Anda di halaman 1dari 18

BAB I PENDAHULUAN Bangsa Yunani Kuno menganggap epilepsi sebagai tanda kesurupan dari para dewa; sedangkan kebudayaan-kebudayaan

lain menganggap ini sebagai ulah dari ilmu sihir jahat. Hasil yang dicapai dari penelitian-penelitian modern mampu menyingkirkan anggapananggapan tadi, namun apakah penyebabnya dan bagaimanakah penanganannya masih sulit ditemukan. Saat gelombang penemuan obat-obat yang bermanfaat malalui metode yang menggunakan hewan percobaan antara tahun 1938 hingga 1960 berakhir, maka semakin jelaslah bahwa dalam upaya mancapai kemajuan dalam penanganan epilepsi, diperlukan pengetahuan yang lebih mendalam tentang patofisiologi seluler dari penyakit tersebut dan mekanisme kerja obat-obat yang dapat mengatasinya. Selama empat dekade terakhir, telah dicapai kemajuan yang berarti dalam penelitian sinaptik serebral secara umum dan kerja obat-obat antiseizure yang ada sekarang. Prinsip mekanisme obat-obat antiseizure meliputi kanal ion yang dioperasikan oleh perubahan poltase serta fungsi sinaps inhibitorik dan eksitatorik. Kanal Na+ yang bergantung pada perubahan tegangan listrik memasuki suatu keadaan tidak aktif setelah terjadi suatu potensial aksi. Perpanjangannya keadaan tidak aktif ini dangan perpanjangan keadaan refrakter dianggap sebagai suatu mekanisme utama dari phenytoin, carbamazepine, dan lamotrigine; ini juga nerupakan mekanisme yang mendasari efek dari phenobarbital, valproate, dan topiramate. Fenomena ini berkaitan dengan penekanan aktivitas rangsangan yang berulang dan cepat

(rapid repetive firing) pada neoron yang terisolasi dan proteksi terhadap kejut elektrik maksimal (maksimal elektroschok) pada binatang percobaan dan fokal seizure pada manusia. FARMAKOLOGI DASAR DAN KLINIK DARI OBAT YANG DIGUNAKAN PADA HIPERLIPIDEMIA Cara Kerja: Cara kerja niacin yang utama diduga melibatkan penghambatan sekresi VLDL, yang selanjutnya menurunkan produksi LDL. Penurunan Peningkatan produksi kliren apolipoprotein VLDL melalui VLDL jalur telah lipase dibuktikan. liupoprotein

berperan serta pada efek penurunan trigliserida oleh niacin. Obat tersebut tidak mempunyai efek pada produksi asam empedu. Ekskresi sterol netral pada tinja meningkat secara akut disebabkan mobilisasi kolesterol dari tempat pengumpulannya di jaringan. Suatu kondisi stabil baru dihambat, suatu efek yang tetap maningkatkan Tingkat ambilan LDL yang kemudian dicapai. Selama pemberian obat tersebut secara kronis. Kolesterogenesis berlangsung pada pemberian hepatis untuk mendukung kadar resin pengikat asam empedu. Penurunan sintesis kolesterol dihati peningkatan sistesis asam empedu yang di induksi oleh resin. katabolisme KDL diturunkan, peningkatan kolesterol HDL dan apo A-I di dalam plasma. Proses aterogenesis atau trombosis dapat dipengaruhi penurunan sejumlah besar kadar fibrinogen dalam sirkulasi yang diproduksi oleh niacin , dan kadar aktivator plasminogen jaringan diduga meningkat. Niacin adalah suatu penghambat kuat pada sistem lipase intraseluler dari jaringan adipose, yang diduga dapat menurunkan produksi

VL:DL dengan menurunkan aliran asam lemak bebas ke hati. Namun, kelanjutan penghambatan lipolisis sebelum jelas diketahui. Niacin menurunkan kadar Lp (a) plasma pada banyak subyek dengan suatu mekanisme yang tidak diketahui. PENGHAMBAT KOMPETITIF REDUKTASE HMG-COA (Penghambat Reduktase) Cara kerja Reduktase HMG-CoA memperantarai langkah awal biosintesis sterol. Bentuk aktif penghambat reduktase merupakan analong struktual HMG-CoA intermideiate (gambar 35-3) yang dibentuk oleh reduktase HMG-CoA dalam sintesis mevalonate. Analog tersebut menyebabkan hambatan persial pada enzim dan oleh karenanya menurut teori dapat merusak sintesis isoprenoid aktivitas semacam ubiquione dan dolichol, dan prenylasi protein, namun belum ketahui apakah dapat terbukti mempunyai biologid yang bermakna. Namun, penghambat reduktase jelas menginduksi atau peningkatan reseptor LDL dengan afinitas tinggi. Efek tersebut meningkatkan baik kecepatan katabolisme fraksional LDL maupun ekstraksi prekursor LDL oleh hati (VLDL sisa), sehingga mengurangi simpanan LDL plasma. Oleh karena ekstraksi lintas- pertama oleh hati dari obat tersebut besar, maka efek utamanya terjadi di hati. Aktivitas yang disukai oleh beberapa kongener di dalam hati di duga merupakan ciri perbedaan ambilan yang bersifat khusus pada jaringan. Penurunan kadar LDL yang terbatas pada pasien yang tidak

memiliki reseptor LDL yang fungsional, merupakan indikasi bahwa penurunan kolesterologenesis secara de novo berperan

pula dalam penurunan kolesterol oleh agen tersebut. Penurunan yang sedikit dalam trigliserida plasma dan sedikit peningkatan dalam kadar kolesterol HDL terjadi pula selama pengobatan.

MEKANISME KERJA OBAT-OBAT PENYAKIT NEUROMUSKULER Interaksi obat-obat dengan kanal and plate-reseptor acetylcholine telah digambarkan pada tingkat molekuler. A. Obat-obat Penyakat Nondepolarisasi Semua jenis obat-obat penyakat neuromuskuler yang digunakan Sebenarnya di Amerika sebagai Serikat, adalah kecuali succinylcholine, nondepolarisasi. Obat-obat ini diklasifikasikan senyawa-senyawa tubocurarine.

prototipenya

menghasilkan penyakatan yang dapat diatasi. Pada dosis-dosis klinis kecil serta frekuensi stimulasi rendah, relaksan-relaksan otot nondepolarisasi bekerja secara dominan pada situs reseptor nikotinik untuk berkompetisi dengan acetylcholine. Pada dosisdosis yang lebih besar, beberapa obat-obat ini juga memasuki pori-pori kanal ionagar terjadi penyakatan. Lebih jauh, hal ini akan melemahkan transmisi neuromuskuler serta mengurangi kemampuan inhibitor-inhibitor acetylcholinest-erase (misalnya, neostigmine) dalam mengantagonis relaksan-relaksan otot nondepolarisasi. Relaksan nondepolarisasi juga bisa menyakat kanal-kanal natrium prahubungan-tetapi kemungkinan bukan kanal kalsium. Akibatnya relaksan otot ini dapat mempengaruhi mobilisasi acetylcholine pada ujung saraf. Salah satu akibat adanya sifat penyakatan pascasinaps yang dihasilkan oleh senyawa ini adalah adanya fakta yang

mengatakan

bahwa

stimulasi

tetanik,

dengan

melepaskan

sejumlah besar acetylcholine, diikuti oleh pemecahan pascatetanik sementara atau dukungan hambatan. Satu konsekuensi klinis penting dengan dasar pemikiran yang sama adalah kemampuan inhibitor-inhibitor cholinesterase untuk menghentikan penyakatan. B. Obat-obat Depolarisasi 1. Penyakatan fase I (depolarisasi) : succinylcholine adalah satusatunya obat penyakat klinis depolarisasi di neuromuskuler Serikat. yang yang digunakan secara Amerika efek Efek-efek lama.

neuromuskulernya menyerupai acetylcholine kecuali bahwa succinylcholine menghasilkan lebih Succinylcholine bereaksi dengan reseptor nikotinik untuk membuka kanal dan menyebabkan depolarisasi pada end plate, dan nantinya senyawa ini akan menyebar dan mendepolarisasi membran-membran yang berdekatan, menyebabkan kontraksi yang tidak terorganisasi dari unit-unit motor otot. Hasil yang kita dapat dari perekaman kanal-tunggal mnenunjukkan adanya penyakat-penyakat depolarisasi dapat gerakan secara (flickering) efektif pada konduktans sinaps, ion yang durasinya yang diperpanjang. Oleh karena Succinylcholine tidak metabolisme membran-membran dan tidak

terdepolarisasi berada dalam keadaan tetap

memberikan respons terhadap impuls-impuls tambahan. Lagi pula, karena penggabungan konsentrasi eksitasi membutuhkan repolarisasi end plate (repriming) dan firing yang sifatnya ulangan untuk menjaga ketegangan otot, akibatnya terjadi

paralisis

flasid. Penyakatan fase I ditingkatkan, bukan

sebaliknya, dengan inhibitor-inhibitor choline esterase. 2. Penyakatan fase II (desensitasi) : dengan paparan

Succinylcholine yang kontinyu,

maka depolarisasi awal end ini, membran sebenarnya

plate berkurang dan membran akan mengalami repolarisasi. Dengan mengabaikan repolarisasi tidak mudah mengalami depolarisasi kembali, misalnya, hambatan kanal

terjadi desensitisasi. Mekanisme untuk fase ini tidak jelas, tetapi beberapa bukti menunjukkan bahwa menjadi lebih penting dibandingkan dengan efek agonis pada reseptor dalam fase aktivitas Succinylcholine ini. Apapun mekanismenya, kanal bertindak seolah-olah berada di dalam kondisi tertutup yang diperpanjang. Kemudian pada fase II, karakteristik-karakterisitk penyakatan dikatakan cukup identik dengan penyakat nondepolarisasi, misalnya, respon yang tidak terus-menerus terhadap stimulus proses sebaliknya oleh Succinylcholinsterase. Mekanisme Kerja Sinergisme Kebutuhan kombinasi antimikroba yang sinergistis telah dibangun dengan jelas untuk mengobati edokarditis enterokoktus. Aktivitas bakterisid penting untuk menangani endekorditis bakeri secara optimal. Penicilin atau ampicilin yang dikombinasi dengan gentamicin atau streptomycin lebih baik dari pada monoterapi dengan penicilin atau vancomycin. Ketika dilakukan tes terpisah, penicilin dan vancomycilin hanya bersifat bakteriostatik terhadap isolat-isolat enterokokkus yang rentan. Namun ketikan agen-agen ini dikombinasi tetanik dan inhibitor-inhibitor

dengan aminoglycoside didapatkan hasil bakterisid . tambahan gentamycin atau streptomicin pada penicilin memungkinkan pemendekan durasi terapi untuk pasien-pasien yang terseleksi dengan endokarditis streptokokkus viridan. Demikian pula ketika gentimycin ditambahkan pada nafcillin memungkinkan pendekatan durasi terapi endokarditis sisi kanan staphylococcus aureus pada pemakai obat intravena. Ada bukti tertentu bahwa kombinasikombinasi antimikroba yang sinergistis (misalnya -laktam ditambah pada pasien-pasien kanker demam neutropenik dan pada infeksiinfeksi yang disebabkan Pseudomonas aeruginosa. Kombinasi-kombinasi antimikroba sinergistis lainnya terbukti lebih efektif daripada monoterapi dengan komponen-komponen individual. Trimethoprim-sulfametoxazole berhasil digunakan untuk mengobati infeksi bakteri dan pneumonia Pneumocystis carinii. Penghambat-penghambat laktamasememulihkan aktivitas laktam yangsecara intrinsik aktif tetapi dapat dihidrolisis terhadap organisme-organisme seperti S aureus dan Bacteroides fragilis. Tiga mekanisme utama sinergisme antimikroba yang telah dibangun: a. Penyakat langkah sekuensial pada sekuens metabolisme Trimethoprim-sulfametoxazole adalah contoh terbaik yang dikenal dari mekanisme sinergi ini. Penyakatan dua langkah-langkah sekuensial pada jalur asam folat siklis oleh sulfametoxazole menghasilkan jauh lebih Trimethoprimhambatan banyak

pertumbuhan yang lengkap daripada yang dicapai oleh salah satu komponen ini secara tunggal.

b. Hambatan Penonaktivan Anzimatis Penonaktivan enzimatis terhadap antibiotik-antibiotik b-laktam merupakan mekanisme utama resistensi antibiotik. Hambatan laktamase-b oleh obat-obat penghambat laktamase-b menyebabkan sinergisme. c. Peningkatan Ambilan Agen Antimikroba Penicillin dan agen-agen lain yang aktif pada dinding sel meningkatkan ambilan aminoglycoside oleh sejumlah bakteri, termasuk stafilokokkus, enterokokkus, streptokokkus, dan P aeruginosa. Diduga bahwa enterokokkus secara intrinsik sesisten terhadap aminoglycoside melawan karena keterbatasan permeabilitas. rentan, Ketika suatu aminoglycoside dikombinasi dengan penicillin atau glikopeptida isolat-isolat enterokokkusyang aktivitas bakterisid berhasil. Sama halnya dengan amphotericin B yang diduga meningkatkan ambilan flucytisine oleh fungi. Mekanisme Kerja Antagonistis Ada beberapa contoh antagonisme yang relevan secara klinis. Contoh yang sangat luar biasa dibuktikan dalam penelitian pada pasien-pasien meningitis penumokokkus. Pasien-pasien yang diobati dengan kombinasi penicillin dan chlortetracycline mempunyai tingkat mortalitas sebesar 79% versus tingkat mortalitas sebesar 21% pada pasien-pasien yang mendapatkan monoterapi penicillin. Penggunaan kombinasi antimikroba antagonis tidak menghentikan interaksi-interaksi bermanfaat yang potensial lainnya. Sebagai contoh, rifampin mungkin mengantagonisme kerja penicillin antistafilokokkus atau vancomycin terhadap stafilokokkus. Namun

antimikroba-antimikroba yang disebutkan sebelumnya mencegah tumbuhnya resistensi terhadap rifampin. Dua mekanisme dibangun : a. Hambatan Aktivitas Sid oleh Agen-agen Statik Agen-agen bakteriostatik seperti tetracyclin dan chloramphenicole dapat mengantagonisme kerja bakterisid agenagen aktif dinding sel memerlukan bakteri yang tumbuh dan terbelah dengan aktif. Interaksi antagonistis ini diduga karena hambatan pertumbuhan bakteri oleh agen bakteriostatik. Tetracycline mengantagonisme dan chloramphenicole bakterisid dari juga terbukti efek-efek aminoglycoside. utama antagonisme anti mikroba telah

Mekanismenya mungkin mencakup hambatan transpor aktif aminoglycoside melalui bakteri yang rentan.

OBAT TIROID DAN ANTHIROID Cara Kerja Suatu contoh aksi hormon tiroid yang menampilkan bentuk bebas hormon tiroid, T4 dan T3, dipisahkan dari protein pengikat tiroid, memasuki sel dengan cara difusi atau mungkin dengan transpor aktif. Di dalam sel, T4 dikonversi menjadi T3 oleh 5deiodinase, dan T3 memasuki nukleus, tempat T3 terikat pada suatu protein reseptor T3 khusus. Protein tersebut telah diklonakan (cloned) dan dikarakterisasi, dan kantung ikatan T3 diidentifikasi. Protein tersebut merupakan anggota suatu famili reseptor yang homolog dengan onkogen c-erb. Anggota lain famili tersebut termasuk reseptor hormon steroid dan reseptor untuk vitamin A dan B. reseptor T3

terdapat dalam dua bentuk, alfa dan beta. Perbedaan konsentrasi bentuk reseptor dalam jaringan yang berbeda diduga dapat menyebabkan berbagai macam efek T3. Sebagian besar efek tiroid pada proses metabolisme diduga diperantarai oleh pengaktivan reseptor inti / nukleus yang menyebabkan peningkatan pembentukan RNA dan sintesis protein berikutnya. Sebagai contoh, peningkatan pembentukan protein Na+ / K+ ATPase dan akibatnya pada peningkatan dalam penggantian ATP dan konsumsi oksigen bertanggungjawab terhadap beberapa efek kalorigenik hormon tiroid. Keadaan tersebut konsisten dengan pengamatan bahwa aksi tiroid dimanifestasikan secara in vivo melalui suatu waktu kosong yang berlangsung selama berjam-jam atau berhari-hari setelah pemberian agen tersebut. Sejumlah besar reseptor hormon tiroid didapatkan pada jaringan yang paling responsip terhadap hormon tersebut (pituitari, hati, ginjal, jantung, otot skelet, paru, dan usus), sementara sejumlah kecil situs reseptor terdapat dijaringan yang tidak responsif terhadap hormon (limpa, testis). Otak, yang tidak memiliki suatu respon anabolik terhadap T3, mengandung sejumlah sedang reseptor. Sejalan dengan potensi biologis agen tersebut, afinitas situs reseptor untuk T4 adalah sekitar sepuluh kali lebih rendah daripada situs reseptor untuk T3. Sebagai contoh, kelaparan menurunkan baik sirkulasi T3 dan reseptor T3 seluler. VALPROIC ACID DAN NATRIUM VALPROATE Mekanisme Kerja Waktu yang diperlukan untuk aktivitas antikonvulsi dari valproate mempunyai korelasi yang lemah dengan kadarnya di dalam

darah atau jaringan dari obat induknya; sebuah pengamatan memberikan spekulasi atas spesies aktif dan mekanisme kerja valproic acid. Valproate bersifat aktif baik terhadap seizure akibat penyuntikan pentylenetetrazole maupun seizure akibat kejut elektrik maksimal (MES). Seperti halnya phenytoin dan carbamazepine, valproate menyakat aktivasi berulang dengan frekuensi tinggi yang bersifat tunak (sustained high frequency repetitive firing) dari neron di dalam kultur pada konsentrasi yang relevan secara terapeutik. Kerja obat ini terhadap arus Na+. Akan tetapi, banyak perhatian dicurahkan pada efek valproate terhadap GABA. Beberapa penelitian menunjukkan adanya peningkatan kadan GABA di dalam otak setelah pemberian valprote, meskipun mekanisme peningkatan ini masih belum jelas. Keraguan atas relevansi peningkatan ini dengan efek terapeutik munsul karena adanya fakta bahwa efek antikonvulsi teramati sebelum adanya peningkatan kadar GABA otak. Salah satu efek dari valproate memfasilitasi asam glutamat dekarboksilase (glutamic acid decarboxylase GAD), suatu eksim yang berperan menyintesis GABA, myaitu GAT-1, yang baru dijelaskan mungkin berperan terhadap terjadinya kerja antiseizure dari valproate. Pada konsentrasi yang sangat tinggi, valproate menghambat GABA-T di dalam otak, kemudian meningkatkan kadar GABA dengan menyakat perubahan GABA menjadi succinic semialdehyde. Tetapi, pada dosis valproate yang relatif rendah yang dibutuhkan untuk menghilangkan seizure akibat penyuntikan pentylenatetrazol, kadar GABA di dalam otak tetap tidak berubah. Valproate menyebabkan penurunan kandungan aspartate di dalam otak binatang pengerat, tetapi relevansi efek ini terhadap kerja antikonvulsinya masih belum diketahui.

Pada

konsentrasi

tinggi,

valprote

tampak

meningkatkan

konduktans kalium pada membran. Lebih jauh lagi, konsentrasi valproate mempunyai kerja melalui efek langsung pada kanal kalium membran. Valproate kemungkinan besar memiliki jangkauan kerja yang lebih dari satu mekanisme molekuler. Kerjanya terhadap serangan seizure absen tetap masih harus dijelaskan. FARMAKODINAMIKA Mekanisme Kerja Anestetika inhalasi (dan sebagian besar anestetika intravena) secara spontan menekan dan membangkitkan aktivitas neuron berbagai area di dalam otak. Konsep awal mekanisme anestesi berdasarkan interaksi antara senyawa nonspesifik tersebut dengan susunan lipid membran saraf (interaksi tersebut diperkirakan menyebabkan perubahan sekunder dari aliran ion melalui membran). Penalaran ini berdasarkan pertimbangan perbedaan-perbedaan struktur diantara senyawa-senyawa anestetika, di mana hal ini didukung oleh berbagai pengamatan adanya hubungan erat antara potensi anestetis dengan kelarutan di dalam lipid (prinsip MeyerOverton). Kenyataan baru-baru ini menunjukkan bahwa modifikasi aliran ion oleh senyawa anestetika dapat berbeda-beda, akan tetapi pada konsentrasi yang sama dengan efektivitas klinis tampaknya melibatkan interaksinya dengan fast neurotransmitter-gated channel family. Sebagai contoh, telah dilaporkan bahwa anestetika inhalasi menyebabkan hiperpolarisasi membran (suatu aksi inhibisi) melalui aktivasi ligand-gated potassium channels. Saluran semacam ini banyak didapati di seluruh sistem saraf pusat dan berhubungan

dengan beberapa neurotransmitor, seperti acetylcholine, dopamine, norepinephrine, dan serotonin. Lebih jauh, analisis dengan patch clamp electrophysiologic terhadap aliran ion di membran sel terkultur telah menunjukkan bahwa anestetika inhalasi mengurangi lamanya pembukaan nicotinic receptor activated cation channels suatu kerja yang mengurangi efek eksitatorik dari acetylcholine pada sinap-sinaps kholinergik. Sepuluh tahun terakhir ini, berbagai bukti telah menyimpulkan bahwa sasaran molekuler utama dari berbagai anestetika umum adalah reseptor GABAA-kanal klorida, suatu mediator utama dari transmisi sinaps inhibitorik. Reseptor GABAA-kanal klorida merupakan susunan pentamerik dari lima protein yang berasal dari beberapa subkelas polipeptida. Kombinasi dari tiga subunit utama: a, b, dan g, diperlukan dalam fungsi-fungsi farmakologis dan fisiologis normal. Reseptor GABAA yang terdapat di berbagai area dalam sistem saraf pusat mengandung kombinasi sub-sub unit yang berbeda-beda dan menyebabkan sifat farmakologis yang berbeda pula pada subtipe reseptor seperti ini. Anestetika inhalasi dan anestetika intravena dengan sifat anestetis umum secara lengsung mengaktifkan reseptor GABAA, akan tetapi pada konsentrasi rendah juga memfasilitasi kerja GABA dalam meningkatkan aliran ion klorida ke dalam sel. Sebaliknya, benzodiazepine sedatif yang tidak mempunyai sifat anestetis umum (misalnya midazolam) mempunyai efek memfasilitasi GABA tetapi tidak mempunyai efek langsung pada reseptor GABA, bahkan pada konsentrasi tinggi tanpa adanya GABA. Studi rekonstruksi reseptor ulang chimeric dengan GABA tranfected dan cells yang GABA, menggunakan mutated

mengungkapkan

bahwa

molekul-molekul

anestetika

tidak

mengadakan interaksi langsung dengan tempat ikatan GABA, tetapi dengan tempat-tempat spesifik di daerah transmembran dari sub unit alfa dan subunit beta. Kebergantungan suhu dari efek anestetika inhalasi pada reseptor GABA dalam sistem rekonstruksi ulang sejajar dengan efek ketergantungan suhu dari potensi anestetika pada studi dengan menggunakan hewan. Dasar neurofarmakologik dari efek yang menandai tahap-tahap anestesi tempaknya menunjukkan adanya kepekaan yang berada dari anestetika pada neuron-neuron spesifik atau jalur-jalur neuronal. Sel-sel substansia gelatinosa pada kornu dorsalis di sistem tulang belakang sangat peka terhadap senyawa anestesis pada konsentrasi yang relatif rendah dalam sistem saraf pusat. Berkurangnya aktivitas neuron didaerah ini mengganggu transmisi dari stimulus nosiseptif. Efek ini yang mendasari dan terjadinya tahap I atau tahap analgesia. Efek disinhibisi dari anestetika umum (tahap kedua) yang terjadi pada konsentrasi yang sangat tinggi di otak, diakibatkan oleh kerja neuron yang sangat komplek termasuk penyakatan beberapa neuron inhibitorik kecil misalnya, sel-sel Golgi tipe II, bersama dengan fasilitasi paradoksal dari neurotransmiter eksitatorik. Depresi progresif dari ascending pathways (jalur menaik) pada sistem aktivasi retikuler terjadi dalam tahap ketiga atau anastesia pembedahan bersama, dengan terjadinya penekanan aktivitas refleks sum-sum tulang belakang, yang menyebabkan terjadinya relaksasi otot. Neuron-neuron di dalam pusat-pusat napas dan vasomotor pada medula relatif kurang peka terhadap efek anestetika umum, tetapi pada konsentrasi tinggi aktivitasnya mengalami depresi yang selanjutnya mengakitkan terjadinya gagal

kardiorespirasi (tahap keempat). Akan tetapi yang masih menjadi permasalahan dalam hal ini adalah apakah variasi regional dalam kerja anestetika berhubungan dengan variasi regional dalam sub-sub tipe reseptor GABAA. TURUNAN FIBRIC ACID Cara Kerja Gemfibrozil diyakini berfungsi terutama sebagai ligan pengatur transkripsi inti, peroxisome proliferator-activated receptor-alpha (PPAR-). Gemfibrozil diduga meningkatkan lipolisis lipopropotein trigliserida melalui lipase lipoprotein. Lipolisis intraseluler dalam LDL jaringan adipose menurun. Terdapat suatu penurunan kadar Hanya sedikit terjadi penurunan kadar

dalam plasma, sebagian terjadi karena penurunan sekresi oleh hati. LDL pada sebagian besar pasien, namun, pada psien lainnyaterutama dengan hiperlipidemia gabungankadar HDL meningkat sedang. Sebagian dari peningkatan kadar kolesterol HDL merupakan suatu konsekuensi langsung dari penurunan kandungan trigliserida dalam plasma, dengan penurunan sebagai pertukaran trigliserida ke dalam HDL yang seharusnya ditempati oleh ester kolesteril. Dilaporkan pula suatu peningkatan protein HDL. Diduga fenofibrate juga berfungsi sebagai ligan untuk PPAR-. Efek tersebut pada lipoprotein mirip dengan efek besar. pada gemfibrozil, kemunginan dengan penurunan kadar LDL yang lebih

TOPIRAMATE Mekanisme Kerja Topiramate penyakat repetive firing dari kultur neuron korda spinalis, seperti halnya Phenytoin dancatbamazqine. Mekanisme kerjanya oleh karena itu lebih melibatkan penyakatan kanal natrium yang bergantung voltase. Topiramate juga tampak memperkuat efek inhibtorik dari GABA, dengan bekerja pada situs ikatan yang berbeda dari situs ikatan benzodia zepin atau barbiturate. Topiramte juga menekan kerja eksitatorik dari kainate pada reseptor-reseptor AMPA. Kemungkinan ketiga kerja tersebut berperan terhadap efek antikonvulsi topiramate. ANTIKOAGOLANSIA Mekanisme Kerja Antikoagulensia coumarin menyakat(bloc) g-carboxylation dari beberapa rasidu-rasidu glutamate dalam prothrombin dan faktorfaktor VII, IX, dan X dan protein-protein antikoagulan endogen C dan S. penyakatan tersebut menghasilkan molekul yang tidak sempurna yang secara biologis tidak aktif dalam pembekuan (koagulasi). Karboksilasi protein ini secara fisiologis terarangkai dengan deaktivasi oksidatif dari vitamin K. antikoagulansia mencegah metabolisme reduktif tidak aktif kembali Perubahan mutasional dari epoxide vitamin K yang kepada bentuk hydroquinone yang aktif. dan enzim yang bertanggung jawab, dan terutama pada

vitamin K epoxide reductase, dapat meningkatkan kekebalan genetis terhadap warfarin pada manusia tikus.

Indometasin Kerja Indometasin (Imdocid) memiliki sifat anti-inflamasi san anti piretik. Kerja terapeutiknya dimulai sekitar dua jam atau kurang sesudah dosis oral dan bertahan enam jam atau lebih. Indometasi adalah salah satu obat NSAID yang paling kuat. Rekasi Merugikan Reaksi merugikan dari penggunaan agens ini adalah sakit kepala, vertigo, bingung, dan sejumlah sensasi serebral lain yang terkait dosis, dan berkurang atau menghilang bila dosisnya diturunkan. Gejala gastrointestinal, nyeri abdomen, tidak nyaman, reksia atau ulkus peptikum dapat setiap waktu pada dosis apapun, pernah dilaporkan adanya depresi, halusinasi, dan bahkan psikosis. Penggunaan sipositoria dapat mengurangi, tetapi tidak mencegah iritasi gastrointestinal. Kegunaan Klinis Agens ini dipakai untuk gangguan reumatoid, paling bermanfaat untuk spondilitis, gour, artritis rematoid, dan osteoartritis, terutama pangkal paha. ASPIRIN DAN SELISILATNYA Kerja Nyeri yang diatasi umumnya berintensitas rendah dari tulang dan sendi. Selain itu dipakai untuk sakit kepala, sakit gigi, deman, reumatik akut. Aspirin dan salisilatmenghambat sintesis prostaglandin dalam jaringan radang dan dengan demikian mencegah sensitisasi reseptor nyeri terhadap substansi yang menengahi respons nyeri. Absorpsinya cepat,

sebagian dari lambung, dan sebagian besar dari usus halus bagian atas, dan konsentrasi plasma dicapai dalam30 menit. Rekasi Merugikan Reaksi merugikan dari terapi agens ini adalah sakit kepala, pusing, dan tinitus, khusunnya pada dosis tinggi, disertai kesukaran mendengar, mata kabur, bingung, hiperventilsi, berkeringat, haus, memburuknya keadaan encok, dan lain-lain. Takar lajak (overdosis) salisilat berakibat meningkatnya frekuensi pernapasan, alkalosis respiratori, yang sering luput dari pengamatan pada anak dan bayi. Rekasi Kipersensitivitas Rekasi Kipersensitivitas dari agens ini jarang, namun dapat hebat dan dapat fatal, seperti basma akut dan reaksi anafilaktik, meskupun dosisnya kecil saja.

Anda mungkin juga menyukai