Anda di halaman 1dari 34

FARMAKOKINETIKA PEMBERIAN OBAT SECARA ORAL (ekstravaskuler)

Ita Nur Anisa

KOMPARTEMEN SATU DAN DUA

Tubuh dianggap sebagai kompartemen terbuka karena obat masuk ke dalam tubuh mengalami metabolisme sehingga menjadi metabolit yang umumnya secara farmakologik atau terapeutik tidak aktif dan lebih polar dari semula, dan obat utuh maupun metabolit tersebut akhirnya dieksresi dari tubuh Jika tubuh diasumsikan sebagai satu kompartemen ialah bahwa perubahan kadar obat dalam darah mencerminkan perubahan kadar obat dalam jaringan Asumsi berikutnya, bahwa eliminasi obat dari tubuh setiap saat sebanding dengan jumlah atau kadar obat yang tersisa dalam tubuh pada saat itu. Pada kinetik orde pertama, meski jumlah obat yang dieliminasi berubah menurut jumlah yang masih ada dalam tubuh, namun fraksi atau persentase obat yang dieliminasi dari tubuh tetap setiap saat, berapapun jumlah obat yang berada dalam tubuh. Jika suatu obat kinetiknya mengikuti orde nol, jumlah obat yang dieliminasi tetap dan tidak tergantung jumlah obat yang tersisa dalam tubuh, namun fraksi yang dieliminasi berubah, semakin lama semakin besar.

Kinetik orde pertama


waktu jumlah Jumlah obat Fraksi obat setelah obat yang dieliminasi yang pemberia didalam pada jam dieliminasi n obat tubuh sebelumnya pada jam (jam) (mg) (mg) sebelumnya

Kinetik Orde nol


waktu jumlah Jumlah obat Fraksi obat setelah obat yang dieliminasi yang pemberia didalam pada jam dieliminasi n obat tubuh sebelumnya pada jam (jam) (mg) (mg) sebelumnya

0 0 1000 0 0.1

1000

1 1 900 100 0.1

900

100

0.1

2 2 810 90 0.1

800

100

0.11

729

81

0.1

700

100

0.13

KONSEP KOMPARTEMEN

Kompartemen 2 terbuka Pemberian Tunggal Data darah

Kompartemen 1 terbuka

Pemberian Tunggal

Pemberian tunggal Pemberian berulang

Data Darah Data Urin

ABSORPSI OBAT ORAL


Pada pemberian per oral obat tidak langsung masuk ke pembuluh darah, tp harus masuk ke lambung dulu dan diabsropsi di lambung/usus tergantung pHnya. Pada ekstravaskuler jumlah obat yang diterima oleh obat tidak sama dengan dosis yg kita berikan. Pertama saat diabsorpsi ada sejumlah obat yang hilang.

DGI atau jumlah obat yang ada di saluran gastrointestinal yang menyangkut juga tentang laju absorbsi obat. DE atau jumlah obat yang dieliminasi. Sehingga jumlah obat yang diterima tubuh/dalam saluran darah sistemik (DB) itu tergantung pada DGI dan DE

Kurva kadar dalam plasma-waktu untuk pemberian obat secara oral dosis tunggal.

Perbedaan laju absorpsi dan eliminasi berbeda: Pada fase absorpsi : laju absorpsi obat lebih besar dari laju eliminasi dDGI/dt > dDE/dt Pada waktu konsentrasi puncak (Cmax) : laju eliminasi obat = laju absoprsi dDGI/dt = dDE/dt Setelah obat mencapai puncak (fase pasca absorpsi) , obat2 tsb tidak langsung hilang semua. tp ada beberapa obat yang masih berada di saluran cerna. Namun laju eliminasinya lebih cepat dari laju absorpsinya dDGI/dt < dDE/dt Pada fase eliminasi dimana obat jumlahnya jauh berkurang, yang terjadi hanyalah eliminasi. Fase absorpsi tidak terjadi dan dianggap nol. Fase eliminasi ini biasanya mengikuti orde ke satu dDB/dt = -KDB K merupakan tetapan laju eliminasi order kesatu

PENETAPAN TETAPAN LAJU ABSORPSI DARI DATA ABSORSPI ORAL(data darah)


Metode residual(feathering) Pada metode residual nilai Ka dianggap sangat besar dibanding K (Ka >>> K), merupakan metode baku untuk menghitung nilai farmakokinetika obat berdasarkan model kompartemen. Sehingga laju absorpsi cepat dan dianggap sempurna Penentuan Ka dengan menggambar persen obat yang tidak terabsorpsi VS waktu(Metode Wagner-Nelson) Setelah suatu obat diberikan secara oral dengan dosis tunggal, total dosis obat yang ada dalam tubuh, dalam urin dan dinding usus dihitung secara lengkap.

MODEL ABSORPSI ORDER KESATU


Model ini menganggap laju absorpsi dan laju eliminasi termasuk order ke satu. Parameter yang dipakai untuk menunjukkan fraksi obat yang sampai di saluran sistemik yaitu F (bioavailabilitas). Selain itu ada pula Ka atau tetapan laju absorpsi obat di saluran gastro intestinal.

Beberapa parameter farmakokinetik pada sediaan oral


1.Tetapan Laju Absorpsi (Ka) dan Waktu Paruh Absorpsi (ta) Tetapan laju absorpsi (Ka) adalah tetapan laju absorpsi order kesatu dengan satuan waktu-1. Ka diperoleh dengan membuat kurva antara waktu absorpsi dengan ln Cp kemudian diregresikan sehingga diperoleh persamaan regresi. Harga Ka dapat dihitung dengan rumus: Ka (waktu-1) = (-slope) atau Ka (waktu-1) = (-b) Sedangkan ta dihitung dengan menggunakan rumus: ta = 0, 693/Ka

2.Tetapan kecepatan eliminasi (K) dan waktu paruh eliminasi (te) Tetapan laju eliminasi (K) adalah tetapan laju eliminasi order kesatu dengan satuan waktu-1. Harga K diperoleh dengan membuat kurva antara waktu eliminasi dengan ln Cp kemudian diregresikan sehingga diperoleh persamaan regresi. Harga Ke diperoleh dengan rumus: Ke (waktu-1) = (-slope) atau Ke (waktu-1) = (-b) te = 0,693/K

3. Waktu yang diperlukan untuk mencapai kadar maksimum

(tmaks) tmaks adalah waktu konsentrasi plasma mencapai puncak dapat disamakan dengan waktu yang diperlukan untuk mencapai konsentrasi obat maksimum setelah pemberian obat. Waktu yang diperlukan untuk mencapai konsentrasi maksimum tidak tergantung pada dosis tetapi tergantung pada tetapan laju absorpsi (Ka) dan eliminasi (K). Semakin besar tetapan kecepatan absorbsi, semakin kecil nilai tmaks. Harga tmaks dapat dihitung sebagai berikut: In (Ka/K) Tmaks = Ka K

4. Kadar maksimum dalam darah (Cpmaks) Cpmaks adalah konsentrasi plasma puncak menunjukkan konsentrasi obat maksimum dalam plasma setelah pemberian obat secara oral Pada konsentrasi maksimum, laju absorpsi obat sama dengan laju eliminasi, sehingga harga Cpmaks dapat dihitung dengan rumus di bawah ini: Cpmaks = Cpo (e-K.tmaks e-Ka.tmaks)

5. Volume distribusi (Vd) Volume distribusi dipengaruhi oleh keseluruhan laju eliminasi dan jumlah perubahan klirens total obat di dalam tubuh. Harga Vd yang didapat tidak menerangkan Vd yang sebenarnya, tapi volume model Vd tergantung harga Cp0 , bila harga Cp0 kecil dan dosis obat yang diberikan tetap, maka nilai Vd besar,hal ini terjadi karena sebagian besar obat terikat oleh komponen jaringan atau cairan ekstavaskular. Do x F x Ka Vd = Cpo (Ka K)

6. Area di bawah kurva (AUC) AUC mencerminkan jumlah total obat aktif yang mencapai sirkulasi sistemik. AUC merupakan area di bawah kurva kadar obat dalam plasma waktu dari t = 0 sampai t = . Harga AUC dapat diperoleh dengan cara: regresi linier dari fase eliminasi Dapat y = bx +a b = slope = Ke (tetapan laju eliminasi) a = intersep, anti ln a = B regresi linier dari fase absorbsi Dapat y = bx +a b = slope = Ka (tetapan laju absorpsi) a = intersep, anti ln a = A maka AUC 0-inf = (B/K) (A/Ka)

7. Klirens total (Cltot) Klirens adalah volume plasma yang dibersihkan dari obat persatuan waktu oleh seluruh tubuh (ml/menit). Klirens obat merupakan ukuran eliminasi obat dari tubuh tanpa mempermasalahkan mekanisme prosesnya. Klirens total adalah jumlah total seluruh jalur klirens di dalam tubuh termasuk klirens melalui ginjal dan hepar. Cltot = Vd . Ke

Pada pemberian ekstravaskular, fase terminal pada kurva kadar obat dalam darah terhadap waktu biasanya menerangkan tetapan kecepatan eliminasi k dan tetapan absorpsi Ka(rate limiting step) Namun ada suatu anomali, dimana slope fase terminal menerangkan Ka, sedangkan slope garis lurus residual adalah k. yang terjadi akibat Ka<K, dan fenomena ini disebut flip flop Karena Ka<K, maka kadar obat dalam darah dan kecepatan eliminasi meningkat, sehingga ketika mencapai kadar puncak, Ke=Ka

FENOMENA FLIP-FLOP

Penentuan Ka dengan menggambar persen obat yang tidak terabsorpsi VS waktu(Metode Wagner-Nelson)
Buatlah grafik antara log kadar obat darah(Ct) terhadap waktu Tentukan harga K dari slope fase terminal, slope = -k/2,303 Buatlah grafik antara Ct terhadap waktu, dan hitunglah AUC tiap-tiap segmen. Jumlahkan semua segmen AUC untuk mendapatkan AUC t=0 sampai t= Kalikan tiap segmen AUC dengan nilai k. hasilnya masingmasing ditambah Ct. Mencari nilai Ab/Ab pada tiap-tiap waktu, nilai Ab pada t terakhir. Mendapatkan nilai (1-Ab/Ab)pada tiap-tiap waktu. Buat kurva antara Ln(1-Ab/Ab) pada sumbu y dan waktu t pada sumbu x, akan diperoleh garis lurus dengan slope fase terminal = -Ka.

CONTOH
waktu(jam) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 12 14 16 18 24 28 32 36 48 Ct(g/ml) 0 3.13 4.93 5.86 6.25 6.28 6.11 5.81 5.45 5.06 4.66 3.9 3.24 2.67 2.19 1.2 0.81 0.54 0.36 0.1 [AUC]tntn-1 0 1.57 4.03 5.4 6.06 6.26 6.2 5.96 5.63 5.26 4.86 8.56 7.14 5.92 4.86 10.17 4.02 2.7 1.8 2.76 [AUC]t0 0 1.57 5.6 10.99 17.05 23.31 29.51 35.47 41.1 46.35 51.21 59.77 66.91 72.83 77.69 87.85 91.87 94.57 96.37 99.13 k. [AUC]t0 0 0.157 0.56 1.099 1.705 2.331 2.951 3.547 4.11 4.635 5.121 5.977 6.691 7.283 7.769 8.785 9.187 9.457 9.637 9.913 Ct + k. [AUC]t0 0 3.287 5.49 6.959 7.955 8.61 9.061 9.357 9.56 9.693 Ab/Ab 0 0.332 0.554 0.702 0.802 0.869 0.914 0.944 0.964 0.978 1-Ab/Ab 1 0.668 0.446 0.298 0.198 0.131 0.086 0.056 0.036 0.022

Menghitung [AUC]tn tn-1 = Cn-1 + Cn(tn-tn-1) 2 Nilai K didapat dari kurva log Ct terhadap waktu t, sehingga diperoleh nilai k = 0.10 jam-1 mulai dari t = 10 sampai t = 48 dengan intersep pada sumbu y = 13,03 g/ml Ab/Ab = Ct + K. [AUC]t0 K. [AUC]0

PENETAPAN TETAPAN LAJU ABSORPSI DARI DATA ABSORPSI ORAL(data urin)


2 metode data urin

Metode kecepatan eksresi urin (rate method)

Metode eksresi urin kumulatif (sigma-minus method)

Metode kecepatan eksresi urin (rate method)


Suatu obat diberikan ekstravaskular dosis tunggal dan kinetik obat mengikuti model 1 kompartemen terbuka dengan absorpsi dan eliminasi menurut proses orde pertama, maka kecepatan eksresi obat adalah : dDu/dt = F. Dev. Ke. Ka (e-k.t-e-ka.t) Ka-K Dimana : dDu/dt adalah kecepatan eksresi obat setiap saat ke dalam urin. F adalah ketersediaan hayati Dev adalah dosis obat yang diberikan secara ekstravaskular Ke adalah tetapan kecepatan eksresi renal

Hal yang perlu diperhatikan dalam metode ini: Metode ini tidak memerlukan pengumpulan urin sampai tidak terhingga Kehilangan satu interval pengumpulan urin tidak mengganggu pengumpulan data Pengumpulan urin dapat dihentikan dan diteruskan kemudian. Fluktuasi kecepatan eliminasi obat dan kesalahan eksperimental dapat menyebabkan kurva tidak linear Semakin panjang interval waktu pengumpulan urin(terhadap t1/2e), semakin besar kesalahan penetapan K dan Ke. Metode ini lebih mencerminkan eksresi obat yang tidak terikat protein Lebih peka terhadap perubahan eliminasi obat.

Ke = Du.K/F. Dev Du = F. Dev. Ke/k

Metode eksresi urin kumulatif (sigma-minus method)


Ada dua syarat dalam metode ini : Kecepatan absorpsi harus lebih besar dari eliminasinya. Sampel urin harus diambil seawal mungkin, setelah pemberian ekstravaskular sehingga plot log(Du-Du) terhadap waktu t berbentuk bifase

CONTOH SOAL
Konsentrasi obat dalam plasma pada seorang penderita yang menerima dosis oral tunggal suatu obat (Du = 50 mg/kg) didapatkan sebagai berikut: tentukan: a. Tetapan laju absorpsi, Ka b. Tetapan laju eliminasi,K c. T1/2 absorpsi?

Waktu Du Du-Du (jam) (mg) (mg) 1 2 3 4 6 8 12 18 24 36 0.36 1.32 2.7 4.37 8.23 49.64 48.68 47.3 45.63 41.77

Du-Du(mg) ekstrapolasi 63.18 59.5 55.19 51.59 45.06 39.37

Du-Du(mg) residual 13.54 10.37 7.89 5.96 3.29 1.72

12.35 37.65 20.24 29.76 29.82 20.18 36.55 13.45 44.11 50 5.9

Penetapan harga K. buatlah persamaan regresi pertama antara Ln(Du-Du) terhadap waktu fase eliminasi mulai dari t= 12 jam sampai t = 36. Dari persamaan regresi slope k = 0,0676 jam-1 dengan intersep sumbu y = 67,60 mg. Kedalam persamaan regresi tersebut, berturut-turut dimasukkan unsur waktu t = 1 sampai t = 8, sehingga ditemukan (Du -Du) ekstrapolasi pada tiap-tiap waktu. Harga (Du -Du) ekstrapolasi dikurangi harga(Du -Du) pada tiap-tiap waktu,sehingga diperoleh harga (Du -Du) residual Penetapan harga Ka, buatlah persamaan regresi kedua, antara Ln(Du -Du),residual terhadap waktu pada fase absorpsi, mulai dari t = 1 sampai t = 4, dari persamaan regresi ini didapat slope Ka=-0,2735 jam-1 dan intersep sumbu y = 17,86 mg T1/2 absorpsi = 0,693/Ka = 2,53 jam.

JAWAB

CONTOH SOAL
Konsentrasi obat dalam plasma pada seorang penderita yang menerima dosis oral tunggal suatu obat(10 mg/kg) didapatkan sebagai berikut: Dengan anggapan bahwa 80% terabsorpsi, tentukan: a. Tetapan laju absorpsi, Ka b. T1/2 eliminasi? c. Tmaks? d. Volume distibusi penderita?

waktu(jam) 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28

Konsentrasi(g/ml) 0 23.7 35.4 39.6 39.6 37.2 33.7 29.7 25.8 22.1 18.7 15.8 13.2 11 9.14

JAWAB
1.Gambar Cp VS t pada kertas semilog dan gunakan
metode residual untuk mendapatkan Ka dan Ke 2.Dapatkan slope pada akhir bagian kurva K = 0,092 jam-1 , dapatkan intersep I = 150 3. Dapatkan Ka dari garis feathering Ka = 0,2 jam-1 4.Dapatkan Vd dengan menggunakan persamaan berikut: intersep I = D0 F Ka/ Vd (ka-K) 5. Substitusikan D = 10.000 g, F = 0,8 ke Vd = D F Ka/I (Ka-K), hasilnya didapat 99 ml/kg 6. T maks = Ln(Ka/K)/ Ka-K, hasilnya didapat 7,1 jam

TUGAS
Suatu obat diberikan per oral dengan dosis tunggal(Dpo 50 mg) kepada subyek. Kemudian darah diambil melalui vena secara serial setiap interval waktu tertentu untuk penetapan kadar obat dalam darah. Ternyata diperoleh kadar obat dalam darah terhadap waktu sampling seperti di bawah ini

PERTANYAAN
1. Berapakah tetapan kecepatan absorpsi dan eliminasi pada subyek tersebut? Bagaimanakan persamaan yang menerangkan kadar obat dalam darah terhadap waktu? Hitunglah waktu paroabsorpsi dan eliminasi obat, Cmaks, Tmaks, AUC, Vd, dan Cl jika diketahui ketersediaan hayati obat 0,80? Berapakah perkiraan jumlah obat yang tersisa 50 jam setelah pemberian?

2.

3.

4.

waktu(jam) kadar obat darah(g/mL) 0 0 0.5 5.36 1 9.95 2 17.18 4 25.75 8 29.78 12 26.63 18 19.4 24 13.26 36 5.88 48 2.56 72 0.49

Anda mungkin juga menyukai