Anda di halaman 1dari 8

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Untuk menghadapi tantangan dan permasalahan pendidikan nasional yang amat berat saat ini, pendidikan harus dipegang oleh para manajer dan pemimpin yang sanggup menghadapi berbagai tantangan dan permasalahan yang ada, baik pada level makro maupun mikro di sekolah. Pada level mikro Departemen Pendidikan Nasional

memperkirakan 70 persen dari 250 ribu kepala sekolah di Indonesia tidak kompeten. Berdasarkan ketentuan Departemen, setiap kepala sekolah harus memenuhi lima aspek kompetensi, yaitu kepribadian, sosial, manajerial, supervisi, dan kewirausahaan. Pernyataan ini merupakan temuan Direktorat Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PMPTK) Departemen Pendidikan Nasional setelah melakukan uji kompetensi. Direktorat PMPTK melakukan uji kompetensi berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Kompetensi Kepala Sekolah. Lebih dari 400 kepala sekolah dari lima provinsi mengikuti tes tersebut. Untuk memastikan temuan itu, uji kompetensi kembali dilakukan terhadap 50 kepala sekolah sebuah yayasan pendidikan. Hasilnya sama saja dengan temuan sebelumnya.

Menurut Surya (2008) banyaknya kepala sekolah yang kurang memenuhi standar kompetensi ini tak terlepas dari proses rekrutmen dan pengangkatan kepala sekolah yang berlaku saat ini. Di sejumlah negara, untuk menjadi kepala sekolah, seseorang harus menjalani training dengan minimal waktu yang ditentukan. Ia mencontohkan Malaysia, yang menetapkan 300 jam pelatihan untuk menjadi kepala sekolah, Singapura dengan standar 16 bulan pelatihan, dan Amerika, yang menetapkan lembaga pelatihan untuk mengeluarkan surat izin atau surat keterangan kompetensi. Sejak diberlakukannya otonomi daerah, pengangkatan kepala sekolah menjadi kewenangan penuh bupati atau wali kota.

Kewenangan tersebut menjadikan bupati atau wali kota seenaknya saja menentukan kepala sekolah. Selain itu, proses pengangkatannya jarang disertai pelatihan. Ia berharap kepala daerah kembali

menggunakan standar kompetensi dalam memilih dan mengangkat kepala sekolah. Wakil Sekretaris Jenderal Federasi Guru Independen Indonesia Yanti Sriyulianti (2008) menyatakan bahwa perekrutan kepala sekolah memang tidak profesional. Hal itu bisa dilihat dari banyaknya sekolah yang tidak berkualitas. Karena itu perlu perubahan manajemen dan regulasi yang lebih transparan dan akuntabel untuk memperbaikinya. Salah satu kompetensi kepala sekolah adalah kompetensi manajerial di samping kompetensi lainnya seperti kompetensi

kepribadian, kompetensi supervisi, dan kompetensi sosial. Kompetensi manajerial yang harus dimiliki seorang kepala sekolah adalah mampu memimpin guru dan staf dalam rangka pendayagunaan sumber daya manusia secara optimal. Kemampuan memimpin guru dan staf mencakup kompetensi seperti berikut ini: 1) mampu mengkomunikasikan visi, misi, tujuan, sasaran, dan program strategis sekolah kepada keseluruhan guru dan staf, 2) mampu mengkoordinasikan guru dan staf dalam merealisasikan keseluruhan rencana untuk menggapai visi, mengemban misi,

menggapai tujuan dan sasaran sekolah, 3) mampu berkomunikasi, memberikan pengarahan penugasan, dan memotivasi guru dan staf agar melaksanakan tugas pokok dan fungsinya masing-masing sesuai dengan standar operasional prosedur yang telah ditetapkan, 4) mampu membangun kerjasama tim (team work) antar-guru, antar-staf, dan antara guru dengan staf dalam memajukan sekolah, 5) mampu melengkapi guru dan staf dengan keterampilan-keterampilan

profesional agar mereka mampu melihat sendiri apa yang perlu dilakukan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya masing-masing, dan 6) mampu melengkapi staf dengan ketrampilan-ketrampilan agar mereka mampu melihat sendiri apa yang perlu dan diperbaharui untuk kemajuan sekolahnya. Selain itu kepala sekolah dituntut memiliki kompetensi mengelola guru dan staf dalam rangka pendayagunaan sumber daya manusia

secara optimal. Kemampuan ini meliputi kemampuan: 1) merencanakan kebutuhan guru dan staf berdasarkan rencana pengembangan sekolah, 2) melaksanakan rekrutmen dan seleksi guru dan staf sesuai tingkat kewenangan yang dimiliki oleh sekolah, dan 3) mengelola kegiatan pembinaan dan pengembangan profesional guru dan staf. Menurut Mustakim (2008) pada saat ini banyak guru telah meninggalkan teori behaviourisme dan melaksanakan teori

konstruktivisme dalam pembelajaran di kelas tetapi volumenya masih terbatas. Kenyataan di lapangan kita masih banyak menjumpai guru yang dalam mengajar masih terkesan hanya melaksanakan kewajiban. Guru tidak memerlukan strategi, metode dalam mengajar, baginya yang penting bagaimana sebuah peristiwa pembelajaran dapat berlangsung. Disisi lain menurut Hartono Kasmadi (1993 :24) bahwa

pelaksanaan kegiatan belajar mengajar dimana pengajar masih memegang peran yang sangat dominan, pengajar banyak ceramah (telling method) dan kurang membantu pengembangan aktivitas murid . Dari uraian di atas, tidak dipungkiri bahwa di lapangan masih banyak guru yang masih melakukan cara seperti pendapat di atas, dan diakui bahwa banyak faktor penyebabnya sehingga kita akan melihat akibat yang timbul pada peserta didik, kita akan sering menjumpai siswa belajar hanya untuk memenuhi kewajiban pula, masuk kelas tanpa persiapan, siswa merasa terkekang, membenci guru karena tidak suka gaya mengajarnya, bolos, tidak mengerjakan tugas yang diberikan

guru, takut berhadapan dengan mata pelajaran tertentu, merasa tersisihkan karena tidak dihargai pendapatnya, hak mereka merasa dipenjara, terkekang sehingga berdampak pada hilangnya motivasi belajar, suasan belajar menjadi monoton, dan akhirnya kualitas pun menjadi pertanyaan. Dari permasalahan yang ada, sekolah dalam hal ini kepala sekolah, guru dan stakeloders mempunyai tanggung jawab terhadap peningkatan mutu pembelajaran di sekolah terutama guru sebagai ujung tombak dilapangan (di kelas) karena bersentuhan langsung dengan siswa dalam proses pembelajaran. Guru mempunyai tugas dan tanggung jawab yang sangat berat terhadap kemajuan dan peningkatan kompetensi siswa, dimana hasilnya akan terlihat dari jumlah siswa yang lulus dan tidak lulus. Dengan demikian tangung jawab peningkatan mutu pendidikan di sekolah, selalu dibebankan kepada guru di bawah manajerial seorang kepala sekolah. Sudarwan Danim (2002) mengungkapkan bahwa salah satu ciri krisis pendidikan di Indonesia adalah guru belum mampu menunjukkan kinerja (work performance) yang memadai. Menurut data yang diperoleh dari SMP Negeri 1 Ranah Batahan bahwa pada tahun pelajaran 2009/2010 guru-guru SMP Negeri 1 Ranah Batahan Kabupaten Pasaman Barat yang memiliki perangkat pembelajaran hanya mencapai 74 % yaitu 23 orang dari 31 orang guru.

Kepemilikan perangkat pembelajaran ini diperoleh dengan kreasi sendiri, mengikuti Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), dan/atau merevisi yang sudah ada sebelumnya. Sementara 26 % lagi tidak memiliki perangkat pembelajaran yang lengkap. Seharusnya target kepemilikan perangkat pembelajaran adalah seluruh guru yang mengajar pada tahun pembelajaran 2009/2010, yakni sebanyak 31 orang atau 100 %.

B. Identifikasi Masalah Dari latar belakang masalah di atas dapat diidentifikasikan beberapa masalah yang berkaitan dengan kemampuan manajerial kepala sekolah dan kinerja guru yakni: 1) Masih banyak kepala sekolah yang tidak kompeten. 2) Kinerja guru yang rendah. 3) Persiapan guru (perangkat pembelajaran) yang tidak lengkap. 4) Metode pembelajaran konstruktivisme belum sepenuhnya diaplikasikan oleh guru. 5) Guru belum seluruhnya mampu membuat perangkat pembelajaran secara lengkap.

C. Pembatasan Masalah Mengingat banyaknya permasalahan yang berkaitan dengan kinerja guru, maka penelitian ini hanya dibatasi pada kemampuan manajerial kepala sekolah yang dianggap faktor yang dominan yang

berhubungan dengan peningkatan profesionalime guru atau kinerja guru.

D. Perumusan Masalah Berdasarkan masalah yang diuraikan di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: Apakah terdapat kontribusi kemampuan manajerial kepala sekolah terhadap kinerja guru SMP Negeri 1 Ranah Batahan Kabupaten Pasaman Barat tahun 2010?

E. Pertanyaan Penelitian 1. Apakah terdapat kontribusi kemampuan manajerial kepala sekolah terhadap kinerja guru SMP Negeri 1 Ranah Batahan Kabupaten Pasaman Barat tahun 2010? 2. Seberapa besar kontribusi kemampuan manajerial kepala sekolah terhadap kinerja guru SMP Negeri 1 Ranah Batahan Kabupaten Pasaman Barat tahun 2010?

F. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1. Kinerja guru SMP Negeri 1 Ranah Batahan Kabupaten Pasaman Barat tahun 2010.

2. Kontribusi kemampuan manajerial kepala sekolah terhadap kinerja guru SMP Negeri 1 Ranah Batahan Kabupaten Pasaman Barat tahun 2010.

G. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi: 1. Guru-guru SMP Negeri 1 Ranah Batahan Kabupaten Pasaman Barat. 2. Kepala sekolah SMP Negeri 1 Ranah Batahan Kabupaten Pasaman Barat. 3. Peneliti lanjut untuk mendalami permasalahan kinerja guru dan kontribusi kemampuan manajerial kepala sekolah terhadap kinerja guru SMP Negeri 1 Ranah Batahan Kabupaten Pasaman Barat.

Anda mungkin juga menyukai