Definisi Suatu keadaan dimana terjadi perpindahan permukaan sentuh caput femoris terhadap acetabulum. Berdasarkan etiologi dibagi menjadi : 1.Dislokasi pinggul kongenital 2.Dislokasi pinggul yang didapat (acquired)
ACETABULUM
Merupakan tempat bersatunya tulang ilium, ischium, dan pubis.
FEMUR PROKSIMAL
Bagian proksimal dari femur meliputi: caput femoris collum femoris trochanter major dan trochanter minor
LIGAMEN
Sendi pinggul diperkuat oleh 5 ligamen: 4 ligamen ekstrakapsular: a. Ligamen iliofemoral b. Ligamen pubofemoral c. Ligamen ischiofemoral d. Zona orbicularis 1 ligamen intrakapsular: a. Ligamentum teres
Zona Orbicularis
Ligamentum Teres
PERSARAFAN
Saraf yang mempersarafi ekstremitas bawah merupakan cabang terminal dari pleksus lumbosakral, yang meliputi: N. femoralis (L2-L4) N. obturatorius (L2-L4) N. ischiadicus (sciatic nerve) (L4-S3) N. gluteus superior (L4-S1) N. gluteus inferior (L5-S2) N. cutaneus lateralis (L2-L3) N. obturatorius internus (L5-S2) N. quadratus femoris (L4-S1) Cabang dari N. ilioinguinalis (L1) dan N.genitofemoralis (L1, L2)
PEMBULUH DARAH
Arteri femoralis Arteri gluteus superior dan inferior Arteri obturatoria
OTOT
Berdasarkan letaknya di sendi pinggul, otot sendi pinggul dibagi menjadi 2 kelompok: 1. Otot regio gluteal (abduktor dan eksorotasi) 2. Kelompok adduktor
OTOT REGIO GLUTEAL - Otot eksorotasi: M. Piriformis M. Obturator internus M. Gemellus superior M. Gemellus inferior M. Quadratus femoris
- Otot abduktor dan ekstensor: M. Gluteus minimus M. Gluteus medius M. Gluteus maximus Tensor fasciae latae
KELOMPOK ADDUKTOR M. adductor brevis M. adductor longus M. adductor magnus M. pectineus M. gracilis
Epidemiologi
Insidensi ketidakstabilan yang dilaporkan adalah 5 20 per 1000 kelahiran hidup (Palmen, 1961; Barlow, 1962; Wilkinson, 1972); tetapi kebanyakan pinggul ini menjadi stabil secara spontan, dan pada pemeriksaan ulang 3 minggu setelah kelahiran, insidensi ketidakstabilan hanya 1 atau 2 per 1000 bayi.
Etiologi
Faktor genetik Faktor hormonal Malposisi intrauterin Faktor postnatal
Pencitraan
Pencitraan pinggul neonatus USG untuk melihat soket acetabulum dan posisi caput femoris. Pada saat kelahiran, acetabulum dan caput femoris merupakan tulang rawan, sehingga tidak terlihat pada pemeriksaan X-ray biasa. Pemeriksaan X-ray berguna setelah bayi berusia lebih dari 6 bulan.
Tata Laksana
3-6 bulan pertama Jika tersedia fasilitas USG: Semua bayi baru lahir dengan latar belakang berisiko tinggi untuk mengalami ketidakstabilan pinggul harus diperiksa menggunakan USG.
Jika pinggul telah tereduksi tidak perlu tata laksana, namun harus tetap diawasi selam 3-6 bulan. Jika terdapat displasia acetabulum atau ketidakstabilan pinggul, maka pinggul dibebat dalam posisi fleksi dan abduksi.
Dislokasi Pinggul Kongenital (Lanjutan) Jika tidak tersedia fasilitas USG: Semua bayi dengan latar belakang berisiko tinggi atau dengan uji Ortolani atau uji Barlow positif, harus dicurigai dan merawatnya dengan popok dobel atau abduction pillow selama 6 minggu pertama.
Bayi yang pinggulnya stabil diperbolehkan bebas namun tetap diawasi minimal 6 bulan. Bayi yang mengalami ketidakstabilan menetap diterapi dengan pembebatan abduksi yang lebih formal minimal 6 bulan hingga pinggul stabil dan X-ray memperlihatkan bahwa acetabular roof berkembang dengan memuaskan (biasanya 3-6 bulan).
Tata Laksana
Dislokasi Persisten: 6-18 bulan Reduksi tertutup o Cocok untuk anak usia >3 bulan dan dilakukan di bawah anestesi umum. o Reduksi tertutup merupakan cara ideal, namun memiliki risiko rusaknya pasokan darah pada caput femoris dan menyebabkan terjadinya nekrosis. o Untuk memperkecil risiko ini, reduksi dilakukan bertahap; traksi dilakukan pada kedua kaki. o Jika pinggul tidak tereduksi pendekatan operasi harus dipilih pada usia kira-kira 1 tahun.
Dislokasi Pinggul Kongenital (Lanjutan) Pembebatan o Pembebatan pinggul yang direduksi secara konsentrik ditahan dalam plaster spica (gips) dalam keadaan 600 fleksi, 400 abduksi, dan 200 endorotasi. o Setelah 6 minggu, spica diganti dan stabilitas pinggul dinilai di bawah anestesi umum. o Jika posisi dan stabilitas memuaskan spica dipertahankan hingga 6 minggu berikutnya. o Setelah plaster spica dilepas, pinggul dibiarkan tidak terbebat atau dipakaikan bebat abduksi yang dapat dilepas-pasang hingga 6 bulan, tergantung hasil pemeriksaan radiologi yang menunjukkan perkembangan acetabulum yang memuaskan.
Dislokasi Pinggul Kongenital (Lanjutan) Operasi o Jika di setiap tahap reduksi konsentrik masih belum tercapai, maka diperlukan operasi terbuka. o Lapisan yang menghambat (kapsul yang berlebihan atau ligamentum teres yang menebal) dibuang dan pinggul direduksi. o Biasanya pinggul stabil pada 600 fleksi, 400 abduksi, dan 200 endorotasi. o Spica dipasang dan pinggul dibebat.
Dislokasi Pinggul Kongenital (Lanjutan) Dislokasi Persisten: 18 bulan-4 tahun Pada anak yang lebih tua, reduksi tertutup kemungkinan kurang berhasil; banyak ahli bedah langsung melakukan artrografi dan reduksi terbuka. Traksi
o Meskipun reduksi tertutup tidak berhasil, suatu periode traksi (jika perlu dikombinasi dengan tenotomi psoas dan adduktor) akan membantu melonggarkan jaringan dan membawa caput femoris ke bawah ke arah acetabulum.
Operasi
o Kapsul sendi dibuka di bagian anterior, setiap limbus yang berada di dalam dibuang dan caput femoris ditempatkan pada acetabulum. Biasanya diperlukan osteotomi derotasi yang dipertahankan dengan plate dan screw. o Acetabuloplasty.
Dislokasi pada anak >4 tahun Reduksi dan stabilisasi akan lebih sulit pada usia yang lebih tua. Namun, jika dislokasi bersifat unilateral harus tetap dipikirkan bahwa risiko nekrosis avaskular dan kekakuan pinggul dilaporkan terjadi > 25%. Prinsip tata laksana sama seperti pada anak dengan usia lebih muda. Pada dislokasi bilateral deformitas dan gaya berjalan waddling yang simetris tidak mencolok, maka jika dilakukan intervensi operasi ditakutkan akan membuat deformitas menjadi asimetris.
Dislokasi persisten pada orang dewasa Pada usia 30-an atau 40-an dapat mengalami rasa tidak nyaman yang semakin meningkat. Berjalan akan semakin melelahkan dan seringkali disertai dengan nyeri punggung. Bila dislokasinya bilateral menghambat hubungan seksual pada wanita. Total hip replacement.
Komplikasi
Gagal reduksi Nekrosis avaskular Pencegahan: - Reduksi manipulatif yang dipaksa tidak diperbolehkan. - Traksi harus dilakukan dengan lembut dan pada posisi netral - Posisi abduksi yang ekstrim harus dihindari.
Klasifikasi
Berdasarkan arah dislokasi, dislokasi pinggul dibagi menjadi: a. Dislokasi posterior b. Dislokasi anterior c. Dislokasi pusat (sentral)
DISLOKASI POSTERIOR
Mekanisme cedera Biasanya dislokasi ini terjadi dalam kecelakaan lalu lintas bila seseorang yang duduk di dalam mobil terlempar ke depan sehingga lutut terbentur pada dashboard. Femur terdorong ke atas dan caput femoris keluar dari acetabulum.
Dislokasi tipe ischiatic: Pinggul fleksi. Pinggul sangat beradduksi sehingga lutut di ekstremitas yang mengalami dislokasi tampak menindih di paha sebelahnya. Ekstremitas bawah tampak dalam posisi endorotasi yang ekstrim. Trochanter major dan bokong di daerah yang mengalami dislokasi terlihat menonjol.
Cedera neurovaskular pada dislokasi pinggul posterior dapat memberikan gambaran sebagai berikut: Nyeri di pinggul, bokong, dan tungkai bawah bagian posterior. Hilangnya sensasi di tungkai bawah dan kaki. Hilangnya kemampuan dorsofleksi (cabang peroneal) atau plantarfleksi (cabang tibial). Hilangnya deep tendon reflex di pergelangan kaki. Hematoma lokal.
Klasifikasi
Klasifikasi dislokasi posterior menurut Epstein dan Thompson: Tipe I : Dislokasi sederhana, dengan atau tanpa fragmen di dinding posterior acetabulum. Tipe II : Dislokasi dengan fragmen besar di dinding posterior acetabulum. Tipe III : Dislokasi dengan kominusi dinding posterior acetabulum. Tipe IV : Dislokasi dengan fraktur dasar (lantai) acetabulum. Tipe V : Dislokasi dengan fraktur caput femoris, yang diklasifikasikan menurut Pipkin (1957).
Pemeriksaan Radiologi
Pada foto anteroposterior (AP), caput femoris terlihat keluar dari acetabulum. Segmen atap acetabulum atau caput femoris dapat ditemukan patah dan bergeser. CT scan adalah cara terbaik untuk melihat fraktur acetabulum atau setiap fragmen tulang.
Tata Laksana
Dislokasi harus direduksi secepat mungkin di bawah anestesi umum. Reduksi harus dilakukan dalam waktu 12 jam sejak terjadinya dislokasi. Pada sebagian besar kasus dilakukan reduksi tertutup jika gagal sebanyak 2 kali reduksi terbuka untuk mencegah kerusakan caput femoris lebih lanjut. Sebelum melakukan reduksi, sebaiknya dilakukan pemeriksaan neurovaskular.
Indikasi reduksi tertutup: Dislokasi dengan atau tanpa defisit neurologis jika tidak ada fraktur. Dislokasi yang disertai fraktur jika tidak terdapat defisit neurologis. Kontraindikasi reduksi tertutup: Dislokasi pinggul terbuka.
Manuver Allis 1. Pasien dibaringkan di lantai dalam posisi supine. 2. Seorang asisten menekan spina iliaca anterior superior. 3. Angkat tungkai yang mengalami dislokasi dan fleksikan sendi pinggul dan lutut. 4. Rotasikan tungkai ke posisi netral. 5. Buat traksi yang mantap pada tungkai bawah ke arah atas, angkat caput femoris ke dalam acetabulum. 6. Setelah traksi ke atas selesai, letakkan paha ke bawah dalam posisi ekstensi.
Manuver Stimson 1. Pasien ditempatkan di atas meja dalam posisi telungkup. 2. Tungkai yang mengalami dislokasi digantungkan ke bawah dan lutut difleksikan. 3. Seorang asisten memegang tungkai yang sehat secara horizontal. 4. Operator memberi tekanan ke bawah secara mantap pada lutut yang fleksi. 5. Posisi ini tetap dipertahankan hingga otot-otot relaksasi dan caput femoris turun ke acetabulum. 6. Kadang-kadang dengan sedikit mengayunkan paha dapat mempercepat reduksi.
Manuver Bigelow
1. Pasien berbaring dalam posisi supine. 2. Seorang asisten menekan SIAS 3. Operator memegang tungkai yang mengalami dislokasi pada pergelangan kaki menggunakan satu tangan. 4. Lengan bawah operator diletakkan di bawah lutut, lalu lakukan traksi longitudinal sejajar deformitas. 5. Paha dalam posisi adduksi dan endorotasi, lalu difleksikan 900. Tindakan ini merelaksasikan ligamen iliofemoral. 6. Setelah traksi dipertahankan, caput femoris diungkit ke dalam acetabulum dengan abduksi, rotasi eksternal, dan ekstensi pinggul. Setelah reduksi, hindari gerakan fleksi, endorotasi, dan adduksi, traksi dipertahankan hingga pasien bebas dari rasa sakit (2 minggu).
Teknik Whistler Pinggul yang mengalami dislokasi direlokasikan menggunakan lengan operator untuk mengangkat dan memanuver tungkai yang mengalami dislokasi ketika bahu operator diangkat. Tangan operator bertumpu pada paha kontralateral. Seorang asisten atau tangan lain operator melakukan kontratraksi pada tibia atau fibula.
Traksi Longitudinal
Pasien dibaringkan dalam posisi supine, kemudian seorang asisten melakukan traksi lateral, sementara operator melakukan traksi longitudinal.
Leg-crossing maneuver
Kadang-kadang dislokasi dapat direduksi dengan cara membujuk pasien untuk perlahan-lahan menyilangkan tungkai yang mengalami dislokasi ke arah tungkai sebelahnya (adduksi) dan kemudian lakukan traksi lembut ketika asisten memandu caput femoris kembali ke posisi semula dengan melakukan tekanan di sebelah anterior
Teknik Fulcrum Pasien dibaringkan dalam posisi supine, lalu lutut operator diletakkan di bawah lutut pasien di sisi yang mengalami dislokasi. Lutut operator digunakan sebagai titik tumpu untuk mengungkit caput femoris agar kembali masuk ke acetabulum.
Setelah reduksi X-Ray untuk memastikan reduksi dan untuk menyingkirkan fraktur. Jika terdapat kecurigaan bahwa fragmen tulang terperangkap di dalam sendi CT-scan. Reduksi biasanya stabil pinggul yang telah mengalami cedera harus diistirahatkan traksi selama 3 minggu. Gerakan dan latihan dimulai segera setelah nyeri mereda. Pada akhir minggu ketiga pasien diperbolehkan berjalan dengan kruk penopang.
Dislokasi Posterior (Lanjutan) Sebagai contoh, labrum acetabulum dapat terlepas dari tempat melekatnya, dengan atau tanpa fragmen tulang. Ketika reduksi, labrum mungkin tertarik masuk ke dalam sendi di depan caput femoris sehingga mencegah kembalinya posisi caput secara konsentris ke dalam acetabulum. Tata laksana: reduksi terbuka menggunakan posterior approach (Kocher-Langenbeck)
Dislokasi Posterior (Lanjutan) Posterior Approach (Kocher-Langenbeck) 1. Mulai dengan insisi kulit pada daerah trochanter major dan perluas ke arah proksimal sepanjang 6 cm dari spina iliaca posterior (Gambar 35A). Insisi dapat diperluas ke arah distal sepanjang permukaan lateral paha sepanjang 10 cm atau seperlunya. 2. Pisahkan fasciae latae sejajar dengan insisi kulit dan pisahkan gluteus maximus secara tumpul sejajar dengan arah seratnya (Gambar 35B). Lindungi cabang dari nervus gluteus inferior ke arah anterosuperior dari gluteus maximus. 3. Kenali dan lindungi nervus ischiadicus yang berada di atas quadratus femoris (Gambar 35C).
4. Pisahkan tendon M. Piriformis, gemellus, dan obturatorius internus sejajar dengan insersinya pada trochanter major dan kemudian otot-otot eksorotasi tersebut ditarik ke arah medial untuk melindungi nervus ischiadicus. M. qudratus femoris tetap dibiarkan intak untuk melindungi cabang arteri circumflexa femoris medialis (Gambar 35D). Tempat melekatnya tendon M. gluteus maximus pada femur dapat diinsisi untuk memperluas daerah paparan.
5. Identifikasi kapsul yang mengelilingi collum femoris dan jika perlu perbesar robekan ke arah proksimal dan distal untuk membebaskan collum dan caput femoris. 6. Reduksi: Traksi paha sepanjang aksis longitudinalnya. Pinggul difleksikan 900 dan diadduksi. Dislokasikan caput femoris ke arah posterior dengan mengendorotasikan paha. 7. Buat traksi longitudinal pada femur dengan kuat. 8. Cari gambaran kartilago labrum di dalam acetabulum. 9. Tarik labrum keluar dari acetabulum dengan kait tumpul. 10. Potong bagian yang tidak melekat dari labrum. 11. Eratkan caput femoris dengan membuat traksi longitudinal pada femur yang difleksikan dan diadduksi.
Komplikasi
DINI Cedera nervus ischiadicus Cedera pembuluh darah Fraktur corpus femoris LAMBAT Nekrosis avaskular Miositis osifikans Osteoartritis
DISLOKASI ANTERIOR
Mekanisme Cedera Terjadi dalam kecelakaan lalu lintas ketika lutut terbentur dashboard ketika paha dalam posisi abduksi. Dislokasi pada satu atau bahkan kedua pinggul dapat terjadi jika seseorang tertimpa benda berat pada punggungnya saat posisi kaki merentang, lutut lurus, dan punggung ke depan. Caput femoris didorong dengan paksa ke arah anteroinferior dan berpindah ke foramen obturatorium atau pubis.
Tanda terjadinya cedera neurovaskular pada dislokasi pinggul anterior: Paresis di ekstremitas bawah. Rasa nyeri tumpul di ekstremitas bawah. Refleks patella melemah atau hilang. Ekstremitas bawah tampak pucat dan dingin. Parestesia di ekstremitas bawah.
Pemeriksaan Radiologi
Pada foto anteroposterior, dislokasi biasanya jelas, tetapi kadang-kadang caput hampir berada di depan posisi normalnya sehingga jika meragukan dapat dilakukan foto lateral.
Tata Laksana
Dislokasi harus direduksi secepat mungkin di bawah anestesi umum. Reduksi harus dilakukan dalam waktu 12 jam sejak terjadinya dislokasi. Sebelum melakukan reduksi, sebaiknya dilakukan pemeriksaan neurovaskular.
Manuver yang digunakan hampir sama dengan yang digunakan untuk mereduksi dislokasi posterior, kecuali bahwa ketika paha yang berfleksi ditarik ke atas, paha harus diadduksi. Tata laksana berikutnya mirip dengan tata laksana pada dislokasi posterior.
Dislokasi Anterior (Lanjutan) Setelah reduksi terbuka skin traction di tungkai bawah. Pinggul dalam posisi ekstensi dan ekstremitas sedikit abduksi selama 3 minggu. Beberapa hari setelah reduksi mulai gerakan aktif + pasif sendi pinggul. Akhir minggu ke-3 jalan menggunakan kruk penopang. Minggu ke 14-16 kerja ringan. Aktivitas penuh 6-10 bulan setelah operasi. Ikuti perkembangan pasien selama 2 tahun, rekam perkembangan ROM sendi pinggul dan lakukan pemeriksaan X-ray setiap 4-6 bulan untuk mengetahui ada tidaknya nekrosis avaskular dari caput femoris.
Pemeriksaan Radiologi
Pada foto anteroposterior, caput femoris tampak bergeser ke medial dan lantai acetabulum mengalami fraktur.
Klasifikasi Letournel dan Judet A) Fraktur dinding posterior, B) Fraktur kolumna posterior, C) Fraktur dinding anterior, D) Fraktur kolumna anterior, E) Fraktur melintang, F) Fraktur kolumna dan dinding posterior, G) Fraktur melintang dan fraktur dinding posterior, H)Fraktur berbentuk T, I) Fraktur kolumna anterior dengan fraktur posterior hemitransverse, J) Fraktur komplit kedua kolumna.
Tata Laksana
Reduksi harus diusahakan untuk memulihkan bentuk lazim pinggul. Operator menarik paha dengan kuat dan kemudian mencoba mengungkit keluar caput dengan mengadduksi paha, menggunakan bantalan keras sebagai titik tumpu. Jika berhasil traksi longitudinal dipertahankan selama 46 minggu dengan pemeriksaan X-ray untuk memastikan bahwa caput femoris tetap berada di bawah bagian acetabulum yang menahan beban. Jika gagal kombinasi traksi longitudinal dan lateral dapat mereduksi dislokasi selama 2-3 minggu.
Beberapa penulis menganjurkan operasi dilakukan 2-3 hari setelah cedera untuk menunggu kondisi pasien agar stabil.
Komplikasi
DINI Cedera viseral Syok Cedera nervus ischiadicus Trombosis vena LAMBAT Kekakuan sendi Nekrosis avaskular Formasi tulang heterotropik
PROGNOSIS
Fungsi pinggul yang baik masih dapat kembali asalkan tidak terjadi nekrosis avaskular atau artritis traumatik dari caput femoris. Reduksi awal telah terbukti sebagai cara terbaik untuk mencegah nekrosis avaskular dengan cara mempersingkat waktu terganggunya sirkulasi caput femoris. Penundaan weight bearing memberikan dampak yang kecil dalam perkembangan nekrosis avaskular.