Anda di halaman 1dari 18

Analisa Berjalan Dalam pembahasan mengenai berjalan, maka istilah gait dan locomotion merupakan istilah yang sering

dimunculkan.Gait adalah cara berjalan sedang lokomotion berarti perpindahan dari satu tempat ketempat lainnya, maka berjalan (walking) mencakup gait dan lokomotion. Gerakan berjalan merupakan gerakan dengan koordinasi tinggi yang dikontrol oleh susunan saraf pusat dan melibatkan sistem yang sangat kompleks. Adanya righting reaction yaitu untuk memelihara dan memulihkan normal posisi kepala yang berhubungan trunk dengan menormalkan aligment trunk dan limbs sedangkan equilibrium reaction memelihara keseimbangan pada waktu aktifitas terutama pada saat melawan gravitasi dan akan membutuhkan banyak control inhibisi pada level tinggi untuk timbal balik dari bagian perubahan pola gerakan. Jalan merupakan salah satu cara dari ambulansi, pada manusia ini dilakukan dengan cara bipedal (dua kaki). Dengan cara ini jalan merupakan gerakan yang yang sangat stabil meskipun demikian pada kondisi normal jalan hanya membutuhkan sedikit kerja otot-otot tungkai . Pada gerakan ke depan sebenarnya yang memegang peranan penting adalah momentum dari tungkai itu sendiri atau akselerasi, kerja otot justru pada saat deselerasi. Dalam berjalan dikenal ada 2 fase, yaitu fase menapak (stance phase) dan fase mengayun ( swing fase). Ada pula yang menambahkan satu fase lagi yaitu fase dua kaki di lantai (double support) yang brlangsung singkat. Fase double support ini akan semakin singkat jika kecepatan jalan bertambah, bahkan pada berlari fase double support ini sama sekali hilang, dan justru terjadi fase dimana kedua kaki tidak menginjak lantai. Fase menapak (60%) dimulai dari heel strike / heel on, foot flat, mid stance , heel off dan diakhiri dengan toe off. Sedangkan pada fase mengayun (40%) dimulai dari toe off, swing dan diakhiar dengan heel strike (accelerasi, mid swing, decelerasi). Komponen-komponen penting dalam berjalan normal a). Ekstensi sendi panggul (hip) b). Geseran ke arah horizontal- lateral pada pelvis dan truk c). Fleksi lutut sekitar 15 pada awal heel strike, dilanjutkan dengan ekstensi dan fleksi lagi sebelum toe off : a). Fleksi lutut dengan diawali ekstensi hip b). Lateral pelvic tilting kearah bawah pada saat toe off c). Fleksi hip d). Rotasi pelvic ke depan saat tungkai terayun e). Ekstensi lutut dan dorsalfleksi ankle dengan cepat sesaat sebelum heel strike

Analisa Berjalan Jalan merupakan salah satu cara dari ambulasi. Dengan sifat plastisitas pada sistem saraf akan membentuk pola tertentu, sehingga jika penanganan fisioterapi tidak sesuai dengan pola jalan yang benar, maka pasien mungkin akan mampu untuk berjalan akan tetapi dengan pola yang tidak tepat. Apabila proses berjalan dilakukan dengan pola yang tidak tepat, maka aktivitas berjalan menjadi sangat sulit, walaupun kekuatan otot sudah sangat adekuat. Untuk itu perlu mempelajari pola jalan yang benar, sehingga mampu melakukan koreksi dengan tepat. Pada manusia ini dilakukan dengan cara bipedal (dua kaki). Dengan cara ini jalan merupakan gerakan yang sangat tidak stabil. Meski demikian pada orang normal jalan hanya membutuhkan sedikit kerja otot-otot tungkai. Pada gerakan ke depan sebenarnya yang memegang peranan penting adalah momentum dari tungkai itu sendiri atau akselerasi. Kerja otot justru lebih banyak pada saat deselerasi.

Pola berjalan Dalam berjalan dikenal ada 2 fase, yaitu fase menapak (stance phase) dan fase mengayun (swing phase). Ada pula yang menambahkan satu fase lagi, yaitu fase dua kaki di lantai (double support) yang berlangsung singkat. Fase double support ini akan semakin singkat jika kecepatan jalan bertambah, bahkan pada berlari fase double support ini sama sekali hilang, dan justru terjadi fase dimana kedua kaki tidak menginjak lantai. Fase menapak (60%) dimulai dari heel strike atau heel on, foot flat, mid stance, heel off dan diakhiri dengan toe off atau ball off. Sedangkan fase mengayun (40%) dimulai dari toe off, swing dan diakhir dengan heel strike. Perry mengklasifikasikan fase jalan ini secara fungsional, yang terbagi atas fase menapak (initial contact, loading response, midstance, terminal stance dan preswing) dan fase mengayun ( initial swing, midswing dan terminal swing).

Beberapa istilah dalam jalan: Cadence: jumlah langkah per menit (irama jalan) One gait cycle: dihitung dari heel strike sampai heel strike lagi pada kaki yang sama. Step length: jarak (panjang) antara tumit kanan dan kiri saat melangkah Stride width: jarak (lebar) antara tengah kaki kanan dan kiri saat melangkah

Stride length: jarak (panjang) antara tumit kanan ke tumit kanan berikutnya setelah melangkah Komponen-komponen penting dalam berjalan Fase menapak - Ekstensi sendi panggul (hip) - Geseran ke arah horizontal lateral pada pelvis dan badan - Fleksi lutut sekitar 15o pada awal heel strike, dilanjutkan dengan ekstensi dan fleksi lagi sebelum toe off Fase mengayun - Fleksi lutut dengan awalan hip ekstensi - Pelvic tilt kearah lateral bawah pada saat toe off - Fleksi hip - Rotasi pelvis ke depan saat tungkai terayun - Ekstensi lutut dan dorsifleksi ankle dengan cepat sesaat sebelum heel strike

Giat Analysis dipelajari karena berhubungan dengan tungkai dan keadaan tubuh. Pada profesi Orthotik Prosthetik sangat penting untuk menganalisa pasien pada waktu berjalan. Giat analysis adalah analisa berjalan yang didasarkan pada keadaan normal. Dalam giat analysis ini dibahas tentang fase-fase berjalan. Dalam hal ini adalah fase berjalan dalam keadaan normal.Dalam aktifitas berjalan terdapat 2 fase. Setiap fase memiliki beberapa poin, meliputi : 1. Stance Phase Stance phase adalah fase menumpu, atau fase dimana kaki bersentuhan dengan fase ini terdapat beberapa hal yang terjadi. Hal-hal yang terjadi pada stance phase adalah : a. Heel strike Heel strike merupakan keadaan saat heel atau tumit menyentuh lantai. Otot-otot yang bekerja saat heel strike adalah - Dorsal fleksor dan evetor ankle - Ekstensor knee - Ekstensor, endorotator, dan adduktor hip tai.

b. Mid-stance Poin ke-2 adalah mid-stance yaitu telapak menyentuh lantai, kaki yang lain diangkat.

c. Push-off Tumit terangkat jari-jari menyentuh lantai. Setelah 3 poin tersebut diatas fase berikutnya adalah swing phase.

2. Swing Phase ( Tungkai Menganyun ) Fase ini juga terdapat 3 poin antara lain :

b. Mid- swing Setelah gerakan asceleration kaki terangkat sedangkan posisi lutut terangkat.

c. Desceleration Gerakan terakhir dari proses berjalan adalah kaki kembali menyentuh lantai

Selain dapat 3 fase dalam aktifitas berjalan ada beberapa elemen pendukung pada pola berjalan yang normal. Posisi yang dijanjikan : kepala tegak, bahu kanan kiri selevel, trunk vertical ( bungkuk ). Pada Gait Analisis ada juga yang harus dipelajari mengenai otot-otot. Ini sangat penting jadi pada saat menganalisa pada pasien kita bisa mengetahui berapa besar kekuatan ototnya. Maka dari itu harus mengetahui letak otot tersebut. Sekarang bagian-bagian otot-otot yang bekerja pada gait analisis yaitu : Heel Strike ( Tumit Menyentuh Lantai ) - Dorsal fleksor dan evetor ankle - Ekstensor knee - Ekstensor, endorotator dan adductor hip Mid Stance - Ekstensor knee - Ekstensor, abduktor dan Endorotator hip - Plantar Fleksor ankle Push Off - Plantar Fleksor ankle - Ekstensor hip dan ankle Asceleration- Fleksor knee - Dorsal Fleksor ankle Mid Swing

- Fleksor dan endorotator hip - Fleksor knee - Dorsal fleksor dan evetor ankle Desceleration- Fleksor hip - Ekstensor knee - Dorsal fleksor ankle Pada Gait Analisis terdapat juga Gross Movement yaitu motorik kasar gerakan motor ini ayunan lengan bersamaan langkah, Amplitudo yaitu kecepatan jalan normal jadi kita bisa menganalisa pada saat melakukan gerakan langkah, misal pada saat menganalisa kaki kanan melangkah tangan kiri melakukan gerakan ayunan sebagai penyeimbang pada saat berjalan dengan timing ex :20- 20 dan badan mengalami ayunan vertical ( rotasi ) yang tetap dengan tempo tetap. Selain pada Gross Movement terdapat juga Fine Movement yaitu gerakan yang tidak bisa terlihat langsung. Pada gerakan ini banyak juga bagian-bagian anatomi, misalnya : Pelvis, Tungkai, Knee, Ankle. a.Pelvis Pada pelvis terdapat gerakan rotasi tranversal dari medial, akhir push off ke mid stance terus lateral atau dari luar sebaliknya dari medial mid stance ke push off. Rotasi anterior maksimal sebelum heel strike, minimal sebelum mid stance selisih pada rotasi anterior 3-5 derajat. Pada lateral tilting ini harus diperhatikan untuk menumpu berat badan dan down ward maksimal saat mid swing sisi NWB ( Non Weight Bearing ) tidak menumpu berat badan.Leteral displacement, ari bahasa yang dimengerti adalah pindah lokasi maksimal pada saat stance sisi WB ( Weight Bearing ). b. Tungkai Pada tungkai endo rotasi pada hip dan knee, saat swing dan heel strike hingga mendekati mid stance. Pada gerakan ekso rotasi pada hip dan knee, saat stance ke push off. c. Knee Pada Knee ada juga gerakan yaitu gerakan ekstensi saat heel strike sedikit fleksi, akhir heel strike hingga mid stance. Pada gerakan ekstensi selama mid stance dan fleksi selama push off dan swing. d. Ankle Pada ankle juga ada beberapa gerakan yaitu gerakan rotasi forward pada tumit saat heel strike pada metatarsophalangeal saat push. Gerakan maksimal dorsi fleksi pada akhir stance phase. Gerakan maksimal plantar fleksi pada akhir push off.

EXAMINATION OF GAIT Jowir (fisioterapi anda) Ekstremitas bawah adalah bagian yang terpenting untuk menopang berat badan dan ambulasi dalam keseharian, untuk itu ekstremitas bawah yang normal sangat menunujang dalam efisiensi penyelenggaraan aktifitas fungsional sehari-hari. Tetapi terkadang karena proses

yang abnormal terjadi pada ekstremitas bawah mengakibatkan pola jalan yang tidak benar, untuk itu diperlukan parameter pembanding yang tepat antara pola jalan yang benar dan pola jalan yang salah sehingga kita bisa menyimpulkan pada bagian mana pola jalan itu yang keliru sehingga treatment kita tepat sasaran. Ada dua siklus pola jalan yang normal yaitu stance phase, terjadi ketika kaki berada dipermukaan tanah dan swing phase terjadi ketika kaki bergerak maju. Enam puluh persen (60%) siklus pola jalan yang normal terjadi pada stance phase sedangkan 40%nya adalah untuk swing phase. Dan setiap phase tersebut terbagi dalam beberapa komponen kecil, yaitu stance phase ( heel strike, foot flat, midstance and push-off/toe-off) sedangkan swing phase

(acceleration, midswing and deceleration) Pola jalan yang salah akan sangat terlihat pada proses stance phase karena pada proses ini bertanggung jawab dalam menunjang berat badan dan berhubungan dengan porsi yang lebih besar dibandingkan dengan swing phase sehingga tekanannyapun lebih besar dibandingkan phase yang lain. Pemeriksaaan pola jalan dimulai segera ketika pasien masuk keruang pemeriksaan. Catatlah setiap perubahan yang terlihat ketika berjalan dan kejanggalan apa yang terjadi pada ekstremitas dan cobalah untuk menetapkan kejanggalan itu terjadi pada fase apa dan pada komponen apa?. Karena setiap komponen mempunyai ciri khas fisik tersendiri, untuk itu cobalah menentukan komponen mana yang paling terpengaruh dalam proses pola jalan tersebut. Dan proses memutuskan komponen mana yang terpengaruh ini sangat penting untuk mencari penyebab yang terjadi. Menurut inman ada beberapa hal yang harus diukur dalam pola jalan diantaranya adalah :

1. Lebar jangkauan kaki seharusnya tidak lebih dari dua atau empat inchi dari tumit ketumit. Jika anda melihat pasien berjalan dengan

melebihi jangkauan diatas maka anda harus curiga adanya kejanggalan tersebut. Pasien dengan lebar jangkauan yang lebih besar dari 2-4 inchi biasanya terjadi jika mereka pusing atau gangguan otak (cerebellar problem) atau penurunan sensasi pada alas kakinya 2. Pusat gavitasi tubuh ( bodys center of gravity) berada dua inchi dari depan tulang sacrum yang kedua (S-2). Pada pola jalan yang normal oscillasi vertikal tidak lebih dari 2 inchi. Pengontrolan arah oscillasi vertical menjaga pola jalan yang halus (smooth pattern) atau normal. 3. Lutut seharusnya fleksi pada semua stance phase kecuali pada heel strike untuk menjaga pergeseran vertical dari pusat gravitasi agar tidak berlebihan. Sebagai contoh pada fase toe off ketika ankle plantar fleksi 20 derajad menyebabkan terjadinya peningkatan pusat gravitasi tubuh dan untuk menjaga agar tubuh tetap seimbang maka lutut harus fleksi kira-kira 40 derajad. 4. Pelvis dan trunk bergerak kelateral kira-kira 1inchi ke sisi berat tubuh saat berjalan ke pusat graitasi yang keseluruhannya berada pada hip. Jika pasien mempunyai kelemahan pada gluteus medius maka dia kurang mampu mempertahankan pergerakan kelateral ini. 5. Rata-rata panjang langkah seseorang adalah 15 inchi. Karena adanya nyeri, usia yang bertambah atau patologi pada ekstremitas bawah menyebabkan penurunan langkah saat berjalan. 6. Rata-rata orang dewasa berjalan dalam setiap menitnya adalah 90-120 langkah. Dan ratarata energy yang dikeluarkan adalah 100 calories per mile-nya. 7. Selama swing phase pelvis berotasi 40 derajad.

Berjalan

Berjalan adalah usaha seseorang untuk melangkah ke depan atau perjalanan dari satu tempat ke tempat lain dengan melibatkan komponen-komponen fundamental berjalan yakni arkus gerakan sendi, rangkaian aksi otot, kecepatan tubuh bergerak ke depan, alignment trunk dan gaya reaksi lantai. Berjalan merupakan suatu cara didalam memperoleh posisi yang akan digunakan untuk melihat, mendengar dan melakukan tugas-tugas manual. Aktivitas berjalan hanya memerlukan jumlah waktu dan energi yang minimal serta tubuh memerlukan pola berjalan yang halus. Dengan demikian, didalam aktivitas berjalan dibutuhkan suatu pola berjalan yang halus dan penggunaan energi yang ekonomis.

TUGAS FUNGSIONAL BERJALAN

Selama berjalan, ada 3 tugas fungsional berjalan yang harus diselesaikan yaitu : 1. Forward Progression Agar tubuh dapat bergerak ke depan dengan pola berjalan yang halus dan ekonomis, maka dibutuhkan 3 fungsi yaitu : Shock absorption : diperlukan adanya transfer atau perpindahan berat tubuh yang cepat ke kaki yang bergerak ke depan Momentum kontrol : diperlukan kontrol stabilitas pada tungkai sebagai penumpuan berat tubuh dari interaksi sistem persarafan dan kerja otot. Forward propultion : diperlukan gaya yang cukup dari sekelompok otot untuk mendorong tubuh bergerak ke depan. Dengan penggunaan momentum yang cukup untuk membantu terjadinya shock absorption dan menggerakkan tubuh ke depan, maka kebutuhan kerja dari tubuh dapat diminimalkan selama berjalan. 2. Single Limb Balance Selama berjalan, pada saat satu tungkai terayun ke depan untuk bergerak maka tungkai yang lain harus mampu menyeimbangkan tubuhnya. Pada saat itu tubuh dalam keadaan off-balance karena hilangnya satu tungkai yang menyanggah . Dalam keadaan ini, seseorang akan jatuh kecuali : Ada gaya yang besar dari otot abduktor hip untuk mempertahankan tubuh Dia memiringkan tubuhnya kearah lateral di atas tungkai yang menumpu. Kedua aksi tersebut terjadi dalam pola berjalan normal. Jika seseorang mempunyai proprioceptor dan kontrol otot yang normal tetapi ada sedikit kelemahan pada abduktor hip, maka keseimbangannya akan dikompensasi oleh lateral shift trunk yang berlebihan . Sedangkan pasien yang mengalami gangguan proprioceptor dan SSP (seperti hemiplegia) tidak akan mampu melakukan gerakan kompensasi untuk menghasilkan keseimbangan sehingga pasien akan jatuh kearah sisi tungkai yang terangkat (terayun) \. Dalam keadaan

single limb balance dapat terjadi valgus thrust (lateral thrust) pada knee dan ankle . Bagi pasien-pasien RA dan paralysis akibat polio dapat terjadi deformitas valgus pada knee dan ankle karena terjadi strain yang berulang pada ligamen-ligamen. Ada 2 mekanisme yang melindungi ligamen-ligamen dan mengontrol terjadinya valgus thrust pada knee. Pertama, mekanisme untuk menyanggah knee bagian medial melawan valgus thrust yang terjadi oleh aksi dari 3 otot sisi medial yakni m. semitendinosus, m. gracilis dan m. sartorius. Kedua, mekanisme proteksi dari aksi m. vastus medialis untuk mencegah pergeseran patella kearah lateral dan mengontrol angulasi valgus knee. Sedangkan pada ankle (kaki), adanya stress valgus dapat diproteksi oleh aksi m. tibialis posterior. 3. Limb Length Adjustment Pada saat terjadi perubahan posisi diperlukan perubahan panjang dari kedua tungkai sehingga kaki dapat mencapai tanah dengan mudah, dimana tungkai bagian depan diarahkan untuk lurus sedangkan tungkai bagian belakang harus membengkok. Dengan demikian tungkai (extremitas inferior) yang bergerak ke depan untuk mengambil suatu langkah harus lebih panjang daripada tungkai yang di belakang . Untuk mencapai gerakan extremitas inferior ke depan maka secara relatif terjadi rotasi pelvis kearah depan dan pelvis drop pada sisi ipsilateral. Pemanjangan extremitas yang lebih jauh dapat diperoleh dengan cara mempertahankan ankle tetap pada sudut 90o. Pada akhirnya, total pemanjangan extremitas akan berkurang dengan sedikit fleksi knee pada sisi penumpuan. Fase-fase Berjalan

Adanya pergantian berdiri dan melangkah maka secara teknikal fase berjalan terdiri atas stance phase (fase menumpu) dan swing phase (fase mengayun). Stance phase mulai terjadi pada saat heel strike dan berakhir pada saat toeoff. Untuk mengidentifikasi adanya aksi yang berkaitan maka stance phase dibagi kedalam fase heel strike, mid-stance dan push-off, sedangkan swing phase dibagi kedalam fase awal swing dan fase akhir swing. Setiap interval dari fase-fase tersebut terdiri dari aktivitas yang kompleks, yang berkaitan dengan penyelesaian tugas-tugas fungsional berjalan. Dengan demikian, untuk mengidentifikasi tugas-tugas fungsional berjalan pada setiap fase berjalan maka deskripsi fungsional yang tepat adalah :

Stance phase terdiri atas : Weight Acceptance, Trunk Glide, Push dan Balance Assistance Swing phase terdiri atas : Pick-up dan Reach.

Fase Menumpu (Stance phase) :

1. Weight Acceptance (0 15 % dari siklus berjalan) Pada fase ini, terjadi heel strike sampai foot-flat dimana kaki pertama kali kontak dengan tanah. Pada saat heel strike, tumit pertama kali menyentuh tanah dan extremitas inferior akan terulur ke depan dengan fleksi hip 30o, knee full ekstensi dan ankle membentuk sudut 90o (dorsifleksi ankle). Kemudian memasuki foot-flat knee akan sedikit fleksi dan kaki merapat di tanah. Sementara itu, tungkai bagian belakang dalam posisi toe-off. Dalam fase ini, terjadi berbagai aktivitas dan tugas fungsional berjalan yakni : a. Pada fase ini, menuntut adanya :

Shock absorption Stabilisasi tungkai Bergerak ke depan Keseimbangan pada satu tungkai

b. Keadaan yang terjadi dalam fase ini adalah :


Terjadi momentum ke depan dengan kuat sebelum heel strike Extremitas inferior mencapai tanah di depan tubuh Terjadinya heel strike menyebabkan kaki berhenti bergerak ke depan sehingga momentum ke depan terjadi pada tungkai bawah (tibia)

c. Respon yang terjadi adalah : RESPONSE TUGAS FUNGSIONAL BERJALAN 1. Forward Progression a. Dengan cepat terjadi plantar fleksi ankle karena pada saat tumit kontak dengan tanah berat tubuh terjadi disepanjang tibia. b. Dengan cepat terjadi fleksi knee sekitar 15o karena adanya momentum ke depan dari tungkai bawah (tibia) AKTIVITAS ANATOMICAL 1.a. Dikontrol oleh dorsifleksor ankle yakni m. tibialis anterior dan group extensor jari-jari kaki. 1.b. Terjadinya fleksi knee dan momentum ke depan dari tungkai bawah (tibia) dikontrol oleh m. soleus dan tibialis posterior, m. quadrieps, serta stabilitas tungkai atas (paha) oleh aktivitas m. semitendinosus, biceps femoris dan gluteus maximus.

c. Kecenderungan fleksi hip karena adanya berat tubuh di belakang kaki yang 1.c. Dikontrol oleh group extensors hip menumpu. dan momentum ke depan 2. Single Limb Balance

2.a. Terjadi lateral shift dari tubuh. Pelvis distabilisasi oleh group otot abduktors : m. a. Kecenderungan untuk jatuh dari tungkai gluteus medius, gluteus minimus dan yang menumpu

b. Valgus thrust pada knee akibat lateral shift c. Valgus thrust pada ankle

tensor fascia latae. 2.b. Dikontrol oleh otot-otot bagian medial knee : m. vastus medialis, semitendi-nosus dan gracilis. 2.c. Dikontrol oleh m. tibialis posterior dan insersio soleus bagian medial.

2. Trunk Glide (15 40 % dari siklus berjalan) Dalam fase ini, mulai dari foot-flat sampai terjadi maksimum dorsifleksi. Fase ini merupakan fase yang membawa badan bergerak ke depan di atas kaki yang foot-flat, dengan penumpuan pada satu tungkai. Trunk Glide merupakan interval dari mid-stance. Dalam fase ini, terjadi berbagai aktivitas dan tugas fungsional berjalan yakni : a. Pada fase ini, menuntut adanya gerakan tubuh ke depan secara kontinu di atas kaki yang datar (foot-flat) b. Keadaan yang terjadi dalam fase ini adalah :

Secara sempurna terjadi penumpuan pada satu tungkai. Terjadi foot-flat di atas tanah. Stabilitas extremitas inferior. Masih aktif terjadi momentum ke depan tetapi agak berkurang. Kecepatan gerakan ke depan menjadi lambat.

c. Respon yang terjadi adalah : RESPONSE TUGAS FUNGSIONAL BERJALAN 1. Forward Progression a. Adanya momentum akan membawa trunk dan extremitas inferior bergerak ke depan di atas kaki yang menetap.

AKTIVITAS ANATOMICAL 1.a. Kecepatan gerakan ke depan dikontrol oleh aktivitas otot soleus dan tibialis posterior.

Knee menjadi extensi ketika paha bergerak ke depan di atas tibia 1.b. Gerakan ke depan menyebabkan yang stabil. posisi ankle berubah dari 5o plantar fleksi Hip menjadi extensi ketika paha menjadi 10o dorsifleksi. bergerak ke depan 2.a. Terjadi aktivitas abduktor hip secara kontinu. 2.b. Stress pada knee mulai berkurang dan

Otot quadriceps menjadi rileks Extensor hip menjadi rileks.

b. Garis berat tubuh bergeser dari belakang tumit ke kaki bagian depan.

2. Single Limb Balance a. Terjadi penumpuan secara total pada salah satu extremitas. b. Terjadi lateral shift secara maksimum pada 20 % siklus berjalan, kemudian mulai menurun. 2. Limb Length Adjustment a. Extremitas yang lain mengayun ke depan 3. Push (40 50 % dari siklus berjalan)

otot-otot protector menjadi relaks. 3.a. Menuntut adanya gerakan abduksi, int. rotasi dan extensi hip secara simultan di atas hip joint yang menumpu.

Pada fase ini, diawali dengan heel-rise sampai terjadi maksimum gaya push. Fase ini merupakan fase dimana tumit terangkat ke atas pada kaki yang menumpu, diikuti dengan gerakan badan ke depan oleh dorongan kaki yang menumpu. Fase push merupakan interval awal dari push-off. Dalam fase ini, terjadi berbagai aktivitas dan tugas fungsional berjalan yakni : a. Pada fase ini, menuntut adanya gaya dorong ke depan b. Keadaan yang terjadi dalam fase ini adalah :

Tubuh agak ke depan dari kaki yang menumpu.. Secara full knee extensi. Tumit mulai terangkat Ankle dalam posisi 10o dorsifleksi.

c. Respon yang terjadi : RESPONSE TUGAS FUNGSIONAL BERJALAN 1. Forward Progression AKTIVITAS ANATOMICAL 1.a. Extensi hip dikontrol oleh otot iliacus.

a. Berat tubuh cenderung untuk menarik: Extensi knee dikontrol oleh otot gastrocnemius pada 10o fleksi. Hip kearah lebih extensi Knee kearah lebih extensiAnkle Tujuh otot plantarfleksor ankle bekerja kearah lebih dorsifleksi aktif : m. gastrocnemius, peroneus lo-ngus dan brevis, flexor jari-jari kaki yang besar, soleus, dan tibialis pos-terior. b. Tercipta Gaya Push 1.b. Meningkatnya aktivitas dari tujuh otot

2. Single Limb Balance

plantar fleksor.

a. Posisi Trunk kembali ke midline untuk 2.a. Abduktors hip menjadi relaks pada persiapan transfer berat tubuh ke tungkai ma-sa pertengahan push. yang lain. 2.b. Pergeseran tersebut dikontrol oleh b. Tercipta gerakan pasif abduksi hip. otot adduktor longus dan magnus. 4. Balance Assistance (50 60 % dari siklus berjalan) Fase ini terjadi penumpuan berat badan kembali oleh kedua tungkai akibat adanya transfer berat tubuh dari satu tungkai ke tungkai yang lain, dimana satu tungkai dalam keadaan toe-off sedangkan tungkai lain dalam keadaan heel strike. Pada fase ini diawali dengan maksimum gaya push sampai toe-off, yang merupakan interval akhir dari push-off. Dalam fase ini, terjadi fleksi knee dengan cepat sekitar 65o dan ankle bergerak kearah plantar fleksi sekitar 20o. Dalam fase ini, terjadi berbagai aktivitas dan tugas fungsional berjalan yakni : a. Pada fase ini menuntut adanya bantuan keseimbangan tubuh dari tungkai lain yang siap untuk menerima berat tubuh. b. Keadaan yang terjadi dalam fase ini adalah :

Masa penumpuan dari kedua tungkai Dengan cepat berat tubuh ditransfer ke tungkai yang lain Mempertahankan tungkai yang utama tetap kontak dengan tanah untuk keseimbangan sementara tungkai yang lain siap untuk mengayun. Garis berat tubuh berada diantara kedua tungkai.

c. Respon yang terjadi : RESPONSE TUGAS FUNGSIONAL BERJALAN 1. Forward Progression AKTIVITAS ANATOMICAL

1.a. Transfer yang cepat ditandai dengan fleksi knee secara pasif (0 50o). Tidak a. Transfer berat tubuh yang cepat akan ada otot fleksor knee yang bekerja aktif. melepaskan tahanan pada knee dan ankle 1.b. Terjadi Postural equinus akibat b. Mempertahankan tetap kontak dengan gerakan tibia ke depan dengan adanya tanah fleksi knee yang disertai extensi hip. 2. Single alignment) (Lateral 1.c. Gerakan aktif plantar fleksi : hanya otot gastrocnemius dan tibialis posterior yang relaks. Masa penumpuan berat tubuh dengan 1.d. Extensi hip berkurang (-10o 0o). Limb Balance

kedua tungkai.

Otot adduktor longus dan magnus bekerja aktif .

Dengan cepat berat tubuh bergeser melewati midline dari kaki yang lain 2.a. Adduktor longus dan magnus mengon-trol adanya lateral shift, dan menambah stabilitas. Fase Mengayun (Swing phase) 1. Pick-up (60 75 % dari siklus berjalan) Fase ini merupakan fase awal dari swing, yang diawali dengan toe-off sampai akhir fleksi knee. Pada fase ini terjadi kombinasi gerakan fleksi hip, knee dan dorsifleksi ankle. Dalam fase ini, terjadi berbagai aktivitas dan tugas fungsional berjalan yakni : a. Pada fase ini menuntut terjadinya pengangkatan kaki dari tanah sebagai persiapan untuk mencapai reach ke depan. b. Keadaan yang terjadi dalam fase ini adalah :

Seluruh berat tubuh disanggah oleh tungkai yang lain (tungkai yang menumpu) Tungkai yang terayun berada di belakang axis tubuh Jari-jari kaki menghadap ke bawah / kearah tanah akibat dari :

Adanya fleksi knee Posisi ankle dalam equinus maximal. c. Respon yang terjadi : RESPONSE TUGAS FUNGSIONAL BERJALAN 1. Forward Progression AKTIVITAS ANATOMICAL

1.a. Terjadi gerakan aktif fleksi hip (0 5o) oleh kontraksi otot iliacus, sartorius, a. Satu tungkai (extremitas inferior) dan tensor fascia latae. terangkat untuk membentuk postural equinus yang sebenarnya. Juga gerakan aktif fleksi knee (50o 70o) oleh kontraksi otot biceps femoris (caput b. Pada saat toe-off, kaki bagian poste-rior brevis) dan sartorius. dan lateral menuju ke axis tubuh 1.b. Tungkai yang terayun dibawa kearah 2. Limb Length Adjustment midline oleh kontraksi otot adduktor magnus. Tungkai yang terayun menjadi memendek untuk mengangkat jari-jari kaki dari 2.a. Pelvis akan berotasi ke depan dari tanah. posisinya pada maximum posterior.

2. Reach (75 100 % dari siklus berjalan) Fase ini merupakan fase akhir dari swing, yang diawali dengan periode extensi knee selama mengayun. Pada fase ini, tungkai yang terayun bergerak ke depan untuk langkah berikutnya. (gbr. 7.9) Dalam fase ini, terjadi berbagai aktivitas dan tugas fungsional berjalan yakni : a. Pada fase ini menuntut adanya gerakan kaki ke depan untuk langkah berikutnya dalam forward progression, dan siap untuk menerima berat tubuh yang maju ke depan. b. Keadaan yang terjadi dalam fase ini adalah :

Gerakan tubuh ke depan terjadi karena adanya gaya push dan aktivitas tungkai lain yang stance. Tungkai/extremitas yang terayun dalam posisi fleksi pada setiap sendi, dan dengan cepat terjadi extensi knee. Kaki masih berada di belakang axis tubuh. Jari-jari kaki tidak kontak dengan tanah.

c. Respon yang terjadi : RESPONSE TUGAS FUNGSIONAL BERJALAN 1. Forward Progression AKTIVITAS ANATOMICAL

1.a. Dengan cepat terjadi extensi knee dari posisinya pada 70o fleksi akibat adanya a. Tungkai bergerak dengan cepat ke relaksasi dari otot fleksor knee dan efek depan untuk mencapai posisi Weight pendulum. Acceptance sebelum garis berat tubuh sangat jauh dari tungkai yang menumpu Extensors knee (kelompok Vastus) sebagai stabilitas menjadi aktif pada akhir masa reach untuk mempertahankan full extensi knee. b. Jari-jari kaki tetap dipertahankan tidak kontak dengan tanah. Fleksi hip sedikit meningkat (30o) dan dipertahankan oleh group adduktors. 2. Limb Length Adjustment 1.b. Terjadi gerakan aktif dorsifleksi Tungkai yang terayun menjadi meman- ankle. jang 2.a. Secara kontinu pelvis berotasi yang diikuti dengan gerakan tungkai ke depan. Pelvis juga drops kearah adduksi tungkai.

Genu Valgum adalah istilah latin untuk menggambarkan bentuk knock-knee atau bentuk kaki seperti huruf X. Bentuk kaki X ini dapat digambarkan dengan kondisi kaki bagian bawah diposisikan pada sudut luar, yaitu lutut yang saling menyentuh, sementara pergelangan kaki terpisah. Pola berjalan pada penderita ini adalah dengan melangkah tanpa menapakkan bagian tungkai kaki secara sempurna pada bidang pijakan (lantai). Tak hanya mekanisme gaya dan pola berjalannya saja yang terganggu, ciri fisiknya juga tampak cacat dan adanya rasa sakit pada bagian lutut anterior dan medial. Pada 12 bulan pertama, kondisi kaki yang agak bengkok (tidak lurus sempurna) memang sering terjadi. Hal ini didasari pada tulang bayi atau balita yang masih lunak atau belum mengeras secara sempurna. Pada dasarnya, penyelarasan femur-tibia terjadi pada usia 12 14 bulan, sedangkan penyelarasan lutut normal, terjadi pada usia 3 3,5 tahun. Sebagian besar anak, mengalami genu valgum sekitar usia 2 atau 3 tahun, seiring dengan pemisahan pergelangan kaki dan menyatunya bagian lutut. Ini adalah perkembangan normal yang terus berlanjut sampai usia 5 atau 6 tahun, pada saat kaki mulai meluruskan sepenuhnya. Dikutip dari The Baby Book karangan Willian dan Martha Sears, terdapat beberapa jadwal perkembangan yang normal untuk telapak kaki dan kaki balita, yaitu: 1. Bayi memiliki kaki bengkok sejak lahir hingga anak belajar berjalan. 2. Telapak kaki di putar ke dalam (seperti huruf O) hingga usia 2 tahun, jika tidak ada kelainan maka kaki akan kembali normal. 3. Telapak kaki di putar ke luar (seperti huruf X) mulai usia 3 tahun hingga maksimal anak berusia 7 tahun. Jika tidak ada kelainan, maka anak akan kembali berjalan normal. Adapun mekanisme terbentuknya kaki X adalah sebagai berikut. Pada keadaan normal, physis dan epiphysis seharusnya terlindung dari tekanan patologis dan mempertahankan pertumbuhan serta keseimbangan kaki sehingga kaki dapat lurus. Pada Genu Valgum, terdapat gangguan pertumbuhan tulang kaki yang menyebabkan pergeseran sumbu mekanik (sumbu mekanik adalah garis lurus yang ditarik dari pusat kepala femoralis ke pusat mata kaki; ini harus membagi dua lutut) sehingga tekanan patologis ditempatkan pada lateral femur dan tibia. Akibatnya, saat anak berdiri, titik berartnya tidak terletak di antara jari kaki pertama dan kedua seperti yang terjadi pada anak normal. Hal ini tidak hanya menghambat pertumbuhan physeal, tetapi juga dengan adanya efek Hueter-Volkmann pada seluruh epiphysis yang dapat menghambat perluasan (ekspansi) tulang. Menurut prinsip HueterVolkmann, pasokan tekanan yang terus-menerus (berdiri, berjalan) dan berlebihan pada epiphysis, dapat menghambat pertumbuhan. Akibatnya, pertumbuhan di lateral femur terhambat, menyebabkan sulkus femur menjadi lebih pendek, dan adanya kecenderungan patella (lutut) miring ke arah lateral sehingga saling menempel. (Peter M Stevens, MD, Professor, Director of Pediatric Orthopedic Fellowship Program, Department of Orthopedics, University of Utah School of Medicine). Selain itu, baik Genu Valgum maupun Genu Varum juga dapat berupa observasi klinis dari penyakit riketsia. Riketsia merupakan suatu gangguan mineralisasi tulang dan kartilago yang disebabkan karena defisiensi vitamin D, abnormalitas vitamin D, atau karena abnormalitas metabolisme maupun ekskresi fosfat organik. Penyebab lain timbulnya Genu Valgum adalah : 1. Posisi tidur yang salah, misalnya tengkurap seperti katak. Jika berlangsung lama, kebiasaan ini dapat mengakibatkan gangguan rotasi dan bentuk tungkai. 2. Kebiasaan duduk yang salah, misalnya duduk dengan posisi kaki membentuk huruf W.

3. Kebiasaan menggendong yang salah, misalnya saat digendong menyamping, kaki anak dibiarkan melingkari tubuh ibu (yang menggendong) dan membentuk sudut 90 derajat. 4. Memakaian popok sekali pakai dengan cara dan pada saat yang tidak tepat, misalnya terusmenerus pada saat anak sedang belajar berjalan. Hal ini membuat anak sulit menemukan posisi kaki yang stabil. 5. Memakaian babywalker. Anak yang belum cukup kuat menopang berat tubuhnya akan memaksakan salah satu kakinya untuk menyangga seluruh berat tubuhnya. Akibatnya tungkai bawah dan pergelangan kaki saja yang terlatih, sehingga terjadi ketidakseimbangan kekuatan otot. Adapun seorang anak mengapa menderita kaki X, bukan kaki O, disebabkan oleh dua fator berikut : 1. Faktor Jenis Kelamin Perempuan mempunyai pelvis yang lebih luas daripada pria dan relatif mempunyai paha yang lebih pendek sehingga wanita lebih sering mengalami Genu Valgum (bentuk X) daripada pria. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa Genu Valgum biasa ditemukan pada wanita, sedangkan Genu Varum biasa ditemukan pada laki-laki. 2. Faktor Obesitas Anak yang obesitas cenderung memiliki bentuk kaki O (Genu Varum). Hal ini dikarenakan kaki harus menopang berat badannya yang berlebih. Dalam keadaan normal, kaki anak bisa kembali normal jika anak melakukan diet sejak usia balita.

Anda mungkin juga menyukai