Anda di halaman 1dari 9

emakaman itu gelap, dan banyak pelayat yang mengitari sebuah pusara.

Terdengar banyak isak tangis pelayat yang mulai meninggalkan pusara itu. Kurasakan hawa dingin di sekitarku. Pemakaman ini semakin lama semakin gelap. Bisa kulihat bahwa matahari menghilang seakan-akan di makan oleh langit yang kini gelap. Akhirnya perlahan-lahan pelayat mulai pergi hingga akhirnya kulihat seseorang yang bersandar pada nisan yang ada di sampingnya. Dia terus menangis di sana. Aku bisa mendengar isakannya dan aku bisa merasakan rasa sedihnya. Entahlah, aku tak tahu siapa dia, hanya saja seakan-akan aku mengenalnya. Aku berusaha mendekat hanya saja aku tak bisa bergerak. Sedikit demi sedikit penglihatanku mengabur dan akhirnya semua gelap. Aku tak bisa lagi mendengar isak tangisnya. Yang kudengar hanya suara-suara yang memanggilku. Yuri! Kau kenapa?! teriak Zita padaku. Aku membuka mataku dan kudapati ketiga sahabatku yang duduk mengelilingiku. Pandangan mereka terlihat aneh. Ada raut cemas di wajah mereka tapi aku hanya bisa diam. Kepalaku sedikit pusing dan mataku masih berkunangkunang. Ada apa? Tanyaku bingung. Harusnya kami yang bilang begitu! Kau kenapa? tanya Anka. Aku? Aku tidak apa-apa, dimana dosen kita? Tanyaku sambil mencari-cari sosok dosenku. Kau gila! Kelas sudah selesai 15 menit yang lalu. Semua orang sudah pergi. Kami berusaha membangunkanmu tapi kau diam saja. Kata Zita kesal.

Aku... aku masih tak menjawab. Aku bingung. Apa yang terjadi padaku? Kau mimpi buruk?Tanya Anka. Entahlah sepertinya aku melihat makam seseorang. Kataku sambil terus mengusap-usap mataku. Oh sudahlah! Apa yang sedang kau pikirkan! Bagaimana pula kau bisa tidur di kelas! kata Dina marah. Tapi aku benar-benar melihat makam seseorang, dan aku melihat seseorang di sana! kataku meyakinkan mereka. Mereka bertiga menatapku bingung. Kau sudah gila! kata Dina mulai kesal. Itu hanya mimpi jadi lupakan! kata Anka tenang. Mimpi? Apa itu benar-benar hanya mimpi? Aku tak yakin itu hanya mimpi. Aku melihatnya. Dan itu benarbenar nampak nyata! Aku masih terus berpikir hingga kusadari ketiga sahabatku itu sudah meninggalkanku sendiri dikelas. Esoknya. Terimakasih atas jaketnya, kataku sambil memberikan jaket itu padanya. Adit mengambilnya dan lagi-lagi tersenyum padaku. Kau tidak kena flu? tanyanya. Tidak, aku baik-baik saja. Itu karena jaketmu, trims ya.. kau sendiri? Kau terlihat pucat? Benarkah? Aku hanya sedikit lelah. Katanya sambil terus memperhatikanku. Aku jadi salah tingkah sendiri. Kulihat anak-anak di ruang BEM ini terus memperhatikan kami berdua. Ini membuatku semakin tak nyaman.

Mmm, baiklah kalau gitu aku... aku pergi dulu ya. Sekali lagi terimakasih jaketnya... Sampai ketemu lagi kalau begitu. katanya sambil tersenyum. Aku membalasnya dan melangkah pergi meninggalkan ruang BEM yang kini ramai. Banyak mata yang menatapku galak. Sudah kutebak ini akan terjadi. Aku melangkah menuju kelasku, huh rasanya hari ini benar-benar bahagia. Aku tak bisa menyembunyikan persaanku. Senyumku terus merekah dan aku tak bisa menghentikan alunan musik cinta yang berkelebat di benakku. Tak terasa aku sudah duduk di kelasku dengan buku-buku yang bertumpuk di depanku. Ketiga sahabatku terus menatapku karena lagi-lagi aku melamun sendiri sambil tersenyum-senyum. Mereka beranggapan kalau kini aku benar-benar gila! Hahaha aku tak peduli yang penting hari ini aku senang! Kau masih melamunkannya? tanya Zita tak kuasa menahan kesal melihat tingkahku. Aku diam saja dan terus tersenyum dan terkadang aku menyanyi dengan pelan. Oh indahnya dunia! Dia benar-benar sudah dibuat gila! kata Anka jengkel. Hey! Kalian harusnya senang! kataku protes. Sudahlah kita tinggalkan saja dia. Dina beranjak dari kursinya dan keduanya ikut-ikutan lagi! Hey! Mau kemana kalian! teriakku saat mereka bertiga meninggalkanku. Aku berlari mengejar mereka. Ku kira kau akan menghabiskan harimu dengan tersenyum seperti orang gila seharian. Kata Zita yang berjalan paling depan.

Jangan bodoh! Kau kira aku benar-benar gila! Ngomong-ngomong bukankah kita ada kelas siang ini? Dosennya tak akan datang. Ketua mengirimiku sms kalau mata kuliah siang ini di tiadakan. Kata Zita lagi. Hua senangnya! ternyata hari ini benar-benar sempurna! Yah.. padahal aku ingin belajar hari ini. bohongku. Ketiga sahabatku langsung memukulku sambil tertawa. Sejak kapan kau peduli dengan pelajaran?! kata Dina sambil tertawa. Aku hanya cemberut dan tertawa lagi. Kami menuju parkiran mobil yang tak jauh dari gedung fakultasku. Saat Dina membukakan mobilnya untuk kami kulihat Adit berjalan kearahku. Hai.. katanya. Hai... sapaku malu. Ketiga sahabatku terkejut dan kulihat ekspresi mereka yang menahan tawa. Ada apa? tanyaku bodoh. Tidak, aku hanya ingin menyapamu. Oh.. mukaku pasti benar-benar merah sekarang. Okelah, aku pergi dulu. Bye. dia tersenyum dan pergi. Jantungku terus berdetak lebih cepat dan aku benarbenar mau pingsan sekarang. Zita tertawa keras sekali. Dan aku memaksa mereka segera masuk ke mobil. Aku malu! Benar-benar malu! Tapi aku senang! Mobil pun melaju pergi meninggalkan kawasan kampusku, menuju jalan raya yang pastinya padat oleh kendaraan bermotor lainnya. Sepanjang jalan aku hanya tersenyum simpul tiap kali kuingat kejadian belakangan ini. Aku tak menyangka ini benar-benar terjadi padaku. Oh Tuhan kau baik sekali.

Bermenit-menit berlalu tanpa terasa hingga kami berhenti di tempat tujuan yang tak lain dan tak bukan adalah mini market yang ada di daerah perumahan elit yang tak begitu jauh dari kampusku. Mini market ini tak bisa dibilang mini karena ukurannya yang cukup besar dan semua yang kau butuhkan tersedia di sini. Setelah memarkirkan mobil kami berlari menuju mini market sambil mengabil troli yang ada di bagian depan kasir. Aku mengambil satu troli dan yang lain hanya membuntuti kemana aku pergi. Aku tak tahu apa yang mereka lakukan tapi aku tak peduli. Belum sempat aku menyuruh mereka menjauh dariku ketiganya sudah pergi dan aku tak bisa menemukan mereka di sekitarku. Kulupakan saja mereka toh mereka tak kan hilang. Lalu aku menyusuri stan-stan yang menawarkan beberapa produk kecantikan tapi tujuanku bukan ini. Segera saja kutinggalkan lorong ini dan berjalan cepat menuju bagian makanan ringan yang berada di sisi kanan koridor. Aku mengambil beberapa keripik favoritku dan beberapa bungkus permen untuk adik-adikku dan saat aku mengambil sekotak coklat Zita dan Anka memasukkan semua belanjaan mereka di troliku! Astaga apa yang mereka lakukan! Mereka mengambil berbungkus-bungkus biskuit, chips, coklat, kue-kue dan banyak lagi. Aku hanya bisa menatap mereka takjub saat keduanya menyeringai padaku. Kurasa semua yang kubutuhkan sudah kumasukkan dan saat aku bergegas menuju kasir Dina memasukkan paling tidak tujuh botol minuman di troliku.

Astaga apa maksud mereka menitipkan semua belanjaan mereka padaku! Si penjaga kasir tertawa melihat aksi temantemanku ini. Seakan-akan dia benar-benar senang karena ini artinya kami membeli banyak barang hari ini. Tentu saja si penjaga kasir bersikap sangat ramah pada kami. Dan saat aku memisahkan belanjaan kami masing-masing Dina menyatukannya kembali. Aku menoleh padanya dan dia hanya tersenyum padaku. Apa maksudnya ini? kataku kaget. Kau yang harus bayar! kata Dina padaku. Dan yang lain hanya mengangguk. Yang benar saja! Kalian mengambil seenaknya aku yang bayar?! kataku protes. Kau kan lagi senang! Apa salahnya sekali-sekali berbuat baik pada teman-temanmu yang cantik ini. kata Zita genit. Astaga... kalian ya! dengan berat hati kubayar semua belanjaan mereka dan si penjaga kasir tertawa. Lho mbak kenapa ketawa! kataku kesal. Hahaha gak mbak, saya cuma geli ngeliat tingkah teman-teman mbak. Katanya sambil terus berusaha berhenti tertawa. Aku hanya cemberut melihat mereka semua. Huh lama-lama bangkrut juga nih! Setelah membayar semuanya aku dan ketiga temanku yang benar-benar membuatku kesal ini kembali ke mobil yang terparkir. Dina membuka mobilnya dan kami memasukan belanjaan kami di bagasi belakang. Dan setelah itu masuk ke tempat duduk penumpang lalu melesat pergi.

Lagi-lagi kami terjebak macet dan ini benar-benar membuatku bosan! Saking bosannya aku tertidur di kursi belakang. Dalam tidurku lagi-lagi kulihat bayangan itu. Tempat ini terlihat semakin tidak asing. Pemakaman ini pernah ada dalam mimpiku dan entahlah hanya saja aku tak lagi terkejut melihat ini. Kudapati lagi laki-laki yang duduk di depan pusara itu. Kulihat dia laki-laki yang sama, hanya saja pandanganku tidak sejelas sebelumnya. Makam ini masih gelap karena matahari tak nampak menyinari pusara. Ini membuatku kesulitan melihat wajah laki-laki itu hanya saja aku bisa mendengar isakannya. Kucoba untuk semakin dekat tapi sesuatu membuatku tak bisa mendekat. Aku terus berusaha mendekat agar aku bisa melihat pusara siapa yang ada di depanku tapi tetap tak bisa dan kini aku seperti tertarik ke suatu tempat yang gelap dan aku tak bisa melihat apa pun. Dan kudengar banyak teriakan yang mengahantui kemanapun kaki ku melangkah hingga akhirnya aku tersentak dan bangun dari tidurku. Kau kenapa? tanya Zita kaget. Dia duduk disampingku dan dia membantuku menyeka keringat yang mengalir di wajahku. Ekspresiku ketakutan dan aku hampir menangis. Spontan aku memeluk Zita dan mencoba menenangkan diri di pelukannya. Aku melihatnya lagi. kataku panik. Tenang kau harus tenang. Kata Dina menenangkan. Tapi... ini nyata! Aku bisa melihatnya! Dia... orang yang itu lagi! Aku takut! Sepertinya kau lelah..., kami akan mengantarmu pulang dulu.. kata Dina.

Aku... aku bukan lelah! Ini benar! kataku jengkel. Dina kembali ke kursinya dan segera memacu mobil kearah rumahku. Aku kesal pada mereka! Mereka tak percaya dengan semua yang kulihat! Setibanya dirumah aku membanting pintu kamarku dan terbaring lemas di kasurku. Kenapa! Apa ini! Apa maksud mimpi ini! Dan siapa orang itu! *** Semalam mimpi itu lagi-lagi menghantuiku. Aku kesal dan kuceritakan semuanya pada mereka bertiga sekarang. Ketiganya mulai kesal dengan semua ceritaku. Mereka tak percaya dan aku benar-benar kesal! Bagaimana mungkin kau mengira mimpi mimpimu itu benar-benar nyata! Jangan bodoh! Itu hanya mimpi! Bagaimana bisa kau menyangka itu sungguhan! kata Anka mengambil alih kata-kata yang harusnya di katakan Dina yang makin kesal dengan sikapku. Aku hanya diam dan memikirkan cara agar ketiga sahabatku ini percaya padaku! Aku kesal dan kutinggalkan ketiganya begitu saja. Aku berlari meninggalkan taman yang tak jauh dari kampusku menuju koridor-koridor yang kini dipenuhi mahasiswa dan mahasiswi yang sibuk dengan kesibukannya. Aku terus berlari hingga aku akhirnya masuk ke kelas yang kutuju. Hari ini akan ada kelasnya Ms.Fikha dan sudah seharusnya aku datang lebih awal. Aku mengambil kursi bagian depan. Aku mengantuk! Entahlah sejak mimpi-mimpi itu datang aku benar-benar tak bisa tidur dengan tenang. Kesehatanku pun menurun dan tubuhku mulai lemah. Aku sering merasa pusing dan hampir pingsan. Aku tak tahu apa yang terjadi padaku tapi

aku benar-benar kesal karena mimpi itu menghantuiku setiap hari! Matamu sudah seperti panda! kata Roman padaku. Aku kaget saat dia tiba-tiba duduk dihadapanku. Dia salah satu laki-laki yang cukup dekat denganku. Kami berteman akrab dan dia sangat baik padaku. Dia humoris dan selalu saja membuatku tertawa. Kami juga sering bertukar cerita tentang banyak hal, karena itu tak heran kalau dia merasa ada hal aneh yang terjadi padaku beberapa hari terakhir. Dan kenapa kau makin kurus! dia terus memandangiku dari atas kebawah dan terus tertawa tiap kali menyadari hal-hal yang terjadi padaku. Dasar bodoh! kataku padanya sambil memukulkan penaku ke kepalanya. Aduh! Kau kenapa!?! Roman memandangku kesal dan lagi-lagi tertawa. Jadi benar kau memikirkan mimpi-mimpimu itu?! katanya lagi. Bagaimana kau tahu?! kataku kesal! Bukankah aku belum menceritakan hal ini padanya. Ketiga temanmu itu yang cerita. Kenapa kau tak bicara padaku?! Dasar bodoh! Kau tahu itu hanya mimpi! Jadi jangan kau pikirkan! katanya tegas. Kalian semua bisa bilang begitu karena kalian tidak melihatnya! Ini nyata! Aku yakin! kataku benarbenar kesal. Aku menyandangkan tasku dan kutinggalkan dia. Aku kesal! Bagaimana mungkin tak ada satu pun yang percaya padaku.

Anda mungkin juga menyukai