Civil Society

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 4

CIVIL SOCIETY , ERA PEMERINTAHAN PRESIDEN SUSILO SBY-JK (2004-2009).

Tumbuh dan kembangnya civil society setelah Orde Baru runtuh menimbulkan sebuah harapan baru yakni munculnya sebuah kekuatan yang pentingdalam mendorong gerakan pembaharuan politik di Indonesia.Pada saat yangbersamaan, struktur politik yang lebih terbuka dan memberi kesempatan yang lebihluas adalah keuntungan yang dimanfaatkan oleh kelompok civil society di Indonesia.Akibatnya arena politik seperti negosiasi dan lobi dengan penguasa politik yang duludianggap sebagai sesuatu hal yang dihindari oleh para aktornya, menjadi factor penting yang harus dipertimbangkan kembali.Maka tidaklah heran bila saat ini,beberapa aktor civil society lebih memilih bergabung dengan partai politik danbersedia untuk dicalonkan sebagai anggota legislative dalam pemilu 2009 yang lalu.

Dalam konteks relasi pembuatan kebijakan publik, civil society dan partai politik di Indonesia mulai terbangun hubungan yang saling menghargai, menghormatidan memahami keberadaan akan perannya dalam kehidupan politik. Meski awalnya kalangan civil society menganggap bahwa para politisi di lembaga legislatif tidakmampu menghasilkan produk perundangan yang substansial, namun belakangankalangan civil society menyadari bahwa keterbatasan peran dan aktivitasnya dalam mempengaruhi proses pembuatan kebijakan tidak akan berarti tanpa kehadiran partaipolitik yang mengisi lembaga legislatif. Sebaliknya, partai politik juga memahamibahwa salah satu tugas civil society adalah memberi masukan yang konstruktif dalam proses tersebut. Namun demikian, hubungan ini tidaklah mudah dicapai karena prosespolitik yang penuh negosiasi adalah penghalang utama bagi terciptanya hubunganyang kondusif. Keterbatasan ruang dan peran yang dimiliki oleh aktor civil society dalam mendesakkan agenda-agenda perubahan yang lebih berorientasi kepentingan rakyat,telah merubah pola gerakan yang diinginkan oleh para aktivis gerakan sosial.Awalnya gerakan ekstra parlemen adalah sebuah pilihan yang dilakukan oleh para aktor civil society.Namun belakangan, para aktor civil society menyadari bahwa salah satu ketidak efektifan gerakan ini dikarenakan keterbatasan

yang dimiliki olehcivil society yaitu hanya menjadi kelompok penekan bukan kelompok penentu dalamlembaga legislatif.Oleh karenanya, beberapa aktor civil society merasa adakebutuhan yang mendesak untuk menjadi bagian di dalam lembaga legislatif. Artinyaperubahan peran dari civil society dengan fokus sebagai penekan menjadi perankelompok yang menentukan dalam proses kebijakan yaitu partai politik. Maka, dalamdua pemilu terakhir (2004 dan 2009), terdapat banyak nama aktor civil society yangikut bertarung dalam pemilu legislatif nasional (DPR dan DPD) ataupun DPRD.Dalam konteks itu, para aktor civil society yang ikut serta dalam pemilu DPR danDPRD telah berpindah menjadi aktor partai politik.

Ada beberapa aktivitas yang dilakukan oleh civil society dan partai politik secara bersama-sama, pada era Pemerintahan SBY-JK dimana lebih banyak fokus dalam konteks pembuatankebijakan publik seperti advokasi atau lobi terhadap suatu isu yang sedang dibahasdalam proses pembuatan undang-undang. Dalam konteks ini, civil society

sebagaikelompok kepentingan yang akan me-lobi partai politik di DPR untuk mendorongdan mendiskusikan kepentingan yang mereka ajukan. Sebagai organisasi yangindependen dari kepentingan politik, civil society juga memiliki peran untukmemonitor janji-janji kampanye para kandidat dan partai dalam masa kampanye sertajuga perilaku para politisi di DPR.Dalam kesempatan yang berbeda, civil society juga dianggap sebagai wadah untuk berdiskusi tentang berbagai hal-hal pentingterkait dengan isu-isu yang mereka (anggota DPR) butuhkan saat itu. Dalam konteks kebutuhan partai politik, civil society juga berperan dalammeningkatkan kapasitas organisasi partai dalam menjalankan fungsinya, melaluiberbagai bentuk pelatihan pengembangan kapasitas.Sebagai lembaga yang memilikisumber daya manusia yang diakui eksistensi dalam pembangunan, civil society jugamenyediakan para aktor dan pimpinannya sebagai kandidat yang mumpuni dalamajang pemilihan umum, baik untuk legislatif ataupun eksekutif.Pada saat yangbersamaan, civil society juga dapat berperan dalam mobilisasi para pemilih untukdapat memilih pemimpin partai politik yang sesuai dengan arah dan kepentinganmereka sebagai pemilih.

Demikianlah dalam beberapa hal yang dapat kami analisis, tentang peran dan aktifitas Civil society pada era pemerintahan presiden Sby JK. Kami menyadari bahwa banyak hal yang penting lainnya yang perlu untuk diungkap melalui peran civil society dalam transisi demokrasi kala itu, mungkin dilain waktu bisa diperdalam lagi. Semoga analisis ini bermanfaat adanya..amin.

Anda mungkin juga menyukai