sama
seperti pada sisi kirim. Sinyal yang telah di despread ini kemudian dilewatkan pada de-
modulator sinyal BPSK untuk memperoleh sinyal digital asal.
Kedua proses tersebut diatas dilukiskan secara diagram blok yang ditunjukkan pada
Gbr-2. Dalam hal ini sinyal data yang diproses adalah m(t) dengan laju bit R
b
.
(a)
(b)
Gbr-2 Diagram blok sistem CDMA
(a) sisi kirim, (b) sisi terima.
Jurusan Elektro-FT-PKK-Modul 10
UNIVERSITAS MERCU BUANA
_____________________________________________________________________________________
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB HIDAYANTO DJAMAL
PERENCANAAN SISTEM TERESTRIAL 5
Pada sisi kirim nampak, bahwa sinyal carrier pada proses modulasi BPSK adalah
A
c
cos
c
t, sedang sinyal pseudonoise yang biasa disebut chip, adalah c(t) yang mempu-
nyai laju bit sebesar R
c
. Nilai yang diambil untuk R
c
umumnya >> R
b
. Dengan keselu-
ruhan proses pada sisi kirim tersebut, sinyal keluarannya yang disebut sebagai BPSK-
DS-SS mempunyai persamaan sebagai,
s(t) = A
c
m(t).c(t).cos
c
t ................................................. (10-1)
Karena m(t) dan c(t) adalah sebagai fungsi waktu, maka sinyal s(t) tersebut dapat dibuk-
tikan mempunyai spektrum yang relatif sangat lebar sehingga daya didistribusikan atau
disebarkan sepanjang bandwidth tersebut seperti ditunjukkan pada Gbr-3.
Gbr-3 Spektrum sinyal, sebelum dan sesudah
penyebaran.
Pada Gbr-3 nampak, bahwa lebar pita sinyal m(t) ditunjukkan sebagai B
s
( 2R
b
) yang
mempunyai rapat spektral (power spectral density, PSD), P (watt/Hz). Sementara sinyal
s(t) mempunyai lebar pita sebesar B
ss
dengan nilai PSD yang sebanding dengan nilai
B
s
/B
ss
. Lebar pita frekuensi ini lebih banyak ditentukan oleh laju bit sinyal pseudonoise.
Sebagai contoh misalnya, bila R
b
= 9,6 kb/s dan R
c
= 9,6 Mchip/s, maka lebar pita fre-
kuensi sinyal BPSK-DS-SS adalah, B
T
2R
c
= 19,2 MHz. Dengan data itu juga, maka
PSD sinyal s(t) direduksi sebesar (9,6 Mchip/s)/(9,6 kb/s) = 1000 x atau 30 dB.
Pada sisi terima, terjadi proses sebaliknya, yaitu proses despreading dan demodulasi
BPSK. Tetapi sinyal yang menjadi input receiver tidak hanya sinyal s(t) saja, melain-
kan bersama sinyal-sinyal interferensi yang disebut sebagai sinyal jamming dari trans-
mitter yang lain. Sehingga sinyal yang diterima adalah, r(t) = s(t) + n
j
(t). Selanjutnya,
Jurusan Elektro-FT-PKK-Modul 10
UNIVERSITAS MERCU BUANA
_____________________________________________________________________________________
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB HIDAYANTO DJAMAL
PERENCANAAN SISTEM TERESTRIAL 6
sinyal r(t) di despread dengan sinyal c(t) yang sama dari generator yang mendapat sin-
kronisasi dari generator pada sisi kirim. Sinyal n
j
(t) mempunyai lebar pita relatif sempit
dan berbentuk sinyal sine-wave yang diasumsikan mempunyai frekuensi sama dengan f
c
pada situasi jamming yang paling buruk, sehingga sinyal input pada sisi terima ber-
bentuk,
r(t) = A
c
m(t).c(t).cos
c
t + A
j.
.cos
c
t ............................... (10-2)
Disini diasumsikan bahwa, daya sinyal jamming adalah [ A
j
2
/2 ] relatif terhadap daya
sinyal data, [ A
c
2
/ 2 ]. Dengan memperhatikan diagram blok Gbr-2(b), sinyal keluaran
blok despreader adalah,
v
1
(t) = A
c
m(t).cos
c
t + A
j.
.c(t).cos
c
t .......................... (10-3)
karena c
2
(t) = ( 1)
2
= 1. Sehingga sinyal BPSK-DS-SS sekarang menjadi sinyal
BPSK-nya sendiri seperti dapat dilihat pada persamaan (10-3), ditambah sinyal jamming
yang mengalami penyebaran daya. Karena mengalami penyebaran daya, maka level si-
nyal jamming tersebut menjadi seper seribu sesuai contoh soal kasus di atas. Pada input
receiver, lebar pita frekuensi sinyal sebesar 2R
C
, tetapi setelah proses despreading,
lebar-pita-frekuensi sinyal outputnya, yaitu sinyal BPSK, adalah 2R
B
. Sinyal BPSK ini
kemudian dideteksi
1
kembali menjadi sinyal data aslinya.
Untuk sinyal jamming sendiri, karena levelnya yang rendah dan bandwidth-nya yang
lebar dengan proses spreading oleh sinyal c(t), maka dengan menggunakan lowpass
filter (LPF) seperti ditunjukkan pada Gbr-2(b), sinyal jamming dapat dieliminasi. Nam-
pak pada Gbr-2(b), bahwa input LPF
2
menjadi,
v
2
(t) = A
c
m(t) + n
2
(t) ................................................. (10-4a)
dimana,
n
2
(t) = A
j.
.c(t) ............................................................... (10-4b)

1
Dengan memperhatikan Gbr-2(b), deteksi sinyal BPSK dilakukan dengan mengalikan sinyal BPSK
tersebut dengan 2 cos(t). Hasilnya adalah 2cos
2
(t) = cos(2t) + 1, sehingga
A
c
m(t). 2cos
2
(t) = A
c
m(t) [cos(2t) + 1]
Tetapi dengan menggunakan LPF, maka sinyal harmonik keduanya dapat dihilangkan, sehingga
A
c
m(t). 2cos
2
(t) = A
c
m(t)

2
LPF yang mempunyai lebar spektrum sebesar 2R
B
pada Gbr-2(b) disamping digunakan untuk meng-
hilangkan harmonik kedua yang ada, juga digunakan untuk membatasi spektrum sinyal jamming
yang sebelumnya mempunyai spektrum selebar 2R
c
.
Jurusan Elektro-FT-PKK-Modul 10
UNIVERSITAS MERCU BUANA
_____________________________________________________________________________________
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB HIDAYANTO DJAMAL
PERENCANAAN SISTEM TERESTRIAL 7
dan sinyal selebar 2 f
c
yaitu sinyal jamming, dieliminasi karena tidak dapat melewati
LPF yang mempunyai bandwidth hanya 2 f
b
. Daya sinyal jamming pada output receiver
tertentu nilainya sebesar,
Pn
2
= df
R
A
c
R
R
j
b
b
2
1
2
}

=
b c
j
R R
A
/
2
................................ (10-5)
Dengan demikian, receiver SS (spread spectrum) dapat meredam sinyal jamming yang
sudah sempit karena LPF, dengan faktor R
c
/R
b
seperti ditunjukkan pada persamaan
(10-5). Faktor R
c
/R
b
ini dinamakan processing-gain satu receiver SS. Sehingga dikata-
kan bahwa receiver SS tersebut mempunyai kemampuan antijam (antijam capability)
sebesar R
c
/R
b
. Dalam contoh soal diatas, nilai tersebut adalah 30 dB.
Dalam sistem CDMA, setiap user diberi satu kode spreading (PN code) tertentu, sehing-
ga beberapa user dapat terlayani dengan frekuensi yang sama, karena masing-masing te-
tap dapat diterima terpisah oleh receiver-nya sendiri yang menggunakan kode spreading
sama ketika dia ditransmisikan.

10.2-1. Spreading-codeGenerator
Nama lain unit generator ini adalah, pseudonoise code (PN code) generator yang di-
lengkapkan, baik di sisi kirim maupun sisi terima seperti ditunjukkan pada Gbr-2.
Spreading-code generator terdiri dari r shift-register dan penjumlah modulo-2 seper-
ti ditunjukkan pada Gbr-4. Shift-register tersebut digerakkan oleh pulsa clock de-
ngan frekuensi f
c
, sehingga keluaran spreading-code generator, sinyal c(t), yang me-
rupakan kombinasi pulsa-pulsa mempunyai lebar pulsa, T
c
, yang disebut sebagai
interval chip.
Gbr-4 Spreading-code generator
Jurusan Elektro-FT-PKK-Modul 10
UNIVERSITAS MERCU BUANA
_____________________________________________________________________________________
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB HIDAYANTO DJAMAL
PERENCANAAN SISTEM TERESTRIAL 8
Selanjutnya, sambungan umpan-balik dari sederetan shift register dan penjumlah
modulo-2 diatur sehingga bentuk sinyal c(t) mempunyai satu panjang maksimum N
chip dimana N = 2
r
1. Tipe PN-code generator ini menghasilkan satu urutan si-
nyal dengan panjang maksimum (maximum-length sequence) atau m-sequence. Si-
nyal PN-code dengan panjang N tersebut mengikuti ketentuan [property-1, (3)p450],
bahwa jumlah bit-1 selalu satu bit lebih banyak dari bit-0 nya. Kombinasi PN-code
yang dihasilkan dengan syarat itu mengikuti rumus kombinasi sebagai,
)! ( !
!
n N n
N
C
n
m

= ............................................................... (10-6)
dimana :
N = panjang PN-code
n = jumlah bit-1 dalam PN-code tersebut
Berikut ini ditunjukkan bentuk gelombang c(t) satu data stream dengan sinyal
PN-code tertentu, yang ditunjukkan pada Gbr-5.
Gbr-5 Bentuk gelombang c(t) yang
ditransmisikan, (2)p168.
Pada Gbr-5 nampak bahwa, sinyal data yang akan di spreading adalah, 10110100
yang mempunyai laju bit R
b
= 1/T
b
, sementara sinyal PN-code mempunyai laju bit
Jurusan Elektro-FT-PKK-Modul 10
UNIVERSITAS MERCU BUANA
_____________________________________________________________________________________
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB HIDAYANTO DJAMAL
PERENCANAAN SISTEM TERESTRIAL 9
sebesar R
c
= 1/T
c
. Nampak bahwa, sinyal keluaran DSSS atau sinyal c(t) akan mem-
punyai laju bit sama dengan laju bit sinyal PN-code, yaitu R
c
, sedang bentuk sinyal
c(t) merupakan operasi EXOR antara sinyal data dengan sinyal PN-code pada sisi
kirim. Sementara pada sisi terima, proses EXOR dilakukan antara sinyal c(t) dengan
sinyal PN-code. Untuk mengingat kembali tabel-kebenaran fungsi EXOR, berikut
ini dituliskan tabel tersebut,
Tabel-1 Fungsi EXOR
Sinyal data PN-code c(t)
0
0
1
1
0
1
0
1
0
1
1
0
______________________
1. Satu sistem DSSS mempunyai lebar spektrum sebesar 1,25 MHz, mengirim
data dengan laju bit sebesar 9,6 kbps. Tentukan kemudian :
a). laju bit PN-code ?
b). processing gain dalam dB ?
Jawaban :
a). Lebar spektrum sinyal DSSS = 2R
c
, sehingga laju bit PN-code nya adalah,
R
c
= x 1,25 = 0,625 Mbps = 640 kbps
b). Processing-gain, , adalah,
= R
c
/ R
b
= 640 / 9,6 = 66,67
= 10 log 66,67 = 18,24 dB
2. Pada satu pseudonoise generator terdapat 4 shift register dalam rangkaiannya.
Tentukan :
a). panjang PN-code nya ?
Jurusan Elektro-FT-PKK-Modul 10
UNIVERSITAS MERCU BUANA
_____________________________________________________________________________________
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB HIDAYANTO DJAMAL
PERENCANAAN SISTEM TERESTRIAL 10
b). jumlah code yang dihasilkan bila syarat bit-1 lebih banyak satu bit dari bit-
0 nya ?
Jawaban :
a). Panjang PN-code nya adalah,
N = 2
4
1 = 15 bit
b). Jumlah code yang dihasilkan mengikuti rumus kombinasi 8 dari 15, yaitu,
! 7 ! 8
! 15
8
15
= C = 6435 code
3. Tentukan lebar pita frekuensi sinyal DSSS agar sistem mempunyai kemam-
puan antijamming sebesar 20 dB, bila laju bit sinyal data sebesar 24.000 bps ?
Jawaban :
Kemampuan antijamming = 20 dB
10 log R
c
/ R
b
= 20
R
c
/ R
b
= 100
sehingga, R
c
= 100 x 24.000 = 2.400.000 bps
Jadi lebar pita frekuensi sinyal DSSS = 2 x 2.400.000 Hz = 4,8 MHz
______________________
10.3. KinerjaSistemDSSS
Konsep komunikasi spektrum tersebar ini didasarkan pada teori C.E. Shannon untuk ka-
pasitas saluran, yaitu:
C = B log
2
(l + S/N) . (10-7)
dimana :
log
2
= logaritma untuk bilangan dasar-2
C = kapasitas kanal transmisi, bps
B = lebar pita frekuensi transmisi, Hz
N = daya derau, watt
S = daya sinyal, watt
Dari teori tersebut terlihat bahwa untuk menyalurkan informasi yang lebih besar, yaitu
kapasitasnya, maka pada saluran yang mempunyai cukup noise, dapat ditempuh dengan
dua cara, yaitu :
Jurusan Elektro-FT-PKK-Modul 10
UNIVERSITAS MERCU BUANA
_____________________________________________________________________________________
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB HIDAYANTO DJAMAL
PERENCANAAN SISTEM TERESTRIAL 11
Dengan cara konvensional, dimana B kecil dan S/N besar.
Cara penyebaran spektrum, dimana B besar dan S/N bernilai cukup.
Sebagai ilustrasi penggunaan rumus C.E. Shannon, dicontohkan soal berikut yang me-
nunjukkan pengaruh bandwidth dan sinyal niose pada saluran terhadap kapasitas salur-
an, yang berarti juga kapasitas sinyal data maksimum yang dapat dilewatkan pada sa-
luran tersebut.
____________________
4. Tentukan kapasitas satu saluran telepon standard 4 kHz (voice grade) dengan
kondisi S/N sebesar 32 dB ?
Jawaban :
S/N
dB
= 32 dB
10 log S/N = 32
S/N = antilog 32/10 = 1584,9
Dengan menggunakan persamaan (10-7), maka,
C = B log
2
(1 + S/N)
= 4000 x log
2
(1 + 1584,9)
= 4000 x
2 log
) 9 , 1585 log(
= 42.524 bps = 41,53 kbps
____________________
Parameter yang dipakai untuk mengukur kinerja sistem spektrum tersebar adalah :
1. Processing gain
Processing gain dari spektrum tersebar didefinisikan sebagai perbedaan kinerja an-
tara sistem yang menggunakan spektrum tersebar dengan sistem yang tidak menggu-
nakan spektrum tersebar. Pendekatan yang sering digunakan untuk menyatakan pro-
cessing gain adalah perbandingan antara lebar pita frekuensi spektrum tersebar de-
ngan laju bit informasi (data).
G = =
s
c
B
B
=
b
c
R
R
................................................................. (10-8)
Jurusan Elektro-FT-PKK-Modul 10
UNIVERSITAS MERCU BUANA
_____________________________________________________________________________________
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB HIDAYANTO DJAMAL
PERENCANAAN SISTEM TERESTRIAL 12
dimana :
G = = processing gain (10 log G, dB)
B
c
= lebar pita frekuensi spektrum tersebar, Hz
B
s
= lebar pita frekuensi sinyak data, Hz
R
b
, R
c
= laju bit data, laju bit sinyal c(t), (bps)
2. Jamming Margin
Kemampuan sistem spektrum tersebar untuk mengantisipasi adanya interferensi
dengan intensitas tinggi atau jammer ditentukan oleh kriteria jamming margin.
JM = G - [ L
sys
+ (S/N)
out
] (10-9)
dimana :
JM = jamming margin (10 log JM, dB)
L
sys
= rugi-rugi implementasi sistem
(S/N)
out
= S/N keluaran penerima yang disyaratkan atau diijinkan.
10.4. Penerapan CDMAparaSistemSeluler
Dalam penerapannya pada sistem telepon seluler bergerak, masalah utama yang dihada-
pi adalah level daya yang tidak seimbang antara MS terdekat dan MS terjauh dari satu
BTS, karena semua MS tersebut bekerja pada frekuensi yang sama. Masalah ini disebut
sebagai near-far problem. Kalau keadaan itu terjadi pada sistem yang bekerja dengan
sistem FDMA seperti sistem GSM, maka perbedaan level daya tersebut tidak merupa-
kan kendala komunikasi dalam jaringan.
10.4-1. Masalahnear-far
Seperti telah diuraikan pada Modul-5, bahwa level daya penerimaan berbanding ter-
balik dengan jarak antara MS dan BTS, sehingga MS terjauh akan menerima daya
yang terendah dari BTS atau sebaliknya, dibandingkan dengan MS yang lebih dekat.
Akibatnya, level daya MS terjauh akan dikalahkan atau tertutupi oleh level daya MS
yang lebih dekat untuk diterima oleh BTS bersangkutan. Masalah inilah yang dina-
makan near-far problem.
Masalah near-far terjadi khususnya pada kanal reverse (uplink) dimana sinyal dari
Jurusan Elektro-FT-PKK-Modul 10
UNIVERSITAS MERCU BUANA
_____________________________________________________________________________________
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB HIDAYANTO DJAMAL
PERENCANAAN SISTEM TERESTRIAL 13
user yang berada pada titik terjauh tertutup oleh sinyal dari user yang berada didekat
base station. Oleh karena itu dalam hal ini harus ada satu mekanisme pengaturan
daya (power control) yang diterapkan. Sebagaimana yang telah diketahui, bahwa
sebelum diterapkan power kontrol pada kanal reverse, level daya yang dipancarkan
oleh semuah user adalah sama. Dengan penggunaan level daya yang sama, maka
user yang berada didekat base station dapat melakukan komunikasi dengan baik.
Apabila semua user mengadakan komunikasi secara serentak, maka hal ini dapat
merugikan bagi user yang berada jauh dari base station, karena jika dilihat dari pe-
nerima pada base station, level daya sinyal yang dikirimkan oleh user yang berada
jauh dari base station akan tertutup oleh level daya sinyal dari user yang berada le-
bih dekat ke base station. Hal inilah yang menjadi permasalahan utama pada komu-
nikasi kanal reverse dimana user yang berada jauh dari base station tidak dapat ber-
komunikasi dengan baik ke base station terdekat yang lebih dikenal. Masalah near-
far ini merupakan salah satu kelemahan pada sistem CDMA.
Untuk meningkatkan kualitas suara dan kapasitas sistem, sistem CDMA seluler
menerapkan kontrol daya. Sebelum penerapan power control ini, level daya sinyal
yang dipakai oleh seluruh user adalah sama. Dengan penerapan power-control pada
kanal uplink, diharapkan seluruh sinyal dari user dapat diterima dengan level daya
yang sama oleh base station. Demikian halnya pada kanal forward (downlink), diha-
rapkan level daya yang dipancarkan oleh base station tidak selalu maksimum terha-
dap user yang berada pada jarak terjauh, khususnya jika user terjauh tersebut berada
pada batas wilayah layanan sel, sehingga user yang berada pada titik terjauh dalam
sel tetangga tidak mengalami interferensi yang begitu kuat dari base station pengi-
rim tadi. Dengan penerapan power-control tersebut, level daya total sinyal yang dite-
rima oleh base station merupakan daya rata-rata yang ditetapkan dikalikan dengan
jumlah user yang berkomunikasi dengan base station tersebut.
10.4-2. Kontrol dayapadakanal uplink
Pada penerapan power-control pada kanal reverse, pertama-tama dimulai dengan
pengiriman sinyal pilot dan sinyal paging oleh base station untuk tiap-tiap user
dalam satu. Sinyal pilot dan sinyal paging tersebut diukur level daya sinyalnya oleh
penerima pada user untuk memperkirakan jarak (lokasi) base station tersebut dari
Jurusan Elektro-FT-PKK-Modul 10
UNIVERSITAS MERCU BUANA
_____________________________________________________________________________________
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB HIDAYANTO DJAMAL
PERENCANAAN SISTEM TERESTRIAL 14
user. Apabila level daya sinyal yang terukur pada user tersebut mempunyai level
daya yang kurang cukup, maka dengan menggunakan algoritma power-control, user
akan menaikan level daya sinyal kirimnya, sehingga level daya yang diterima oleh
base station berada pada level ambang yang ditetapkan agar komunikasi masih dapat
berlangsung. Sebaliknya jika level daya yang terukur pada user tersebut berada pada
level yang besar, maka dengan menggunakan algoritma power control, user akan
menurunkan level daya siyal kirimnya, sehingga level daya sinyal yang diterima
oleh base station masih berada pada level ambang yang telah ditetapkan untuk pro-
ses komunikasi.
Mekanisme power-control pada arah uplink ditunjukkan pada Gbr-6. Pengontrolan
terjadi pada setiap user. User jauh dinaikkan level dayanya, sedang user dekat ditu-
runkan level dayanya.
Gbr-6 Mekanisme power-
control kanal uplink.
Pada penerapan power-control untuk kanal uplink ini, pengiriman sinyal pilot dan
sinyal paging dari user serta sinyal kirim dari base station, dilakukan secara periodik
dengan waktu pengiriman setiap 1,25 ms. Proses power-control untuk kanal uplink
dilakukan terus menerus berdasarkan mobilitas yang dilakukan oleh masing-masing
user di dalam sel tersebut terhadap BTS terdekat (estimasi jarak antara user dan base
station selalu berubah-ubah berdasarkan aktifitas user).
10.4-3. Kontrol dayapadakanal downlink
Jurusan Elektro-FT-PKK-Modul 10
UNIVERSITAS MERCU BUANA
_____________________________________________________________________________________
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB HIDAYANTO DJAMAL
PERENCANAAN SISTEM TERESTRIAL 15
Dalam penerapan power-control pada kanal downlink, tiap-tiap user memancarkan
sinyal pilot dan sinyal acces pada BTS. Kedua sinyal tersebut diukur level dayanya
di penerima pada BTS. Dari hasil pengukuran level daya sinyal tersebut, base station
menemukan perkiraan jarak dari user terhadap BTS. Mekanisme power-control
pada kanal downlink ditunjukkan pada Gbr-7.
Gbr-7 Mekanisme power-
control kanal downlink.
Dengan menggunakan algoritma power-control berdasarkan fungsi jarak antara user
dan base station, maka base station akan memancarkan daya pancar yang optimum
pada masing-masing user, agar user yang level daya sinyal penerimaannya paling
rendah dapat menerima sinyal dari base station dengan baik. Dengan kata lain BTS
akan mengontrol user titik terjauh dalam selnya berdasarkan hasil pengukuran level
daya sinyal pilot dan level daya sinyal akses yang diterima oleh penerima di BTS.
Untuk user yang berada lebih dekat dengan BTS tersebut dengan sendirinya dapat
menerima sinyal yang dipancarkan BTS dengan baik.
Pada penerapan power-control untuk kanal forward, pengirimanan sinyal pilot dan
sinyal access oleh user dilakukan secara terus menerus (1,25 ms) sehingga level
daya sinyal yang terukur oleh BTS berubah-ubah menurut pergerakan user khusus-
nya user terjauh. Dengan data level terukur tersebut, BTS akan mengatur level daya
pancarnya dengan menggunakan algoritma power control. Dengan pengaturan ini,
maka BTS dapat menurunkan daya sinyal kirimnya untuk user terjauh yang mende-
kati BTS, dan akan menaikkan level daya sinyal kirimnya bagi satu user yang ber-
Jurusan Elektro-FT-PKK-Modul 10
UNIVERSITAS MERCU BUANA
_____________________________________________________________________________________
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB HIDAYANTO DJAMAL
PERENCANAAN SISTEM TERESTRIAL 16
gerak menjauhi BTS. Pengaturan daya ini berlangsung sampai user berada di ping-
gir wilayah layanan BTS tersebut untuk melakukan handover.
Dengan penerapan power control pada kanal forward, diharapkan level daya sinyal
yang dipancarkan oleh BTS tidak selalu maksimum terhadap user yang berada pada
jarak terjauh, khususnya jika user terjauh tersebut berada pada pinggir sel, sehingga
user sel tetangga yang berada pada titik terjauhnya tidak mengalami interferensi
yang begitu kuat dari BTS pengirim tadi. Dengan demikian interferensi yang timbul
pada kanal downlink dapat ditekan sekecil mungkin.
10.4-4. Gangguan padaSistemSeluler CDMA
Gangguan yang sering terjadi pada sistem seluler CDMA dapat berupa interferensi,
baik pada kanal downlink maupun kanal uplink, serta masalah near-far pada kanal
uplink, dimana pada kedua jenis gangguan diatas dapat memperburuk kinerja sistem
yang dirancang. Interferensi terjadi akibat adanya sinyal yang tidak diinginkan
(sinyal dari user atau BTS yang lain tergantung arah komunikasinya) pada kanal fre-
kuensi yang sama. Sedangkan masalah near-far terjadi akibat sinyal yang diingin-
kan tertutup oleh sinyal dari user yang berbeda seperti diuraikan di atas. Pada sistem
seluler CDMA diterapkan power control untuk mengatasi dua masalah di atas.
Disamping itu, pada sistem seluler CDMA menerapkan power-gain yang cukup baik
untuk sistem. Dengan dua langkah ini, maka kinerja sistem yang dihasilkan sesuai
dengan yang diharapkan oleh user.
Interferensi yang dominan terjadi pada kanal uplink adalah interferensi yang diaki-
batkan oleh user, baik user yang berada pada sel uji maupun user yang berada pada
sel tetangga. Sementara sinyal interferensi yang diterima oleh BTS adalah sinyal da-
ri user yang diinginkan, ditambah dengan sinyal pengganggu dari user yang lain da-
lam sel uji maupun dari user yang berada pada sel tetangganya. Ilustrasi dua kea-
daan interferensi tersebut digambarkan pada Gbr-8.
10.5. Sifat SistemSeluler CDMA
Beberapa sifat atau ciri khas sistem CDMA seluler diantaranya adalah, kapasitas layan-
an per BTS yang besar, keamanan, daya pancar yang rendah, dan sebagainya, disamping
kelemahan-kelemahannya yang telah diuraikan diatas.
Jurusan Elektro-FT-PKK-Modul 10
UNIVERSITAS MERCU BUANA
_____________________________________________________________________________________
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB HIDAYANTO DJAMAL
PERENCANAAN SISTEM TERESTRIAL 17
(a) (b)
Gbr-8 Interferensi co-channel :
(a) arah downlink, (b) arah uplink.
10.5-1. Kapasitas besar
Pada sistem CDMA seluler, interferensi yang diterima oleh masing-masing BTS
dapat dikontrol untuk meningkatkan kapasitas sistem. Setiap penambahan kapasitas
atau bertambahnya jumlah user yang melakukan hubungan akan menyebabkan ber-
tambahnya interferensi yang dapat menurunkan kualitas suara dalam batas tertentu.
Dengan demikian terjadi kompromi antara kualitas dengan kapasitas yang diakses
dalam sistem ini. Tetapi dengan mekanisme power-control yang telah diuraikan dia-
tas, maka masalah interferensi dapat diatasi akibat meningkatnya trafik. Disamping
itu, pada sistem CDMA masih memungkinkan terjadinya penurunan kesalahan bit
(nilai BER) sampai batas tertentu, sehingga dapat terjadi peningkatan jumlah user
yang tertangani selama jam tersibuk.
Sektorisasi BTS juga dapat meningkatkan kapasitas. Bila satu sel diatur mempunyai
tiga sektor, maka akan diperoleh kapasitas hampir tiga kalinya dari tanpa sektorisasi.
10.5-2. Dayapancar rendah
Seperti diuraikan diatas, bahwa akibat proses penyebaran spektrum (DS-SS), maka
level daya menurun hingga nilai processing-gain. Penurunan ini menyebabkan ber-
kurangnya biaya dan memungkinkan MS dengan daya yang rendah beroperasi pada
jarak yang lebih jauh dibandingkan pada sistem seluler analog atau TDMA untuk
level daya yang sama. Lebih jauh lagi, pengurangan persyaratan daya pancar akan
meningkatkan kemampuan cakupan wilayah sel dan berarti pengurangan jumlah sel
Jurusan Elektro-FT-PKK-Modul 10
UNIVERSITAS MERCU BUANA
_____________________________________________________________________________________
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB HIDAYANTO DJAMAL
PERENCANAAN SISTEM TERESTRIAL 18
yang dibutuhkan untuk melayani satu wilayah tertentu.
Keuntungan lain yang diperoleh adalah pengurangan daya rata-rata yang dipancar-
kan sebagai akibat realisasi power-control. Pada sistem pita sempit, harus selalu di-
pancarkan daya yang cukup untuk mengatasi fading yang muncul tiba-tiba. CDMA
menggunakan power-control untuk menyediakan daya yang dibutuhkan hanya pada
waktu dibutuhkan. Level daya yang tinggi dipancarkan hanya pada saat ada fading,
sehingga mengurangi daya rata-rata yang ditransmisikan.
Daya pancar rendah itu disebabkan karena adanya pemanfaatan deteksi aktivitas su-
ara, dimana data informasi dipancarkan dengan laju yang tinggi hanya pada saat ada
pembicaraan, sedangkan pada saat jedah laju data yang dipakai rendah.
10.6. Perhitungan Kapasitas
Dalam seluler CDMA ada dua buah nilai CIRF (co-channel interference reduction fac-
tor) yang masing-masing disebut adjacent CIRF, q
a
= 2, dan self-CIRF, q
s
= 1. Adja-
cent CIRF, q
a
, berarti kanal radio yang sama dapat digunakan oleh sel-sel bertetangga
secara langsung. Sementara self-CIRF, q
s
, ini berarti deretan kode-PN yang berbeda
menggunakan kanal radio yang sama untuk membawa kanal trafik yang berbeda. Kedua
nilai CIRF ditunjukkan secara diagram pada Gbr-9. Seperti dijelaskan pada Modul-4,
bahwa nilai CIRF tersebut adalah ratio antara jarak co-channel sel dengan jari-jari sel,
atau q = D/R. Karena harga CIRF yang rendah tersebut, yaitu, 1 dan 2, maka sistem
CDMA ini memiliki efisiensi frekuensi yang paling baik dibandingkan sistem yang lain.
(a)
(b)
Gbr-9 Ilustrasi dua harga CIRF
Jurusan Elektro-FT-PKK-Modul 10
UNIVERSITAS MERCU BUANA
_____________________________________________________________________________________
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB HIDAYANTO DJAMAL
PERENCANAAN SISTEM TERESTRIAL 19
(a) self CIRF, (b) adjacent CIRF.
Selanjutnya, nilai C/I atau ratio level daya satu BTS dengan level sinyal interferensi
yang diterima pada BTS tersebut, sebanding dengan nilai E
b
/I
o
baseband yang ditunjuk-
kan hubungannya pada persamaan (10-10).
|
|
.
|

\
|
|
|
.
|

\
|
=
c
b
o
b
B
R
x
I
E
I
C
(10-10)
dimana :
E
b
= energi perbit
I
o
= daya interferensi per Hertz
R
b
= laju bit per detik, bps
B
c
= bandwidth kanal radio, Hertz
Pada CDMA, semua deretan kode, misalkan N buah, akan memakai satu kanal yang sa-
ma. Di dalam satu kanal radio, satu deretan kode akan mengalami interferensi dari
(N 1) deretan kode lainnya. Sebagai hasilnya, level interferensi selalu lebih tinggi dari
level sinyal, atau nilai C/I lebih kecil dari 1.
Nilai C/I yang dibutuhkan pada selular CDMA dapat dihitung dari persamaan (10-10)
bila diketahui, B
c
= 1,25 MHz, R
b
= 8 kbps,
Untuk, E
b
/I
o
= 7 dB, diperoleh (C/I)
s
= 0,032 = -15 dB
E
b
/I
o
= 4,5 dB, diperoleh (C/I)
s
= 0,01792 = -17,5 dB
Selanjutnya, akan diturunkan kapasitas radio dari sistem, dengan perhitungan berdasar-
kan kanal downlink. Kapasitas radio itu ternyata dapat ditingkatkan dengan mekanisme
power-control.
Jurusan Elektro-FT-PKK-Modul 10
UNIVERSITAS MERCU BUANA
_____________________________________________________________________________________
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB HIDAYANTO DJAMAL
PERENCANAAN SISTEM TERESTRIAL 20
Gbr-10 Ilustrasi interferensi pada
Sistem seluler CDMA.
10.6-1. Kapasitas TanpaPower Control
Kapasitas radio dihitung dari perbandingan C/I kanal downlink, (C/I)
s
, yang diteri-
ma oleh MS pada lingkaran terluar sel seperti yang ditunjukkan oleh Gbr-10, dima-
na interferensi dari sel lain yang sangat jauh dan oleh sumber lain, diabaikan. Nilai
(C/I)
s
dalam hal ini ditentukan besarnya sesuai dengan persamaan (10-11),
1 3123 , 3
1

= |
.
|

\
|
M I
C
S
..................................................... (10-11)
dimana :
M = jumlah kanal trafik
Dalam perhitungan, nilai (C/I)
s
dapat diperoleh dari persamaan (10-10), sementara
nilai M diperoleh dari persamaan (10-11). Satu contoh misalnya, untuk nilai,
(C/I)
s
= 0,032 , maka M = 9,736
(C/I)
s
= 0,01792 , maka M = 17,15
Selanjutnya, yang disebut sebagai kapasitas-radio, m, adalah :
m =
K
M
......................................................................... (10-12)
dimana :
m = jumlah kanal trafik per sel
M = jumlah kanal trafik
K = jumlah sumber yang menyebabkan interferensi, dimana untuk persa-
maan (10-11), jumlah tersebut 4, yaitu,
A = user lain dalam sel sama,
B = 2 sel tetangga terdekat,
C = 3 sel dalam jarak intermediate range,
D = 6 sel jauh.
Dengan persamaan (10-12), maka kapasitas per sel dapat ditentukan. Untuk dua con-
toh nilai (C/I)
s
diatas, maka nilai jumlah trafik masing-masing (C/I)
s
tersebut adalah,
K = 4/3 = 1,33 ; sehingga akan diperoleh nilai m,
m
1
= 9,736 /1,33 = 7,32 kanal trafik per sel untuk E
b
/N
o
= 7 dB
Jurusan Elektro-FT-PKK-Modul 10
UNIVERSITAS MERCU BUANA
_____________________________________________________________________________________
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB HIDAYANTO DJAMAL
PERENCANAAN SISTEM TERESTRIAL 21
m
2
= 17,15/1,33 = 12,9 kanal trafik per sel untuk E
b
/N
o
= 4,5 dB
Daftar Kepustakaan
1. Santoso, Gatot; Sistem Seluler WCDMA, Penerbit Graha Ilmu, Yogyakarta,
2006.
2. Stallings, William; Komunikasi Data & Komputer, Penerbit Salemba Teknika,
Jakarta, 2001; Prentice Hall, Inc., New Jersey, 2000.
3. W. Couch II, Leon; Digital and Analog Communication Systems, Macmillan
Publishing Company, New York, 1993.
Sumber Lain
4. http://www.complextoreal.com; CDMA, The Concept of signal spreading and
Its Uses in Communications, 2002.

Anda mungkin juga menyukai