Anda di halaman 1dari 92

Jurnal ini didistribusikan secara nasional

JURNAL EDUKASI IGI

VOL. 01 Tahun I - September 2013 |

JURNAL EDUKASI IGI

ii

| VOL. 01 Tahun I - September 2013

JURNAL EDUKASI IGI

VOL. 01 Tahun I - September 2013 |

JURNAL EDUKASI IGI

Tahun I Nomor 1, September 2013 ISSN 2337-9693

ii

| VOL. 01 Tahun I - September 2013

JURNAL EDUKASI IGI EDUKASI

Jurnal Publikasi Ilmiah IGI Pusat Tahun I Nomor 1, September 2013 ISSN 2337-9693 Diterbitkan oleh Ikatan Guru Indonesia (IGI) Pusat Alamat Redaksi: Jalan Dharmawangsa 7/4, Surabaya 60286, Telpon (031) 7000-9292, 502-0505 www.igi.or.id

Jurnal berisi tulisan hasil pemikiran (artikel konseptual) dan hasil penelitian yang sejalan dengan upaya peningkatan praktik-praktik pendidikan dan pembelajaran yang baik pada semua jenis dan jenjang pendidikan di Indonesia. Jurnal terbit dua kali dalam setahun, atau enam bulan sekali. Para guru anggota IGI dapat mengirimkan tulisan ilmiah yang sesuai dengan ketentuan di atas dan mengikuti kaidah penulisan selingkung jurnal IGI sebagaimana dapat dibaca pada halaman terakhir jurnal ini. Tulisan harus asli (tidak ada unsur plagiarisme) dan belum pernah diterbitkan di media lain.

DEWAN REDAKSI
Pelindung: Dr. Indra Djati Sidi Penasihat 1. Dr. Ir. Gatot Hari Priowirjanto 2. Heru Bahtiar Arifin, S.Pd Penanggung Jawab Drs. Satria Dharma Pemimpin Redaksi Suhardi, M.Pd Redaktur Pelaksana 1. Suhardi, M.Pd 2. Istiqomah Almaqi, M.Pd 3. Eko Prasetyo, S.Pd 4. Joko Wahyono, M.Pd Editor Ahli (Mitra Bestari) Drs. Much. Khoiri, M. Si. Staf Redaksi: 1. Mohammad Ihsan 2. Andi M Yasin 3. Abdur Rohman 4. Wijaya Kusuma 5. Drs. Hari Subagyo, MM Fotografer: 1. Abdur Rohman 2. Wijaya Kusuma Desain/Layout: Alifiardi Aditya Maulana R Administrasi Istiqomah Distribusi: A.M. Yasin Pemasaran/Iklan: Mohammad Ihsan (031) 7000 9111 081 833 4141

VOL. 01 Tahun I - September 2013 |

iii

JURNAL EDUKASI IGI

SAMBUTAN KETUA UMUM IGI PUSAT


Kemajuan peradaban sebuah bangsa dapat dilihat dari banyaknya buku yang dibaca dan ditulis oleh bangsa ter sebut. Semakin banyak buku yang dibaca dan ditulis menunjukkan semakin majunya ilmu pengetahuan dan tek nologi yang dimiliki oleh bangsa tersebut. Tak ada bangsa di dunia ini yang bisa maju tanpa menguasai budaya baca dan tulis.

endidikan adalah gerbang peradaban dan guru adalah pemimpin dalam memasuki gerbang tersebut. Guru menjadi faktor penentu paling utama dalam kegiatan pendidikan di sekolah. Studi di berbagai negara tentang prestasi belajar siswa menunjukkan bahwa kualitas gurulah yang paling penting dalam pembelajaran di sekolah. Guru memegang peranan penting sebagai pemimpin peradaban. Kemajuan peradaban sebuah bangsa dapat dilihat dari banyaknya buku yang dibaca dan ditulis oleh bangsa ter sebut. Semakin banyak buku yang dibaca dan ditulis menunjukkan semakin majunya ilmu pengetahuan dan tek nologi yang dimiliki oleh bangsa tersebut. Tak ada bangsa di dunia ini yang bisa maju tanpa menguasai budaya baca dan tulis. Menulis sendiri adalah ketrampilan berbahasa yang paling tinggi tingkatnya dibandingkan ketiga ketrampilan lainnya; seperti mendengarkan, berbicara, dan membaca. Dengan menulis kita menuangkan pengetahuan kita dalam bentuk yang jauh lebih luas jangkauannya daripada berbicara. Kita harus memberi apresiasi bagi guru yang melaku kan gerakan menulis dan menerbitkan karya tulisnya dalam bentuk jurnal seperti ini. Kegiatan ini tentu akan memberikan sumbangan yang besar bagi peradaban bangsa kita di masa mendatang. Dengan terbitnya Jurnal Edukasi bagi guru maka ada beberapa keuntungan yang diperoleh sekaligus. Pertama, guru yang menulis akan menjadi manusia

pembelajar karena dengan demikian mereka tentu akan terus membaca dan menambah ilmunya. Ia akan menjadi seorang yang mumpuni di bidangnya. Kedua, Jurnal Edukasi ini akan menjadi wadah bagi guru untuk mengekspresikan dan mengembangkan kemampuannya sebagai seorang pembelajar dalam meneliti. Dengan meneliti guru akan mengasah kemampuannya dalam mencari solusi. Jadi guru akan menjadi problem solver di lingkungannya. Ketiga, Jurnal Edukasi ini akan mendorong para guru lain untuk melakukan hal yang sama sehingga akan menghasilkan efek berantai yang positif. Ia akan menjadi model bagi lingkungannya. Keempat, menulis di Jurnal Edukasi tentu akan memberikan keuntungan yang berhubungan dengan peningkatan kariernya di tempat mengajar masing-masing. Bangsa ini membutuhkan guru-guru yang mau me ngembangkan peradaban melalui karya tulis. Penerbitan Jurnal Edukasi ini adalah sebuah langkah besar dalam memajukan peradaban bangsa. Selamat berkarya!

Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia,

Satria Dharma

iv

| VOL. 01 Tahun I - September 2013

JURNAL EDUKASI IGI

REDAKSI MENYAPA
Sistem pengembangan profesi menuntut guru untuk tidak pernah berhenti belajar guna meningkatkan kualitas diri dan profesinya. Selain harus melaksanakan tugas pokoknya sebagai guru, yaitu mendidik, mengajar, melatih, membimbing, dan nenilai siswa-siswinya; guru juga dituntut untuk tidak berhenti mengembangkan profesi secara bekelanjutan.

edaksi bersyukur kepada Tuhan atas terea lisasinya penerbitan Jurnal Edukasi ini. Sebuah jurnal ilmiah yang menjadi sarana publikasi karya ilmiah guru-guru Indonesia anggota IGI. Inkubasi ide penerbitan jurnal ini cukup panjang hampir dua tahun-, namun rupanya Tuhan benar-benar menentukan waktu yang tepat, yaitu awal 2013 sebagai momentum terbitnya Jurnal Edukasi. Sebab, pada tahun 2013 ini mulai berlaku Permenneg PAN dan RB Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Sejalan dengan Permenneg PAK dan RB tersebut, keberdaan jurnal ini akan menjadi bagian dari perjuangan IGI dalam upaya meningkatkan profesionalitas para guru Indonesia, mulai jenjang PAUD, TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMA, dan SMK/ MAK. Sistem pengembangan profesi menuntut guru untuk tidak pernah berhenti belajar guna meningkatkan kualitas diri dan profesinya. Selain harus melaksanakan tugas pokoknya sebagai guru, yaitu mendidik, mengajar, melatih, membimbing, dan nenilai siswa-siswinya; guru juga dituntut untuk tidak berhenti mengembangkan profesi secara bekelanjutan. Untuk itu guru harus selalu memperbaharui pengetahuan dan pengalamannya melalui berbagai forum pendidikan dan pelatihan, seminar, lokakarya, workshop, dan koloqium. Guru juga harua bisa menghasilkan publikasi ilmiah dan karya inovatif.

Publikasi ilmiah yang dapat dilakukan guru banyak ragamnya, antara lain penulisan hasil penelitian dan pemikiran yang terkait dengan tugas pokok dan fungsinya sebagai guru. Ini semua merupakan bagian dari kegiatan utama guru. Untuk keperluan itulah, kehadiran Jurnal Edukasi menjadi penting perannya bagi pengembangan profesi guru. Melalui Jurnal Edukasi, berbagai karya ilmiah yang telah dihasilkan para guru akan tersosialisasi kepada sesama guru di Tanah Air sehingga bisa saling belajar. Berbagai hasil penelitian dan pemikiran para guru tidak boleh hanya tersimpan dalam arsip pribadi. Gagasan, pengalaman, dan temuan para guru sangat bermanfaat bagi guru lain di seberang sana yang membutuhkan inspirasi dari sesama guru. Akhirnya, proses sharing and growing together yang menjadi semboyan IGI menyatu dengan upaya Pemerintah sebagaimana yang dirumuskan dalam Permenneg PAN dan RB Nomor 16 Tahun 2009 itu. Penyatuan itu diwahanai oleh Jurnal Edukasi ini. Selamat membaca dan mengembangkan profesi.

Redaksi
VOL. 01 Tahun I - September 2013 |

JURNAL EDUKASI IGI

DAFTAR ISI
Sistem Informasi Akademik Berbasis Paket Aplikasi Sekolah (PAS) sebagai Salah Satu Upaya Meningkatkan Mutu Layanan Pendidikan SMA di Kabupaten Sidoarjo Jawa Timur Oleh Umi Nuraini dan Dini Widiasih ........................ 41 Penggunaan Media Kartu Bergambar untuk Meningkatkan Kemampuan Bercerita Anak Kelompok A di TK Muslimat NU 34 Malang Oleh: Chustini ................................................................

49

Identitas Jurnal Edukasi IGI .................................. iii Sambutan Ketua Umum IGI Pusat Oleh Satria Dharma .......................................................... iv Redaksi Menyapa ......................................................... v Daftar Isi ............................................................................ vi Revolusi Pembelajaran Melalui Gerakan Guru sebagai Peneliti Oleh Suhardi ...................................................................... 1 Hubungan antara Kepemimpinan Transformasional dan Iklim Kerja dengan Kepuasaan Kerja Guru Sekolah YPPSB Sanggatta-Kutai Timur Oleh Joko Wahyono ........................................................ 9 Memfaktorkan Bentuk Kuadrat dengan Menggunakan Kotak Geser Oleh Amirullah .................................................................

Pembelajaran Persamaan dan Pertidaksamaan Kuadrat Menggunakan Media Berbasis ICT di SMKN 1 Sonder Oleh Yani Pieter Pitoy ................................................... 55 Penggunaan Teknik Bercerita Berantai sebagai Upaya Mengoptimalkan Keterampilan Berbicara pada Peserta Didik Kelas VII-D SMPN 3 Bonang Kabupaten Demak Oleh: Hening Wulandari .............................................. 60 Implementasi Teknik Berpartner untuk Meningkatkan Keterampilan Bercerita dalam Pembelajaran Bahasa (Asing) Oleh Dwi Imroatu Julaikah ..........................................

67

Tinjauan Buku: Action Research, A Guide for the Teacher Researcher Oleh: Dhitta Puti Sarasvati ........................................... 71 Aktivitas IGI Seantero Nusantara: Peningkatan Kualitas Guru Melalui Kegiatan Berbagi dan Tumbuh Bersama (Sharing and Growing Together) Oleh: Dhitta Puti Sarasvati dan Faradina Izdhihary ............................................................................................. 73 Biodata Penulis ........................................................... 80 Kaidah Penulisan Jurnal IGI ................................... 82

15

Efektivitas Pemanfaatan Blog sebagai Media Tes Online dalam Meningkatkan Kreativitas Menulis Siswa Oleh Wijaya Kusumah ................................................... 19 Peningkatan Prestasi Belajar Akuntansi Perusahaan Dagang dengan Menggunakan Accounting Game pada Siswa Kelas XII-IS-2 MAN Salatiga Tahun Pelajaran 2009/2010 Oleh Ameliasari Tauresia Kesuma ..................... .......... 27 Peningkatan Kreativitas Belajar Bahasa Indonesia dan Kemampuan Bercerita Melalui Pemanfaatan Media Dua dan Tiga Dimensi pada Siswa Kelas VII-D Semester 1 SMPN 1 Banyudono Kabupaten Boyolali Jawa Tengah Oleh Tri Andayani .............................................................. 34

vi

| VOL. 01 Tahun I - September 2013

JURNAL EDUKASI IGI REVOLUSI PEMBELAJARAN MELALUI GERAKAN GURU SEBAGAI PENELITI
Oleh: Suhardi*
Abstrak: Guru dituntut selalu meningkatkan kualitas pembelajaran sehingga menjadi lebih profesional. Salah satu cara yang efektif adalah dengan menggerakkan guru untuk aktif melakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian ini bermula dari identifikasi masalah yang dialami guru ketika mengajar di kelas. Pemecahan masalah itu berupa pemberian tindakan yang terencana, sistematis, dan terukur untuk mem-perbaiki hasil dan proses pembelajaran itu. Tindakan itu berupa program pembelajaran yang diikhtiarkan untuk menghasilkan perbaikan. Kata Kunci: penelitian tindakan kelas, perencanaan, tindakan, observasi, refleksi Abstract: Teachers are required to improve the quality of learning in order to become more professional. One effective way to do this is by generating a movement to actively engage teachers in doing classroom action research (CAR). To do this research, firstly, the researcher must identify problems that teachers experience when teaching in the classroom. Secondly, the problem must try to be solved by applying well-planned, systematic, and measurable actions, intended to increase the learning outcomes and learning process. The actions are in the form of programs which are intended to create improvements in learning. Keywords: classroom action research, planning, action, observation, reflection

PENDAHULUAN

etelah sekian lama PTK berkembang di dunia pendidikan, ternyata masih ada pan da ngan yang meremehkannya. Celakanya, pan dangan itu justru berasal dari para guru sendiri. Sebagian guru menganggap PTK tak lebih dari penelitian berskala sempit, sebab proses dan hasilnya hanya sebatas bermanfaat di lingkungan kelas sendiri. Temuantemuan PTK tidak bisa digeneralisasi un-tuk diterapkan pada lingkungan yang lebih luas di luar kelas. Sehingga PTK disebut sebagai penelitian in di vi dualistik/egoistik, yang hanya berguna bagi guru itu sendiri sebagai peneliti. Proses sosialisasi PTK kepada para guru yang selama ini dilakukan oleh berbagai pi hak pun turut membentuk opini negatif me ngenai PTK. Selama ini pelatihan-pe la tihan PTK yang diseleng-garakan oleh di nas pendidikan, LPMP, maupun LPTK/IKIP cenderung menggaungkan bahwa PTK se bagai sarana untuk naik pangkat/ golongan ba gi guru PNS, dan sarana memperoleh nilai ting gi dalam sertifikasi. Pelatihanpelatihan itu kadang-kadang juga diarahkan untuk me ngikuti lomba penulisan karya ilmiah guru atau inovasi pembelajaran yang diada-kan oleh dinas pendidikan atau LPMP. Cara-cara so sialisasi PTK seperti inilah yang mem-ben tuk opini di kalangan guru, bahwa PTK hanya sekadar bermanfaat pragmatis. Fenomena itu menunjukkan bahwa belum se mua guru memahami arti penting PTK. Jika digali lebih jauh ke akar penyebabnya, per sepsi negatif itu disebabkan oleh belum be nar-benar dipahami-nya hakikat PTK dan fungsi strategisnya dalam mereformasi dunia pendidikan di Indonesia.

Seharusnya guru memahami cara-cara yang dilakukan pihak pemberi pelatihan itu se bagai sebatas motivasi agar guru tergerak un tuk melakukan PTK. Di balik motivasi yang se olah mengede-pankan tujuan pragmatis itu sesungguhnya mengarah kepada manfaat jangka panjang bagi pengembangan profesi gu ru. Sebab, PTK merupakan salah satu sa ra na utama dalam upaya meningkatkan pro fesionalitas guru. Untuk memahami ini kita perlu mengurai satu per satu posisi dan tang gung jawab guru. Sejak Undang-undang No-mor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen berlaku, res mi lah status guru diakui sebagai sebuah profesi. Pa da Bab 1 Pasal 1 ayat 1 dalam undang-un dang tersebut jelas dinyatakan bahwa, guru adalah pendidik profesional dengan tugas uta ma mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan meng evaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Dengan adanya undang-undang tersebut, kon sekuensi orang yang bekerja sebagai gu ru adalah harus memenuhi kualifikasi pro fesional. Sebagaimana disebutkan dalam Bab 1 Pasal 1 ayat 4 undang-undang tersebut, bahwa profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sum ber penghasilan kehidupan yang me-mer lu kan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma ter tentu serta memerlukan pendidikan profesi. Kedua ayat tersebut jelas memastikan sta tus dan kedudukan guru sebagai profesi dengan segala hak dan tanggung jawab yang melekat pada profesi tersebut. Guru ber hak memperoleh sumber penghidupan yang layak dari profesinya. Sebaliknya, guru wa jib VOL. 01 Tahun I - September 2013 |

JURNAL EDUKASI IGI


melaksanakan tugas dan tanggung ja wab profesinya menurut standar kualifikasi ter tentu. Terbitnya UU Guru dan Dosen menyaratkan pro fesi guru hanya boleh diduduki lulusan S-1. Bahkan ketika mulai diadakan program ser tifikasi sejak tahun 2006, guru selain harus memiliki ijasah S-1 juga harus memiliki Ser ti fikat Pendidik. Sertifikat Pendidik merupakan tan da bahwa guru sah dan layak disebut sebagai pendidik, sebagaimana lulusan sarjana ke dokteran dinyatakan sah berpraktik se ba gai dokter jika memiliki sertifikat profesi kedokteran. Di sisi lain, upaya pengembangan profesi gu ru diimbangi pula oleh pemberian re mu nerasi yang semakin hari semakin di per ha tikan Pemerintah. Guru-guru yang telah ter setifikasi berhak mendapat tunjangan pro fesi pendidik (TPP) sebesar satu kali gaji po koknya. Sementara itu, sambil menunggu gi li ran, guru-guru yang belum tersertifikasi juga men dapat tambahan pendapatan. Dari waktu ke waktu akan terjadi pe ning katan kualifikasi dan kompetensi guru. Na mun, pada saat yang sama juga akan di ting katkan penghargaan atas jasa-jasa pe lak sanaan tugas dan tanggung jawabnya. Dia gram berikut ini menggambarkan proses itu se cara berkelanjutan. tentang Jabatan Fungsional Gu ru dan Angka Kreditnya menjadi acuan. Aturan yang efektif diberlakukan pada tanggal 1 Januari 2013 itu lebih memacu guru dalam pe ngembangan profesi, antara lain karena gu ru dituntut harus menghasilkan karya tulis il miah sejak mengajukan kenaikan pangkat ke III.C. Dalam Permenpan tersebut dinyatakan bah wa kegiatan yang harus dilakukan guru da lam mengemban profesinya terdiri atas (1) ke giatan utama dan (2) kegiatan penunjang. Ke giatan utama meliputi (a) pendidikan, (b) pem belajaran/pembimbingan dan tugas tam bahan dan/atau tugas lain yang relevan de ngan fungsi sekolah/madrasah, dan (c) pe ngem bangan keprofesian berkelanjutan (PKB). Pe ngembangan keprofesian berkelanjutan ada lah pengembangan kompetensi guru yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan, ber tahap, berkelanjutan untuk meningkatkan pro fesionalitas guru. Kegiatan pengembangan keprofesian ber kelanjutan meliputi kegiatan (i) pe ngembangan diri, (ii) membuat publikasi ilmiah, dan (iii) membuat karya inovatif. Untuk me ngembangkan dirinya, guru dapat ikut ser ta dalam berbagai kegiatan pendidikan dan latihan fungsional, serta keikutsertaan da lam kegiatan kolektif guru dalam rangka me ning katkan kompetensi dan/atau keprofesian guru. Publikasi Ilmiah yang dapat dilakukan gu ru antara lain meliputi publikasi ilmiah atas hasil penelitian atau gagasan inovatif pa da bidang pendidikan formal, penerbitan bu ku teks pelajaran, buku pengayaan, dan pedoman guru. Karya inovatif yang di ha rapkan dihasilkan para guru meliputi pe ne mu an teknologi tepat guna, menciptakan kar ya seni, membuat/memodifikasi alat pe la jaran/peraga/ praktikum, dan mengikuti pengembangan penyusunan standar, pedoman, soal dan sejenisnya. Sedangkan kegiatan penunjang yang dapat dianggap sebagai bagian dari tugas ke profesian guru meliputi (a) mengikuti pen di dikan sehingga memperoleh gelar/ ijazah wa laupun tidak sesuai dengan bidang yang di ampunya, (b) memperoleh penghargaan/tan da jasa, dan (c) melaksanakan kegiatan yang mendukung tugas guru, antara lain mem bimbing siswa dalam praktik kerja nyata/ praktik industri/ekstrakurikuler dan sejenisnya, me ngikuti organisasi profesi/kepramukaan, men jadi tim penilai angka kredit, dan/atau men jadi tutor/pelatih/ instruktur. Uraian isi Permenpan tersebut dapat di gam barkan dengan diagram berikut ini.

Apa arti ini semua? Artinya adalah guru harus selalu meningkat ku alifikasi dan kompetensinya agar dapat men jawab tantangan perubahan zaman. Upa ya-upaya ke arah itu telah dengan jelas di tun jukkan oleh Pemerintah. Sekarang tinggal para guru sendiri dalam menyikapi tuntutan pe rubahan/perkembangan itu. Tentu tidak cu kup jika para guru tinggal duduk berpangku ta ngan, alias tidak mau berubah. Padahal di tangan para gurulah kunci kemajuan pen di dikan di negara kita. Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) Sudah jelas kiranya, bahwa kompetensi gu ru harus selalu ditingkatkan. Peran aktif setiap guru dalam upaya mengembangkan dirinya men jadi suatu kebutuhan. Bukan saatnya lagi guru pasif berdiam diri berlindung di ba lik dinding-dinding kemapanan sebagai pe gawai. Guru harus aktif meningkatkan kom pe tensi dirinya dalam mengemban profesi. Perangkat aturan yang mendorong agar gu ru selalu mengembangkan profesinya pun su dah jelas. Dalam hal ini, Kepmenpan Nomor 16 Tahun 2009

| VOL. 01 Tahun I - September 2013

JURNAL EDUKASI IGI


Lalu, di manakah posisi penelitian tindakan ke las (PTK) dalam keseluruhan tugas guru dalam menjalankan profesinya? PTK adalah sa lah satu kegiatan penelitian yang dilakukan oleh guru alam rangka melakukan perbaikan pembelajaran di kelasnya. Hasil PTK tersebut dapat dipublikasikan dalam forum ilmiah, mi salnya seminar dalam MGMP. Hasil PTK ju ga dapat disusun sebagai artikel untuk di muat dalam jurnal ilmiah. Oleh karena itu, PTK dapat digolongkan seba-gai kegiatan publikasi ilmiah. Dengan melihat bagan di atas, arti penting PTK dalam proses pengembangan profesi gu ru menjadi jelas bagi kita semua. Ternyata ke dudukan PTK merupakan bagian dari pe ngem bangan keprofesian berkelanjutan (PKB). Sementara itu, PKB merupakan bagian dari kegiatan utama yang harus dilakukan gu ru dalam me-laksanakan tugasnya. Itulah man faat jangka panjang PTK dalam upaya pengembangan profesi guru. Beberapa pakar penelitian telah meng ung kap berbagai manfaat PTK, di antaranya Subyantoro (2009), dan Su kidin, dkk. (2008). Jika pen dapat mereka diramu ma ka dapat disimpulkan em pat manfaat, yaitu (1) menumbuhkan kemampuan refleksi; (2) meningkatkan profesionalitas; dan (3) memperbaiki proses pembela jaran. Refleksi adalah ke gia t an perenungan atau pe ninjauan kembali atas apa yang telah dilakukan, se hingga diperoleh cara-cara ba ru untuk melakukan pembelajaran yang lebih ba ik pada masa-masa men da tang. PTK membuat guru menjadi suka me lakukan refleksi terhadap pengalaman me ngajarnya demi perbaikan cara-cara meng angar di masa datang. Salah satu ciri guru profesional adalah se lalu memperbaiki kualitas pelaksanaan tu gasnya. Berbagai langkah inovasi perlu dilakukan untuk memperbaiki cara mengajar agar lebih baik. Di sinilah PTK memegang pe ran penting, karena guru mengidentifikasi per maslahan yang terjadi di kelasnya, lalu men cari jalan keluar perbaikannya. Langkah-langkah PTK pada dasarnya ada lah upaya perbaikan proses pembelajaran yang telah dilakukan. Pengalamana mengajar yang kurang berhasil diperbaiki dalam lang kah berikutnya dengan menerapkan cara-ca ra baru (inovatif ). Hasil perbaikan setiap pembelajaran diamati dan dievaluasi untuk me ngetahui keefektifannya. Jika langkah yang dicobakan terbukti efektif, maka gu ru memperoleh pengalaman langsung se ba gai masukan untuk memperbaiki cara mengajarnya. PTK dapat digambarkan dengan peribahasa sambil menyelam minum air. Sambil me laksanakan tugas rutin sehari-hari, guru me la kukan penelitian. Proses penelitian itu sendiri ter integrasi dalam proses pembelajaran, sehingga pembelajaran tidak terganggu dan pe nelitiannya berlangsung. Sampai di sini, hendaknya kita menyadari pen tingnya upaya masing-masing guru untuk selalu mengembangkan profesinya, antara lain dengan menulis PTK. Dengan melakukan PTK, ma ka guru akan banyak membaca literatur (sehubungan dengan Kompetensi Dasar yang di teliti). Jika setiap kali menyusun PTK guru minimal menggunakan 10 literatur (buku, jur nal, artikel) sebagai sumber kajian pustaka, maka guru sudah melakukan proses belajar yang cukup ekstensif dan intensif. Apalagi li te ratur yang dibaca harus terbaru (sepuluh ta hun terakhir terbit). Dengan sendirinya guru telah meng-up date pengetahuannya da lam hal pembelajaran/penguasaan materi se hu bu ngan dengan topik yang diteliti. Tidak hanya sekadar memperbanyak ba ca an, melakukan PTK juga membuat guru mengasah berbagai kompetensi ilmiahnya. Per ta ma, guru akan mampu merumuskan konsep ber pikir berdasarkan hasil kajian pustaka. Ke dua, guru melakukan proses pengumpulan da ta dan mengolahnya menjadi simpulan. Ke tiga, guru belajar memecahkan masalah yang dihadapinya di kelas dengan dasar hasil penelitian, bukan berdasarkan perasaan dan perkiraan semata. Keempat, guru harus menuliskan hasil PTK dalam bentuk karya tulis il miah (makalah/artikel ilmiah/artikel populer) dan kalau perlu juga mempresentasikan ha sil penelitiannya dalam forum deseminasi (mi sal nya di depan pertemuan MGMP). Keempat kompetensi itu sangat men du kung peningkatan profesionalitas guru dalam mengemban tugasnya. Oleh karena itu, tidak ber lebihan kalau dikatakan bahwa PTK dapat men jadi penopang utama pengembangan pro fesi guru. Pengembangan profesi guru se harusnya menjadi bagian dari kebutuhan guru, bukan beban tugas keprofesian semata. Se bab di tangan gurulah baik buruknya dunia pen didikan di negara kita. Semakin profesional guru dalam mengemban tugas dan tanggung ja wabnya, semakin meningkat pula kualitas pen didikan di negara kita. Dengan pendidikan yang berkualitasa akan diperoleh generasi baru yang berbobot sehingga bangsa dan ne ga ra akan semakin berjaya di masa depan. Perkembangan PTK dan Konsep Dasarnya Pada tahun 1946 seorang ahli psikologi so si al di Amerika Serikat bernama Kurt Lewin mengembangkan jenis penelitian tindakan (action research) untuk mengatasi berbagai per masalahan di masyarakat. Penelitian tin dakan adalah jenis penelitian yang bia sa dilakukan para ahli ilmu sosial untuk me la kukan rekonstruksi sosial. Dalam konsep yang umum ini penelitian tin dakan didefinisikan sebagai kajian ten tang situasi sosial dengan maksud untuk meningkatkan kualitas tindakan di dalamnya. Seluruh pro sesnya telaah, diagnostik, perencanaan, pe laksanaan, pemantauan, dan pengaruh men ciptakan hubungan yang diperlukan an tara evaluasi diri dan perkembangan pro fesional (Elliot 1982:1). Definisi di atas belum menggambarkan kon sep penelitian tindakan kelas (PTK) da lam arti yang sesungguhnya. Namun dalam de finisi itu terungkap hakikat dari penelitian tin dakan, yaitu berupa kajian untuk me ning kat kan kualitas tindakan berdasarkan refleksi atas hasil evaluasi terhadap tindakan tersebut. VOL. 01 Tahun I - September 2013 |

JURNAL EDUKASI IGI


Pendidikan adalah bagian dari bidang ka ji an ilmuilmu sosial. Maka tidaklah heran jika ke mudian penelitian tindakan juga merambah du nia pendidikan. Penerapan jenis penelitian ini ke dalam dunia pendidikan telah dimulai pa da tahun 1952 oleh Stephen Covey. Sejak sa at itu implementasi penelitian tindakan da lam dunia pendidikan dan pembelajaran se makin meningkat, sehingga mulailah dikenal is tilah Classroom Action Research (penelitian tin dakan kelas) pada tahun 1976 di Amerika Serikat. Menurut Nurkamto (1999), penelitian tin da kan kelas (PTK) tidak lain adalah penelitian tin dakan yang dilakukan di kelas. Oleh karena itu, PTK merupakan perkembangan lebih lan jut dari jenis penelitian tindakan yang berlaku umum di bidang ilmu-ilmu sosial. Orang-orang yang kemudian mengembangkan PTK dalam arti sebenarnya adalah Ste phen Kemmis, Robin Mc Taggart, John Elliot, dan Dave Ebbud. Keempat tokoh ter sebut mengembangan model siklus PTK ma sing-masing, sehingga dikenal adanya model KemmisTaggart, model Elliot, model Ebbud, di samping ada model Mc Kernan. Semuanya memiliki keunikan dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Namun pada dasarnya me miliki kesamaan konsep dasar, bahwa PTK dilakukan dalam beberapa siklus (daur) dan setiap siklus terdiri atas empat tahap kegiatan, yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Hingga saat ini, model penelitian ini ber kembang pesat di negara-negara maju seperti Inggris, Amerika Serikat, Australia, dan Kanada (Suyanto 1996). Penelitian tindakan kelas ini tidak lain adalah penelitian tindakan yang sum ber datanya berupa proses pembelajaran di kelas. Tujuannya untuk memperbaiki kua litas proses dan hasil pembelajaran. Oleh ka rena itu, PTK kemudian didefinisikan antara lain sebagai (1) suatu bentuk penelitian yang ber sifat reflektif dengan melakukan tindakan-tin dakan tertentu agar dapat memperbaiki dan atau meningkatkan praktik-praktik pem be lajaran di kelas secara profesional (Suyanto 1997), dan (2) suatu bentuk penelitian yang di laksanakan oleh guru untuk memecahkan ma salah yang dihadapi dalam melaksanakan tugas pokoknya, yaitu mengelola pelaksaan ke giatan belajar mengajar (KBM) dalam arti luas (Purwadi 1999). Kedua definisi di atas lebih mudah dipahami dan lebih bisa menggambarkan bagaimana proses pelaksanaan PTK yang sebenarnya di kelas. Dari definisi itu kita dapat memahami em pat hal penting yang merupakan konsep dasar PTK. Pertama, PTK berorientasi untuk meme cah kan masalah pembelajaran di kelas. Masalah itu diidentifikasi oleh guru dalam melaksanakan tugas mengajar seharihari di kelas itu dan di upayakan pemecahannya oleh guru itu. Da lam proses ini guru dapat melibatkan pihak lain sehingga terjadi kolaborasi. Kedua, PTK merupakan refleksi terhadap pro ses pembelajaran. Artinya, penelitian itu dilaksanakan dengan cara memberikan tin da kan tertentu. Hasil tindakan itu dievaluasi dan dijadikan bahan renungan (refleksi) un tuk memperbaiki kualitas pembelajaran se lan jut nya. Ini berbeda dengan penelitian formal yang tujuannya hanya bersifat mencari tahu apa yang terjadi di kelas. Walaupun penelitian formal (eksperimental, korelatif, dekskriptif, dll.) dilaksanakan di kelas, bukanlah penelitian tin dakan kelas. Penelitian tindakan kelas harus ter dapat tindakan untuk memperbaiki kualitas proses pembela-jaran dan hasilnya. Tindakan itu tidak lain adalah proses pembelajaran yang dilakukan guru. Ketiga, PTK dilaksanakan oleh pelaku tin dakan pembelajaran, yaitu guru yang me nga jar di kelas tersebut. Hal itu karena hanya gu ru yang mengajar di kelas tersebutlah yang mengetahui adanya masalah di kelas yang dia ampu. Pada praktiknya, guru hanya boleh meneliti pelaksanaan pembelajaran pada bidang studi yang dia ampu dan pada ke las yang dia ajar. Dengan demikian hasilnya akan berdapak langsung kepada peningkatan pro fe sionalitasnya sebagai guru. Keempat, PTK dilakukan dalam beberapa daur (siklus) tindakan. Artinya, guru selaku pe neliti melakukan tindakan pembelajaran yang selalu diperbaiki kualitasnya pada setiap sik lus pembelajaran. Tindakan pada siklus pertama dikaji hasilnya, bila kurang bagus selanjutnya diperbaiki dengan melakukan ino vasi tindakan (bukan mengganti tindakan) pada siklus pembelajaran kedua. Hasil tin da kan kedua ini pun dikaji kembali untuk melihat hasilnya. Begitu seterusnya sehingga di peroleh tindakan yang terbaik, dan itu ditandai dengan optimalnya hasil dan atau pro ses pembelajaran. Penerapan PTK di beberapa negara di war nai ciri khas tertentu. Misalnya, di Inggris dan Aus tralia samasama menekankan bentuk PTK kolaboratif. Walaupun di Inggris lebih berorientasi kepada strategi, sedangkan di Aus tralia mengutamakan peran guru dalam pro ses penelitian. Selama ini PTK sering diidentifikasi sebagai pe nelitian kolaboratif, seperti yang terjadi di Inggris itu. Sebenarnya, selain itu ada tiga bentuk lain, yaitu PTK yang berorientasi guru se bagai peneliti, PTK yang bersifat simultan te rintegrasi, dan PTK yang berorientasi ad ministrasi sosial eksperimental (Sukidin, dkk. 2008:54-58). Penerapan PTK di Indonesia yang bermula pa da pada tahun 1994-1995 rupanya cen de rung mengacu kepada bentuk kolaboratif. Pada tahun-tahun tersebut Pemerintah mem programkan pelaksanaan penelitian ke bi jakan dan penelitian tindakan di jenjang Sekolah Dasar. Walaupun baru tahun 1996-1997, upaya-upaya pelaksanaan PTK dalam ar ti sebenarnya dilaksanakan di Indonesia. Pada masa awal sosialisasi PTK di Indonesia itu, pelaksanaannya ditekankan dalam bentuk kolaborasi antara para pakar di perguruan tinggi dengan para guru di sekolah. Ko la borasi itu terjadi sebagai akibat adanya pro yek-proyek penelitian tindakan kelas yang di ta war kan oleh Pemerintah kepada para dosen di per guruan tinggi. Para dosenlah yang selama ini dianggap sebagai orang yang paling me ngu asai metodologi penelitian, sementara gu ru di sekolah dianggap lemah dalam hal itu. Akan tetapi, guru memiliki keunggulan dalam hal penguasaan situasi dan kondisi kelas yang

| VOL. 01 Tahun I - September 2013

JURNAL EDUKASI IGI


diampunya. Karenanya, kolaborasi antara do sen dan guru menjadi saling melengkapi se hing ga timbullah suatu pandangan bahwa PTK harus dilakukan secara kolaboratif. Kolaborasi seperti itu tampak dari pro po salproposal PTK yang diajukan oleh para dosen kepada Pemerintah selaku pihak yang membiayai penelitian. Komposisi tim pe neliti biasanya terdiri atas para dosen se ba gai peneliti utama dan para guru sebagai ang gota tim. Para guru hanya ditempatkan sebagai pekerja lapangan, tugasnya hanya me lak sanakan rencana/ desain penelitian yang te lah dibuat dosen. Di sinilah kelemahan kolaborasi dalam PTK mo del tersebut, yaitu identifikasi masalah dan pe rencanaan tindakan yang dibuat dosen tidak men cerminkan kebutuhan nyata di kelas yang diteliti. Sehingga hasilnya pun tidak banyak ber manfaat bagi perbaikan pembelajaran di ke las yang diteliti. Apalagi, hasil penelitian men jadi milik dosen di perguruan tinggi se hingga tidak secara langsung bermanfaat ba gi perbaikan yang dapat dilakukan guru. Oleh karena itulah, kolaborasi seperti ini ku rang menguntungkan dan sudah waktunya pa ra guru secara mandiri melakukan PTK. Kalaupun masih ingin berkolaborasi se baik nya dilakukan dengan teman sesama guru/ke pala sekolah/pengawas. Kolaborasi seperti itu kecuali dilandasi pemahaman yang sama ter hadap kebutuhan pembelajaran, juga ber tujuan untuk proses triangulasi data. Tri angu lasi data adalah teknik pemeriksaan keabsahan data penelitian, caranya dengan mem ban dingkan data dari sumber lain, metode, pe nyidik, dan teori (Moloeng 2004:330). De ngan demikian hasil penelitian menjadi lebih ob jektif. Akhir-akhir ini banyak guru mulai mem pe lajari metodologi PTK dan semakin lama se makin menguasainya. Apalagi prinsip-prin sip pokok dalam semua jenis penelitian pa da dasarnya sama. Sehingga pengalaman me lakukan penelitian dalam rangka pe nye le saian jenjang kesarjaan ketika kuliah dulu men dukung sekali penguasaan para guru terhadap PTK. Guru hanya memerlukan se di kit lagi belajar hal-hal yang berhubungan de ngan ciri khas PTK. Hal ini cukup menjadi alasan, bahwa PTK dapat dilakukan secara man diri oleh guru. PTK yang menempatkan guru sebagai pe me ran utama mulai dari proses perencanaan hing ga pelaksanaannya merupakan bentuk yang berorientasi kepada guru sebagai pe ne liti. Kalaupun melibatkan rekan sejawat, fungsinya sebatas konsultatif. Karena gu ru mengidentifikasi sendiri ma-salah yang dihadapi dan kemudian mencari pe me cahannya dengan cara yang tepat, ma ka hasilnya pun lebih bermanfaat bagi pelaksanaan tugasnya sehari-hari. Apabila guru masih berperan penting se ba gai peneliti tetapi konsep dan rencana pe ne litiannya dirumuskan pihak luar (pakar/do sen), maka PTK yang dilakukan berbentuk si lmultan terintegrasi. Dengan cara ini, hasil pe nelitian tidak hanya untuk memenuhi ke bu tuhan praktis dalam memperbaiki kualitas pem belajaran, tetapi juga untuk menghasilkan pe ngetahuan ilmiah di bidang pembelajaran. Sedangkan bentuk penelitian tindakan administrasi sosial eksperimental sama sekali tidak melibatkan guru. Kelas yang diampu guru hanya sekadar dijadikan lokasi atau sumber data. Rumusan masalah dan hipotesis yang dijadikan dasar penelitian di buat oleh peneliti dari luar berdasarkan ke bu tuhan mereka untuk meningkatkan hasil pe laksanaan suatu kebijakan dalam praktik pen didikan. Penelitin semacam ini biasanya di pesan oleh Pemerintah dan dilaksanakan pe neliti dari perguruan tinggi. Model/Desain PTK Secara umum langkah-langkah melaksanakan PTK sama dengan pelaksanaan pe nelitian-penelitian lainnya. Penelitian dil akukan untuk menjawab permasalahan yang te lah diidentifikasi sebelumnya. Masalah itu di jawab dengan merumuskan hipotesis yang dikembangkan berdasarkan kajian teori-teori yang terkait dengan variabel yang diteliti. Hi potesis itu kemudian diuji dengan data empirik yang dikumpulkan menggunakan instrumen yang relevan. Terbukti atau tidaknya hipotesis itu merupakan temuan hasil penelitian. Langkah umum seperti itu juga ditempuh da lam PTK. Hanya saja masalah yang hendak di cari jawabannya dengan melakukan PTK adalah masalah yang dialami dalam pem be lajaran di kelas. Masalahmasalah itu dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu masalah yang berhubungan dengan (a) prestasi/ hasil be lajar siswa, dan (b) proses pembelajaran yang dilakukan guru. Prestasi belajar siswa atau proses pembelajaran yang dilakukan gu ru dianggap sebagai masalah jika tidak sesuai harapan (tidak ideal), dan oleh karenanya per lu dicarikan solusi agar menjadi sesuai harapan. Solusi terhadap masalah itu pada dasarnya ada lah memberikan tindakan perbaikan da lam pembelajaran. Tindakan perbaikan itu diharapkan dapat memberikan pengaruh agar terjadi peningkatan prestasi belajar siswa atau proses pembelajaran yang dilakukan gu ru menjadi lebih baik. Wujud tindakan per baikan pada dasarnya adalah kegiatan pem belajaran yang dilakukan guru. Tindakan perbaikan itu berkaitan dengan implementasi salah satu atau beberapa dari tujuh ini, yaitu (a) pendekatan, (b) strategi, (c) model, (d) metode, (e) teknik, (f ) penggunaan media, dan (g) penggunaan alat peraga pembelajaran. Dalam satu daur/siklus tindakan terdapat em pat tahap, yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi.

VOL. 01 Tahun I - September 2013 |

JURNAL EDUKASI IGI


Tahap Perencanaan Perencanaan tindakan hanya dapat di la kukan jika peneliti sudah mengientifikasi ma sa lah yang hendak diteliti. Hasil identiifkasi ke mudian difokuskan ke arah satu masalah yang paling relevan dengan peroalan yang dihadapi, sehingga diperoleh suatu ru mus an masalah. Masalah itulah yang dicari pe me ca han nya. Cara-cara memecahkan masalah yang akan di tempuh itu dijelaskan dalam perencanaan. Se bab, cara-cara pemecahan itu merupakan wujud tindakan yang akan dilakukan peneliti (guru) dalam upaya memecahkan masa-lah. Oleh karena tindakan yang akan dilakukan merupakan proses pembelajaran, maka ren cana itu dituangkan dalam bentuk RPP (ren ca na pelaksanaan pembelajaran). Tahap Pelaksanaan Kegiatan ini pada dasarnya adalah pe lak sanaan proses pembelajaran di kelas. Pe laksanaan tindakan itu tidak lain adalah upa ya mencari solusi terhadap masalah yang te lah dirumuskan. Proses pelaksanaanya di tem puh sesuai dengan isi bagian langkah-lang kah pembelajaran dalam RPP. Peneliti me laksanakan tindakan (pembelajaran) mu lai dari pembuka pelajaran (penyampaian to pik dan tujuan, serta pemberian apersepsi dan motivasi); ke giatan inti (meliputi eks plorasi, ela bo rasi, dan kon firmasi); ser ta kegiatan pe nutup (simpul an, refleksi pem belajaran). Tahap Observasi Pada dasarnya tahap observasi berupa ke gi atan untuk mengetahui hasil yang dicapai, baik hasil belajar maupun perbaikan proses pem belajaran. Peneliti mengamati proses dan atau hasil tindakan yang dilakukannya dengan menggunakan teknik tes maupun teknik non tes. Semua bentuk tes bisa digunakan sesuai de ngan data yang diinginkan. Teknik nontes yang dapat digunakan bisa berupa angket, wa wancara, pengamatan/pemantauan, ceklis, dan kuesioner. Tahap Refleksi Data hasil obsevasi atau evaluasi hasil tin dakan kemudian dianalisis. Proses analisis me liputi tabulasi, klasifikasi, kalkulasi, hingga in terpretasi data. Karena PTK pada dasarnya ada lah meneliti proses dan hasil pembelajaran, ma ka data yang dikumpulkan berupa nilai pres tasi belajar siswa atau catatan perilaku, sikap, atau motivasi siswa di kelas. Kedua jenis data itu bisa dikuatifikasi se hingga memudahkan analisis secara ma te ma tis. Prosesnya sama dengan ketika guru me nganalisis nilai hasil belajar siswa. Dari hasil analisis itulah, guru sebagai peneliti da pat menyimpulkan apakah tindakan (pem be lajaran)-nya berhasil/meningkat atau belum. Hasil refleksi ini akan menjadi dasar per baikan tindakan pada siklus/daur tin da kan berikutnya. Bila belum seperti yang di harapkan, maka guru/peneliti perlu me ren ca nakan tindakan pada siklus/daur kedua dan seterusnya. Siklus berikutnya itu meliputi em pat kegiatan di atas, hanya saja kualitas tin dakannya disempurnakan (bukan diganti). Pemberian tindakan perbaikan siklus-siklus be rikutnya tidak boleh mengubah hakikat pe nelitian ini menjadi penelitian eksperimental atau penelitian korelatif. Oleh karena itu, tindakan yang dilakukan pada siklus pertama dan berikutnya tidak boleh mengganti jenis tin dakan, tetapi berupa penyempurnaan tin da kan yang telah diputuskan sebagai solusi pe mecahan masalah. Dalam pelaksanaan PTK tidak ada batasan te gas berapa siklus yang harus ditempuh. Ha nya saja, beberapa rambu ini dapat dijadikan patokan untuk menentukan banyaknya siklus tindakan adalah (1) minimal dua siklus, karena pa da siklus kedua itulah terjadi perbaikan tin dakan atas kekurangberhasilan pada siklus per tama; (2) bila terlalu banyak siklus, akan me ngganggu alokasi waktu pembelajaran yang telah ditetapkan dalam program se mes ter, padahal salah satu prinsip dasar PTK adalah tidak boleh mengganggu tugas sehari-hari guru; dan (3) bila terlalu banyak siklus per tan da hipotesis tindakan yang dirumuskan ber peluang besar tidak akan terbukti, maka le bih baik dirumuskan hipotesis baru yang oto matis mengubah jenis tindakan yang akan di lakukan. Uraian singkat di atas menunjukkan adanya per bedaan PTK dengan jenis penelitian lain pa da umumnya, walaupun secara metodologi pro sesnyanya hampir sama. Sukidin, dkk. (2008:27) mendeskripsikan adanya de la pan perbedaan, yaitu pada motivasi pe ne liti, sumber masalah, tujuan penelitian, ke ter libatan pelaku penelitian, sumber data (sam pel), metodologi, interpretasi temuan, dan ha sil akhir penelitian. Intinya, PTK dodorong oleh kebutuhan un tuk melakukan tindakan perbaikan, se dangkan penelitian non-PTK lebih mengutamakan pencarian kebenaran ilmiah. Masalah yang diteliti dalam PTK bersumber dari upaya un tuk mendiagnosis proses pembelajaran dan berupaya memperbaiki kekurangan yang ter jadi. Sementara itu penelitian non-PTK ber u pa ya untuk menjawab permasalahan dengan ca ra memverifikasi data untuk membangun pe ngetahuan secara deduktif atau induktif. Oleh karena itu, pelaku PTK (guru) terlibat da lam proses tindakan, sementara itu peneliti non-PTK seolah-olah seorang penonton sepak bo la yang berdiri di luar lapangan. Sumber data PTK adalah kasus pembelajaran da lam sebuah kelas, sedangkan penelitian non-PTK mengambil data dari sampel yang mem presentasikan populasi yang lebih luas. Me todologi dalam PTK lebih longgar namun te tap mengutamakan objektivitas, tidak se per ti dalam penelitian non-PTK yang telah ter stan dardisasi dengan ketat. Temuan/hasil PTK berupa pemahaman prak tik pembelajaran melalui proses refl ek si kegiatan pembelajaran, bukan un tuk membangun teori/ pengetahuan sebagaimana dilakukan seorang ilmuwan. Pada akhir nya, PTK dilakukan untuk membuat siswa/kelas dapat belajar lebih baik dan pro ses pembelajaran yang dilakukan guru ju ga semakin baik. Bukan seperti penelitian non-PTK yang hanya bersifat menguji pe nge tahuan, perosedur, atau hal-hal

| VOL. 01 Tahun I - September 2013

JURNAL EDUKASI IGI


lain yang yang ingin diketahui peneliti, tetapi tidak me ngu bah keadaan menjadi lebih baik. Penutup Berdasarkan uraian di atas penulis me ne kan kan pentingnya para guru merevolusi diri un tuk menjadi lebih baik, khususnya dalam upa ya meningkatkan kemampuan mengajar. Re volusi itu hanya mungkin dilakukan oleh guru sendiri dengan tekad penuh untuk meng ubah diri. Dorongan eksternal terbukti ku rang efektif, sebagaimana kecilnya tindak lanjut dari berbagai pelatihan formal selama ini. Berbagai pelatihan formal hanya mungkin ber hasil mengubah kompetensi guru jika pe latihan itu dapat membangkitkan motivasi in ternal guru untuk berubah. Salah satu jalan yang dapat dilakukan ada lah dengan rutin melakukan penelitian tin dakan kelas (PTK). Dalam PTK itulah pro ses revolusi kemampuan mengajar yang se sung guhnya terjadi. Sebab, guru berproses mu lai dari mengidentifikasi permasalahan pem be lajaran yang dihadapi secara langsung di ke las, lalu berusaha memperbaikinya dengan pe nelitan tindakan. Apalagi dalam proses itu gu ru dituntut pula untuk membaca berbagai sum ber pustaka rujukan terbaru sehubungan de ngan masalah pembelajaran yang diteliti. Hal itu akan membuat pengetahuannya men ja di terus berkembang dan terbarui mengikuti per kembangan ilmu pengetahuan di bidang tu gasnya. Tuntutan tugas mengajar sudah menjadi ke niscayaan dalam diri seorang guru. Ma sya rakat berharap penuh terhadap peran guru sebagai fasilitator pembe-lajaran bagi pu tra-putri mereka. Di tangan gurulah ma sa depan anak-anak bangsa ini berada, se bab pendidikan merupakan tangga untuk me nu ju tingkat kehidupan yang lebih baik di ma sya rakat. Sejalan dengan tuntutan masyarakat selaku pe makai jasa pendidikan, pemerintah pun te lah membangun sistem pengembangan pro fesi guru secara lebih menantang. Dalam sistem itu guru dtuntut selalu ber upaya mengembangkan kompetensi pro fe sionalitasnya. Berbagai bentuk upaya ke arah itu diberi penghargaan berupa ang ka kredit dan sertifikasi. Angka kredit di ka itkan langsung dengan pemberian peng har gaan yang berwujud kenaikan pangkat dan bertambahnya pendapatan guru (kesejahteraan). Begitu pula dengan sertifikasi. Sebaliknya, guru yang tidak berusaha meng-up grade dirinya, maka semakin lama akan tersisih dalam sudut-sudut pinggir pro fe sinya. Tentu tidak seorang guru pun akan me nyukai posisi terpinggirkan itu. Oleh karena itulah, penulis menyarankan per lunya diadakan Gerakan Guru Sebagai Pe neliti. Ide ini bukan hal baru, karena te lah dicetuskan para pakar pengembang PTK di negara-negara maju. Gerakan itu akan membuat para guru rutin dan rajin melakukan PTK demi memperbaki kualitas ke mam puan mengajar-nya. Tentu saja gerakan itu perlu dukungan semua pihak, terutama Di nas Pendidikan dan sekolah-sekolah tem pat para guru bertugas. Fasilitasi dalam bentuk regulasi maupun iklim yang kondusif un tuk merangsang para guru merevolusi kompetensi mengajarnya amat sangat di ha rapkan. Jangan sampai kesadaran para guru yang tumbuh untuk meng-up grade dirinya hanya dipandang sebelah mata oleh instansi-instansi otoritas pendidikan yang se ha rusnya aktif mendorong, memfasilitasi, dan meng hargai gerakan itu. Daftar Pustaka Carr, W & Kemmis, S.1983. Becoming Critical: Edu cation, Knowledge, and Action Research. Gelong, Victoria, Australia: Deakin University. John, Elliot. 1982. Action Re-search for Edu cational Change. Philadelphia: Open University Press. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebu da yaan RI Nomor 025 Tahun 1995 tentang Pe tunjuk Teknik Ketentuan Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Moloeng, lexy J. 2004. Metode Penelitian Kua litatif. Bandung: Rosda. Mulyono, HP. 2010. Permasalahan dalam PTK Bab I Pendahuluan. Presentasi Pelatihan PTK dalam Forum Teaching Clinic Diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan Jawa Tengah (tidak dipublkasikan). Peraturan Menteri Negara Pen-dayagunaan Apa ratur Negara dan Reformasi Birokrasi No mor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Subyantoro. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Semarang: Badan Penerbitan Universitas Di po negoro. Sukidin, dkk. 2008. Manajemen Penelitian Tindakan Kelas. Surabaya: Insan Cendekia. Suyanto. 1997. Pedoman Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Jakarta: BP3SD, Dir jen Dikti, Depdikbud. Undang-undang RI Nomor 14 Tahun 2005 ten tang Guru dan Dosen.

VOL. 01 Tahun I - September 2013 |

JURNAL EDUKASI IGI

| VOL. 01 Tahun I - September 2013

JURNAL EDUKASI IGI

HUBUNGAN ANTARA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL DAN IKLIM KERJA DENGAN KEPUASAAN KERJA GURU SEKOLAH YPPSB SANGGATTA KUTAI TIMUR
Oleh: Joko Wahyono*
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kepemimpinan transformasional dan iklim kerja guru dengan kepuasan kerja guru. Penelitian dilaksanakan di Sekolah YPPSB Sangatta Kutai Timur. Sampel penelitian sebanyak 63 orang, dipilih dengan menggunakan proportional random sampling. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa (1) terdapat hubungan positif antara kepemimpinan transformasional kepala sekolah dengan kepuasan kerja guru; dan (2) terdapat hubungan positif antara iklim kerja guru dengan kepuasan kerja guru; (3) terdapat hubungan positif antara kepemimpinan transformasional dan iklim kerja secara bersama-sama dengan kepuasan kerja guru. Kata Kunci: Kepemimpinan Transformasional, Iklim Kerja dan Kepuasan Kerja

Abstract: The objective of this research is to find out the how the transformational leadership and the organizational climate of teachers relate with teachers job satisfaction. The research was conducted in the YPPSB School in Sangatta East Kutai with n = 63 using proportional random sampling. The findings shows that there is a positive correlation between: (1) transformational leadership of head teachers with the teachers job satisfaction. (2) The organizational climate of teachers with the teachers job satisfaction. (3) The research also indicates that there is a positive correlation between these two independent variables together, both the transformational leadership of head teachers and the organizational climate of teachers, with the teachers job satisfaction. Keywords: Transformational Leadership, Organizational Climate, and Job Satisfaction.

PENDAHULUAN

epuasan kerja merupakan salah satu faktor penting un tuk mendapatkan hasil kerja yang optimal. Ketika se orang merasakan kepuasan dalam bekerja tentunya ia akan berupaya semaksimal mungkin dengan segenap kemampuan yang dimilikinya untuk menyelesaikan tugas pe kerjaannya. Dengan demikian produktivitas dan hasil kerja karyawan akan meningkat secara optimal. Kepuasan kerja adakalanya berkenaan dengan hal yang me nyenangkan dan adakalanya pada hal-hal yang tidak menyenangkan. Kepuasan kerja bersifat dinamis. Artinya ber kem bang terus. Oleh sebab itu, ia bersifat relatif. Jika manusia te lah mencapai suatu kepuasan, maka timbul pula tuntutan akan kepuasan yang lebih tinggi kualitas dan kuantitasnya. Se lain itu, Gibson (1973) menyatakan, Job satisfaction is refers to the positive or negative aspect of an individuals attitude toward his job or some feature of the job. Gibson mengatakan bah wa kepuasan kerja mengacu pada aspek positif atau ne gatif sikap individual dan cara pandang seseorang terhadap pekerjaan Di dalam praktik, suatu proses perubahan dijalankan de ngan bertumpu pada pendekatan transaksional yang mekanistik dan bersifat teknikal, di mana manusia

cenderung dipandang sebagai suatu entiti ekonomik yang siap untuk dimanipulasi dengan menggunakan sistem imbalan dan umpan balik negatif, dalam rangka mencapai manfaat ekonomik yang sebesar-besarnya (Bass, 1990; Bass dan Avolio, 1990; Hater dan Bass, 1988, seperti dikutip oleh Hartanto (1991) Konsep kepemimpinan transformasional lahir sebagai upaya un tuk menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan eks ternal yang berlangsung cepat, sehingga menimbulkan per saingan yang semakin ketat. Kepemimpinan transformasional dianggap mampu membangun komitmen organisasi ter hadap tujuan-tujuannya, sekaligus memberdayakan anggota organisasi untuk meraih tujuan-tujuan itu. Pemimpin di tuntut untuk mampu mengubah budaya organisasi atau iklim kerja agar konsisten dengan strategi manajemen. Permasalahan yang sering muncul dalam organisasi terma suk juga organisasi sekolah adalah masalah keseragaman yang tinggi, tanggung jawab yang rendah, kurang jelasnya aturan organisasi, standar kerja yang rendah, semangat ke lompok rendah, dan kurangnya penghargaan yang diberikan oleh pihak manajemen. Tidak semua persoalan yang teridentifikasi di atas akan di bahas dalam penelitian ini. Penelitian ini hanya akan mencari jawaban terhadap tiga masalah yang menurut peneliti pa ling urgen dicari jawabannya, yaitu VOL. 01 Tahun I - September 2013 |

JURNAL EDUKASI IGI


(1 )apakah terdapat hubungan antara kepemimpinan transformasional kepala se kolah dan kepuasan kerja guru di Sekolah YPPSB Sangatta, (2) apakah terdapat hubungan antara iklim kerja dan kepuasaan kerja guru di Sekolah YPPSB Sangatta, dan (3) apakah terdapat hubungan antara kepemimpinan transformasional kepala sekolah dan iklim kerja terhadap kepuasaan kerja guru di sekolah YPPSB Sangatta. kannya dalam konteks politik dan selanjutnya diterapkan dalam konteks organisasional oleh Bernard Bass. Kepemimpinan transformasional didefinisikan sebagai kepemimpinan yang melibatkan perubahan dalam organisasi (dipertentangkan dengan kepemimpinan yang dirancang untuk memelihara status quo). Kepemimpinan juga didefinisikan sebagai kepemimpinan yang membutuhkan tindakan memotivasi para bawahan agar bersedia bekerja demi sasaransasaran tingkat tinggi yang dianggap melampaui kepentingan pribadinya pada saat itu (Bass 1985; Burns 1978; Tichy dan Devanna 1986, seperti dikutip oleh Locke 1997). Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan transformasional adalah penilaian guru terhadap perilaku seorang pemimpin yang mempengaruhi bawahannya untuk melaksanakan pekerjaan guna mencapai tujuan yang meliputi. Hal-hal yang dinilai itu meliputi kemampuan (1) memberi wawasan masa depan, (2) membangkitkan kebanggaan, (3) memiliki komitmen terhadap pekerjaan, (4) membina guru dalam melaksanakan tugas mengajar, dan (5) melaksanakan strategi pembelajaran yang aktual.

KAJIAN PUSTAKA
Kepuasan kerja pada dasarnya merujuk pada seberapa besar seorang pegawai menyukai pekerjaannya .Robbins (1994) me ngatakan bahwa kepuasan kerja adalah sikap umum pekerja tentang pekerjaan yang dilakukannya, karena pada umu mnya apabila orang membahas tentang sikap pegawai, yang dimaksud adalah kepuasan kerja. Pekerjaan merupakan bagian yang penting dalam kehidupan seseorang, sehingga kepuasan kerja juga mempengaruhi kehidupan seseorang. Kebutuhan hidup manusia bermacam-macam dan berhierarkhi. Hierarkhi kebutuhan hidup manusia secara urut dari yang paling rendah hingga paling tinggi menurut Maslow (1943) di antaranya adalah kebutuhan (1) fisiologis, (2) keselamatan dan rasa aman, (3) rasa memiliki, (4) dihargai, dan (5) perwujudan diri. Maslow menjelaskan bahwa orang dewasa telah memenuhi 85% dari kebutuhan fisiologisnya, 70% dari kebutuhan keselamatan dan keamanan, 50% dari kebutuhan rasa memiliki, sosial, dan cinta; dan 10% dari kebutuhan untuk perwujudan diri. Berdasarkan hasil penelitian Herzberg (1969) terdapat faktor yang meyebabkan ketidakpuasan (dissatisfiers) yang bersifat ekstrinsik, yaitu upah, keamanan kerja, kondisi kerja, status, prosedur perusahaan, mutu dari supervisi teknis, mutu dari hubungan interpersonal antara teman sejawat, atasan, dan bawahan. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, peneliti dapat menyatakan bahwa tingkat kepuasan kerja pegawai (termasuk guru) adalah perasaan senang atau tidak senang yang dirasakan pegawai/guru terhadap pekerjaannya. Perasaan keridakpuasan itu antara lain tidak terpenuhinya harapan pegawai/guru terhadap (1) imbalan yang diterima dari lembaga/sekolah tempat mereka bekerja, (2) penghargaan terhadap hasil kerja, (3) tantangan pekerjaan, (4) pendidikan dan pelatihan, (5) kesesuaian dengan pekerjaan, dan (6) adanya jaminan kerja. Kepemimpinan Transformasional Kepemimpinan transformasional menurut Gary Yukl, adalah seorang pemimpin dalam suatu organisasi yang bertugas mempertahankan sekaligus mentransformasikan organisasinya terhadap perubahan dan tantangan baru. Teori kepemimpinan transformasional merupakan pendekatan terakhir yang hangat dibicarakan selama dua dekade terakhir ini. Gagasan awal mengenai model kepemimpinan transformasional dikembangkan oleh James Mc Gregor Burns yang menerap-

Kepuasan Kerja

Iklim Kerja

Steer menyatakan bahwa iklim organisasi dapat dipandang sebagai kepribadian organisasi yang dicerminkan oleh anggotanya. Sementara itu, Davis menyebutkan bahwa iklim organisasi adalah tempat mereka melaksanakan tugasnya. Dari kedua pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan iklim organisasi ialah seluruh kondisi fisik dan sosiopsikologis yang mempengaruhi lingkungan kerjanya. Freiberg menegaskan bahwa iklim kerja yang sehat di suatu sekolah memberikan kontribusi yang signifikan terhadapan proses KBM yang efektif. Ia memberikan argumen bahwa pembentukan lingkungan kerja sekolah yang kondusif menjadikan seluruh anggota sekolah melakukan tugas dan peran mereka secara optimal. Pendapat Freiberg dikuatkan oleh Atwool (1999) yang menyatakan bahwa lingkungan pembelajaran sekolah tempat yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan hubungan yang bermakna di dalam lingkungan sekolahnya, sangat diperlukan untuk meningkatkan kemampuan belajar siswa, memfasilitasi siswa untuk bertingkah laku yang sopan, serta berpotensi untuk membantu siswa dalam menghadapi masalah yang dibawa dari rumah. Selanjutnya Samdal dan kawan-kawan juga telah mengidentifikasi tiga aspek lingkungan psikososial sekolah yang menetukan prestasi akademik siswa. Ketiga aspek tersebut adalah (1) tingkat kepuasan siswa terhadap sekolah, (2) keinginan guru, dan (3) hubungan yang baik dengan sesama siswa. Samdal juga menyarankan bahwa intervensi sekolah yang meningkatan rasa kepuasan sekolah akan dapat meningkatkan prestasi. Berdasarkan pendapat di atas, yang dimaksud dengan iklim kerja ialah suasana di lingkungan sekolah yang mendukung pelaksanaan tugas guru dengan indikasi (1) tersedianya fasilitas kerja, (2) tanggung jawab

10

| VOL. 01 Tahun I - September 2013

JURNAL EDUKASI IGI


pekerjaan, (3) terjalinnya hubungan kerja yang harmonis, (4) dukungan rekan kerja, dan (5) aturan dan sistem kerja. hubungan positif antara iklim kerja (X2) dengan kepuasan kerja guru/karyawan (Y), artinya makin kondusif iklim kerja guru makin tinggi kepuasan kerja guru dan karyawan; dan (3) terdapat hubungan positif antara kepemimpinan transformasional (X1) dan iklim kerja guru (X2) secara bersama-sama dengan kepuasan kerja guru dan karyawan (Y), artinya makin demokratis kepemimpinan transformasional dan makin kondusif iklim kerja makin tinggi kepuasan kerja guru dan karyawan.

Kerangka Berpikir

Berbagai teori di atas akhirnya dapat dijadikan dasar untuk merrumuskan hubungan antara kepemimpinan transformasional dengan kepuasan kerja guru. Sebab, dalam pelaksanaan tugas di sekolah, seorang pemimpin atau kepala sekolah memegang peranan penting dalam mencapai tujuan pendidikan yang bermutu. Seorang kepala sekolah yang demokrastis dan dapat menempatkan diri sesuai situasi kerja akan sangat mempengaruhi semangat kerja guru. Sebaliknya bila kepala sekolah yang tidak peduli terhadap bawahannya dan tidak dapat membawa perubahan apa pun dalam organisasi akan mempengaruhi kepuasan kerja bawahan (guru dan karyawan). Oleh karena itulah, peneliti menduga terdapat hubungan positif antara kepemimpinan transformasional dan kepuasan kerja. Semakin demokratis, kepemimpinan transformasional kepala sekolah, makin tinggi kepuasan kerja guru dan karya wan. Iklim kerja yang kondusif menjadikan tempat kerja menyenangkan dan membuat betah guru dan karyawan dalam bekerja. Kesenangan dan kebetahan seseorang bekerja akan mendorong produktivitas kerja mereka. Karena mereka merasa organisasi kerja merupakan bagian dari hidupnya, sudah menjadi miliknya sehingga mereka berusaha bekerja keras untuk memajukan organisasinya. Semakin kondusif iklim kerja di lingkungan sekolah, makin tinggi kepuasan kerja guru. Selain itu peneliti juga menduga adanya hubungan antara kepemimpinan transformasional dan iklim kerja secara bersama-sama terhadap kepuasan kerja. Ada tiga komponen pokok kepemimpinan, yaitu (1) pemimpin, (2) bawahan/pengikut, dan (3) tugas. Seorang pemimpin terutama dalam masa-masa perubahan harus dinamis dan efektif dalam mewujudkan tujuan organisasi. Untuk itu ia harus bekerja secara optimal dengan melibatkan berbagai sumber daya serta partisipasi dari bawahan/pengikut. Syaratnya ia harus dapat menciptakan situasi kerja yang menyenangkan dan kondusif. Iklim kerja di lingkungan sekolah sangat menentukan kepuasan kerja guru. Dari hubungan tersebut diduga terdapat hubungan positif antara kepemimpinan transformasional dan iklim kerja secara bersama-sama dengan kepuasan kerja guru. Dengan perkataan lain makin demokratis kepemimpinan transformasional kepala sekolah dan makin kondusif iklim kerja di lingkungan sekolah, makin tinggi kepuasan kerja guru. Hipotesis Penelitian Berdasarkan deskripsi teori dan kerangka berpikir di atas maka dapat dirumuskan tiga hipotesis yang akan menjadi titik tolak dalam penelitian untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan. Ketiga hipotesis dimaksud adalah (1) terdapat hubungan positif antara kepemimpinan transformasional (X1) dengan kepuasan kerja guru (Y), artinya, makin demokratis kepemimpinan transformasional kepala sekolah, makin tinggi kepuasan kerja guru dan karyawan; (2) terdapat

METODE PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kepemimpinan transformasional dan iklim kerja guru dan karyawan dengan kepuasan kerja guru dan karyawan di sekolah YPPSB Sangatta Kutai Timur. Penelitian dilaksanakan pada empat unit sekolah YPPSB yaitu unit TK, SD-1, SD-2. dan SLTP YPPSB yang berlokasi di Komplek PT Kaltim Prima Coal Sangatta Kabupaten Kutai Timur Kalimantan Timur. Responden penelitian sebanyak 63 orang yang diperoleh melalui teknik proportional random sampling. Metode penelitian yang digunakan berupa survey dan pendekatan korelasional. Hubungan antara variabel X1, X2 dengan variabel Y dalam penelitian ini dapat dilukiskan dalam konstelasi hubungan variabel sesuai gambar berikut ini:

X1 Y X2

Keterangan: X1 : kepemimpinan transformasional X2 : iklim kerja Y : kepuasan kerja Gambar 1. Hubungan Antarvariabel yang Diteliti HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANNYA Hubungan antara Kepemimpinan Transformasional (X1) dengan Kepuasan Kerja Guru (Y) Berdasarkan hasil analisis regresi linier sederhana antara pasangan data hubungan antara kepemimpinan transformasional (X1) dengan kepuasan kerja guru (Y) diketahui nilai koefisien regresi b yang diperoleh adalah sebesar b = 0,451, dan nilai kosntanta a sebesar 45,07. Dengan demikian bentuk hubungan antara kepemimpinan transformasional dengan kepuasan kerja guru dinyatakan melalui persamaan regresi: = 45,071 + 0,451 X1. Untuk mengetahui apakah model persamaan regresi tersebut dapat digunakan untuk membuat prediksi, maka dilakukan uji signifikansi dan linieritas dengan menggunakan uji F. Dari hasil perhitungan diperoleh VOL. 01 Tahun I - September 2013 |

11

JURNAL EDUKASI IGI


nilai Fhitung > Ftabel, yaitu sebesar 15,449. Sedangkan Ftabel sebesar 7,069 pada 0,01. Karena Fhitung > Ftabel, sehingga persamaan regresi yang diperoleh dapat dinyatakan sangat signifikan. Pada tabel di bawah ini dapat diketahui tabel Anava untuk uji signifikansi dan linieritas berikut ini. Tabel 1. Daftar Anava Uji Signifikansi dan Linieritas Persamaan Regresi = 45,071 + 0,451 X1
Sumber Varian Total Regresi (a) Regresi (b/a) Sisa Tuna cocok Kekeliruan dk 63 1 1 63 29 32 JK 409543 404000 1141,56 4401,04 2981,91 1419,1333 404000 1141,56 72,145 102,82 44,348 15,449** 2,31ns 3998 7069 RJK F Hitung F Tabel 0,05 0,01

1,82

2,34

maka Ho ditolak. Hal ini berarti koefisiensi korelasi antara kepemimpinan transformasional dengan kepuasan kerja guru sangat signifikan. Koefisiensi determinasi merupakan kuadrat dari koefisiensi korelasi antara X1 dengan Y yaitu harga ry1 sebesar 0,453 dikuadratkan sehingga diperoleh r2y1 sebesar 0,205. Artinya 20,5% variasi kepuasan kerja dapat dijelaskan oleh variasi kepemimpinan transformasional melalui persamaan regresi = 45,071 + 0,451 X1 ,sedangkan sisanya 79,5% dijelaskan oleh variasi lain. Hasil analisis hubungan sederhana tersebut menyimpulkan bahwa terdapat hubungan positif antara kepemimpinan transformasional dengan kepuasan kerja guru. Temuan ini sekaligus menolak H0 yang menyatakan tidak terdapat hubungan positif antara kepemimpinan transformasional dengan kepuasan kerja guru. Hubungan antara Iklim Kerja Guru (X2) dengan Kepuasan Kerja Guru (Y) Berdasarkan hasil analisis regresi linier sederhana antara pasangan data hubungan antara iklim kerja (X2) dengan kepuasan kerja guru (Y) diketahui nilai koefisien regresi b yang diperoleh sebesar 1,002 dan nilai konstanta a sebesar 9,452. Dengan demikian bentuk hubungan antara iklim kerja dengan kepuasan kerja dinyatakan melalui persamaan regresi: = 9,452 + 1,002 X2. Untuk mengetahui apakah model persamaan regresi tersebut dapat digunakan untuk membuat prediksi, maka dilakukan uji signifikansi dan linieritas dengan menggunakan uji F. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai Fhitung > Ftabel sebesar 28,64, sedangkan Ftabel sebesar 7,069 pada 0,01. Karena Fhitung > Ftabel , sehingga persamaan regresi yang diperoleh dapat dinyatakan sangat signifikan. Pada tabel di bawah ini dapat diketahui tabel Anava untuk uji signifikansi dan linieritas regresi. Tabel 4. Daftar Anava Uji Signikansi dan Linieritas Persamaan Regresi = 9,452 + 1,002 X2,
Sumber Varian Total Regresi (a) Regresi (b/a) Sisa dk 63 1 1 63 38 23 JK 409543 404000,69 1771 3771,31 205,89 3565,42 404000,69 1141,56 61,82 5418 155,01 28,64** 0,035ns 3998 7069 RJK F Hitung F Tabel 0,05 0,01

Keterangan: ** = Regresi sangat signifikan ( Fh=15,449> Ft = 7,069) pada =0,01 ns = Regresi bebentuk linier ( Fh = 2,31 < Ft = 2,34 ) pada =0,01 dk = derajat kebebasan JK = Jumlah kuadrat RJK = Rata-rata Jumlah kuadrat Untuk mengetahui apakah persamaan garis regresi yang diperoleh linier atau tidak, diuji dengan menggunakan uji linieritas regresi. Adapun kriteria pengujian adalah (Fh < Ft). Pada 0,01, sehingga dapat dinyatakan Ho diterima. Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa (Fh = 2,31 < Ft = 2,34) pada 0,01. Hasil pengujian menunjukkan bahwa persamaan regresi = 45,071 + 0,451 X1 adalah linier pada 0,01. Perhitungan koefisiensi korelasi sederhana antara kepemimpinan transformasional ( X1) dengan kepuasan kerja guru (Y) menggunakan product moment. Hasil perhitungan diperoleh koefisien korelasi ry1 sebesar 0,453. Selanjutnya dilakukan uji signifikansi koefisien korelasi dengan menggunakan uji-t. Hasil pengujian seperti pada Tabel 2 di bawah ini. Tabel 2 : Uji Signifikansi Koefisien Korelasi antara Kepemimpinan Transformasional (X1) dengan Kepuasan Kerja Guru (Y)
n 63 r y1 0,453 r2 y1 0,205 t hitung 3,965** t tabel 0,05 1,67 0,01 2,39

Tuna cocok Kekeliruan

1,91

2,53

Keterangan: ** = koefisien korelasi sangat signifikan (thitung = 3,965 > ttabel = 2,39) pada 0,01 Berdasarkan tabel di atas dapat diketahi bahwa harga thitung = 3,965, sedangkan ttabel pada 0,01 dan df 63 adalah 2,39. Oleh karena thitung = 3,965 > ttabel = 2,39

Keterangan: ** = Regresi sangat signifikan ( Fh =28,64 > Ft = 7,069) pada 0,01 ns = (non signifikan) regresi berbentuk linier ( Fh=0,035 < Ft 1,91) pada 0,05 dk = derajat kebebasan JK = Jumlah kuadrat RJK= Rata-rata Jumlah Kuadrat.

12

| VOL. 01 Tahun I - September 2013

JURNAL EDUKASI IGI


Untuk mengetahui apakah persamaan regresi yang diperoleh linier atau tidak, peneliti melakukan pengujian menggunakan uji linieritas regresi. Adapun kriteria pengujian adalah Fh < Ft pada 0,05 . Dari pengujian diperoleh bahwa (Fh=0,035 < Ft 1,91) pada 0,05 seperti pada tabel 12 di atas. Hasil pengujian menunjukkan persamaan regresi = 9,452 + 1,002 X2, adalah linier. Perhitungan koefisien korelasi sederhana antara iklim kerja (X2) dengan kepuasan kerja guru (Y) menggunakan product moment. Hasil perhitungan diperoleh koefisiensi korelasi ry2 = 0,710. Selanjutnya dilakukan uji signifikansi korelasi dengan menggunakan uji t. Hasil pengujian seperti tabel di bawah ini. Tabel 5. Uji Signifikansi Koefisien Korelasi antara Iklim Kerja (X2) Kepuasan Kerja Guru (Y)
n 63 ry2 0,710 r2y2 0,505 thitung 7,884** t tabel 0,05 2,66 0,01 2,39
Sumber Varian Regresi Sisa Total dk 2 60 62 jk 2825,968 2716,635 5542,603 RJk 1412,984 45,277 Fh 31,207** F Tabel 0,05 3,15 0,01 4,98

** = Regresi sangat signifikan (Fh= 31,207 > Ft=4,98) pada 0,01 Hasil pengujian regresi Y atas X1 dan X2 menunjukkan nilai Fhitung 31,207 dengan derajat kebebasan pembilang (dk1) = 2 dan derajat kebebasan penyebut (dk2) = 60 pada 0,01 diperoleh F tabel = 4,98. Dari perbandingan Fhitung > Ftabel ( 31,207 > 4,98 ) maka Ho ditotak dan H1 diterima. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa regresi kepuasan kerja guru atas kepemimpinan transformasional dan iklim kerja guru sangat signifikan. Ini berarti terdapat hubungan positif antara kepemimpinan transformasional (X1) dan iklim kerja (X2) dengan kepuasan kerja (Y) ditunjukkan oleh korelasi sebesar Ry.12 = 0,714. Uji signifikansi korekasi ganda tersebut tampak dalam Tabel berikut ini. Tabel 8. Uji Signifikansi Koefisiensi Korelasi Ganda
n 63 Ry.12 hitung 0,714** r tabel 0,05 0,250 0,01 0,325

** = koefisien korelasi sangat signifikan ( thitung = 7,884 > t tabel = 2,39) pada 0,01 Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa harga thitung = 7,884, sedang ttabel pada 0,01 dengan derajat kebebasan (db) 63 = 2,39. Oleh karena thitung = 7,884 > ttabel = 2,39 maka Ho ditolak. Hal ini berarti koefisien korelasi antara iklim kerja dengan kepuasan kerja guru sangat signifikan. Koefisien determinasi merupakan kuadrat dari koefisiensi korelasi antara X2 dengan Y yaitu ry2 sebesar 0,710 dikuadratkan sehingga diperoleh r2y2 sebesar 0,505 . Artinya 50,5% variasi kepuasan kerja guru dapat dijelaskan oleh variasi iklim kerja melalui persamaan regresi = 9,452 + 1,002 X2, sedangkan sisanya 49,5 % dijelaskan oleh variasi lain. Hasil analisis hubungan sederhana tersebut menyimpulkan bahwa terdapat hubungan positif antara iklim kerja dengan kepuasan kerja guru. Temuan ini sekaligus menolak Ho yang menayatakan tidak terdapat hubungan positif antara iklim kerja dengan kepuasan kerja. Dan menerima hubungan positif antara iklim kerja dengan kepuasan kerja. Hubungan antara Kepemimpinan Transformasiona (X1) dan Iklim Kerja Guru (X2) secara bersama-sama dengan Kepuasan Kerja Guru (Y) Perhitungan persamaan regresi ganda diperoleh hasil konstanta a = 7,516 dan koefisien b = 8,610 dan koefisien c = 0,913, dengan demikian persamaan regresinya = 7,516 + 8,610 X1+ 0,934 X2 . Hasil analisis regresi kepuasan kerja guru (Y) atas kepemimpinan transformasional (X1) dan iklim kerja guru ( X2 ) seperti ditunjukkan dalam tabel di bawah ini: Tabel 7. Analisis Varians Pengujian Signifikan Persamaan Regresi Kepemimpinan Transformasional (X1) dan Iklim Kerja (X2) dengan Kepuasan Kerja Guru (Y) ( = 7,516 + 8,610 X1+ 0,934 X2 )

** = koefisien korelasi ganda sangat signifikan (r hitung = 0,714 > r tabel = 0,325) pada 0,01 Sesuai dengan hasil perhitungan korelasi, terdapat hasil Ry.12 = 0,714 pada 0,01, r hitung diperoleh 0,714 dan r tabel 0,325. Karena r hitung > r tabel (0,714 > 0,325) maka Ho ditolak dan H1 diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif antara kepemimpinan transformasional dan iklim kerja guru secara bersama-sama dengan kepuasan kerja guru. Dari perhitungan koefisiensi korelasi ganda Ry.12 = 0,714 diperoleh koefisien determinasi R2y.12 = 0,7142 = 0,510. Artinya 51,0% variasi kepuasan kerja guru dapat dijelaskan bersama-sama antara kepemimpinan transformasional dan iklim kerja guru melalui persamaan regresi ganda = 7,516 + 8,610 X1+ 0,934 X2, sedangkan sisanya 49,0% dijelaskan oleh variasi lain.

PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasannya di atas, peneliti dapat menaril beberapa simpulan. Pertama, hasil pengujian hipotesis pertama ditemukan adanya hubungan positif antara kepemimpinan transformasional dengan kepuasan kerja guru yang ditunjukkan oleh persamaan regresi linier sederhana = 45,071 + 0,451 X1 dan koefisen korelasi diperoleh ry1= 0,453. Dari temuan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja guru dapat ditingkatkan melalui kepemimpinan transformasional kepala sekolah. VOL. 01 Tahun I - September 2013 |

13

JURNAL EDUKASI IGI


Kedua, berdasarkan hasil pengujian hipotesis kedua ditemukan adanya hubungan positif antara iklim kerja dengan kepuasan kerja guru yang ditunjukkan dengan persamaan regresi linier = 9,452 + 1,002 X2 dan koefisien korelasi diperoleh ry2 = 0,710. Dari temuan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja guru dapat ditingkatkan melalui perbaikan iklim kerja. Ketiga, berdasarkan hasil pengujian hipotesis ketiga ditemukan bahwa terdapat hubungan positif antara kepemimpinan transformasional dan iklim kerja guru dengan kepuasan kerja guru yang ditunjukkan oleh persamaan regresi ganda = 7,516 + 8,610 X1+ 0,934 X2 dengan koefisien korelasi ganda Ry1.2 = 0,714. Oleh karena itu, secara umum hasil penelitian menunjukkan bahwa kepuasan kerja guru sekolah YPPSB Sangatta di Kutai Timur dapat ditingkatkan dengan meningkatkan kepemimpinan transformasional dan memperbaiki iklim kerja. Simpulan tersebut mengandung implikasi, bahwa upaya memanfaatkan kepemimpinan transformasional kepala sekolah untuk meningkatkan kepuasan kerja guru dapat dilakukan dengan beberapa alternatif perlakuan. Pertama, pemberian arah dan tujuan yang jelas. Kepala sekolah sebagai pemimpin transformasional perlu memantapkan sasaran dan standar yang jelas, dapat mengkomunikasikan sasaran kepada kelompok dan tidak saja kepada sasaran individu, dan juga harus dapat melibatkan orang dalam menetapkan sasaran tersebut. Kedua, pemberian respons yang positif terhadap tiap usaha inisiatif guru betapa pun kecilnya inisiatif tersebut. Ketiga, kesediaan untuk membimbing dan mendukung. Kepala sekolah sebagai atasan senantiasa dapat menunjukkan minat yang tulus untuk dapat mendengarkan masalah-masalah yang dihadapi guru dalam kegiatan belajar mengajar. Keempat, penghargaan terhadap prestasi kerja. Sebagai kepala sekolah senantiasa memperhatikan nilai imbalan terhadap kompensasi prestasi kerja yang telah dilakukan oleh pegawainya. Kelima, menumbuhkan rasa kebersamaan. Guru harus dibiasakan untuk ikut bertanggung jawab atas segala keberhasilan maupun kegagalan. Kepala sekolah harus membiasakan guru untuk bertanggung jawab atas segala bentuk hasil kerja yang dicapainya. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk memperbaiki iklim kerja untuk meningkatkan kepuasan kerja guru. Pertama, pembagian tugas (job description) yang jelas. Guru harus mengetahui tugasnya dengan jelas. Pembagian tugas yang jelas dan adil tidak memberi peluang kepada guru untuk membandingbandingkan tugasnya dengan tugas guru yang lain. Pembagian tugas yang adil dapat membuat suasana kerja lebih kondusif. Kedua, memperbaiki efektifitas penilaian kinerja, DP3 (Daftar Penilaian Pekerjaan Pegawai) dapat dilakukan oleh kepala sekolah untuk membedakan guru yang baik, rajin, dan kreatif yang layak diberi penghargaan dan guru yang kurang baik yang perlu mendapat pembinaan. Ketiga, mendorong komunikasi terbuka. Komunikasi yang terbuka dan jujur sangat diperlukan dalam komunitas sekolah. Dengan keterusterangan akan menimbulkan komunikasi yang jujur dan terarah yang diharapkan dapat meningkatkan kepuasan kerja dan pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas kinerja guru dan kualitas pendidikan. Berdasarkan simpulan dan implikasi tersebut, peneliti menyarankan beberapa hal. Pertama, kepala sekolah sebagai pemimpin transformasional perlu memantapkan sasaran dan standar kinerja yang jelas dan menjaga komunikasi yang efektif, agar setiap guru mengerti arah dan tujuan sekolah/lembaga. Kedua, melibatkan guru secara langsung dalam setiap kegiatan pendidikan dengan memberikan pekerjaan sesuai dengan porsinya sehingga timbul rasa keterikatan yang dapat menumbuhkan rasa tanggung jawab terhadap keberhasilan maupun kegagalan kerja. Ketiga, membentuk tim untuk melakukan pemantauan, mengevaluasi perkembangan pekerjaan guru dan memberi bantuan bagi guru yang mengalami kesulitan pada saat melakukan tugas. Keempat, melibatkan tim pengembangan yayasan untuk mengevaluasi dan menganalisis sistem penilaian kinerja karyawan dan memberikan input tentang masalah-masalah yang dihadapi guru pada saat melakukan penilaian kinerja. Diskusi mengenai sistem penilaian kinerja ditargetkan untuk membentuk daftar penilaian dan pengembangan kinerja guru. Kelima, memberikan penghargaan secara khusus bagi guru, misalnya pemberian gelar guru teladan, guru favorit dalam acara seremonial yang diadakan manajemen yayasan sehingga dapat memacu prestasi kerja guru. Keenam, penelitian ini baru meneliti kepuasan guru dari dua aspek yaitu kepemimpinan transformasional dan iklim kerja, disarankan beberapa aspek lain yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja guru dapat diadakan penelitian lanjutan. Ketujuh, model penelitian ini juga dapat diadakan di lembaga lain khususnya di Sangatta Kutai Timur,sehingga hasil tersebut dapat melemahkan atau menguatkan hasil penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Gibson, et.al. 1973. Organisasi dan Manajemen Perilaku Struktur Proses (Terjemahan: Wahid, D.) Jakarta: Penerbit Erlangga Hartanto, M. Frans. 1991. Peran Kepemimpinan Transformasional dalam Upaya Peningkatan Produktivitas Tenaga Kerja di Indonesia (Makalah Seminar Departemen Tenaga Kerja). Jakarta Herzberg, F. 1969. One More Time: How Do You Motivate Employee. Harvard: Business Review January-February Maslow, A.H. 1943 A Theory of Human Motivation. Psychological Review. Stephen P. Robbins. 1994. Management. Englewood Cliffs, New Jersey: Printice Hall Inc.

14

| VOL. 01 Tahun I - September 2013

JURNAL EDUKASI IGI

MEMFAKTORKAN BENTUK KUADART DENGAN MENGGUNAKAN KOTAK GESER


Oleh: Amirullah*
Abstrak: Pembelajaran operasi matematika di sekolah perlu selalu diupayakan untuk menemukan cara-cara yang memudahkan siswa dalam mempraktikkannya. Tulisan ini berupaya memberikan alternatif untuk memecahkan operasi matematika dalam bentuk pemfaktoran persamaan kuadrat. Cara-cara konvensional dinilai masih bersifat coba-coba (spekulatif ) sehingga tidak efektif dan efisien. Oleh karena itu, penulis mencoba mengajukan cara alternatif yang lebih mudah, efektif, dan efisien; yaitu penggunaan koak geser sebagai media bantu pemecahan operasi matematika pemfaktoran persamaan kuadrat. Kata Kunci: Kotak Geser, Pemfaktoran Persamaan Kuadrat, Teknik/cara Coba-coba Abstract: There should be ways to accommodate students to solve mathematics operations more easily. This paper tries to show alternative solutions to solve mathematics operations, especially in the form of quadratic equations. Conventional ways of solving the quadratic equations are considered trial-and-error (speculative). As a result it is not effective and efficient. Therefore, the writer tries to suggest an easier, more effective and efficient way of solving the quadratic equation, which is by using the moving box as a media. The moving box can be a tool to help students to solve quadratic functions. Key Words: Moving Box, Factorizing Quadratic Equations, Technique/trial-and-error PENDAHULUAN Dalam mata pelajaran matematika di tingkat SMP pada beberapa pokok bahasan terdapat materi pelajaran yang dianggap sulit baik oleh guru dan lebihlebih oleh siswa. Hal seperti ini biasanya terungkap pada saat pembicaraan di pertemuan guru-guru baik dalam MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran) maupun kegiataan lain seperti Diklat (Pendidikan dan Latihan) mata pelajaran. Dalam tulisan ini penulis mengangkat salah satu pokok bahasan yang menjadi masalah seperti halnya pengalaman penulis dalam mengajarkan materi tersebut. Masalah tersebut adalah, bagaimana cara yang lebih mudah dalam pemfaktoran bentuk ax + bx + c, khususnya dalam menentukan dua bilangan factor (p dan q dengan syarat p x q = a x c dan p + q = b) sehingga bentuk kuadarat tersebut dapat difaktorkan. Dari teknik atau metode yang ada sampai saat ini pada umumnya menggunakan teknik mencoba-coba dalam menentukan bilangan p dan q dengan mencocokcocokannya sesuai syarat yang diberikan tersebut, padahal cara ini sangat menyita banyak waktu dan tak terarah. KELEMAHAN TEKNIK COBA-COBA DALAM PEMFAKTORKAN BENTUK KUADRAT ax + bx + c Cara yang lazim diterpakan untuk memfaktorkan bentuk ax + bx + c adalah dengan teknik mencobacoba. Ada dua teknik coba-coba yang lazim digunakan para guru matematika. Teknik pertama dijelaskan dalam buku Materi Pelatihan Terintegrasi (Depdiknas 2005) dan teknik kedua dijelaskan dalam buku Pelajaran Matematika Kelas VII (Depdiknas 2006). Cara-cara memfaktorkan dengan teknik cobacoba masih terdapat kelemahan-kelemahan. Upaya mencoba-coba dalam menetukan faktor-faktor bentuk kuadrat banyak menyita waktu dan kebanyakan siswa tidak mampu menyelesaikan soal dengan tepat dan benar. Masalah seperti ini sudah disadari para guru matematika, terutama sering menjadi keluhan para guru anggota MGMP Matematika SMP se-Kabupaten Jeneponto. Kesulitan terutama dialami siswa saat menyelesaikan pemfaktoran bentuk ax + bx + c. Berikut ini disajikan contoh penerapan teknik cobacoba yang lazim digunakan. Pemfaktoran Bentuk ax+ bx + c, dengan Syarat a = 1 Pemfaktoran bentuk ax + bx + c, dengan syarat a = 1 adalah x + bx + c = (x + p ) ( x + q ), dengan syarat c = p x q dan b = p + q. Teknik coba-coba untuk mencari faktor bentuk ax + bx + c dilakukan dengan jalan mencari faktor dari c terlebih dahulu, kemudian dicoba-coba untuk mendapatkan jumlah faktorfaktor dari c yang berjumlah sama dengan b. Teknik ini disajikan dalam buku Materi Pelatihan Terintegrasi (Depdiknas 2005). Contoh Penerapannya Faktorkanlah bentuk x + 6x + 5 Penyelesaian dengan teknik mencoba-coba untuk mendapatkan faktor x + 6x + 5 dilakukan dengan mengalikan: x + o = ... x + o = ... X

VOL. 01 Tahun I - September 2013 |

15

JURNAL EDUKASI IGI


Isilah kotak-kotak dengan bilangan bulat yang hasil kali keduanya adalah 5 dan jumlah keduanya adalah 6. Hasilnya menjadi: x+5 = x+1 = X x + 5x x+5 x + 6x + 5 + penjumlahan kedua faktor. Kotak kecil ini digeser-geser sehingga menemukan pasangan bilangan-bilangan faktor yang bila dijumlahkan sama dengan bilangan yang tertulis dalam kotak kecil tersebut. Berikut ini prinsip kerja penggunaan teknik Kotak Geser untuk memfaktorkan bentuk ax + bx + c, dengan syarat a = 1. Sebagaimana diketahui, x + bx + c = (x + p) (x + q) dengan syarat c = p x q dan b = p + q.
p1 axp q1 p2 q2 p3 q3 pm qn b

Jadi diperoleh faktor dari x + 6x + 5 adalah (x + 5) dan (x + 1)

Pemfaktoran Bentuk ax + bx + c, dengan Syarat a 1 Pemfaktoran bentuk ax + bx + c dengan a 1 dapat dianggap mempunyai faktor ax + bx + c = ((ax + p) ( ax + q)) / a. Kedua ruas dikalikan dengan a, maka diperoleh ax + abx + ac = ax + a (p+q)x + pq, sehingga diperoleh hubungan p x q = a x c dan p + q = b. Teknik coba-coba ini disajikan dalam buku Pelajaran Matematika Kelas VII (Depdiknas 2006). Contoh Penerapannya Faktorkanlah bentuk 3x - 7x - 6 Langkah-langkah penyelesaian: 1. Daftarkanlah faktor-faktor dari 3, yaitu 1 dan 3; -1 dan -3 2. Daftarkanlah faktor-faktor dari -6, yaitu 1 dan -6; -1 dan 6; -2 dan 3; 2 dan -3. 3. Gunakan faktor-faktor tersebut untuk menuliskan binomial dengan cara menempatkan faktor dari 3 dalam tanda o dan faktor-faktor dari -6 dalam tanda m pada bentuk ( o x + m ) (o x + m). 4. Carilah perkalian dua binomial yang suku tengahnya (jumlah dari hasil perkalian dalam dan luar) adalah -7x. Dengan langkah-langkah teknik coba-coba seperti di atas, maka diperoleh hasil sebagai berikut:
a. (1x + 1) (3x + -6) dikalikan menjadi -6x + 3x = 3x hasilnya SALAH b. (1x + -6) (3x + 1) dikalikan menjadi 1x - 18x = -17x hasilnya SALAH c. (1x + -1) (3x + 6) dikalikan menjadi 6x - 3x = 3x hasilnya SALAH d. (1x + 6) (3x +-1) dikalikan menjadi -1x + 18x = 17x hasilnya SALAH e. (1x + 2) (3x + -3) dikalikan menjadi -3x + 6x = 3x hasilnya SALAH f. (1x +-3) (3x + 2) dikalikan menjadi 2x- 9x = -7x hasilnya BENAR. Jadi 3x2 - 7x - 6 = (x - 3) (3x + 2)

Syarat: pm x qn = a x c dan pm + qn = b Keterangan: m + n = banyaknya faktor dari a x c, m,n A dan p,q B. Kotak kecil digeser dari kiri ke kanan sampai kita menemukan jumlah yang tepat, yaitu p + q = b. Dengan teknik kotak geser ini siswa dapat menentukan nilai p dan q dengan langkah yang singkat dan terarah (tidak mencoba-coba lagi). Teknik ini dapat juga diperagakan dengan chart (lembar peraga) atau alat peraga lain. Sebagai contoh dapat dilihat gambar berikut ini. Contoh Penerapan

1. Faktorkanlah Bentuk 6x + 13x + 6 Dari bentuk 6x + 13x + 6 diperoleh a = 6 , b = 13 , c = 6. Hasil perkalian p x q = 36 dan hasil penjumlahan p + q = 13. Faktor-faktor dari bilangan 36 disusun berpasangan dalam pasangan sel pada kotak besar. Hasil penjumlahan p + q dimasukkan ke dalam kotak kecil. Pasangan yang hasil kalinya sama dengan 36 dan jumlahnya 13 adalah nilai p dan q. Kotak kecil digeser sampai mendapatkan nilai p dan q. Agar lebih jelas, perhatikan gambar di bawah ini.
36 1 36 2 18 3 12 4 9 6 6

PENGGUNAAN TEKNIK KOTAK GESER SEBAGAI UPAYA MEMPERMUDAH PEMFAKTORAN BENTUK KUADRAT ax + bx + c Teknik Kotak Geser ini dapat mengatasi kelemahankelemahan teknik coba-coba sebagaimana dijelaskan di atas. Kota geser adalah sebuah media pembantu pembelajaran matematika yang berbentuk sebuah kotak besar/panjang dan sebuah kotak kecil. Kotak besar berisi tabel/matriks yang terdiri atas dua baris dan beberapa kolom sehingga membentuk sel yang berpasangan atas dan bawah. Pada setiap pasangan sel diisi/dituliskan bilangan-bilangan yang menjadi faktor bilangan yang dicari faktornya. Bilangan yang dicari faktornya itu dituliskan pada sel gabungan yang berada di sisi paling kiri. Kotak kecil berisi bilangan yang menyatakan hasil

13

16

| VOL. 01 Tahun I - September 2013

JURNAL EDUKASI IGI


Dengan menggeser-geser kotak kecil, ditemukan p = 4 dan q = 9, sehingga pemfaktoran menjadi 6x + 13x + 6 = (6 x+ 4) (6x + 9) / 6 = 2 (3x + 2) . 3(2x + 3) / 6 = (3x + 2) (2x + 3). Jadi, faktor dari 6x +13x + 6 adalah (3x + 2) dan (2x + 3). Dengan teknik dan alat ini siswa tidak lagi mencobacoba tetapi langsung menggeser kotak kecil yang menggantung sampai menemukan jumlah yang tepat sehingga diperoleh nilai p dan q.
Pemfaktoran Bentuk ax + bx + c dengan Syarat a = 1, c > 0

+ abx + ac = ax + a(p+q)x + pq, sehingga diperoleh hubungan p x q = a x c dan p + q = b. Contoh, faktorkanlah bentuk 3x + 7x + 2. Penyelesaian: 1. Dari bentuk 3x + 7x + 2 diperoleh a = 3, b = 7, dan c = 2; maka p x q = 6 dan p + q = 7
6 6 1 13 2 3

Pemfaktoran bentuk ax + bx + c, dengan syarat a = 1 adalah x + bx + c = (x + p) (x + q), dengan syarat c = p x q dan b = p + q. Contoh 1. Faktorkanlah bentuk x + 5x + 6 penyelesaian: x + 5x + 6 = (x + 2) ( x + 3) Dengan menggunakan metode kotak geser dapat dijelaskan cara memperoleh p = 2 dan q = 3, yaitu: 1. Dari bentuk x + 5x + 6 diperoleh a = 1, b = 5, dan c = 6; p x q = 6 dan p + q = 5 2. Dengan bantuan Kotak Geser, dicari faktor dari 6 yang berjumlah 5 3. Faktor 6 adalah 1 , 2 , 3 , dan 6 dituliskan dalam sel-sel pada Kotak Geser, menjadi seperti pada gambar berikut.
6 1 6 2 3 13

2. Dengan bantuan Kotak Geser diperoleh p = 6 dan q = 1, sehinnga diperoleh Penyelesain sebagai berikut. 3x + 7x + 2 = ((3x + 6) (3x + 1))/ 3 = 3(x + 2) (3x + 1) / 3 = (x + 2) (3x + 1) Jadi, 3x + 7x + 2 = (x + 2) (3x + 1) Contoh lain, faktorkanlah bentuk 6x + 13x + 6 Penyelesaiannya: 1. Dari bentuk 6x + 13x + 6 diperoleh a = 6, b = 13, c =6 2. Selanjutnya, p x q = 36 dan p + q = 13
1 36 36 18 12 9 13 6 2 3 4 6

4. Kotak Geser di atas menunjukkan bahwa p = 2 dan q = 3, sehingga hasil pemfaktoran dapat ditulis menjadi x + 5x + 6 = (x + 2) (x + 3)
Pemfaktoran Bentuk a + bx + c, dengan Syarat a = 1 dan c < 0

3. Dengan bantuan Kotak Geser diperoleh p = 4 dan q = Contoh, faktorkanlah bentuk x + 2x - 24. 9, sehingga pemfaktorannya menjadi: Penyelesaian: 6x + 13x + 6 = (6x+ 4) (6x + 9) / 6 1. Dari bentuk x+ 2x - 24 diperoleh a = 1, b = 2 , dan = 2 (3x + 2 ) .3(2x +3) / 6 c = -24, maka p x q = -24 dan p + q=2 = (3x + 2) (2x + 3) 2. Dengan bantuan Kotak Geser, di cari nilai p dan q Jadi, faktor dari 6x + 13x + 6 adalah (3x + 2) dan (2x + 3) sebagai berikut: Contoh 5: Faktorkanlah bentuk 8x + 2x -3 Penyelesaian: 1 2 3 -4 Dari bentuk 8 x+ 2x 3 , di peroleh : a = 8 , b = 2 , c = -3 -24 Selanjutnya, p x q = -24 dan p + q = 2
24 12 6 6 2 -24 1 24 2 12 3 8 -4 6 2

3. Hasil yang diperoleh adalah p = 6 dan q = -4, sehingga x + 2x - 24 = (x - 4) (x + 6) (Catata: nilai akan ditentukan berdasarkan nilai b yang memenuhi nilai a x c dengan memilih tanda yang cocok).
Pemfaktoran Bentuk ax + bx + c, dengan Syarat, a 1

Bentuk ax + bx + c dengan a 1 dapat dianggap mempunyai faktor ax + bx + c = ((ax + p) (ax + q)) / a. Untuk menunjukkan hubungan tersebut dilakukan pengalian kedua ruas dengan a sehingga diperoleh ax

Dari tabel diperoleh : p = -4 dan q = 6 8 x + 2x - 3 = (8x + 6) (8x -4) / 8 = 2(4x + 3 ) . 4(2x - 1) / 8 = (4x + 3) (2x 1) Jadi faktor dari 8x + 2x - 3 adalah (4x + 3) dan (2x - 1) Catatan: tanda dipilih tanda positif atau negatif yang sesuai dengan nilai b = 2 dan memenuhi nilai a x c = -24. VOL. 01 Tahun I - September 2013 |

17

JURNAL EDUKASI IGI


PENUTUP Dengan teknik ini, guru dapat membuat soal sebanyak setengah dari faktor a dikalikan dengan c dan b yang beragam. Pada praktiknya lebih lanjut siswa tidak memerlukan lagi alat kotak geser, tetapi cukup menggambarkannya sebagai catatan luar, tinggal menggunakan tekniknya. Untuk lebih lanjut dapat digunakan untuk menyelesaikan/memfaktorkan persamaan kuadrat atau fungsi kuadrat dengan memenuhi syarat yang telah ditentukan. Untuk bilangan yang terlalu besar dengan faktor yang cukup banyak akan sangat menyulitkan siswa, tentunya ini juga berlaku untuk cara konvensional, namun untuk siswa SMP tentu dibatasi oleh bilanganbilangan yang kecil. Daftar Pustaka Amirullah, 2006. Memfaktorkan dengan Menggunakan Teknik Kotak Geser pada Siswa Kelas 3 SMP. Jurnal Transformasi ISSN:0854-7874 Vol. edisi khusus Februari Makassar: UNM Depdiknas. 2006. Materi Pelatihan Terintegrasi Matematika Buku 1, 2, dan 3. Jakarta: Depdiknas Depdiknas. 2006., Buku Siswa Mata Pelajaran Matematika Kelas VIII Kurikulum 2006. Edisi kedua. Jakarta: Depdiknas Junaedi, Dedi, dkk. 1999. Matematika Untuk SMP Kelas 3. Jakarta: Mizan

18

| VOL. 01 Tahun I - September 2013

JURNAL EDUKASI IGI EFEKTIVITAS PEMANFAATAN BLOG SEBAGAI MEDIA TEST ONLINE DALAM MENINGKATKAN KREATIVITAS MENULIS SISWA
Oleh: Wijaya Kusumah*
Abstrak: Pemanfaatan blog sebagai media tes online dapat menghemat kertas. Penelitian ini berupaya menjawab masalah efektivitas pemanfaatan blog di internet sebagai media tes online dalam meningkatkan kreativitas menulis siswa. Berdasarkan pelaksanaan tindakan, peneliti menyimpulkan bahwa (1) efektivitas pemanfaatan blog sebagai media tes online mampu meningkatkan kreativitas siswa menulis terjadi bila guru mengamati secara langsung proses pembelajaran yang dilakukan; (2) tes online melalui blog lebih menarik karena bersifat interaktif daripada menggunakan tes secara tertulis (offline),; (3) blog di internet membuat siswa berpatisipasi aktif dalam pembelajaran, karena media blog di internet dikemas dalam bentuk interaktif; dan (4) kreativitas menulis siswa dalam menjawab soal dapat ditumbuhkan dan ditingkatkan. Kata Kunci: blog, tes online, interaktif, kreativitas, internet Abstract: Using the blog as a media for online testing can save paper. The objective of this research is to answer the question the effectiveness of using the blog, on the internet, as a media for online testing, especially in increasing students creativity in writing. According to the action, the researcher found that (1) using the blog as a media for online testing can increase students creativity in writing if-and-only-if the teacher directly observes the learning process.; (2) Online testing through blogs (online) are more interesting because it is more interactive rather than using a paper-based test. (offline); (3) through blogging, on the internet, students participate more in the learning process, because blogs are interactive; and (4) through blogging students develops creativity in answering problems. Kata Kunci: blog, online test, interactive, creativity, internet

PENDAHULUAN alam mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), pelaksanaan ujian tertulis atau ulangan harian umumnya pada guru masih menggunakan sistem offline. Pada sistem itu para siswa mengerjakan soal-soal ujian atau ulangan harian dengan menggunakan kertas ulangan yang disiapkan oleh sekolah. Soal-soal ulangan teori digandakan sejumlah siswa yang mengikuti ulangan. Ujian tertulis dengan cara seperti itu jelas sangat memboroskan biaya. Terutama untuk penggandaan soal (menggunakan fotokopi), dan pembelian kertas ulangan. Kertas ulangan dan soal ujian pun menjadi menumpuk di meja guru ketika dikoreksi. Apalagi bila soal yang dibuat guru berbentuk soal esai atau uraian. Guru harus membaca satu persatu tulisan siswa yang kadang-kadang sulit dibaca. Melihat kenyataan itu, guru sebagai peneliti melakukan suatu upaya agar ujian tertulis dilakukan secara online. Peneliti berinovasi dengan menuliskan soal-soal ulangan teoretis di media online, terutama media blog di internet. Salah satu sisi keunggulan inovasi ini berupa dukungan terhadap kampanye Go Green Technologi (teknologi ramah lingkungan). Hal ini bisa terjadi karena guru dapat menghemat penggunaan kertas yang dibuat dari pohon/kayu. Soal-soal tidak perlu lagi di fotokopi sehingga dapat menghemat biaya pembelian kertas, dan biaya penggandaan. Blog adalah alat rekam yang ajaib. Setiap orang bisa menuliskan apa saja yang disukai dan dikuasai.

Semua tulisan yang dibuat dapat tersimpan dengan baik berdasarkan bulan penyimpanan. Para pengguna internet (netter) dapat melihat, dan membaca tulisantulisan siapa saja bila mengetahui alamat blog yang dikelola. Semakin bagus isi (content) blog yang dibuat, maka semakin banyak netter yang akan membaca tulisan-tulisan di dalam blog. Banyak membaca akan membuat pemilik blog atau blogger menjadi rajin menulis. Kreativitas menulis pun akan terbentuk karena sering menulis di blog. Hal itulah yang perlu diajarkan kepada siswa agar terbiasa menulis dalam menciptakan dan mengelola informasi. Ini merupakan keutungan lain dari keberadaan blog. Blog dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran online. Para guru dapat membangun dan mengelola blog pembelajaran untuk para peserta didiknya. Terjadilah proses interaksi antara guru dan siswa melalui blog di internet. Guru dan siswa samasama belajar aktif dalam dunia maya yang tak pernah tidur. Internet mempermudah komunikasi dua arah. Guru bisa memasukkan semua materi pelajarannya ke dalam blog dengan cara yang lebih menarik, dan para siswa diminta untuk membaca materi pelajaran yang sudah dituliskan dalam blog guru. Blog dapat dijadikan sarana meningkatkan kreativitas menulis, dan budaya membaca peserta didik. Hal ini sesuai dengan standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) TIK SMP yaitu menggunakan internet untuk memperoleh informasi yang bermanfaat. Selain memasukkan materi pembelajarannya, VOL. 01 Tahun I - September 2013 |

19

JURNAL EDUKASI IGI


para guru dapat juga membuat soal-soal di dalam blog, dan siswa diminta untuk menjawabnya melalui bagian komentar yang dimoderasi oleh guru sebagai pengelola blog. Dengan begitu, setiap jawaban soal dari siswa tidak bisa dilihat dan dibaca siswa lainnya sebelum dimoderasi oleh guru sebagai administrator blog. Uraian di atas menunjukkan berbagai manfaat nyata media blog, sehingga melatarbelakangi penulis membuat ujian tertulis atau tes online. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada saat memanfaatkan blog sebagai media tes online antara lain (1) efektivitas pemanfaatannya, (2) cara penyajian, dan (3) model pembelajaran TIK yang digunakan guru. Blog di internet memungkinkan setiap siswa dapat berpatisipasi aktif dalam pembelajaran, karena bahan ajar dengan menggunakan media blog di internet dikemas dalam bentuk interaktif, dan bersifat edukatif di dalam blog yang dikelola oleh guru. Terjadilah interaksi antara siswa dan guru melalui blog di internet. Kreativitas menulis siswa dalam menjawab soal teori akan terlihat, dan meningkat seiring dengan pemahamannya terhadap materi yang diberikan. Guru yang semula sebagai penyampai pengetahuan, dan sumber informasi, sekarang bertambah menjadi fasilitator pembelajaran, kolaborator, dan mitra. Siswa berubah dari penerima informasi pasif menjadi penerima informasi aktif dengan cara menuliskannya di blog. Siswa pun menjadi mampu mendemonstrasikan akses internet sesuai dengan prosedur yang ada dalam Kompetensi Dasar (KD) TIK di SMP. Berdasar latar belakang tersebut di atas, rumusan masalah yang hendak dicari jawabannya dalam penelitian ini adalah, bagaimanakah efektivitas pemanfaatan blog di internet sebagai media tes online dalam meningkatkan kreativitas menulis siswa? Permasalahan tersebut dibatasi lingkup pembahasannya pada dua hal, yaitu (1) efektivitas pemanfaatan blog sebagai media tes online dalam bentuk esai guna melihat daya tangkap dan kreativitas menulis siswa dalam pemahaman materi yang telah diberikan sehingga membangun karakter siswa yang mandiri, dan (2) penelitian ini hanya dilakukan pada siswa kelas VIII SMP Labschool Jakarta tahun pelajaran 2010 2011 yang merupakan bagian dari materi internet yang telah dipelajari. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah untuk melihat efektivitas pemanfaatan blog di internet sebagai media tes online dalam meningkatkan kreativitas menulis siswa kelas VIII di SMP Labschool Jakarta. Hasil penelitian ini akan memberikan manfaat kepada siswa, guru, dan sekolah. Bagi siswa, hal penelitian ini bermanfaat untuk (1) memanfaatan blog di internet sebagai media test online dalam meningkatkan kreativitas menulis, (2) membuat sisiwa menjadi semakin senang belajar TIK, dan tidak perlu lagi menjawab soal-soal dengan cara offline, karena semua soal dijawab dengan cara online melalui blog; dan (3) ikut mengkampanyekan gerakan Go Green Technologi yang saat ini sedang digalakkan oleh pemerintah dengan menghemat penggunaan kertas. Bagi guru, hasil penelitian ini bermanfaat untuk (1) mengetahui efektivitas pemanfaatan blog di internet sebagai media test online dalam meningkatkan kreativitas menulis siswa dan plus minusnya dalam pembelajaran, (2) meningkatkan kompetensi guru dalam merancang model-model pembelajaran berbasis online yang kreatif dan inovatif, dan (3) memperluas wawasan guru mengenai penelitian tindakan kelas (PTK) dan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam proses pembelajaran di kelas. Bagi sekolah, hasil penelitian ini bermanfaat untuk (1) menghemat biaya pembelian kertas dan penggandaan soal-soal ujian tertulis, (2) menjadi terobosan baru untuk dalam mengkampanyekan Go Green Technologi di sekolah, dan (3) meningkatkan kualitas pembelajaran dan kreativitas menulis siswa kelas VIII SMP Labschool Jakarta pada mata pelajaran TIK. KAJIAN PUSTAKA Efektivitas Pembelajaran Efektivitas berasal dari bahasa inggris yaitu effective yang berarti berhasil, tepat atau manjur. Efektivitas menunjukan taraf tercapainya suatu tujuan. Suatu usaha dikatakan efektif jika usaha itu mencapai tujuannya. Secara ideal efektivitas dapat dinyatakan dengan ukuran-ukuran yang pasti, misalnya usaha X adalah 60% efektif dalam mencapai tujuan Y. Hal ini sejalah dengan yang dinyatakan oleh Komaruddin (1994:294) bahwa efektivitas adalah suatu keadaan yang menunjukan tingkat keberhasilan kegiatan manajemen dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti mempunyai efek, pengaruh, atau akibat; efektif juga dapat diartikan dengan memberikan hasil yang memuaskan. Efektivitas adalah pencapaian tujuan secara tepat atau memilih tujuan-tujuan yang tepat dari serangkaian alternatif atau pilihan cara dan menentukan pilihan dari beberapa pilihan lainnya. Efektivitas bisa juga diartikan sebagai pengukuran keberhasilan dalam pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditentukan. Sebagai contoh jika sebuah tugas dapat selesai dengan pemilihan cara-cara yang sudah ditentukan, maka cara tersebut adalah benar atau efektif. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa efektivitas merupakan keterkaitan antara tujuan dan hasil yang dinyatakan, dan menunjukan derajat kesesuaian antara tujuan yang dinyatakan dengan hasil yang di capai. Proses belajar mengajar atau pembelajaran yang ada di sekolah, sudah barang tentu mempunyai target pembelajaran yang harus dicapai oleh setiap guru mata pelajaran, dan didasarkan pada kurikulum yang berlaku pada saat itu. Bahan ajar yang banyak terangkum dalam kurikulum tentunya harus disesuaikan dengan waktu yang tersedia pada hari efektif yang ada pada tahun ajaran tersebut. Itulah sebabnya efektivitas sangat

20

| VOL. 01 Tahun I - September 2013

JURNAL EDUKASI IGI


penting dalam sebuah pembelajaran agar terlihat target yang dicapai. Di dalam proses belajar mengajar banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan sebuah pembelajaran, antara lain kurikulum, daya serap, presensi guru, presensi siswa, dan prestasi belajar. Hakikat Blog Akhir-akhir ini, keberadaan blog telah menjadi kebutuhan bahkan gaya hidup sebagian masyarakat. Kegiatan blogging telah menjamur di mana-mana, pada berbagai kalangan dan setiap elemen masyarakat. Umumnya, mereka memanfaatkan blog sebagai buku harian, ungkapan opini, ide, kreativitas menulis hingga untuk meraup penghasilan lebih dari berbagai macam bisnis dunia maya. Blog adalah istilah dalam dunia maya yang sangat dikenal oleh para penggiat teknologi informasi. Kata blog berasal dari kata weblog yang diperkenalkan pertama kali sejak tahun 1998 oleh Jhon Barger. Dia memberi nama weblog untuk menspesifikasikan istilah website yang bersifat pribadi dan sering di-update dari waktu ke waktu. Dengan kata lain blog itu adalah website yang bersifat personal, yang memuat opini personal dan hal-hal lain yang merupakan aktualisasi diri pembuatnya secara personal yang ingin dikabarkan kepada komunitas global. Meskipun personal, isinya bisa dinikmati siapa saja darimana saja dan kapan saja. Blog sangat banyak diminati oleh para penggiat di dunia maya karena bisa menjadi rumah kedua untuk menyalurkan hobi bahkan promosi. Sudah bukan rahasia lagi kalau blog saat ini semakin digemari oleh masyarakat, dari kalangan terpelajar, eksekutif bahkan masyarakat biasa. Untuk memiliki blog sangat mudah dan murah, bahkan gratis. Banyak penyedia blog gratis yang ada di internet, antara lain wordpress.com, blogspot.com, weblog.com, multiply. com, dll. Untuk membuat dan mengelolanya-pun sangat mudah. Hanya dengan waktu 15-30 menit para calon blogger dipastikan memiliki blog dan dapat mengelolanya sesuai keinginan. Pesatnya perkembangan blog di Indonesia tentunya menjadi inspirasi baru bagi para penggiat pendidikan khususnya guru. Banyak guru yang sudah memanfaatkan media ini sebagai media dan pusat belajar di sekolah. Hal ini cukup efektif karena jumlah pengguna internet di Indonesia cukup signifikan, dan mayoritas digunakan oleh para pelajar. Jika teknologi dapat diadaptasi menjadi media dan sumber belajar, tentunya akan sangat membantu guru dan para siswa dalam mengajar dan belajar di sekolah. Banyaknya manfaat yang dapat diperoleh dari pemanfaatan blog sebagai media dan sumber belajar guru dan siswa, tentunya para guru dapat mencoba menerapkan media tersebut. Sebagaimana diungkapkan oleh Jasmansyah (2011), bahwa memiliki blog artinya memiliki rumah maya yang bermanfaat untuk orang lain. Tes Online Dengan semakin berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi (TIK), ujian tertulis atau tes tidak lagi dilakukan secara offline atau biasa. Banyak tenaga pengajar yang menggunakan blog sebagai media tes online. Dengan media tes online para pengajar dimudahkan dalam pengoreksian, dan juga penilaiannya. Tes tulis adalah tes yang menggunakan soal dan jawaban yang diberikan kepada siswa dalam bentuk bahan tulisan. Tes tulis/ tes hasil belajar digunakan untuk mengukur pengetahuan atau penguasaan objek ukur terhadap seperangkat konten atau materi tertentu. Tes tertulis juga digunakan untuk mengukur dan menilai hasil belajar siswa, terutama hasil belajar kognitif berkenaan dengan penguasaan bahan pengajaran dengan tujuan pendidikan dan pengajaran (Badarudin, 2011). Tes online adalah suatu ujian tertulis yang dilaksanakan secara online melalui komputer dan internet. Salah satu contoh pengajar yang telah menggunakan tes online ini adalah Drs. Sjafriel Salim, MPS Com (2006) dalam mata kuliah Penulisan Naskah Public Relations, dan untuk pertama kalinya menggunakan blogspot untuk perkuliahan online di blog url http://dosenpnpruii.blogspot.com/dan http:// tugaspnpr.blogspot.com/. Berikut ini disajikan tampilan blog yang digunakan sebagai sarana tes online.

Gambar 1. Tampilan Halaman Blog Sebagai Sarana Tes Online Dari hasil wawancara interaktif dengan beliau melalui blog kompasiana.com, dosen tersebut merasakan kemudahan tersendiri menggunakan blog sebagai bahan perkuliahan dan tes online para mahasiswanya. Dengan ters online tersebut terjadilah interaksi antara pengajar dengan peserta didiknya. Dosen membuat soal-soal tes online, dan mahasiswa menjawab soal teori di blog yang dikelola sang dosen. Lalu dosen memberikan penilaian dari jawaban soal para mahasiswa setelah dimoderasi olehnya. Peran Blog dalam Peningkatan Kreativitas Menulis Kreativitas adalah daya cipta dan kemampuan untuk menciptakan sesuatu dari tidak ada menjadi ada. Biasanya, kreativitas akan memunculkan inovasi, yaitu VOL. 01 Tahun I - September 2013 |

21

JURNAL EDUKASI IGI


Acting kemampuan untuk memperbaharui hal-hal yang telah ada. Bila kreativitas merupakan daya atau kemampuan, maka inovasi itu hasil atau produk. Menurut Conny R. Semiawan (2005), kreativitas merupakan kemampuan untuk memberi gagasan baru yang menerapkannya dalam pemecahan masalah. Kreativitas pada intinya merupakan kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata, baik dalam bentuk ciri-ciri aptitude maupun non aptitude, baik dalam karya baru maupun kombinasi dengan hal-hal yang sudah ada, yang semuanya itu relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya. Menurut Utami Munandar (2002), dalam kreativitas terdapat tiga tekanan kemampuan, yaitu (1) kemampuan untuk mengkombinasikan, (2) kemampuan memecahkan/ menjawab masalah, dan (3) kemampuan operasional anak kreatif. Menulis adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengungkapkan gagasan atau ide ke dalam bentuk tulisan. Sayangnya, kebiasaan yang baik ini kurang diminati oleh siswa. Hernowo (2005) mengatakan bahwa percaya atau tidak, kita semua bisa menjadi penulis. Di suatu tempat di dalam diri setiap manusia ada jiwa unik yang berbakat yang mendapatkan kepuasan mendalam karena menceritakan suatu kisah, menerangkan bagaimana melakukan sesuatu, atau sekadar berbagi rasa dan pikiran. Sebenarnya dalam proses pembelajaran mata pelajaran apa pun, ada kegiatan-kegiatan yang menuntut siswa untuk menulis. Menjawab pertanyaan pemahaman secara tertulis berkaitan dengan topik bahasan, membuat catatan sendiri, membuat rangkuman atau membuat laporan adalah kegiatan-kegiatan menulis yang biasa dilakukan di dalam proses pembelajaran semua mata pelajaran. Jadi menulis bukanlah domain mata pelajaran bahasa Indonesia saja. Menulis jawaban soal teori secara online adalah salah satu contohnya. Guru pun dituntut untuk meningkatkan kemampuan menulis. Tulisan guru dapat dijadikan contoh atau model menulis bagi siswa. Dengan melakukan sendiri kegiatan menulis, guru akan memiliki empati terhadap siswa, merasakan kesulitan sebagaimana yang dialami siswa. Penyerapan ilmu yang diajarkan kepada siswa melalui soal esai harus mampu membuat siswa berpikir tingkat tinggi (walau diperlukan kejelian dan jam terbang guru tersebut untuk mengantisipasi plagiasi). Sistem penilaiannya pun harus pula memakai sistem online sehingga grade yang diberikan kepada siswa bisa transparan dilihat. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK) model Kurt Lewin. Untuk lebih jelasnya siklus kegiatan dengan desain PTK model Kurt Lewin, adalah sebagai berikut:

Planning

Observating

Reecting Gambar 2. Siklus PTK Model Kurt Lewin Sebelum dilaksananakan penelitian, guru sebagai peneliti merumuskan tahapan-tahapan kegiatan dalam sebagai berikut: 1. Tahapan Perencanaan Tindakan (Planning) Pada tahap ini hal-hal yang dilakukan guru sebagai peneliti meliputi (a) pembuatan disain pembelajaran yang memuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang telah disetujui oleh pimpinan sekolah, (b) persiapan sarana dan prasarana penelitian yang meliputi penyediaan komputer yang tersambung ke jaringan internet, dan pembuatan soal-soal tes online dalam bentuk esai dalam blog guru dengan alamat url: http://wijayalabs.com; (c) perumusan indikator kinerja. Sebagai tolok ukur keberhasilan, siswa dapat menuliskan jawabannya di bagian komentar blog guru yang terlebih dahulu dimoderasi. Guru membaca jawaban soal siswa, dan mencatat hasilya ke dalam data PTK. 2. Tahapan Pelaksanaan Tindakan (Acting) Pembelajaran TIK tetap dilaksanakan sesuai dengan materi TIK yang direncanakan oleh guru sesuai program semester yang mengacu pada SKL. 3. Tahapan Pengamatan (Observing) Pada tahap ini kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan antara lain (a) pembuatan instrumen penelitian yang berupa kuesioner, (b) pengumpulan data penelitian dari mulai siklus pertama s.d. siklus terakhir, dan (c) tabulasi data yang telah dikumpulkan. 4. Tahapan Refleksi Pada tahapan ini, guru sebagai peneliti melakukan berdiskusi dengan teman sejawat sesama pengajar TIK untuk mendapatkan masukan yang bermanfaat. Subjek yang diteliti adalah siswa kelas VIII dengan kondisi awal (sebelum dilakukan tindakan) sudah biasa mengerjakan soal-soal tes tertulis dengan cara offline atau menggunakan kertas ulangan. Tindakan yang akan dilaksanakan dalam PTK ini berupa pelaksanaan tes tertulis dengan cara online menggunakan blog. Selama dan setelah tindakan berlangsung, guru sebagai peneliti mengumpulkan data dengan cara wawancara dan mengobservasi jawaban siswa di blog yang berlangsung selama dua bulan, dimulai pada awal Mei 2011 dan berakhir pada bulan Juni 2011. Data yang terkumpul melalui pengamatan dianalisis. Data tersebut tentang perubahan perilaku, sikap, motivasi, minat, dan hasil belajar siswa melalui tes maupun catatan terhadap pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Setelah hasil data tulisan atau jawaban siswa terkumpul, maka guru sebagai peneliti melakukan

22

| VOL. 01 Tahun I - September 2013

JURNAL EDUKASI IGI


diskusi dengan rekan sejawat tentang hasil yang sudah didapat. Diskusi meliputi keberhasilan, kegagalan dan hambatan yang dijumpai pada saat melakukan tindakan. Analisis data dilakukan untuk memperoleh simpulan apakah pemanfaatan blog sebagai media tes online yang dilakukan sudah berhasil atau belum. Bila belum memuaskan hasilnya, guru sebagai peneliti melanjutkan penelitian pada siklus berikutnya. Dengan begitu hasil penelitian yang dilakukan benar-benar dapat menghasilkan perbaikan (peningkatan) dalam pembelajaran TIK di kelas yang diteliti. HASIL DAN PEMBAHASANNYA Setelah keempat tahap penelitian (perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi) dilaksanakan selama siklus dalam kurun waktu selama dua bulan (Mei s.d.Juni 2011), guru sebagai peneliti mendapatkan jawaban soal teori dari siswa yang beragam, namun intinya sama, dan dapat dimengerti. Mereka menuliskan apa yang telah dipahami. Dalam hal ini guru sebagai peneliti tidak meminta untuk menghafal materi, tetapi memahami materi. Hal itu ditujukan agar terlihat siswa mana yang benar-benar sudah memahami materi dengan baik dan benar. Tes pemahaman teori pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) tidak lagi menggunakan kertas ulangan, tetapi langsung dijawab oleh siswa melalui media blog di bagian komentar. Semua komentar dimoderasi terlebih dahulu oleh guru, sampai seluruh siswa menjawab semua pertanyaan secara tertulis. Hal ini dilakukan untuk memperkecil usaha plagiasi jawaban yang dilakukan oleh para siswa. Dengan begitu pemanfaatan media online untuk meningkatkan kreativitas menulis siswa SMP Labshool Jakarta dapat tercapai. Soal di blog tidak dituliskan dalam bentuk pilihan ganda, tetapi dalam bentuk soal esai atau uraian agar para siswa dapat menulis jawabannya sendiri sesuai dengan kemampuan berpikirnya masing-masing. Guru menemukan tulisan yang beragam dari jawaban siswa tersebut. Ada yang menuliskannya secara singkat, padat, dan ada yang panjang lebar. Hal itu akan memperlihatkan kreativitas menulis siswa yang sudah memahami materi dengan baik dan benar. Dari jawaban soal teori para siswa tersebut, guru sebagai peneliti pun menjadi tahu, siswa mana yang sudah memahami materi, dan siswa mana yang belum memahami materi dengan baik dan benar. Guru sebagai peneliti mengetahuinya setelah membaca tulisan atau jawaban siswa satu persatu di blog. Ratarata hampir 100% siswa menjawab dengan benar. Hanya saja, siswa yang menjawab lebih dahulu dan benar akan mendapatkan nilai lebih tinggi dari yang menjawab belakangan, dengan demikian efektivitas pemanfaatan blog terasakan. Berdasarkan data yang berhasil dikumpulkan, penggunaan blog sebagai media untuk melakukan tes online memberi manfaat tersendiri. Guru menjadi lebih kreatif dan inovatif dalam mengembangkan pembelajarannya. Pemakaian kertas ulangan yang telah disiapkan oleh sekolah dapat dikurangi, dan tanpa disadari guru sebagai peneliti telah mengkampanyekan program go green technology. Sebuah gerakan teknologi ramah lingkungan/penghijauan dengan mengurangi pemakaian kertas yang bahan dasarnya pohon. Sebab sekarang ini banyak pohon yang habis ditebangi, dan kayunya dibuat kertas. Kitapun menjadi kehilangan hutan-hutan yang bisa menahan erosi dan menyimpan air hujan. Setelah sebanyak dua kali guru melakukan tes online menggunakan blog pribadi di http://wijayalabs. com, guru sebagai peneliti memperoleh berbagai manafaat dari tindakan ini, yaitu (a) kepuasan dalam pembelajaran, (b) hasil ulangan atau pekerjaan siswa dapat terdokumentasi dengan baik, (c) merasa senang, siswa pun senang, dan terjadilah proses pembelajaran yang menyenangkan, (d) tak perlu pusing-pusing lagi mengoreksi jawaban siswa yang terkadang sulit dibaca karena tulisannya jelek, (e) tak perlu lagi menumpuk hasil ulangan siswa di meja kerja, (f ) lebih mudah mengetahui siswa mana yang belum ikutan ulangan, dan (g) menjadi tahu alamat blog siswa, dan melakukan kunjungan balasan dengan melihat, dan membaca tulisan mereka, serta memberikan komentar. Berdasarkan hasil wawancara tertulis, hampir semua siswa setuju bila tes tertulis dilakukan melalui blog, karena dapat menghemat kertas dan waktu serta energi untuk menulis. Walaupun menurut mereka yang berpikir sempit, kesempatan mencontek menjadi lebih besar. Bagi mereka yang malas berpikir, akan melakukan plagiasi jawaban teman. Padahal guru akan segera tahu kalau mereka melakukan hal itu. Sebab mereka yang melakukan plagiasi biasanya menulis sama persis. Dalam peristiwa itulah kejujuran akan terlihat, dan karakter siswa dapat kita arahkan untuk selalu berbuat jujur. Gurupun akhirnya lebih teliti lagi dalam mengawasi pekerjaan mereka. Menurut mereka, tes online melalui blog lebih menarik, dan interaktif daripada menggunakan soal-soal yang berupa lembaran kertas. Mereka pun langsung dapat mencari informasi di internet bila ada pertanyaan yang sulit dijawab melalui mesin pencari Google. Terjadilah proses ekplorasi mencari informasi di internet. Dari pencarian itu, mereka dapat menemukan jawabannya dan mengembangkannya sendiri dengan bahasa mereka. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus. Siklus pertama dilaksanakan pada bulan Mei 2011, dan siklus kedua dilaksanakan pada bulan Juni 2011. Pada siklus pertama, guru membuat soal esai sebanyak 20 soal, dan pada siklus kedua guru membuat soal sebanyak 10 soal esai. Data hasil tindakan disajikan berikut ini. 1. Deskripsi Tindakan pada Siklus Pertama Pada siklus pertama ini, guru sebagai peneliti membuat disain pembelajaran yang dituangkan dalam silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan telah disetujui oleh pimpinan sekolah. Untuk mengimplementasikan perencanaan tersebut, guru sebagai peneliti mempersiapkan sarana dan prasarana yang meliputi (a) penyediaan komputer yang tersambung ke jaringan internet, dan (b) VOL. 01 Tahun I - September 2013 |

23

JURNAL EDUKASI IGI


pembuatan soal-soal tes online dalam bentuk esai yang dipublikasikan melalui blog dengan alamat url: http://wijayalabs.com. Tampilan halaman depan blog dimaksud dapat dilihat pada Gambar 3 berikut ini.
15 16 17 18 19 20 Jelaskan langkah-langkah mengecilkan kapasitas gambar/foto menjadi lebih kecil ukurannya ke dalam blog pribadi kamu yang ada di internet! Apa yang menarik dari Adobe Photsop CS4 menurut kamu? Apa yang disebut dengan clone stamp tool dan clone source? Apa yang disebut dengan healing brush tool ? Apa yang disebut dengan sharpen dan blur tool? Apa yang disebut dengan color range?

Gambar 3. Tampilan Halaman Muka Blog Wijayalabs.Com

Pembelajaran TIK tetap dilaksanakan sesuai dengan materi TIK yang direncanakan oleh guru sesuai program semester yang mengacu pada SKL. Materi pembelajaran yang disampaikan pada pembelajaran pada siklus pertama adalah Photoshop. Setelah pembelajaran siswa diuji dalam bentuk ujian praktik dan ujian tertulis. Ujian praktik dilaksanakan tersendiri, dan ujian tertulis dilaksanakan setelah ujian praktik. Dalam siklus pertama ini, guru sebagai penelitia membuat soal-soal teori tentang Photoshop di blog, dan siswa diminta menjawab 20 pertanyaan atau soal dalam bentuk esai atau uraian. Jawaban siswa akan dimoderasi oleh guru sehingga diketahui mana yang lebih dahulu selesaimengerjakan,danmerekatakbisamelihatpekerjaan orang lain. Soal-soal itu disajikan pada Tabel 1 berikut ini. Tabel 1. Daftar Pertanyaan pada Siklus Pertama
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Pertanyaan Jelaskan kegunana program aplikasi Photoshop! Perintah apakah yang digunakan untuk menggabungkan dua gambar yang berbeda? Jelaskan tampilan antarmuka terbaru pada program Photoshop CS 4! Jelaskan langkah-langkah membalik dan memutar dan gambar! Jelaskan apa yang di maksud dangan undo dan history! Apa yang dimaksud dengan modikasi warna dan pencahayaan foto? Apa yang disebut dengan photo lter? Apa yang disebut dengan crop tool? Bagaimana cara menghilangkan bintik-bintih jerawat pada foto sehingga menjadi foto mulus tanda jerawat? Apa yang di maksud dengan magic wand tool? Apa yang dimaksud dengan quick mask mode? Apa yang disebut dengan blending mode? Apa yang disebut dengan layer mask? Apa yang disebut dengan elliptical marquee tool?

Setelah semua siswa menjawab soal, barulah guru membuka moderasi, dan menampilkannya di blog. Dari situ siswa bisa melihat jawaban mereka masingmasing. Bagi mereka yang sudah mengisi, tidak diperkenankan untuk mengulanginya lagi, karena tes online dilaksanakan hanya satu kali dan siswa tidak diperkenakan mengerjakan kembali bila sudah mengisinya. Untuk memperoleh data tentang tanggapan siswa terhadap tindakan pembelajaran ini, guru sebagai peneliti membuat instrumen penelitian (angket). Angket tersebut dibagikan kepada siswa untuk diisi. Berdasarkan data yang dikumpulkan melalui angket, dapat diketahui bahwa rata-rata siswa menyukai tes online daripada tes offline. Selain data yang berupa tanggapan siswa terhadap tindakan pembelajaran yang dilakukan guru, peneliti juga mengumpulkan data penelitian yang berupa jawaban siswa yang tertulis dalam blog yang telah disediakan oleh guru/ peneliti. Seluruh jawa jawaban siswa tercatat dalam laporanpenelitian ini. Data hasil pelaksanaan tindakan yang berupa tulisan siswa yang berisi jawaban tes online diunggah pada bagian komentar blog yang telah disediakan oleh guru sebagai peneliti. Sebelum tulisan/jawaban siswa diunggah, guru sebagai peneliti terlebih dahulu melakukan moderasi. Maksudnya, guru sebagai peneliti terlebih dahulu membaca jawaban siswa, menilai, dan mencatat hasilnya ke dalam data PTK. Selain itu, guru juga melakukan editing/penyuntingan terhadap tulisan siswa seperlunya tanpa mengurangi dan menambahi informasi yang menjadi intisari jawaban siswa. Setelah tulisan dianggap layak untuk ditampilkan pada blog sebagai media massa (sosial), barulah jawaban siswa tersebut diunggah ke dalam blog guru. Berdasarkan data yang telah diperoleh pada tindakan pada siklus pertama tersebut, guru sebagai peneliti melakukan refleksi. Refleksi dilakukan dengan melakukan diskusi dengan teman sejawat sesama pengajar TIK untuk mendapatkan masukan yang bermanfaat. Hasil refleksi menunjukkan bahwa (a) terjadi peningkatan aktivitas siswa dalam belajar menulis di blog dalam bentuk jawaban pertanyaan soal tes, (b) siswa merasa senang terhadap proses pelaksanaan tes online, dan (c) siswa apat menjawab pertanyaan-pertanyaan walaupun belum optimal. Berdasarkan hasil refleksi itu penelitian ini dilanjutkan pada siklus kedua dengan soal yang lebih banyak dari soal yang pertama. Dengan jumlah siswa sebanyak 38 orang, guru sebagai peneliti menemukan bahwa mereka yang memahami materi akan cepat sekali dalam menjawab pertanyaan. Kreativitas

24

| VOL. 01 Tahun I - September 2013

JURNAL EDUKASI IGI


menulisnya terlihat dengan jelas dari hasil tulisan yang mereka kirim ke blog yang telah disediakan guru sebagai peneliti. 2. Deskripsi Tindakan pada Siklus Kedua Pelaksanaan tindakan pada siklus kedua dirancang dengan tahap-tahak kegiatan yang meliputi (a) merumuskan kembali disain pembelajaran (silabus dan RPP) dengan sepersetujuan pimpinan sekolah, (b) mempersiapkan sarana dan prasarana penelitian yang meliputi penyediaan komputer yang tersambung ke jaringan internet, dan pembuatan soal-soal tes online dalam bentuk esai sebanyak 10 soal teori di blog guru dengan alamat url: http://wijayalabs.com, dan (c) merumuskan indikator kinerja. Kinerja yang diukur adalah kemampuan siswa dalam menuliskan jawaban dengan benar pada blog yang disediakan guru (yang terlebih dahulu dimoderasi). Pelaksanaan tindakan pembelajaran TIK tetap dilaksanakan sesuai dengan materi TIK yang direncanakan oleh guru sesuai program semester yang mengacu pada SKL, yaitu pengoperasian program aplikasi Photoshop. Setelah pembelajaran siswa diuji dalam bentuk ujian praktik dan ujian tertulis. Ujian praktik dilaksanakan tersendiri, dan ujian tertulis dilaksanakan setelah ujian praktik. Untuk keperluan menguji siswa dalam membuat tulisan di blog, guru sebagai peneliti membuat soalsoal teori tentang Photoshop yang diunggah pada blog yang telah disediakan. Siswa diminta menjawab 10 pertanyaan esai tersebut. Jawaban siswa akan dimoderasi oleh guru sehingga dapat diketahui mana yang lebih dahulu selesai mengerjakan, dan mereka tak bisa melihat pekerjaan siswa lain. Pertanyaanpertanyaan yang disajikan pada blog untuk dijawab siswa dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini. Tabel 2. Daftar Pertanyaan pada Siklus Kedua
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Pertanyaan Apa yang dimaksud dengan lter liquify? Apa yang dimaksud dengan lter blur? Apa yang dimaksud dengan lter gallery? Apa yang dimaksud dengan application bar? Apa yang dimaksud dengan rotate view tool? Apa yang dimaksud dengan mas panel? Apa yang dimaksud dengan content aware scaling? Apa yang dimaksud dengan vibrance? Apa yang dimaksud dengan ll tool? Apa yang dimaksud dengan pen tool?

tes online dilaksanakan hanya satu kali dan siswa tidak diperkenankan mengerjakan kembali bila sudah mengisinya. Bila ada jawaban yang dobel, guru sebagai moderator akan menghapus salah satunya. Untuk mengetahui peningkatan kinerja penelitian ini, guru sebagai peneliti meminta sekali lagi siswa mengisi angket untuk mengetahui tanggapan siswa terhadap proses pembelajaran dan pengujian yang dilakukan guru. Jawaban siswa atas angket diminta untuk dikirimkan melalui e-mail yang telah ditunjukkan alamatnya oleh guru/peneliti. Data yang diperoleh dari angket menunjukkan bahwa rata-rata siswa menyukai tes online daripada tes offline. Siswa juga menyampaikan kritik dan saran kepada guru untuk memperbaiki kinerjanya. Data utama pada siklus kedua ini berupa jawaban tertulis siswa atas 10 pertanyaan yang diberikan. Jawaban itu ditulis oleh masing-masing siswa pada kolom komentar pada blog yang telah disediakan oleh guru sebagai peneliti. Data itulah yang dikumpulkan oleh guru. Setelah tindakan dilakukan, guru selaku peneliti melakukan refleksi dengan cara mendiskusikannya dengan teman sejawat sesama pengajar TIK. Hasil refleksi menunjukkan terjadinya peningkatan pencapaian indikator kinerja yang telah ditetapkan. Siswa yang menyatakan menyukai teknik tes online meningkat, dan kemampuan siswa dalam menuliskan jawaban/komentar di blog meningkat, serta kualitas jawabannya pun meningkat. Peningkatan kualitas jawaban menunjukkan keberhasilan guru dalam menyampaikan materi. Dengan pencapaian hasil tindakan seperti itu, guru sebagai peneliti memutuskan menghentikan tindakan hanya sampai pada siklus kedua. 3. Perbandingan Hasil Tindakan pada Siklus Pertama dan Siklus Kedua Secara umum, hasil tindakan pada siklus pertama dan siklus kedua menunjukkan adanya capaian yang semakin meningkat. Tindakan pada siklus pertama menghasilkan peningkatan yang lebih tinggi daripada kondisi sebelum diberikan tindakan. Kondisi pada siklus kedua jauh lebih baik dibandingkan hasil tindakan pada siklus pertama. Peningkatan pada akhir siklus kedua telah mencapai tingkat ketuntasan pembelajaran, sehingga peneliti berani mengklaim bahwa penelitian tindakan kelas ini berhasil mencapai indikator kinerja yang telah ditentukan sebelumnya. PENUTUP Berdasarkan data hasil pelaksanaan tindakan yang hasilnya telah disajikan di atas, guru sebagai peneliti menyimpulkan bahwa (1) efektivitas pemanfaatan blog di internet sebagai media tes online dalam meningkatkan kreativitas menulis siswa dapat dilakukan bila para guru mengamati secara langsung proses pembelajaran yang dilakukan, sehingga kelemahan dan kemajuan siswa dapat terlihat dengan baik dan cermat; (2) tes online melalui blog lebih menarik karena bersifat interaktif daripada menggunakan tes secara tertulis (offline), siswa dapat mencari informasi di internet (melalui mesin VOL. 01 Tahun I - September 2013 |

Bersamaan dengan pertanyaan-pertanyaan tersebut, guru sebagai peneliti juga memberikan petunjuk cara mengerjakan soal dan meminta beberapa data pribadi siswa yang perlu dituliskan. Setelah semua siswa menjawab soal, barulah guru membuka moderasi, dan menampilkannya di blog. Pada blog itu siswa bisa melihat jawaban mereka masing-masing. Bagi mereka yang sudah mengisi, tidak diperkenankan untuk mengulanginya lagi, karena

25

JURNAL EDUKASI IGI


pencari Google) bila ada pertanyaan yang sulit dijawab sehingga terjadilah proses ekplorasi mencari informasi di internet dan berkembanglah pengetahuan siswa; (3) blog di internet memungkinkan setiap siswa dapat berpatisipasi aktif dalam pembelajaran, karena bahan ajar yang disampaikan melalui media blog di internet dikemas dalam bentuk interaktif dan bersifat edukatif; dan (4) kreativitas menulis siswa dalam menjawab soal dapat ditumbuhkan dan ditingkatkan seiring dengan pemahamannya terhadap materi yang diberikan. Berdasarkan simpulan di atas, guru sebagai peneliti menyarankan beberapa hal, yaitu (1) hendaknya pemanfaatan blog sebagai media tes online dilakukan pada kelas yang jumlah siswanya tidak terlalu banyak sehingga memudahkan guru di dalam membaca, mengoreksi, dan memberikan penilaian; (2) sbaiknya tes tertulis diganti dengan bentuk tes online sehingga dapat mengurangi biaya penggandaan dan pembelian kertas; (3) hendaknya enelitian Tindakan Kelas (PTK) ini ditindaklanjuti oleh guru TIK yang lain, demi kesempurnaan proses dan hasil penelitian. DAFTAR PUSTAKA Hernowo. 2005. Mengubah Sekolah. Bandung: MLC Munandar, Utami. 2002. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka Cipta. Semiawan, Conny Semiawan, dkk. 2004. Dimensi Kreatif dalam Filsafat Ilmu. Jakarta: Remaja Rosdakarya. Tim Redaksi.1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

26

| VOL. 01 Tahun I - September 2013

JURNAL EDUKASI IGI PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR AKUNTANSI PERUSAHAAN DAGANG DENGAN MENGGUNAKAN ACCOUNTING GAME PADA SISWA KELAS XII-IS-2 MAN SALATIGA TAHUN PELAJARAN 2009/2010
Oleh: Ameliasari Tauresia Kesuma*
Abstrak: Prestasi belajar akuntansi dagang pada siswa kelas XI-IS-2 MAN Salatiga masih rendah sehingga perlu dilakukan upaya untuk meningkatkannya. Peneliti melakukan inovasi dalam model pembelajaran dengan menggunakan media Accounting Game. Pada siklus pertama terjadi peningkatan nilai rata-rata hasil belajar siswa mencapai 6,40; dibandingkan dengan nilai rata-rata pada kondisi sebelum perlakuan yang hanya sebesar 4,66. Peningkatan lebih tinggi terjadi pada siklus kedua, nilai rata-rata yang dicapai siswa sebesar 7,34. Kata Kunci: Prestasi Belajar, Media Pembelajaran, Accounting Game. Abstract: CLASS XI-IS-2, MAN Salatiga Students performance in studying commercial accountancy was low. Therefore, an effort was needed to improve the performances. The researcher created an innovation, where students use an accounting game for learning accountancy. The findings was that the students average performance increased from 4.66 (before the treatment), to 6.40 (after the treatment in the 1st cycle). After the 2nd treatment, the students average performances were even higher, which reached 7.34. Key Words: students performance, learning media, accounting game. PENDAHULUAN dasar akuntansi dari awal, mulai menamai akun, menjurnalnya, mengapa suatu transaksi masuk dalam kolom debet, dan mengapa masuk dalam kolom kredit. Faktor penyebab rendahnya prestasi ini juga terjadi karena guru belum melakukan inovasi dalam pembelajaran, hanya berfokus pada textbook yang ada sehingga pembelajaran terasa membosankan dan tidak menarik. Ada berbagai masalah yang dapat diidentifikasi dalam lingkup pembelajaran akuntansi dagang. Masalah yang hendak dijawab dalam penelitian ini adalah, apakah pembelajaran dengan menggunakan media Accounting Game dapat meningkatkan prestasi belajar akuntansi perusahaan dagang pada siswa kelas XII-IS-2 MAN Salatiga tahun pelajaran 2009-2010. Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk (1) menciptakan pembelajaran akuntansi yang menyenangkan aktif, kreatif, nyata penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga anak suka mempelajarinya dan terlibat aktif, (2) meningkatkan mutu pembelajaran akuntansi di MAN Salatiga, (3) meningkatkan profesionalisme penulis sebagai seorang guru karena penelitian ini akan mendorong penulis untuk lebih meningkatkan kualitas diri baik secara akademis maupun performansi, dan (3) mendorong para pendidik untuk senantiasa melakukan penelitian dalam rangka memberikan pembelajaran yang bermutu. Secara khusus, tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil pembelajaran akuntansi dagang pada siswa kelas XII-IS-2 MAN Salatiga tahun pelajaran 2009-2010. VOL. 01 Tahun I - September 2013 |

ata pelajaran akuntansi membutuhkan kasabaran, kecermatan, serta ketelitian. Untuk itu guru dituntut untuk tidak hanya menyampaikan materi secara lisan atau ceramah saja tetapi harus memilih metode yang dapat melatih siswa belajar, misalnya dengan diskusi, praktik dengan role playing, game akuntansi, dan memperbanyak mempelajari studi kasus yang berhubungan dengan pelaporan akuntansi. Selama ini guru akuntansi di MAN Salatiga dalam menyampaikan materi pelajaran akuntansi dengan ceramah secara lisan dan dengan menjelaskan materi di papan tulis. Selain faktor metode pembelajaran, faktor eksternal yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa adalah faktor lingkungan. Lingkungan merupakan suatu komponen sistem yang ikut menentukan keberhasilan proses pendidikan. Dalam penelitian ini kondisi lingkungan sekolah dan keluarga menjadi perhatian karena faktor ini sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari siswa yang sangat berpengaruh terhadap prestasi belajar. Sekolah adalah wahana kegiatan dan proses pendidikan berlangsung. Di sekolah nilai-nilai kehidupan ditumbuhkan dan dikembangkan. Oleh karena itu, sekolah menjadi wahana yang sangat dominan bagi pengaruh dan pembentukan sikap, perilaku, dan prestasi seorang siswa. Rendahnya prestasi belajar di MAN Salatiga dalam pelajaran akuntansi terjadi karena siswa pada umumnya belum memahami benar konsep-konsep

27

JURNAL EDUKASI IGI


Hasil yang diharapkan dari penelitian ini antara lain (1) peningkatan nilai kognitif pada materi akuntansi perusahaan dagang siswa, (2) memotivasi dan meningkatkan minat siswa untuk belajar akuntansi, dan (3) sebagai pengayaan untuk meningkatkan pemahaman mereka untuk menggunakan strategi dalam berinvestasi. cam istilah yang esensial dan perlu disoroti untuk memahami proses belajar, yakni relatif permanen, kemampuan bereaksi, penguatan, dan praktik atau latihan. Biggs mendefinisikan belajar dalam tiga rumusan, yaitu rumusan kuantitatif; rumusan institusional; dan rumusan kualitatif. Dalam rumusan-rumusan ini, kata-kata seperti perubahan dan tigkah laku tidak lagi disebut secara eksplisit mengingat kedua istilah ini sudah menjadi kebenaran umum yang diketahui semua orang yang terlibat dalam proses pendidikan. Secara kuantitatif, belajar berarti kegiatan pengisian atau pengembangan kemampuan kognitif dengan fakta sebanyak-banyaknya. Jadi, belajar dalam hal ini dipandang dari sudut berapa banyak materi yang dikuasai siswa. Secara institusional, belajar dipandang sebagai proses validasi atau pengabsahan terhadap penguasaan siswa atas materi-materi yang telah ia pelajari. Bukti institusional yang menunjukan siswa telah belajar dapat diketahui sesuai dengan proses mengajar. Ukurannya semakin baik mutu guru mengajar akan semakin baik pula mutu perolehan pelaku belajar yang kemudian dinyatakan dalam skor. Adapun pengertian belajar secara kualitatif ialah proses memperoleh arti-arti dan pemahaman-pemahaman serta cara-cara menafsirkan dunia di sekeliling pelaku belajar. Belajar dalam pengertian ini difokuskan pada tercapainya daya pikir dan tindakan yang berkualitas untuk memecahkan masalah-masalah yang kini dan nanti dihadapi pelaku belajar. Abu Muhammad Ibnu Abdullah (2008), mengutip pendapat beberapa pakar dalam menjabarkan pengertian belajar, di antaranya adalah W.S. Winkel, S. Nasution, Mahfud Shalahuddin, dan Supartinah Pakasi. W.S. Winkel (1991:36) mendefinisikan belajar seba gai suatu aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai-nilai sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif konstan dan berbekas. Nasution (1982:68) mendefinisikan belajar sebagai perubahan kelakuan, pengalaman dan latihan. Jadi belajar membawa suatu perubahan pada diri individu yang belajar. Perubahan itu tidak hanya mengenai sejumlah pengalaman, pengetahuan, melainkan juga membentuk kecakapan, kebiasaan, sikap, pengertian, minat, penyesuaian diri. Dalam hal ini meliputi segala aspek organisasi atau pribadi individu yang belajar. Mahfud Shalahuddin (1990:29) mendefinisikan belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku melalui pendidikan atau lebih khusus melalui prosedur latihan. Perubahan itu sendiri berangsur-angsur dimulai dari sesuatu yang tidak dikenalnya, untuk kemudian dikuasai atau dimilikinya dan dipergunakannya sampai pada suatu saat dievaluasi oleh yang menjalani proses belajar itu. Supartinah Pakasi (1981:41) menyatakan bahwa belajar merupakan (1) komunikasi antar anak dan lingkungannya; (2) mengalami; (3) berbuat; (4) aktivitas yang bertujuan; (5) memerlukan motivasi; 6) memerlukan kesiapan pada pihak anak; 7) berpikir dan menggunakan daya pikir; dan 8) bersifat integratif.

KAJIAN PUSTAKA Prestasi Belajar Istilah prestasi belajar terdiri dari dua suku kata, yaitu prestasi dan belajar. Istilah prestasi di dalam Kamus Ilmiah Populer (Adi Satrio 2005:467) didefinisikan sebagai hasil yang telah dicapai. Noehi Nasution (1998:4) menyimpulkan bahwa belajar dalam arti luas dapat diartikan sebagai suatu proses yang memungkinkan timbulnya atau berubahnya suatu tingkah laku sebagai hasil dari terbentuknya respon utama, dengan syarat bahwa perubahan atau munculnya tingkah baru itu bukan disebabkan oleh adanya kematangan atau oleh adanya perubahan sementara karena sesuatu hal. Sementara itu Muhibbin Syah (2008:90-91) menjelaskan pengertian belajar dengan mengutip pendapat beberapa pakar psikologi yang meliputi B.F. Skinner, Chaplin, Hintzman, Wittig, Reber, dan Biggs. Menurut Skinner seperti yang dikutip Barlow, belajar adalah suau proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif (a process of progressive behavior adaptation). Berdasarkan eksperimennya, B.F. Skinner percaya bahwa proses adaptasi tersebut akan mendatangkan hasil yang optimal apabila ia diberi penguat (reinforce). Dalam Dictionary of Psychology, Chaplin memberikan batasan belajar dengan dua pernyataan, yaitu (1) belajar adalah perolehan perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai akibat latihan dan pengalaman, dan (2) belajar adalah proses memperoleh respon-respon sebagai akibat adanya latihan khusus. Hintzman berpendapat bahwa belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme (manusia dan hewan) disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku organisme tersebut. Jadi, dalam pandangan Hitzman, perubahan yang ditimbulkan oleh pengalaman tersebut baru dapat dikatakan belajar apabila mempengaruhi organisme. Wittig mendefinisikan belajar sebagai perubahan yang relatif menetap terjadi dalam segala macam/keseluruhan tingkah laku suatu organisme sebagai hasil pengalaman. Reber dalam kamus Dictionary of Psychology, membatasi belajar dengan dua macam definisi. Pertama, belajar adalah proses memperoleh pengetahuan. Pengertian ini biasanya lebih sering dipakai dalam pembahasan psikologi kognitif yang oleh sebagian ahli dipandang kurang representatif karena tidak mengikutsertakan perolehan keterampilan nonkognitif. Kedua, belajar adalah suatu perubahan kemampuan bereaksi yang relatif permanen sebagai hasil latihan yang diperkuat. Dalam definisi ini terdapat empat ma-

28

| VOL. 01 Tahun I - September 2013

JURNAL EDUKASI IGI


Bertolak dari berbagai definisi yang telah diuraikan para pakar tersebut, secara umum belajar dapat dipahami sebagai suatu tahapan perubahan seluruh tingkah laku inividu yang relatif menetap (permanent) sebagai hasil pengalaman. Sehubungan dengan pengertian itu perlu ditegaskan sekali lagi bahwa perubahan tingkah laku yang timbul akibat proses kematangan (maturation); keadaan gila, mabuk, lelah, dan jenuh tidak dapat dipandang sebagai hasil proses belajar. Berdasarkan hal tersebut dapat diambil sebuah simpulan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu yang relatif menetap (permanent) sebagai hasil atau akibat dari pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif, afektif dan psikomotor. Istilah menetap (permanent) dalam definisi ini mensyaratkan bahwa segala perubahan yang bersifat sementara tidak dapat disebut sebagai hasil atau akibat dari belajar. Demikian pula istilah pengalaman, ia menafikan keterkaitan antara belajar dengan segala tingkah laku yang merupakan hasil dari proses kematangan (maturation) fisik atau psikis. Sehingga kemampuan-kemampuan yang disebabkan oleh kematangan fisik atau psikis tidak dapat disebut sebagai hasil dari belajar. Prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau nilai yang diberikan oleh guru (Tuu 2004:75). Prestasi belajar adalah suatu bukti keberhasilan usaha yang dapat dicapai oleh seseorang setelah memperoleh pengalaman belajar atau memperoleh sesuatu (Winkel 1983:60). Oleh karena itu, dapat diambil pemahaman bahwa prestasi belajar adalah suatu keberhasilan penguasaan pengetahuan atau keterampilan seseorang setelah memperoleh pengalaman belajar yang lazimnya ditunjukkan dalam nilai. Adapun yang dimaksud dengan prestasi belajar atau hasil belajar menurut Muhibbin Syah, sebagaimana yang dikutip oleh Abu Muhammad Ibnu Abdullah (2008) adalah taraf keberhasilan murid atau santri dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah atau pondok pesantren yang dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah materi pelajaran tertentu. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahwa yang dimaksud dengan prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru. Berdasarkan uraian-uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah tingkat keberhasilan yang dicapai dari suatu kegiatan atau usaha yang dapat memberikan kepuasan emosional, dan dapat diukur dengan alat atau tes tertentu. Adapun dalam penelitian ini yang dimaksud prestasi belajar adalah tingkat keberhasilan siswa setelah menempuh proses pembelajaran tentang materi tertentu, yakni tingkat penguasaan, perubahan emosional, atau perubahan tingkah laku yang dapat diukur dengan tes tertentu dan diwujudkan dalam bentuk nilai atau skor. Prestasi belajar pada dasarnya adalah hasil akhir yang diharapkan dapat dicapai setelah seseorang belajar. Menurut Ahmad Tafsir (2008: 34-35), hasil belajar atau bentuk perubahan tingkah laku yang diharapkan itu merupakan suatu target atau tujuan pembelajaran yang meliputi tiga aspek yaitu (1) tahu, mengetahui (knowing); (2) terampil melaksanakan atau mengerjakan yang ia ketahui itu (doing); dan (3) melaksanakan yang ia ketahui itu secara rutin dan konsekuen (being). Adapun menurut Benjamin S. Bloom, sebagaimana yang dikutip oleh Abu Muhammad Ibnu Abdullah (2008), bahwa hasil belajar diklasifikasikan ke dalam tiga ranah yaitu (1) ranah kognitif (cognitive domain); (2) ranah afektif (affective domain); dan (3) ranah psikomotor (psychomotor domain). Ketiga ranah tersebut dapat diukur, artinya untuk mengetahui prestasi belajar yang dimaksudkan mudah dan dapat dilaksanakan, khususnya pada pembelajaran yang bersifat formal. Sedangkan ketiga aspek tujuan pembelajaran yang diajukan oleh Ahmad Tafsir sangat sulit untuk diukur. Walaupun pada dasarnya bisa saja dilakukan pengukuran untuk ketiga aspek tersebut, namun ia membutuhkan waktu yang tidak sedikit, khususnya pada aspek being, di mana proses pengukuran aspek ini harus dilakukan melalui pengamatan yang berkelanjutan sehingga diperoleh informasi yang meyakinkan bahwa seseorang telah benar-benar melaksanakan apa yang ia ketahui dalam kesehariannya secara rutin dan konsekwen. Untuk mengungkap hasil belajar atau prestasi belajar pada ketiga ranah tersebut di atas diperlukan patokan-patokan atau indikator-indikator sebagai penunjuk bahwa seseorang telah berhasil meraih prestasi pada tingkat tertentu dari ketiga ranah tersebut. Dalam hal ini Muhibbin Syah (2008:150) mengemukakan bahwa kunci pokok untuk memperoleh ukuran dan data hasil belajar siswa sebagaimana yang terurai di atas adalah mengetahui garis-garis besar indikator (penunjuk adanya prestasi tertentu) dikaitkan dengan jenis prestasi yang hendak diungkapkan atau diukur. Pengetahuan dan pemahaman yang mendalam mengenai indikator-indikator prestasi belajar sangat diperlukan ketika seseorang akan menggunakan alat dan kiat evaluasi. Menurut Muhibbin Syah (2008:150), urgensi pengetahuan dan pemahaman yang mendalam mengenai jenis-jenis prestasi belajar dan indikator-indikatornya adalah bahwa pemilihan dan pengunaan alat evaluasi akan menjadi lebih tepat, reliabel, dan valid. Prestasi belajar di sekolah sangat dipengaruhi oleh kemampuan umum pembelajar yang diukur oleh IQ. IQ yang tinggi dapat meramalkan kesuksesan prestasi belajar. Namun demikian pada beberapa kasus, IQ yang tinggi ternyata tidak menjamin kesuksuksesan seseorang dalam belajar dan hidup bermasyarakat. IQ bukanlah satu-satunya faktor penentu kesuksesan prestasi belajar seseorang. Ada faktor-faktor lain yang turut andil mempengaruhi perkembangan prestasi belajar. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar adalah antara lain (1) pengaruh pendidikan dan pembelajaran unggul; (2) perkembangan dan pengukuran otak; dan (3) kecerdasan emosional (http://ditptksd. go.id, 2008). VOL. 01 Tahun I - September 2013 |

29

JURNAL EDUKASI IGI


Sementara itu, Sunarto (2009) mendeskripsikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor-faktor internal berasal dari dalam diri seseorang yang dapat mempengaruhi prestasi belajarnya. Di antara faktor-faktor intern yang dapat mempengaruhi prestasi belajar seseorang adalah antara lain kecerdasan/intelegensi, bakat, minat, dan motivasi. Faktor-faktor eksternal berasal dari luar diri seseorang tersebut namun berpengaruh terhadap keberhasilan belajar. Yang termasuk faktor-faktor ini adalah antara lain keadaan lingkungan keluarga, keadaan lingkungan sekolah; dan keadaan lingkungan masyarakat. Selain faktor-faktor tersebut, Muhibbin Syah menyebutkan beberapa faktor internal dan eksternal lain yang mempengaruhi proses dan hasil belajar siswa di sekolah. Faktor internal meliputi (1) faktor fisiologis, yaitu keadaan fisik yang sehat dan segar serta kuat akan menguntungkan dan memberikan hasil belajar yang baik; (2) faktor psikologis, yaitu intelegensi, perhatian, minat, motivasi, bakat, dan kemampuan potensial. Sedangkan faktor eksternal meliputi (1) faktor sosial, yang terdiri atas lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat; (2) faktor nonsosial, yang meliputi keadaan dan letak gedung sekolah, keadaan dan letak rumah tempat tinggal keluarga, alat-alat dan sumber belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan siswa. Faktor-faktor tersebut dipandang turut menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa di sekolah; (3) faktor pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran (Muhibin Syah, 2008:139). Media Accounting Game Media permainan ini sengaja dibuat untuk mempermudah siswa dalam memahami pencatatan transaksi akuntansi secara langsung, misalnya, apa yang terjadi dengan uang kas jika mereka membeli barang atau rumah, bagaimana jika mereka menerima sewa tanah, atau menerima uang dari penjualan rumah mereka, membayar pajak, memperoleh asuransi, atau memperoleh pinjaman bank. Masih banyak lagi transaksi-transaki yang terbentuk dari permainan ini yang selanjutnya penulis beri nama Accounting Game. Dengan media ini siswa tidak hanya melakukan pengamatan namun juga terlibat langsung dalam transaksi jual beli, di samping itu siswa juga belajar untuk mengatur keuangan, sehingga perdagangan yang mereka lakukan dapat menguntungkan. Permainan dengan media Accounting Game ini memerlukan kecerdasan, ketegasan, dan ketangkasan para pemain dalam mengadakan transaksi kombinasi antara menyewakan, menjual dan membeli harta kekayaan hingga akhirnya salah seorang menjadi orang kaya mutlak. Permainan ini dimulai di kotak Start dan berjalan seterusnya sesuai dengan angka-angka yang tertunjuk di kartu dadu. Pemain yang berhenti di atas sebuah tanah bangunan yang belum dimiliki oleh lain pemain, berhak membelinya dari bank dengan harga yang telah ditentukan di papan permainan. Kalau pemain tersebut tak berhasrat membeli tanah bangunan tadi, maka bank berhak menjualnya kepada penawar yang tertinggi. Tujuan utama memiliki tanah bangunan sebanyak mungkin ialah memungut sewa dari pemain yang berhenti di atas tanah milik tersebut. Uang sewa dapat dipungut lebih banyak lagi kalau di tanah-tanah bangunan didirikan rumah-rumah atau hotel. Hanya kalau sudah memiliki satu kompleks tanah bangunan (sesuai huruf abjad yang bersamaan), pemain diijinkan membangun rumah-rumah atau hotel. Kotak-kotak Dana Umum dan Kesempatan Memberi ketika kepada pemain mengambil kartu yang telah tersedia dan harus taat pada keterangan di dalam kartu. Pembelajaran dengan bantuan media ini dilakukan untuk mempermudah siswa dalam memahami transaksi perdagangan yang ada di pasar. Selain itu, media permainan monopoli juga digunakan untuk mempermudah siswa dalam memahami transaksi akuntansi, seperti misalnya, apa yang terjadi dengan uang kas mereka jika mereka membeli barang atau rumah, bagaimana dengan jika mereka menerima sewa tanah, atau menerima uang dari penjualan rumah mereka, membayar pajak, memperoleh asuransi, memperoleh pinjaman bank dan masih banyak lagi, transaksi-transaki yang terbentuk dari permainan ini yang selanjutnya penulis beri nama Accounting Game. METODE PENELITIAN Subjek penelitian tindakan kelas ini adalah siswa MAN Salatiga, Kecamatan Sidorejo, Kelas XII-IPS-2 berjumlah 35 orang. Pokok bahasan yang diajarkan adalah Akuntasi Perusahaan Dagang. Penelitian ini dilakukan pada kurun waktu tiga bulan, Juli September 2009. Data yang dikumpulkan melalui catatan observasi dan hasil evaluasi yang dilakukan sejak awal penelitian sampai dengan siklus kedua. Catatan observasi dipergunakan untuk mengetahui peningkatan aktivitas

Gambar 1. Praktik Penggunaan Media Accounting Game

30

| VOL. 01 Tahun I - September 2013

JURNAL EDUKASI IGI


siswa dan pemunculan keterampilan kooperatif siswa, sedangkan evaluasi dilakukan untuk mengukur peningkatan prestasi belajar siswa. Pada bagian refleksi dilakukan analisis data mengenai proses, masalah dan hambatan yang dijumpai, kemudian dilanjutkan dengan refleksi dampak pelaksanaan tindakan yang dilaksanakan. Salah satu aspek penting dari kegiatan refleksi adalah evaluasi terhadap keberhasilan dan pencapaian tujuan. Data hasil obervasi pembelajaran dianalisis ke mu dian ditafsirkan berdasarkan kajian pustaka dan pengalaman guru. Sedangkan hasil belajar siswa berupa catatan transaksi dan jurnal umum yang mereka buat berdasarkan pengalaman yang mereka peroleh di siklus pertama dan siklus kedua. Penelitian Tindakan Kelas ini dilakukan dalam dua siklus, dalam setiap siklus pelaksanaannya mengikuti yang terdiri atas empat langkah, yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Pada siklus pertama, kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada tahap perencanaan meliputi (a) menyusun RPP, (b) menyiapkan modul pembelajaran, dan (c) menyiapkan masalah. Pada tahap pelaksanaan tindakan, kegiatan yang dilakukan adalah (a) membentuk kelas menjadi tujuh kelompok, masing-masing kelompok lima siswa, satu orang menjadi pemimpin dan lainnya anggota kelompok; (b) kelompok tersebut di pimpin seorang siswa. Pada tahap obserbasi, kegiatan yang dilakukan adalah (a) m engamati perilaku siswa terhadap penggunaan metode belajar; dan (b) mengamati pemahaman masing-masing anak. Pada tahap refleksi, kegiatan yang dilakukan adalah (a) mencatat hasil observasi; (b) mengevaluasi hasil observasi; (c) menganalisis hasil pembelajaran, dan (d) memperbaiki kelemahan untuk daur berikutnya. Pada siklus kedua, tahap perencanaan dilakukan de ngan kegiatan (a) menyusun RPP yang disempurnakan; (b) menyiapkan modul pembelajaran; dan (c) menyiapkan masalah. Pada tahap pelaksanaan tindakan, kegiatan yang dilakukan adalah (a) membentuk kelas menjadi tujuh kelompok, masing-masing kelompok lima siswa, satu orang menjadi bank dan lainnya pemain; (b) tiap kelompok diberikan satu set permainan Accounting Game; (c) tugas semua anggota kelompok baik yang menjadi bangkir maupun pemain adalah mencatat transaksi yang mereka lakukan selama permainan; (d) hasil laporan transaksi masing-masing siswa diperiksa guru kemudian dilanjutkan untuk membuat Jurnal Umum; dan (e) siswa menarik simpulan, sesuai tujuan pembelajaran. Pada tahap observasi, kegiatan yang dilakukan meliputi (a) mengamati perilaku siswa terhadap penggunaan metode belajar; dan (b) mengamati pemahaman masing-masing anak. Pada tahap refleksi, kegiatan yang dilakukan adalah (a) mencatat hasil observasi; (b) mengevaluasi hasil observasi; dan (c) menganalisis hasil pembelajar. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANNYA Deskripsi Kondisi Awal Sebelum melakukan tindakan perbaikan pem be la jaran dengan menggunakan media Accounting Game, peneliti mengukur kemampuan siswa dengan melihat nilai ulangan. Nilai tersebut menunjukkan siswa kelas XII-IS-2 MAN Salatiga, untuk mata pelajaran akuntansi sangat kurang. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini. Tabel 1. Hasil Belajar Siswa pada Kondisi Awal
No. 1 2 3 4 5 6 Rata-rata Nilai Maksimum Nilai Minimum Nilai 3 4 5 6 7 8 Jumlah 35 Frekuensi 14 0 14 0 5 2 Persentase 40,00% 0,00% 40,00% 0,00% 14,29% 5,71% 100,00% 4,66 8 3

Tabel di atas menunjukkan nilai ulangan pada kondisi awal (pretes) pada materi jurnal umum. Nilai maksimum 8 dan nilai minimum 3. Siswa yang memiliki nilai 8 sebanyak 2 orang (5,71%), yang memperoleh nilai 7 sebanyak 5 orang (14,29%), nilai 5 sebanyak 14 orang (40%), nilai 3 sebanyak 14 orang (40%). Rata-rata nilai ulangan sebesar 4,66, jauh di bawah KKM sebesar 7,00. Hasil belajar seperti disajikan pada Tabel 1 di atas menunjukkan kondisi yang belum ideal, karena masih banyak siswa yang belum menguasai materi pembelajaran. Rendahnya prestasi belajar akuntansi, sebagian besar karena mereka kurang merasakan manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu diperlukan media yang tepat guna menjembatani pembelajaran akuntansi khususnya perusahaan dagang dengan kehidupan sehari-hari. Media pembelajaran yang digunakan adalah media Accounting Game. Permainan ini persis sama dengan permainan monopoli, namun papan permainan dan seluruh alat-alat dibuat disesuaikan dengan permainan akuntansi. Siswa yang dilibatkan dalam permainan akuntansi ini diharapkan lebih mudah dalam mempelajari transaksitransaksi akuntansi perusahaan dagang, sehingga dapat dengan mudah menyusun suatu siklus akuntansi perusahaan dagang. Hasil pembelajaran untuk kegiatan ini adalah menulis semua transaksi yang mereka lakukan dalam satu kali permainan. Rencana berikutnya mereka menyusun transaksi tersebut dalam bentuk jurnal umum, jurnal khusus, buku besar, kertas kerja, laporan perubahan modal, laporan laba rugi dan neraca. Deskripsi Hasil Belajar pada Siklus Pertama Pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan media Accounting Game pada siklus pertama, siswa dibagi menjadi tujuh kelompok, masing-masing VOL. 01 Tahun I - September 2013 |

31

JURNAL EDUKASI IGI


kelompok lima orang, terdiri atas empat orang bermain sebagai pemain, dan satu orang bertugas menjadi bankir. Sambil melakukan permainan, siswa membuat catatan-catatan yang diperlukan sehubungan dengan proses transaksi yang terjadi. Setelah melakukan pembelajaran pada siklus pertama, guru melakukan evaluasi akhir pembelajaran (postes). Siswa diminta secara berkelompok membuat transaksi usaha dagang dalam satu bulan minimal 20 transaksi. Secara umum siswa masih kesulitan. Hasil evaluasi ini disajikan pada Tabel 2 berikut ini. Tabel 2. Hasil Pekerjaan Siswa dalam Membuat Transaksi Usaha Dagang
No. 1 2 3 4 Rata-rata Nilai Maksimum Nilai Minimum Nilai 6 7 8 9 Jumlah Frekuensi 29 0 4 2 35 Persentase 82,9% 0,0% 11,4% 5,7% 100,00% 6,4 9 6

Tabel 3. Hasil Pekerjaan Siswa dalam Membuat Transaksi Dsaha Dagang


No. 1 2 3 4 Rata-rata Nilai Maksimum Nilai Minimum Nilai 6 7 8 9 Jumlah Frekuensi 1 22 11 1 35 Persentase 2,9% 62,9% 31,4% 2,9% 100,00% 7,3 9 6

Berdasarkan data pada Tabel 3 dapat diketahui bahwa terdapat peningkatan hasil belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dengan banyaknya jumlah siswa yang memperoleh nilai 7, yaitu sebanyak 22 siswa atau 62,9%. Hasil belajar siswa kelas XII-IS-2 meningkat dengan rata-rata adalah 7,34, dengan nilai maksimum 9 dan nilai minimum 6. Peningkatan nilai-nilai yang dicapai siswa tersebut mengindikasikan bahwa penggunaan media Accounting Game pada siklus kedua berhasil meningkatkan hasil belajar siswa. Deskripsi Peningkatan Hasil Pembelajaran Setiap Siklus Seperti telah disajikan pada deskripsi hasil pem be lajaran sejak kondisi awal (sebelum tindakan), hingga pada akhir siklus kedua telah terjadi peningkatan keberhasilan siswa dalam belajar secara bertahap. Gambaran yang lebih jelas mengenai peningkatanpeningkatan itu dapat dilihat pada Grafik 1 berikut ini. Grafik 1. Peningkatan Nilai Rata-rata Hasil Belajar Siwa Selama Dua Siklus Tindakan

Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa nilai ratarata nilai siswa adalah 6,4 dengan nilai minimal 6 dan maksimal 9. Hasil ini evaluasi terhadap kemampuan siswa menunjukkan adanya peningkatan, walaupun belum mencapai criteria ketuntasan secara klasikal. Oleh karena itulah, peneliti melanjutkan tindakan perbaikan pada siklus kedua. Deskripsi Hasil Belajar pada Siklus Kedua Pada siklus kedua, pembelajaran dengan meng gunakan media Accounting Game dipraktikkan lagi namun dengan beberapa variasi tindakan. Siswa tetap dikelompokkan menjadi tujuh kelompok dan masingmasing beranggotakan lima siswa. Guru menugasi setiap kelompok mempraktikkan transaksi dan mencatatnya dalam pembukuan. Setelah itu, setiap kelompok diminta mempresentasikan hasil kerjanya untuk memperoleh masukan dari teman-teman (kelompok lain) dan dari guru. Setelah semua kelompok melakukan presentasi dan memperoleh masukan dri kelompok lain dan guru, tindakan pada siklus kedua diakhir dan kemudian dilakukan evaluasi. Evaluasi pada akhir siklus kedua ini dilakukan dengan cara meminta setiap siswa membuat transaksi atas perdagangan yang mereka lakukan dan hasilnya mereka memahami cara mencatat transaski pada setiap perdagangan yang mereka lakukan. Hasil evaluasi itu disajikan pada Tabel 3 berikut ini.

Pada Grafik 1 di atas terlihat terjadinya peningkatan capaian nilai rata-rata siswa sejak kondisi awal, siklus 1 dan siklus 2. Peningkatan ini dilihat dari rata rata hasil prestasi belajar siswa dalam tiap langkah tindakan. Kondisi awal siswa hasil rata rata prestasi belajar sebesar 4,66, setelah dilakukan tindakan pada siklus 1, hasil rata rata prestasi belajar siswa adalah 6,40. Pada

32

| VOL. 01 Tahun I - September 2013

JURNAL EDUKASI IGI


siklus pertama, prestasi belajar masih di bawah KKM yang ditetapkan yaitu 7,00 maka dilakukan tindakan kedua pada siklus kedua. Setelah dilakukan tindakan kedua, dihasilkan rata rata prestasi belajar siswa sebesar 7,34. Rata rata 7,34 menyisakan satu siswa tidak tuntas dengan nilai 6, untuk siswa ini akan dilakukan pembimbingan khusus oleh guru. Karena nilai rata rata hasil prestasi belajar siswa sudah diatas KKM maka dinyatakan tindakan pada siklus kedua berhasil membuat siswa memahami materi akuntansi perusahaan dagang dengan lebih baik. PENUTUP Berdasarkan hasil pembelajaran yang telah disajikan tersebut di atas, penelitia menyimpulkan bahwa penggunaan media Accounting Game ternyata dapat meningkatkan hasil belajar siswa kels XII-IS-2 MAN Salatiga dalam memahami materi akuntansi dagang. Pembelajaan menggunakan media tersebut dapat membangkitkan rasa senang, tidak membosankan, membuat siswa secara tidak sadar menemukan sendiri konsep dari materi ajar sesuai tujuan pembelajaran yang ditetapkan memang tidak mudah. Oleh karena itu, peneliti menyarankan agar para guru akuntansi berupaya meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran akuntansi dengan berbagai cara, salah satunya dengan menggunakan media Accounting Game. DAFTAR PUSTAK DAFTAR PUSTAKA Muhammad Ibnu Abdullah, Abu. 2008. Prestasi Belajar. http://spesialis-torch.com (Diunduh tanggal 10 Februari 2010). Adi Satrio. 2005. Kamus Ilmiyah Populer. Visi 7. Ditptksd. 2008. 2008. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Anak. http://ditptksd.go.id (Diunduh tanggal 10 Februari 2010) Syah, Muhibbin. 2008. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya. Syah, Muhibbin. 2003. Psikologi Belajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada Syah, Muhibbin (1999), Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Cetakan keempat. Bandung: Rosda Karya Nasution, Noehi. Et.all. 1998. Materi Pokok Psikologi Pendidikan. Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam dan Universitas Terbuka. Sunarto. 2009. Pengertian Prestasi Belajar. http:// sunartombs.wordpress.com (Diunduh tanggal 10 Februari 2010. Tuu, Tulus,2004. Peran Disiplin Pada Perilaku dan Prestasi Siswa. Jakarta: Grasindo

VOL. 01 Tahun I - September 2013 |

33

JURNAL EDUKASI IGI PENINGKATAN KREATIVITAS BELAJAR BAHASA INDONESIA DAN KEMAMPUAN BERCERITA MELALUI PEMANFAATAN MEDIA DUA DAN TIGA DIMENSI PADA SISWA KELAS VII-D SEMESTER 1 SMP NEGERI 1 BANYUDONO KABIPATEN BOYOLALI JAWA TENGAH TAHUN PELAJARAN 2011/2012
Oleh: Tri Andayani*
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kreativitas belajar dan kemampuan bercerita dengan pemanfaatan media dua dimensi dan tiga dimensi. Subjek penelitian berjumlah 32 siswa kelas VII-D semester 1 SMP Negeri 1 Banyudono Kab. Boyolali tahun pelajaran 2011/2012. Penelitian berlangsung selama enam minggu terdiri atas dua siklus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan media dua dimensi dan tiga dimensi dapat meningkatkan kreativitas siswa dan kemampuan bercerita. Nila rerata kemampuan bercerita meningkat, dari siklus pertama mencapai skor 68 kemudian meningkat menjadi skor 77 pada siklus kedua. Ketuntasan belajar secara klasikal meningkat dari 25% menjadi 85%. Dengan demikian ada manfaat positif atas tindakan yang dilakukan guru berupa penggunaan media dua dimensi dan media tiga dimensi. Kata Kunci: kreativitas siswa, kemampuan berbicara, dan media dua dimensi, media tiga dimensi. Abstract: The objective of this research is to increase students creativity and ability to tell stories by using two and three-dimensional media. The subjects of this research are 32 students from class VII-D at SMP Negeri 1 Banyudono, Boyolali Regency, 1st semester, and academic year 2011/2012. The research consists of two cycles, which took six weeks to complete. The finding shows that the use of two and three-dimensional media can increase students creativity and ability of telling stories. Students average score in telling stories increased from 68 in the first cycle to 77 in the second cycle. Students completeness in studying increased from 25% to 85 %. In other words it can be said that there is a positive effect of the teachers action which was using two and three dimensional media. Key words: students creativity, ability of telling stories, two and three-dimensional media. PENDAHULUAN tepat. Kemampuan yang masih rendah tersebut ditunjukkan dengan nilai rata-rata yang dicapai oleh siswa pada kompetensi dasar tersebut hanya mencapai 68. Nilai tersebut di bawah batas KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yang ditentukan yaitu 75. Hal tersebut mencerminkan bahwa kompetensi dasar yang terkait dengan bercerita dengan urutan yang baik, suara, lafal, intonasi, gestur, dan mimik yang tepat masih rendah. Siswa mampu menuturkan cerita dengan baik yaitu urutan yang baik, suara, lafal, intonasi, gestur, dan mimik yang tepat merupakan salah satu tolok ukur kemampuan berbahasa, khususnya aspek berbicara. Kemampuan berbicara di depan temanteman dan guru perlu dilatihkan siswa sedini mungkin, sebagai bekal kecakapan hidup siswa (life skill), dengan cara memberikan bekal dengan latihan dasar berbahasa tentang nilai-nilai yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Isi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang secara jelas menuntut siswa mampu bercerita dengan urutan yang baik, suara, lafal, intonasi, gestur, dan mimik yang tepat; belum dapat terwujud

erkembangan intelektual/kognitif siswa SMP adalah salah satu ciri kategori usia remaja awal. Sejalan dengan perkembangan kognitif tersebut siswa memerlukan perhatian, pengakuan, dan penghargaan. Berbagai keperluan siswa tersebut, terutama kebutuhan pengakuan haruslah diusahakan untuk dipenuhi. Dengan terpenuhi kebutuhan siswa berupa pengakuan dapat menambah kepercayaan diri siswa. Siswa termotivasi untuk selangkah lebih maju. Pemenuhan kebutuhan tersebut menjadi kewajiban kita selaku guru. Pengakuan dapat berupa guru dan siswa-siswa menyimak penuturan siswa saat bercerita dengan sungguh-sungguh. Pembelajaran bahasa Indonesia aspek berbicara pada kompetensi dasar bercerita di kelas VII-D semester satu SMP Negeri 1 Banyudono Kabupaten Boyolali menunjukkan kreativitas siswa yang rendah saat bercerita. Siswa tampil secara monoton, sikap berdiri kaku, kadang-kadang dengan urutan yang salah, suara lemah, lafal tidak jelas, intonasi datar, gestur terkesan kaku, dan tidak didukung mimik yang

34

| VOL. 01 Tahun I - September 2013

JURNAL EDUKASI IGI


saat proses pembelajaran. Dengan demikian perlu ditingkatkan kemampuan siswa untuk mewujudkan kompetensi tersebut. Salah satu penyebabnya adalah proses pembelajaran yang konvensional, yaitu siswa hanya pasif menerima penjelasan dari guru. Guru menggunakan metode ceramah dilanjutkan memberikan tugas untuk siswa. Pikiran siswa berkutat pada materi yang disampaikan oleh guru. Sebagian siswa tidak tertarik terhadap penjelasan guru dengan alasan jenuh atau biasa-biasa saja. Sesudah itu siswa mengerjakan perintah guru. Hal tersebut menjadi penyebab rendahnya kreativitas siswa dan kemampuan bercerita. Model pembelajaran yang mengungkung kreativitas siswa berdampak siswa terkungkung dalam berperilaku bahkan dalam menyelesaikan permasalahan hidup yang akan dialami siswa kelak. Jawaban salah atau tidak sama dengan pendapat guru atau pendapat buku dianggap suatu kesalahan fatal, dianggap suatu kebodohan, dan dianggap tidak pernah membaca buku. Tidaklah demikian seharusnya. Aneka kreativitas siswa perlu diberi penghargaan sepanjang hal tersebut masih di dalam batas kompetensi dasar. Gaya pembelajaran konvensional ditandai dengan peran guru yang sangat dominan, karena guru menggunakan metode ceramah untuk menyampaikan materi pembelajaran. Dengan demikian pembelajaran bersifat pasif, siswa dijejali materi tanpa mengingat siswa kreatif atau tidak untuk mewujudkan keberhasilan kompetensi dasar. Seharusnya, kreasi siswa yang didorong rangsangan guru dapat dijadikan input yang harus diterima guru sebagai kekayaan pemberdayaan kreativitas siswa. Kondisi demikian merupakan tuntutan agar tercipta mutu proses pembelajaran yang berkualitas. Muara akhirnya adalah meningkatkan hasil belajar siswa. Berdasarkan di atas di atas, peneliti menganggap kondisi pembelajaran bahasa Indonesia yang selama ini dilaksanakan di SMP Negeri 1 Banyudono belum sepenuhnya sesuai harapan. Siswa belum kreatif untuk memunculkan cara baru siswa untuk mendukung terealisasinya kemampuan bercerita dengan urutan yang baik, suara, lafal, intonasi, gestur, dan mimik dengan tepat. Berdasarkan latar belakang pemikiran di atas, peneliti tertarik untuk menjawab permasalahan tentang upaya peningkatan kreativitas belajar bahasa Indonesia dan kemampuan bercerita melalui pemanfaatan media dua dan tiga dimensi dalam pembelajaran kelas VII-D semester 1 SMP Negeri 1 Banyudono Boyolali tahun pelajaran 2011/2012. Solusi yang penulis tawarkan terhadap permasalahan tersebut adalah dengan tindakan guru memberi kesempatan siswa untuk kreatif memanfaatkan media. Pembelajaran didominasi oleh siswa dengan memanfaatkan alat peraga untuk media bercerita. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menciptakan kegiatan belajar mengajar dengan situasi siswa aktif, melatih keberanian siswa tampil di depan kelas dengan ekspresi yang tepat sehingga tidak monoton, dan mampu mengorganisasikan ide secara sistematis. Dengan demikian akan tercapai kreativitas belajar dan kemampuan bercerita pada siswa kelas VII-D semester 1 SMP Negeri 1 Banyudono. Secara teoretis, hasil penelitian ini dapat di man faat kan sebagai bahan masukan/informasi untuk pe ningkatan pembelajaran bercerita. Selain itu, dengan adanya penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan, kajian, dan referensi penelitian yang sejenis di masa mendatang. Secara praktis, hasil penelitian ini dapat di man faatkan oleh beberapa pihak khususnya yang terkait dalam bidang pendidikan dan pembelajaran. Bagi siswa, hasil penelitian ini dapat meningkatkan kreativitas dan kemampuan bercerita. Bagi guru, hasil penelitian ini menjadi pengetahuan yang lebih konkrit mengenai penggunaan alat peraga, sehingga guru dapat mengefektifkan proses pembelajaran dalam rangka meningkatkan kemampuan bercerita siswa, dengan urutan yang baik, suara, lafal, intonasi, gestur, dan mimik yang tepat; serta memberikan motivasi untuk selalu meningkatkan kemampuan mengajar. Guru sebagai teman sejawat peneliti dapat memperoleh perbendaharaan solusi dalam meningkatkan hasil belajar, berkolaborasi untuk menemukan solusi peningkatan hasil belajar yang dicapai siswa. Bagi sekolah, hasil penelitian ini dapat meningkatkan mutu pendidikan di SMP Negeri 1 Banyudono Boyolali. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN Kreativitas Belajar Bahasa Indonesia Utami Munandar memaparkan bahwa kreativitas adalah kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan, dan orisinalitas dalam berpikir serta kemampuan untuk mengelaborasi suatu gagasan (1992:47). Siswa mampu bercerita dengan lancar, luwes, dan ide yang dikemukakan siswa bersifat orisinal dan mengelaborasi gagasan saat bercerita merupakan kreativitas bercerita. Keseluruhan kepribadian hasil berinteraksi dengan lingkungan belajar siswa dapat mendukung kreativitas siswa. Rogers dalam Utami Munandar mengemukakan bahwa kreativitas sebagai proses munculnya hasil-hasil dalam suatu tindakan (1992:48). Saat mewujudkan hasil-hasil baru tersebut muncul sifat-sifat unik yang lain dari biasanya. Sifat-sifat unik siswa saat berinteraksi dengan individu lain, pengalaman, maupun keadaan hidupnya. Kreativitas akan tampak jelas saat suasana kebersamaan dan terjadi bila relasi antarpribadi ditandai dengan adanya hubungan-hubungan yang bermakna. Drevdahl dalam Hurlocks mendeskripsikan kreativitas sebagai kemampuan untuk memproduksi komposisi dan gagasan-gagasan baru yang dapat terwujud aktivitas imajinatif atau sintesis yang mungkin melibatkan pembentukan pola-pola baru dan kombinasi pengalaman masa lalu yang dihubungkan dengan yang sudah ada pada situasi sekarang (1978:58). Mengacu kepada beberapa pandangan tentang definisi kreativitas di atas maka penulis mendefinisikan kreativitas adalah karakteristik individu yang menandai VOL. 01 Tahun I - September 2013 |

35

JURNAL EDUKASI IGI


adanya kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang sama sekali baru atau hasil kombinasi dari karya-karya yang sudah ada sebelumnya menjadi sesuatu yang baru sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya berkat rangsangan dari pihak lain untuk menghadapi permasalahan yang ada dan mencari alternatif peme cahannya. Sumiati dan Asra mengemukakan bahwa secara umum belajar diartikan sebagai proses perubahan perilaku, akibat interaksi individu dengan lingkungan (2007:38). Hasil final belajar berupa perubahan tingkah laku. Seseorang dikatakan telah belajar jika orang tersebut telah melakukan sesuatu. Sesuatu tersebut belum pernah dilakukan sebelumnya oleh siswa. Perilaku mengandung pengertian yang luas karena mencakup pengetahuan, pemahaman, keterampilan, sikap, kemampuan berpikir, penghargaan terhadap sesuatu, minat, dan sebagainya. Perilaku ada yang nampak bisa diamati, ada pula tidak bisa diamati. Perilaku yang bisa diamati disebut penampilan atau behavioral performance. Sedangkan yang tidak bisa diamati disebut kecenderungan perilaku atau behavioral tendency. Berdasarkan uraian di atas dapat didefinisikan bahwa belajar adalah proses perubahan perilaku yang bisa diamati atau tidak mencakup pengetahuan, pemahaman, keterampilan, sikap, kemampuan berpikir, penghargaan terhadap sesuatu, minat, dan sebagainya sebagai akibat interaksi individu dengan lingkungan siswa. Bahasa Indonesia sebagai sarana komunikasi antarsesama siswa sebagai makhluk sosial di sekolah tentunya bertujuan agar dapat dipahami oleh siswa dan guru. Meskipun berbicara dalam satu bahasa yang sama yaitu bahasa Indonesia, namun ragam bahasa yang dipakai terkadang tidak sama. Hal tersebut dapat terjadi sebab dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor kemampuan penguasaan diksi, penyusunan kalimat, dan penyusunan paragraf oleh siswa berbeda-beda. Faktor dialek dan idiolek juga mempengaruhi. Orang yang mahir menggunakan bahasanya sehingga maksud hatinya mencapai sasarannya, apapun jenisnya itu, dianggap berbahasa dengan efektif. Pemanfaatan ragam yang tepat dan serasi menurut golongan penutur dan jenis pemakaian bahasa itulah yang disebut bahasa yang baik dan benar. Bahasa yang harus mengenai sasarannya tidak selalu perlu beragam baku (Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa 1988:19). Setiap insan memiliki potensi untuk kreatif. Kreativitas siswa diwujudkan melalui medium. Bean mendeskripsikan bahwa kreativitas merupakan proses yang digunakan seseorang untuk mengekspresikan sifat dasarnya melalui suatu bentuk atau medium sedemikian rupa sehingga menghasilkan rasa puas pada dirinya; menghasilkan suatu produk yang mengomunikasikan sesuatu tentang diri orang tersebut kepada orang lain (1995:3). Andoyo Sastromiharjo mengemukakan bahwa batasan Bean tersebut menyiratkan kedudukan bahasa sebagai alat dan sekaligus salah satu media pengejawantahan daya kreatif seseorang. Pernyataan yang dikemukan Andoyo Sastromiharjo tersebut meninjau kreativitas yang diwujudkan menggunakan bahasa. Dari uraian di atas, penulis mendefinisikan bahwa kreativitas belajar bahasa Indonesia pada hakikatnya adalah proses yang digunakan seseorang untuk mengeks-presikan sifat dasarnya melalui suatu bentuk atau medium berupa media untuk merangsang penutur mewujudkan kata, kalimat, dan wacana menggunakan diksi sehingga menghasilkan rasa puas pada dirinya; menghasilkan suatu produk yang mengomunikasikan sesuatu tentang diri orang tersebut kepada orang lain. Selain mengomunikasikan sesuatu tentang diri siswa dapat juga mengomunikasikan suatu objek kepada orang lain. Objek dalam hal ini adalah media. Kemampuan Bercerita Kemampuan adalah pengetahuan tentang bahasa yang bersifat abstrak dan bersifat tidak sadar (Harimurti Kridalaksana 2008:117). Pengetahuan yang dimiliki seseorang dapat diketahui oleh orang lain setelah seseorang tersebut mengimplementasikan dalam aktivitas sehari-hari. Baik aktivitas yang direncanakan maupun tidak direncanakan. Tugas yang berbeda menuntut kemampuan yang berbeda. Semakin berkualitas suatu tugas, semakin menggunakan kemampuan yang tinggi dibandingkan tugas yang berada di tingkat bawahnya. Robins mengemukakan bahwa kemampuan terdiri dari dua faktor yaitu kemampuan intelektual (intellectual ability) dan kemampuan fisik (physical ability). Kemampuan intelektual merupakan kemampuan melakukan aktivitas secara mental, sedangkan kemampuan fisik merupakan kemampuan melakukan aktivitas berdasarkan stamina kekuatan dan karakteristik fisik (http://digilib.petra.ac.id 2010). Berpijak pada beberapa pendapat ahli di atas, dapat disintesiskan bahwa kemampuan adalah kesanggupan intelektual dan kesanggupan fisik yang merupakan bawaan sejak lahir atau hasil latihan/ praktik dan digunakan untuk mengerjakan sesuatu yang diwujudkan melalui tindakan. Nurgiantoro mengemukakan bahwa bercerita merupakan salah satu cara untuk mengungkap kemampuan berbicara yang bersifat pragmatis. Untuk dapat bercerita, paling tidak ada dua hal yang dituntut untuk dikuasai siswa, yaitu unsur linguistik (bagaimana cara bercerita, bagaimana memilih bahasa) dan unsur apa yang diceritakan. Aktivitas bercerita mengandung materi atau bahan yang diceritakan. Materi atau bahan tersebut adalah cerita anak yang biasanya berisi ajaran moral, keteladanan, dan contoh budi pekerti. Upaya yang dapat dilakukan pencerita untuk menarik perhatian audiens adalah menceritakan sebuah cerita disertai ekpresi wajah dan gestur yang menarik. Untuk menghindari kemacetan ide, mewujudkan cerita yang sistematis, dan menarik perhatian maka perlu didukung media baik dua dimensi maupun tiga dimensi. Atikah Anindyarini memaparkan tentang story telling (bercerita) adalah salah satu kegiatan yang bisa dilakukan dalam pembelajaran atraktif. Kata

36

| VOL. 01 Tahun I - September 2013

JURNAL EDUKASI IGI


atraktif mengandung makna selain menarik dan menyenangkan juga penuh kreativitas dan dapat mendorong anak bermain sambil belajar sesuai dengan prinsip pokok pendidikan (Kartini 2009). Media Pembelajaran Media merupakan wahana penyalur informasi be lajar atau penyalur pesan (Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain 2002:136). Dalam proses belajarmengajar, media mempunyai arti yang cukup penting. Karena dalam kegiatan pembelajaran, ketidakjelasan bahan yang disampaikan kepada anak didik dapat disederhanakan dengan bantuan media. Sri Anitah mengemukakan bahwa media adalah setiap orang, bahan, alat, atau peristiwa yang dapat menciptakan kondisi yang memungkinkan pebelajar untuk menerima pengetahuan, ketetampilan, dan sikap (2009:5). Definisi tersebut mengandung konsekuensi bahwa guru, buku ajar, serta lingkungan adalah media. Setiap media merupakan sarana untuk mencapai tujuan. Hal yang harus dipertimbangkan dalam meng gunakan media adalah tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Oleh karena itu, tujuan pembelajaran yang berupa kompetensi dasar tertentu dalam kurikulum harus dijadikan dasar penggunaan media pembelajaran. Dengan penggunaan media yang tepat dapat mempermudah pencapaian tujuan pembelajaran. Berpijak dari uraian di atas dapat didefinisikan bahwa media adalah sarana untuk mempermudah dan mendukung pencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan Penelitian tentang peningkatan keterampilan berbi cara dengan media gambar belum pernah dilaksanakan di SMP Negeri 1 Banyudono Kabupaten Boyolali Jawa Tengah. Akan tetapi terlebih dahulu sudah ada penelitian yang dilakukan oleh salah satu guru bahasa Indonesia di wilayah Yogyakarta khususnya penelitian pada siswa kelas VII-B di SMP Negeri 5 Depok Kabupaten Sleman Yogyakarta. Penelitian tersebut berjudul Upaya Meningkatkan Keterampilan Berbicara dengan Media Menyebut Gambar pada Siswa Kelas VII-B SMP Negeri 5 Depok Sleman Tahun 2008/2009 (Sutrimah 2008). Kesimpulan penelitian yang dilakukan oleh Sutrimah adalah media menyebut gambar dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran menceritakan tokoh idola. Dengan media menyebut gambar terbukti mampu menggali ide-ide siswa untuk berbicara, khususnya menceritakan tokoh idola. Gambar yang efektif untuk memotivasi siswa berbicara adalah gambar-gambar orang yang menjadi idola siswa. Kerangka Berpikir dan Hipotesi Tindakan Bercerita merupakan salah satu aspek keterampilan berbicara. Keterampilan berbicara adalah salah satu aspek kebahasaan. Kemampuan berbahasa, khususnya berbicara perlu dilatihkan sejak dini kepada siswa. Kemampuan berbicara khususnya bercerita dengan baik yaitu cerita dengan urutan yang baik, suara, lafal, intonasi, gestur, dan mimik yang tepat sulit dilakukan siswa. Kesulitan yang dialami siswa saat bercerita menjadi pemicu rendahnya hasil belajar. Untuk mengurangi kesulitan yang dialami siswa tersebut diperlukan pembelajaran yang kreatif. Kreatif untuk menyiapkan dan menggunakan media sehingga membantu siswa mampu bercerita dengan urutan yang baik, suara, lafal, intonasi, gestur, dan mimik yang tepat. Pembelajaran yang kreatif baik kreatif persiapan dan pelaksanaan menciptakan pembelajaran le bih menyenangkan. Kreatif yang dimaksud ada lah penyiapan media dan penggunaan media pem be lajaran saat siswa bercerita. Media yang digunakan sebagai perwujudan kreativitas siswa adalah media dua dimensi (gambar) dan media tiga dimensi (boneka). Dengan penggunaan media diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berbicara khususnya kemampuan bercerita oleh siswa. Siswa mampu bercerita dengan urutan yang baik sebab ide siswa terbantu oleh media yang digunakan. Kemacetan ide yang disebabkan demam panggung dapat terkurangi dengan penggunaan media. Gestur dan mimik siswa lebih terwujud kerena pengunaan media. Lafal dan intonasi dapat disimak secara jelas oleh siswa lain sebab mereka tidak gaduh menghafalkan materi cerita. Siswa yang belum mendapat giliran untuk bercerita di depan dengan antusias memperhatikan media yang digunakan oleh pencerita. Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas diduga bahwa melalui pemanfaatan media dua dan tiga dimensi dapat meningkatkan kreativitas belajar bahasa Indonesia dan kemampuan bercerita dalam pembelajaran kelas VII D semester 1 SMP Negeri 1 Banyudono Boyolali tahun pelajaran 2011/2012. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan pada semester satu tahun pelajaran 2011/2012. Penelitian berlangsung selama enam minggu (1,5 bulan) terdiri atas dua siklus. Setiap siklus terdiri dari empat kegiatan yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 1 Banyudono kelas VII-D yang berjumlah 32 siswa. Peneliti bertugas mengajar di kelas tersebut. Dengan demikian mengetahui secara persis kekurangmampuan yang dihadapi siswa. Kekurangmampuan berdampak rendahnya hasil belajar siswa VII-D. Data yang diperoleh bersumber dari dokumen guru yaitu dokumen berupa data nilai kualitatif dan kuantitatif. Sumber data lainnya adalah para siswa kelas VII-D SMP Negeri 1 Banyudono Kabupaten Boyolali Tahun Pelajaran 2011/2012 dan dokumen Perangkat Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) guru. Data kreativitas belajar bahasa Indonesia merupakan sumber data berbentuk kualitatif berupa dokumen buku catatan tentang kreativitas belajar bahasa Indonesia. Data kemampuan berbicara berbentuk kuantitatif berupa dokumen daftar nilai. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data kreativitas belajar bahasa Indonesia saat VOL. 01 Tahun I - September 2013 |

37

JURNAL EDUKASI IGI


kondisi awal, kemampuan berbicara saat kondisi awal, data kreativitas belajar bahasa Indonesia saat siklus pertama, data kemampuan berbicara siklus pertama, data kreativitas belajar bahasa Indonesia saat siklus kedua, dan data kemampuan berbicara saat siklus kedua. Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data kreativitas belajar bahasa Indonesia dan kemampuan berbicara adalah menggunakan bentuk teknik tes dan nontes. Data yang divalidasi adalah data tentang kreativitas belajar bahasa Indonesia dan data tentang kemampuan berbicara. Validasi data tentang kreativitas belajar bahasa Indonesia menggunakan trianggulasi sumber dan trianggulasi metode. Trianggulasi sumber dalam penelitian ini dengan cara untuk mengetahui hambatan dan kesulitan siswa berbicara khususnya bercerita maka diadakan tes unjuk kerja bercerita. Siswa yang tidak berunjuk kerja mengadakan observasi untuk mengetahui hambatanhambatan yang dialami pencerita. Hasil observasi dikroscek. Triangulasi metode berupa temuan-temuan dikon fir masi untuk selanjutnya didiskusikan sehingga di per oleh kesepakatan mengenai data atau interpretasi temuan tersebut. Validasi data kemampuan berbicara khususnya kemampuan bercerita menggunakan content validity yaitu dengan cara membuat kisi-kisi sebelum butir soal yang akan diujikan disusun. Kisi-kisi tersebut disusun dengan tujuan agar materi yang diujikan sesuai kurikulum. Analisis data kreativitas belajar bahasa Indonesia berupa data kualitatif. Data kualitatif diperoleh dari hasil observasi kreativitas belajar bahasa Indonesia. Analisis yang digunakan adalah diskriptif kualitatif berdasarkan hasil observasi dan refleksi dari tiap-tiap siklus. Kreativitas belajar bahasa Indonesia kondisi awal dan siklus pertama dibandingkan. Kreativitas belajar bahasa Indonesia siklus pertama dan siklus kedua dibandingkan. Kreativitas belajar bahasa Indonesia kondisi awal dan kondisi akhir dibandingkan. Kemudian dilanjutkan refleksi. Data kemampuan bercerita meliputi tiga jenis, yaitu data kemampuan bercerita kondisi awal, siklus pertama, dan siklus kedua. Ketiga data tersebut dianalisis menggunakan analisis deskriptif komparatif dilanjutkan refleksi. Indikator Kinerja Untuk mengukur keberhasilan tindakan pada pe nelitian ini ditetapkan beberapa indikator kinerja. Ada pun indikator keberhasilan tersebut adalah (1) nilai ke mampuan bercerita meningkat dari rata-rata 68 menjadi 75, dan (2) ketuntasan kemampuan bercerita secara klasikal meningkat dari 25% menjadi 85% (jumlah siswa yang tuntas belajar minimal 85%). HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANNYA Deskripsi Kondisi Awal Pembelajaran bahasa Indonesia pada aspek berbicara untuk kompetensi dasar bercerita di kelas VII-D semester satu SMP Negeri 1 Banyudono Kabupaten Boyolali menampakkan kondisi siswa kurang kreatif dan tidak kreatif saat bercerita. Siswa tampil monoton. Bercerita dengan sikap berdiri kaku. Siswa berbicara sering dengan urutan yang salah, suara lemah, lafal tidak jelas, intonasi datar, gestur terkesan kaku, dan tidak didukung mimik yang tepat. Hasil belajar berupa kemampuan bercerita yang dicapai oleh siswa-siswa kelas VII-D masih rendah. Hal tersebut dapat diketahui dari pemerolehan skor yang dicapai oleh siswa kelas VII-D. Sejumlah 75% siswa tidak tuntas atau 25% siswa yang tuntas. Siswa yang tidak tuntas adalah 43,75% siswa putra, 31,25% siswa putri. Nilai rerata yang dicapai oleh siswa pada kompetensi dasar tersebut adalah 68, di bawah batas KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yaitu 75. Terdapat 22% siswa belum mampu bercerita dengan urutan yang baik, suara, lafal, intonasi, gestur, dan mimik yang tepat. Hal tersebut mencerminkan bahwa kompetensi dasar yang terkait dengan bercerita dengan urutan yang baik, suara, lafal, intonasi, gestur, dan mimik yang tepat masih rendah. Deskripsi Hasil Tindakan Siklus Pertama Pada siklus pertama siswa kreatif menyiapkan dan menggunakan gambar sebagai alat bantu kelancaran bercerita. Siswa yang lain (yang belum mendapat giliran tampil) melakukan aktivitas menyimak dan perhatiannya berfokus ke gambar. Mereka tidak lagi sibuk menghafalkan materi untuk bercerita sendiri seperti di kondisi awal tetapi perhatiannya ke gambar dan materi cerita. Secara umum telah terjadi peningkatan siswa yang mampu bercerita menggunakan urutan yang baik, suara, lafal, intonasi, gestur, dan mimik yang tepat meskipun belum maksimal. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap tingkat kreativitas siswa, ternyata ada peningkatan. Siswa yang aktif sebelum tindakan pada siklus pertama sebanyak 9 siswa (28,12%) meningkat menjadi 25 siswa (78,13%) pada siklus pertama. Di samping itu, terjadi peningkatan rata-rata nilai kemampuan berbicara. Sebelum tindakan, nilai rata-rata kelas tersebut sebesar 68, meningkat menjadi 73 pada akhir siklus pertama. Persentasi siswa tuntas secara klasikal juga meningkat. Sebelum pelaksanaan tindakan pada siklus pertama terdapat 25% siswa yang tuntas, kemudian meningkat menjadi 75% pada akhir siklus pertama. Akan tetapi masih terdapat 5% siswa belum mampu bercerita dengan urutan yang baik, suara, lafal, intonasi, gestur, dan mimik yang tepat. Deskripsi Hasil Tindakan Siklus Kedua Pada siklus pertama masih ditemukan beberapa kelemahan, antara lain sebagian siswa masih merasa kesulitan untuk bercerita dengan gestur dan mimik yang tepat. Oleh karena itu, peneliti mencoba

38

| VOL. 01 Tahun I - September 2013

JURNAL EDUKASI IGI


mengganti media dua dimensi (gambar) dengan media tiga dimensi (boneka). Hal itu dilakukan untuk merangsang siswa mampu bercerita dengan gestur dan mimik secara maksimal. Berdasarkan hasil refleksi pada siklus pertama, perencanaan strategi pembelajaran diperbaiki dalam siklus kedua. Perbaikan perencanaan pada siklus kedua tersebut adalah penggantian media yang digunakan oleh siswa. Siklus kedua menggunakan media tiga dimensi. Dengan diterapkannya penggunaan media tiga dimensi (boneka) siswa dapat bercerita dengan disertai peragaan boneka yang telah disiapkan oleh siswa. Siswa-siswa yang lain bersemangat dan tertarik untuk memperhatikan teman bercerita dengan bantuan boneka. Kreativitas dan kemampuan bercerita siswa dalam siklus kedua dibandingkan dengan hasil siklus pertama mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut sudah mencapai target indikator kinerja, baik dalam hal nilai rata-rata maupun ketuntasan. Semula, nilai rata-rata pada siklus pertama sebesar 73, meningkat menjadi 77 pada akhir siklus kedua. Persentase siswa yang tuntas secara klasikal meningkat, semula hanya mencapai 75% pada siklus pertama, meningkat menjadi 85% pada akhir siklus kedua. Nilai terendah pada siklus pertama adalah 75, meningkat menjadi 87 pada akhir siklus kedua. Secara umum terjadi peningkatan pencapaian nilai. Hampir semua siswa mampu bercerita dengan urutan yang baik, suara, lafal, intonasi, gestur, dan mimik yang tepat. Pada akhir siklus kedua ditemukan hanya seorang siswa yang belum dapat bercerita dengan urutan yang baik, suara, lafal, intonasi, gestur, dan mimik yang tepat. Pembahasan Hasil Penelitian Pada kondisi awal sebagian besar siswa pasif, ke mu dian berubah menjadi kreatif pada siklus pertama dan kedua. Kreativitas siswa menyiapkan dan menggunakan media sebagai alat bantu kelancaran bercerita meningkat dari rendah menjadi tinggi. Bahkan berlomba-lomba untuk menjadi pencerita yang terbaik di antara teman-temannya. Hasil belajar aspek berbicara khususnya kemampuan bercerita kondisi awal masih rendah yaitu nilai terendah adalah 63, nilai tertinggi 75, dan rerata mencapai skor 68. Sedangkan hasil belajar siklus pertama mengalami sedikit peningkatan yaitu nilai terendah adalah 70, nilai tertinggi 85, dan rerata mencapai skor 73. Hasil belajar pada siklus kedua menunjukkan peningkatan yang signifikan yaitu nilai terendah adalah 75, nilai tertinggi 87, dan rerata mencapai skor 77. Rerata yang dicapai oleh siswa secara klasikal telah berhasil melampaui batas minimal Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditentukan yaitu 75. Berdasar deskripsi hasil belajar dimulai kondisi awal sampai siklus kedua maka terdapat peningkatan hasil belajar dari rerata 68 menjadi 77. Jadi meningkat sebesar 13%. Dengan demikian indikator kinerja yang ditetapkan telah tercapai. Indikator kinerja tersebut adalah tingkat kreativitas belajar bahasa Indonesia meningkat dari rendah menjadi tinggi. Indikator kinerja yang kedua adalah nilai kemampuan bercerita meningkat dari rata-rata 68 menjadi 75 bahkan mencapai 77. Ketuntasan kemampuan bercerita secara klasikal meningkat dari 25% menjadi 85%. Grafik berikut ini menggambarkan dinamika peningkatan nilai ratarata dan ketuntasan belajar siswa sejak kondisi awal hingga akhir siklus kedua. Grafik. Peningkatan Nilai Rata-rata dan Persentase Ketuntasan Belajar Siswa

Pemberian tindakan-tindakan yang dipilih dan di ten tukan dalam penelitian ini dapat dipertang gung jawabkan kebenarannya baik secara teoritik maupun secara empirik. Secara teoritik, pemanfaatan media dua dimensi (gambar) dan media tiga dimensi (boneka) dapat mengurangi verbalisme siswa. Selain itu dapat membantu siswa mengeksplorasi ide-ide untuk bercerita. Secara empirik, bahwa tindakan dengan memanfaatkan media pembelajaran dapat meningkatkan kreativitas dan meningkatkan kemampuan bercerita yang dilakukan oleh siswa dalam mengikuti pembelajaran. PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan di atas dapat diperoleh dua simpulan, yaitu (1) penggunaan media dua dimensi dan tiga dimensi dapat meningkatkan kreativitas belajar siswa dalam kompetensi kemampuan bercerita, dan (2) penggunaan media dua dimensi dan tiga dimensi dapat meningkatkan kemampuan bercerita. Dengan terbuktinya secara empirik bahwa peng gu na an media dua dimensi dan media tiga dimensi dapat meningkatkan kreativitas dan kemampuan bercerita meningkat maka penulis merekomendasikan agar guru yaitu jika apabila memanfaatkan benda-benda di sekitar kita dan alam sekitar sebagai media pembelajaran. Jika perlu menciptakan atau mengadakan media yang sederhana namun tetap berdaya guna tinggi.

VOL. 01 Tahun I - September 2013 |

39

JURNAL EDUKASI IGI


DAFTAR PUSTAKA Anindyarini, Atikah. 2009. Pembelajaran Bercerita yang Atraktif di TK dengan Pendekatan Multikultural. Surakarta: Sebelas Maret University Anitah, Sri. 2009. Media Pembelajaran. Surakarta: Mata Hadi Pressindo. Bean, R. 1995. Cara Mengembangkan Kreativitas Anak, (Penerjemah; Meitasari Tjandrasai). Jakarta: Bina Rupa Aksara. Djamarah, Syiful Bahri, dan Aswan Zain. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Reneka Cipta. Hurlock, E.B. 1991. Adolescent Development. Tokyo: Mc. Graw Hill. Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia. Munandar, Utami. 1992. Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia. Nurgiantoro, Burhanudin. 2001. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta: BPFE. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1988. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Robins. http://digilib/.petra.ac.id. (Diunduh tanggal 1 Oktober 2010). Sastromiharjo, Andoyo. Membangun Kreativitas dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Melalui Image Streaming. http://file.upi.edu/Direktori/ FPBS/Jur.PEND.-BHS.DAN/196109101986031DAN/196109101986031-ANDOYOSASTROMIHARJO. Maralani.UNP.Pdf. (Diunduh tanggal 10 Agustus 2011). Sumiati dan Asra. 2007. Metode Pembelajaran. Bandung: Wacana Prima. Sutrimah. 2008. Upaya Meningkatkan Keterampilan Berbicara dengan Media Menyebut Gambar pada Siswa Kelas VII-B SMP Negeri 5 Depok Sleman Tahun 2008/2009. PTK UNY. (Tidak dipublikasikan).

40

| VOL. 01 Tahun I - September 2013

JURNAL EDUKASI IGI SISTEM INFORMASI AKADEMIK BERBASIS PAKET APLIKASI SEKOLAH (PAS) SEBAGAI SALAH SATU UPAYA MENINGKATKAN MUTU LAYANAN PENDIDIKAN SMA DI KABUPATEN SIDOARJO
Oleh: Umi Nuraini dan Dini Widiasih*
Abstrak: Paket Aplikasi Sekolah Pendidikan Menengah Atas (PAS-SMA) adalah piranti lunak Sistem Informasi Manajemen Pendidikan yang dirancang khusus dan dibangun untuk dijalankan di setiap SMA di Indonesia guna meningkatkan mutu layanan pendidikan. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pelaksanaan Sistem Informasi Akademik Berbasis PAS di SMA Kab. Sidoarjo. Data dikumpulkan melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi. Data dianalisis kualitatif dan menyeluruh. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo telah menerapkan Sistem Informasi Akademik Berbasis PAS. Data absensi siswa menggunakan sistem finger print sehingga dapat diakses melalui layanan SMS Gateway oleh pihak intern (sekolah) maupun pihak ekstern (wali murid). Penerapan SIM PAS ini dapat meningkatkan kualitas pengolahan data dan informasi yang dihasilkan sehingga dapat meningkatkan mutu layanan sekolah dengan memberikan informasi akademik yang akurat, efektif, dan efisien. Kata Kunci: Sistem Informasi Akademik, Paket Aplikasi Sekolah (PAS), Pelayanan Pendidikan

Abstract: Paket Aplikasi Sekolah Pendidikan Menengah Atas (PAS-SMA) is academic information system software which was specially designed to be run at every high school in Indonesia. The intention of designing the system was to increase the quality of service in education. The objective of this research is to know whether the PAS Academic Information System has improved the quality of service at high schools in Sidoarjo. The data are collected through interviews, observations, and collecting related documents. The data are analysed through in-depth qualitative analysis. The finding shows that SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo has used the PAS Academic Information System. Students attendances are taken using the finger print system, where the data can be accessed by internal parties (members of the school) and also external parties (parents). Using the PAS Academic Information System can increase the quality of school service by providing accurate, effective, and efficient academic information. Key Words: Academic Information System, Paket Aplikasi Sekolah (PAS), Educational Service

PENDAHULUAN erkembangan institusi pendidikan berpijak pada kemampuan dalam mengikuti perkembangan teknologi, kemampuan mengakses serta me nya jikan suatu informasi. Pada saat ini, kebutuhan aplikasi database yang dapat mengelola data dan informasi sekolah sangatlah penting. Sudah saatnya sekolah memiliki sistem informasi berbasis teknologi informasi dan komunikasi yang dapat membantu sekolah dalam mengelola administrasi sekolah dengan efektif dan efisien. Salah satu bidang pendidikan yang perlu ditangani lebih seksama adalah masalah akademik. Pengelolaan akademik akan menjadi lebih efektif dan efisien apabila dibantu dengan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi, yaitu dengan menggunakan Sistem Informasi Akademik (SIA). Sistem Informasi Akademik merupakan sub-sistem dari Sistem Informasi Manajemen Pendidikan (SIMDIK). Menurut Rochaety (2006), Sistem Informasi Manajemen Pendidikan merupakan perpaduan antara sumber daya

manusia dan aplikasi teknologi informasi dalam hal penyimpanan, pengolahan, dan pelaporan data. Paket Aplikasi Sekolah (PAS) merupakan salah satu bentuk dari implementasi Sistem Informasi Manajemen Pendidikan di tingkat sekolah. PAS juga merupakan salah satu solusi dalam penerapan Sistem Informasi Akademik. Paket Aplikasi Sekolah yang diterapkan pada Pendidikan Sekolah Menengah Atas biasa disebut dengan PASSMA. Selain dapat mengelola data, informasi, dan manajemen sekolah, Paket Aplikasi Sekolah (PAS) juga mampu menyediakan laporanlaporan secara cepat dan valid kepada pihak intern maupun pihak ekstern. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, fokus penelitian ini diarahkan untuk menjawab permasalahan, bagaimanakah pelaksanaan Sistem Informasi Akademik Berbasis Paket Aplikasi Sekolah (PAS) Sebagai Salah Satu Upaya Meningkatkan Mutu Layanan Pendidikan Sekolah Menengah Atas di Kabupaten Sidoarjo?

VOL. 01 Tahun I - September 2013 |

41

JURNAL EDUKASI IGI


Hasil penelitian ini memberikan manfaat ba gi pemerintah, sekolah, dan siswa. Pemerintah mem pe roleh manfaat berupa tersedianya database serta informasi sekolah yang akurat dan efisien. Sekolah memperoleh manfaat berupa meningkatnya kinerja fungsi administrasi sekolah, khususnya dalam pengelolaan data akademik sekolah; dan diperolehnya masukan panduan dalam menyusun kebijakan sekolah. Bagi siswa, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan tentang perkembangan teknologi informasi dan komunikasi; dan mempermudah siswa untuk mengakses informasi akademik kapan dan di mana saja. KAJIAN PUSTAKA Sistem Informasi Akademik Sebelum membahas mengenai pengertian sistem informasi akademik, perlu diketahui terlebih dahulu pengertian sistem dan informasi. Sistem adalah suatu kesatuan yang terdiri dari dua atau lebih subsistem yang saling berhubungan untuk mencapai suatu tujuan (Rochaety, 2011). Menurut Budi Sutedjo (dalam Rochaety 2011:5), informasi merupakan pemrosesan data yang diperoleh dari setiap elemen sistem tersebut menjadi bentuk yang mudah dipahami dan merupakan pengetahuan yang relevan. Jadi sistem informasi merupakan kumpulan komponen atau subsistem yang saling berhubungan dengan proses penciptaan dan pengaliran informasi yang akurat, tepat waktu, dan relevan. Sedangkan menurut Gelinas (1990), sistem informasi adalah sistem buatan manusia yang secara umum terdiri atas sekumpulan komponen berbasis komputer dan manual, guna menghimpun, menyimpan, dan mengelola, kemudian menyampaikan informasi keluaran kepada pemakai. Dari pengertian tersebut, dapat diuraikan bahwa sistem informasi terdiri atas komponen-komponen (1) perangkat keras (hardware), (2) perangkat lunak (software), dan (3) sumber daya manusia (brainware). Sistem Informasi (information system) yang digu na kan dalam pengelolaan bidang akademik disertai de ngan pemakaian teknologi informasi yang melibatkan siswa, guru, dan administrasi akademik disebut Sistem Informasi Akademik (SIA). Tujuan utama dari Sistem Informasi Akademik adalah untuk melaksanakan kegiatan akademik yang terstruktur dan informatif. Informasi akademik siswa di sekolah perlu untuk dikelola secara interaktif, yaitu dengan menerapkan teknologi berbasis web. Hal ini sangat membantu dalam penyebaran informasi nilai akademik secara global, sehingga baik siswa maupun wali murid dapat mengakses informasi nilai akademik siswa kapan dan di mana saja. Sistem Informasi Akademik (SIA) mempunyai bebe rapa manfaat, antara lain dapat (1) memudahkan ba gi para siswa untuk memperoleh informasi tanpa ha rus interaksi langsung dengan pihak sekolah sebab informasi tersebut dapat diperoleh melalui internet; (2) memudahkan bagian administrasi dalam menyimpan dan meng-update data setiap waktu karena Sistem Informasi Akademik menggunakan database yang tersimpan dalam computer; (3) mereduksi waktu yang dilakukan pada sistem akademik manual; dan (4) memudahkan bagi guru dalam menyampaikan maupun menerima informasi secara online. Paket Aplikasi Sekolah (PAS) Paket Aplikasi Sekolah (PAS) merupakan salah satu bentuk dari implementasi Sistem Informasi Manajemen Pendidikan di tingkat sekolah (SIMDIK). Paket Aplikasi Sekolah yang diterapkan pada Pendidikan Sekolah Menengah Atas biasa disebut dengan PASSMA. Menurut Direktorat Pembinaan SMA (2010), Paket Aplikasi Sekolah Pendidikan Menengah Atas (PASSMA) adalah piranti lunak Sistem Informasi Manajemen Pendidikan yang dirancang khusus dan dibangun untuk dijalankan di setiap SMA yang ada di Indonesia. PASSMA adalah milik negara, yaitu berasal dari Pemerintah Republik Indonesia melalui Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas (Dit. PSMA). Oleh karena itu, penggandaan maupun penyebarluasan PASSMA merupakan tindakan legal. Lembaga Pendidikan, dalam hal ini Sekolah Menengah Atas (SMA) diharapkan mampu mengembangkan Paket Aplikasi Sekolah lebih lanjut sesuai dengan kebutuhan sekolah secara mandiri. Implementasi PAS-SMA didasari oleh beberapa regulasi Pemerintah, yaitu (1) UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, khususnya Pasal 7 ayat 1, yang menyatakan bahwa orang tua berhak berperan serta dalam memilih satuan pendidikan dan memperoleh informasi tentang perkembangan pendidikan anaknya; (2) Peraturan Pemerintah No 19 tahun 2005 tentang Standar nasional Pendidikan pasal 54 ayat 1 yang menyatakan bahwa pengelolaan satuan pendidikan dilaksanakan secara mandiri, efisien, efektif, dan akuntanbel; dan (3) Permendiknas Nomor 19 tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan pasal 1. Sistem Informasi Manajemen menghendaki setiap sekolah/madrasah (1) mengelola sistem informasi manajemen yang memadai untuk mendukung administrasi pendidikan yang efektif, efisien, dan akuntanbel; (2) menyediakan fasilitas informasi yang efisien, efektif, dan mudah diakses; (3) menugaskan seorang guru atau tenaga kependidikan untuk melayani permintaan informasi maupun pemberian informasi atau pengaduan dari masyarakat berkaitan dengan pengelolaan sekolah/madrasah baik secara lisan maupun tertulis dan semuanya direkam dan didokumentasikan; (4) melaporkan data informasi sekolah/ madrasah yang telah terdokumentasikan kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota; (5) melakukan komunikasi antarwarga sekolah/madrasah di lingkungan sekolah/madrasah dilaksanakan secara efisien dan efektif. Manfaat PAS bagi Sekolah Menengah Atas (SMA) menurut Direktorat Pembinaan SMA adalah dapat membantu dalam pendataan, pelaporan, dan pelayanan data serta informasi tentang sekolahnya kepada pihak luar yang membutuhkan ketepatan dan

42

| VOL. 01 Tahun I - September 2013

JURNAL EDUKASI IGI


keakuratan database sekolah. Informasi tersebut juga bermanfaat bagi pihak Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas (Dit. PSMA) selaku instansi pemerintah pembina penyelenggaraan pendidikan Menengah Atas di Indonesia. Selain dapat mengelola data, informasi, dan mana jemen sekolah, PAS juga mampu menyediakan laporan-laporan secara cepat dan valid kepada pihak intern (sekolah) maupun pihak ekstern, seperti Diknas Pendidikan Daerah ataupun Diknas Pendidikan Nasional. PAS juga dijalankan sebagai salah satu solusi teknologi informasi (IT solution) terhadap masalah kualitas data dan informasi pendidikan, yang merupakan salah satu kendala utama dalam perencanaan berbagai kegiatan serta perumusan berbagai kebijakan dalam rangka pembinaan dan penyelenggaraan Pendidikan Menengah Atas di Indonesia. Direktorat Pembinaan SMA (2010) menyatakan bahwa ada tiga keunggulan yang dimiliki PASSMA, antara lain (1) sederhana, yaitu tidak membutuhkan perangkat keras komputer dengan spesifikasi teknis yang tinggi; (2) fleksibel, yaitu dapat disesuaikan dan dikembangkan secara lebih lanjut dan mandiri, sesuai dengan kebutuhan masing-masing sekolah; dan (3) terpadu, yaitu merupakan bagian integral dari sistem informasi pendidikan nasional. Sebagai pengembangannya, PAS juga dapat diakses melalui web milik sekolah, yang dapat menghasilkan aktivitas secara akurat, berkualitas, dan tepat waktu. Sehingga memberikan kesempatan yang luas kepada masyarakat umum termasuk orang tua siswa (wali murid) untuk mengakses sekaligus memantau hasil proses dan perkembangan pendidikan yang dijalani anaknya di sekolah secara online, kapanpun dan dimanapun mereka berada. Mutu Layanan Pendidikan Menurut Sallis (2010:53) mutu merupakan sebuah cara yang menentukan apakah produk terakhir sesuai dengan standar atau belum. Mutu dapat juga digunakan sebagai suatu konsep yang relatif. Definisi relatif tersebut memandang mutu bukan sebagai suatu atribut produk atau layanan, tetapi sesuatu yang dianggap berasal dari produk atau layanan tersebut. Mutu juga dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang dapat memuaskan kebutuhan pelanggan. Oleh Karena itu, perlu diperjelas tentang pelanggan dalam konteks pendidikan. Menurut Sallis (2010) pelanggan utama dalam pendidikan yaitu pelajar yang secara langsung menerima jasa. Pelanggan kedua yaitu orang tua atau sponsor pelajar yang memiliki kepentingan langsung secara individu maupun institusi. Pelanggan ketiga yaitu pihak yang memiliki peran penting secara tidak langsung, seperti pemerintah dan masyarakat secara keseluruhan. Keragaman pelanggan tersebut membuat seluruh institusi pendidikan harus lebih memfokuskan pada keinginan para pelanggan dan mengembangkan mekanisme untuk merespon mereka. Salah satu bentuk layanan kepada pelanggan pendidikan adalah dengan implementasi PAS, karena PAS menjamin mutu pelayanan. Indikator mutu layanan pendidikan yang dapat dicapai melalui penerapan program PAS, antara lain (1) meningkatnya kinerja fungsi administrasi sekolah, khususnya dalam kegiatan pendataan dan pelaporan; (2) memudahkan sekolah dalam memberikan layanan data dan informasi; dan (3) mempercepat proses komunikasi dan transformasi data yang diperlukan oleh seluruh stakeholder. Pendidikan dilihat sebagai sebuah jasa atau layanan, bukan sebuah bentuk produksi. Produk dan jasa mempunyai perbedaan fundamental tentang bagaimana mutu keduanya dapat dijamin. Karekteristik mutu jasa atau layanan lebih sulit untuk didefinisikan daripada mendefinisikan mutu produk. Jasa atau layanan meliputi hubungan langsung antara pemberi dan pelanggan, dan mutu layanan ditentukan oleh keduanya. Salah satu elemen penting dalam mutu layanan adalah waktu. Layanan harus diberikan tepat waktu karena layanan dikonsumsi tepat pada saat layanan tersebut diberikan. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang sangat pesat berdampak pada sistem pendidikan di Indonesia yang sedang berupaya untuk meningkatkan mutu pendidikan. Indikator meningkatnya mutu pendidikan tidak hanya dilihat dari output hasil belajar siswa, tapi juga meningkatnya mutu layanan sekolah kepada seluruh stakeholder-nya. Salah satu upaya meningkatkan mutu layanan pendidikan, Direktorat Pembinaan SMA mengembangkan program PAS yang telah dirintis sejak tahun 2002. Peningkatan mutu (kualitas) pendidikan merupakan suatu proses yang terintegrasi dengan proses peningkatan kualitas sumber daya manusia. Pembangunan PAS tidak semata-mata untuk memperbaiki kualitas data yang diperoleh dan informasi yang dihasilkan, tetapi juga dimaksudkan untuk meningkatkan mutu pendidikan Sekolah Menengah Atas se-Indonesia. METODE PENELITIAN Bab ini menyajikan metode penelitian yang men cakup desain penelitian, subjek dan objek penelitian, data dan sumber data, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data. Untuk mendapatkan data yang lengkap, mendalam dan memberi jawaban yang tepat terhadap masalah yang akan dikaji digunakan penelitian kualitatif. Bogdan dan Biklen (1982) mengemukakan be be rapa karakteristik tentang penelitian kualitatif, antara lain (1) memiliki situasi yang wajar sebagai data langsung dan peneliti merupakan instrumen kunci; (2) bersifat deskriptif; (3) mengutamakan proses, tidak hanya memperhatikan hasil/produk saja; (4) cenderung menganalisis data secara induktif; (5) makna menjadi perhatian penting untuk pendekatan kualitatif. Pelaksanaan penelitian ini mengikuti kerangka yang dibuat oleh Suharsimi Arikunto (1992), sebagaimana disajikan pada bagan berikut ini.

VOL. 01 Tahun I - September 2013 |

43

JURNAL EDUKASI IGI


Menentukan Topik Kajian Merumuskan Masalah Memilih Pendekatan Menyusun Instrumen
Mengumpulkan Data

Analisis Data

Menarik Simplan dan Saran

Gambar 1. Desain Pengkajian

Subjek penelitian ini ditentukan sesuai dengan ketentuan Sarantakos (1993), bahwa prosedur penentuan subjek dalam penelitian kualitatif umumnya mempunyai karakteristik (1) tidak diarahkan pada jumlah subjek yang besar, melainkan pada kasus-kasus yang tipikal sesuai kekhususan masalah penelitian; (2) tidak diarahkan pada keterwakilan jumlah, tetapi pada kecocokan konteks; dan (3) tidak ditentukan secara pasti, tetapi dapat berubah baik dalam hal jumlah maupun karakteristik sampelnya, sesuai dengan pemahaman konseptual yang berkembang dalam penelitian. Sesuai informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini, maka yang ditetapkan sebagai subjek dalam kajian ini adalah Sistem Informasi Akademik yang ada di SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo. Teknik yang digunakan dalam penentuan subjek pengkajian adalah teknik purposive. Hal-hal yang menjadi pertimbangan dalam penentuan subjek pengkajian tersebut adalah bahwa SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo adalah sekolah swasta di Sidoarjo yang mulai merintis program Paket Aplikasi Sekolah (PAS). Jenis data pada penelitian ini adalah data kualitatif, yaitu berupa informasi-informasi yang diperoleh dari subjek penelitian mengenai Sistem Informasi Akademik Berbasis PAS di SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo. Data yang digunakan ada dua macam, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari sekolah dan diolah sendiri. Data ini berupa data hasil observasi, dokumentasi, dan hasil wawancara dengan Wakil Kepala Sekolah Bagian Sarana dan Prasarana serta staf TU. Data sekunder merupakan data yang telah diolah, yang dapat diperoleh melalui studi kepustakaan berupa berbagai teori dari berbagai macam literatur yang berkaitan dengan Sistem Informasi Akademik, Paket Aplikasi Sekolah, dan Mutu Layanan Pendidikan. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi (1) wawancara, observasi, dan dokumentasi. Wawancara mempunyai fungsi sebagai metode primer, sekunder, dan criteria. Sebagai metode primer, wawancara berfungsi untuk mendapatkan informasi langsung dari responden. Sebagai metode sekunder, wawancara berfungsi untuk ketika metode lain tidak dapat dipakai. Sebagai metode criteria, wawancara berfungsi untuk menguji kebenaran dari metode kuesioner atau observasi (Santoso 2007).

Teknik pengumpulan data melalui tanya jawab dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang Sistem Informasi Akademik Berbasis PAS. Wawancara ini ditujukan kepada Wakasek Sarana dan Prasarana dan Staf Tata Usaha (TU). Wawancara yang dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara terstruktur dan tidak berstruktur. Untuk menghindari subjektivitas, peneliti meminta beberapa ahli untuk memvalidasi. Menurut Arikunto (1992:128), observasi dapat dilakukan dengan tes, kuesioner, rekaman gambar, dan rekaman suara. Di dalam penelitian ini, observasi dilakukan untuk mengamati pelaksanaan Sistem Informasi Akademik termasuk pengamatan pada saat wawancara berlangsung. Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, dan sebagainya (Arikunto 1992). Di dalam penelitian ini dokumentasi yang digunakan berupa catatan, transkrip, dan gambar-gambar mengenai Sistem Informasi Akademik Berbasis PAS di SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo. Ketiga teknik pengumpulan data tersebut dilaksanakan dengan bantuan instrumen yang berupa pedoman wawancara, lembar observasi, dan alat bantu wawancara. Pedoman wawancara yang digunakan terdiri atas sejumlah pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya dengan tujuan agar proses dan isi wawancara dapat terarah dan tetap sesuai dengan konteks yang seharusnya dibicarakan. Sebelum pedoman wawancara ini digunakan, peneliti melakukan validasi terlebih dahulu sehingga pedoman wawancara tersebut benar-benar layak untuk digunakan. Pedoman/lembar observasi digunakan untuk mengamati Sistem Informasi Akademik yang diterapkan di sekolah. Seperti pada pedoman wawancara, sebelum lembar observasi digunakan, peneliti juga melakukan validasi terlebih dahulu sehingga lembar observasi benar-benar layak untuk digunakan. Alat-alat bantu yang digunakan penelitia dalam pengumpulan data, antara lain kertas, bolpoin, dan handphone. Pengunaan handphone memudahkan pengkaji dalam melakukan wawancara dan sudah mendapat persetujuan subjek sebelum wawancara berlangsung. Kertas dan bolpoin digunakan untuk mencatat hasil observasi maupun mencatat informasiinformasi tambahan pada wawancara tidak terstruktur. Data yang dikumpulkan dari lapangan kemudian dianalisis sesuai dengan konsep yang dirumuskan oleh Bogdan dan Biklen (1982:145), yaitu mengikuti langkah-langkah yang meliputi (1) menelaah seluruh data hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi; (2) melakukan reduksi data; (3) melakukan triangulasi; dan (4) menarik simpulan dan saran. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANNYA Gambaran Umum SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo (SMAMDA) terletak di Jalan Mojopahit 666B, Sidoarjo. Bangunan SMAMDA Sidoarjo terdiri atas dua lantai (bertingkat). Fasilitas sekolah meliputi (1) 36 ruang kelas; (2) delapan

44

| VOL. 01 Tahun I - September 2013

JURNAL EDUKASI IGI


laboratorium (Laboratorium ISMUBA, Laboratorium Bahasa Komputerisasi, Laboratorium Program Komputerisasi Sosial, Laboratorium Multimedia, Laboratorium Komputer, Laboratorium Fisika, Laboratorium Kimia, dan Laboratorium Biologi); (3) dua perpustakaan; (4) sembilan kantor (Kantor Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah, Administrasi, Keuangan, Bank, Unit Kesehatan Sekolah, Bimbingan Konseling, Ruang Tamu, dan Ruang Guru); (5) auditorium dengan kapasitas 550 orang dan beberapa ruang lainnya sebagai pendukung. Selain itu terdapat fasilitas-fasilitas lainnya seperti seluruh kelas dilengkapi dengan AC, selain meja dan kursi juga dilengkapi dengan fasilitas multimedia, antara lain LCD projector, internet Wi-Fi, dan CCTV; dan seluruh laboatorium telah dilengkapi dengan peralatan yang memadahi dan bahan untuk kegiatan siswa dan guru. Selain itu, di dalam laboratorium juga tersedia LCD projector, internet Wi-Fi, dan CCTV. Perpustakaan dilengkapi dengan berbagai macam buku dan referensi yang cukup dan memadahi bagi siswa serta guru. Selain itu juga dikembangkan sebuah perpustakaan digital yang memudahkan user dalam mencari buku atau mencari informasi yang diperlukan. Prosedur Pelaksanaan Paket Aplikasi Sekolah (PAS) Pelaksanaan PAS di SMA Muhamadiyah 2 Sidoarjo mengikuti empat langkah, yaitu (1) tahap persiapan, (2) tahap aplikasi, dan (3) tahap pengentrian data. Tahap persiapan meliputi kegiatan (a) pembentukan tim, (b) penyiapan hardware, (c) penyiapan software, dan (d) persiapan data. Pengumpulan data awal sangat perlu dilakukan untuk memudahkan proses pengentrian data. Apalagi data yang dibutuhkan meliputi semua bagian dan ketika PAS sudah operasional nanti dituntut untuk menjaga keterkinian dari data-data tersebut. Untuk itulah perlu dibentuk sebuah tim yang akan menangani dan mengawal implementasi PAS di Sekolah. Dengan adanya tim khusus maka pembagian tugas dan tanggung jawab dapat dideskripsikan secara jelas. Apabila sekolah bermaksud akan mengoperasikan PAS dalam jaringan LAN maupun intranet di sekolah maka spesifikasi komputer yang akan difungsikan sebagai server juga harus menunjang. Contoh spesifikasi minimum komputer server untuk jaringan LAN terdiri atas prosesor Intel Pentium IV, harddisk berkapasitas 80GB, RAM (memori) sebesar 1GB, sistem operasi menggunakan Microsoft Windows XP, dan tersedia CD Room Drive. Untuk memperoleh software PAS, sekolah dapat menempuh beberapa jalur. Sekolah dapat mengajukan permohonan ke Direktur Pembinaan SMA dengan cara datang langsung ke Direktorat Pembinaan SMA, atau dengan cara download dari internet http://www.pas. dikmenum.go.id. Software PAS memiliki lisensi freeware dengan batasan tidak untuk diperjualbelikan. Data-data yang harus dipersiapkan ketika membangun database PAS melipui (1) identitas sekolah sesuai yang tercantum di cetak LISM; (2) penggunaan tanah di sekolah; (3) sarana/perlengkapan sekolah; (4) sarana/perlengkapan KBM; (5) ruangan di sekolah; (6) pemakaian listrik di sekolah; (7) buku pegangan untuk guru dan siswa; (8) alat pendidikan; (9) kalender akademik; (10) mata pelajatan muatan local; (11) sanksi yang berlaku di sekolah; (12) jenis pembayaran siswa; (13) penentuan dan penetapan KKM; (14) wali kelas; (15) penugasan guru mengajar; (16) jadwal pelajaran seluruh rombel; (17) biodata guru yang meliputi data keluarga, pendidikan, riwayat pangkat, riwayat jabatan, penataran, riwayat mengajar; (18) biodata tenaga administrasi yang meliputi data keluarga, pendidikan, riwayat pangkat, riwayat jabatan, penataran; dan (19) biodata siswa yang meliputi data ayah, ibu, wali, data STTB, data hobi, riwayat sakit. Data yang dimasukkan harus urut, sejalan dengan proses periodikal pembelajaran di sekolah. Setelah data dimasukkan, tahapan berikutnya adalah aplikasi PAS. Sebelum PAS diaplikasikan, ada beberapa persiapan yang perlu dilakukan, antara lain melakukan instalasi program. Sebelum melakukan instalasi program PAS komputer harus di-setting terlebih dahulu. Setting waktu dan setting regional dilakukan agar PAS dapat berjalan dengan baik. Caranya, Decimal Symbol diset pada karakter titik (.), Digit Grouping Symbol diset pada karakter koma (,), dan List Separator diset pada karakter koma (,). Pengaturan ini berhubungan dengan format impor data. Kesalahan dalam pengaturan Short Date Format akan menyulitkan ketika proses impor data, khususnya data-data yang di dalamnya ada format tanggal, misalnya biodata guru, biodata siswa, dll. Agar proses instalasi berjalan dengan baik, program pengaman yang ada di komputer harus dinonaktifkan/ di-remove. Perlu diperhatikan, agar proses instalasi tidak mengalami gangguan dan berjalan lebih cepat dianjurkan untuk menutup window-window atau program lain yang sedang aktif. Sebelum melakukan pengentrian data, terlebih dahulu harus mengenali jenis dan karakter data yang akan dimasukkan ke program PAS. Secara garis besar data-data di dalam PAS terdiri tiga jenis, yaitu data referensi, data master, dan data transaksional. Data referensi dalam sistem ini adalah data-data yang akan mendukung data master. Data referensi merupakan data yang dinamis yang dapat diubah atau diganti. Yang termasuk data referensi adalah data administrasi sekolah, referensi tingkat sekolah, referensi periodikal. Data master adalah data pokok di dalam sistem ini. Data master terdiri atas data kepegawaian, data kesiswaan, data kurikulum. Data master karakter pengisiannya harus urut, artinya harus sudah ada data acuannya (data referensinya sudah diisi). Maka data master ini urutan pengisiannya setelah data referensi selesai diisikan. Data transaksional adalah data pencatatan transaksi akademik yang berjalan ketika PAS sudah operasional. Data transaksional mengacu pada data master dan data referensi. Data transaksional meliputi data perpindahan siswa, data perilaku siswa, data pembayaran siswa, data nilai siswa, dll. Karakter pengisian data transaksional juga harus runut, artinya data transaksional dapat diisi setelah data referensi dan data master sudah diisi. VOL. 01 Tahun I - September 2013 |

45

JURNAL EDUKASI IGI


Sistem Informasi Akademik pada Sekolah Menengah Atas (SMA) di Sidoarjo Data yang diperoleh dari DAPODIK SDA, jumlah SMA/MA di Kabupaten Sidoarjo adalah 106 sekolah (6 SMA Negeri dan 90 SMA Swasta). Pada saat penelitian ini dilakukan, sekolah yang mengimplementasikan PAS hanya SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo. Langkah implementasi ini diawali dengan diben tuklah tim PAS yang terdiri atas orang-orang yang diang gap kompeten untuk menjalankan program PAS, yaitu staf administrasi sekolah, guru TIK dan staf pengajar lainnya yang dianggap memahami penggunaan perangkat IT dengan baik. SDM yang ditunjuk untuk mengimplementasikan program PAS ini diharuskan untuk mengikuti pelatihan PAS yang diselenggarakan oleh Ditjen Pembinaan Sekolah Menengah Atas (Dit. SMA) Pusat, ataupun yang diselenggarakan sekolah dengan mendatangkan trainer PAS dari SMA Muhammadiyah 1 Gresik yang sudah berhasil menerapkan program PAS di sekolahnya. Setelah Surat Keputusan (SK) dari Kepala Sekolah mengenai Tim PAS SMAMDA ditetapkan, tim mulai menjalankan tugasnya. Dengan bekal pelatihan dan mengacu pada buku pendoman pelaksanaan PAS, implementasi PAS dimulai. Langkah awal yang dilakukan adalah menyiapkan data-data yang diperlukan oleh program PAS. Data-data yang berkaitan dengan administrasi sekolah diperoleh dari TU SMAMDA, adapun data-data akademik diperoleh dari para guru termasuk Bimbingan Konseling (BK). Langkah berikutnya adalah mengistalasi program PAS. Setelah program terinstal, tim mulai melakukan entry data. Entry data harus dimulai berurutan dan benar. Pada tahap inilah, kendala mulai timbul. Banyaknya data yang harus dimasukkan dan adanya keterkaitan antara data satu dengan lainnya menjadikan proses input data tidak berjalan lancar. Seringkali terjadi, data yang sudah siap untuk di upload ke server mengalami keterlambatan pada proses loading-nya. Banyaknya data yang harus di-input dalam wak tu bersamaan juga menjadi kendala tersendiri. Begitu banyaknya data yang harus dimasukkan ke dalam program PAS, bahkan siswa-siswa kelas XII pun dikerahkan untuk membantu proses entry data tersebut. Tetapi hal tersebut masih belum mampu untuk mengatasi kendala dalam proses entry data. Karena keterbatasan waktu dari tim PAS yang harus membagi waktunya untuk mengajar ataupun menyiapkan perangkat pembelajaran, implementasi PAS belum berhasil dijalankan. Namun pihak manajemen sekolah tetap berkomitmen untuk terus berusaha mengimplementasikan program PAS dan pada tahun 2011, pihak sekolah memutuskan untuk bekerja sama dengan pihak luar (outsourcing) dalam mengimplementasikan program PAS. Kerja sama awal SMAMDA dengan pihak outsourcing adalah mengelola data akademik melalui Sistem Informasi Akademik. Pada masa mendatang, data dan informasi yang diperoleh dari Sistem Informasi Akademik tersebut akan diintegrasikan ke dalam program PAS. Tampilan Sistem Informasi Akademik Berbasis PAS dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 2. Sistem Informasi Akademik Berbasis PAS di SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo Data yang pertama kali dikelola adalah data presensi sis wa melalui program Sistem Informasi Akademik yang telah dibuat oleh pihak outsourcing. Untuk itu pihak sekolah menggunakan perangkat finger print di area sekolah. Perangkat finger print digunakan untuk mengelola data presensi siswa melalui sidik jari. Presensi dilakukan di awal dan akhir jam sekolah. Aktivitas presensi ini terekam oleh perangkat dan datanya langsung terkirim ke komputer sekolah yang sudah terinstal program Sistem Informasi Akademik. Berikut ini adalah gambar seorang siswi sedang menggunakan finger print:

Gambar 3. Finger Print untuk Presensi Siswa SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo Dari kerja finger print, pihak sekolah dapat mengetahui jumlah siswa yang hadir dan siswa yang absen per hari. Jadi, pada hari itu juga data presensi tiap siswa ini akan disampaikan ke masing-masing orang tua/wali murid dan pihak pimpinan sekolah. Orang tua/wali murid akan mengetahui waktu kehadiran dan waktu pulang anaknya. Karena hasil transformasi dan komunikasi data dari finger print tersebut dapat diakses oleh sistem layanan yang bernama SMS gateway. Layanan SMS Gateway dapat dilihat pada gambar berikut ini.

46

| VOL. 01 Tahun I - September 2013

JURNAL EDUKASI IGI


operator telekomunikasi memungkinkan pihak sekolah memberikan layanan yang efektif dan efisien kepada orang tua masing-masing siswa, yaitu berupa laporan presensi siswa. SMS yang dikirimkan setiap pagi dan sore itu berisi pemberitahuan atas nama siswa yang bersangkutan dan jam kehadiran dan pulang setiap harinya. Pengelolaan data akademik melalui Sistem Informasi Sekolah memudahkan para stakeholder untuk mengetahui informasi yang diperlukan. Pihak pimpinan sekolah jika ingin mengetahui informasi perkembangan presensi siswa per hari dapat diketahui dengan cepat dan tepat. Program Sistem Informasi Akademik yang dijalankan SMAMDA dapat menampilkan data dalam bentuk grafik yang menunjukkan keterangan presensi siswa dan perkembangannya, seperti yang ditunjukkan gambar di bawah ini.

Gambar 4. Layanan SMS Gateway di SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo Melalui layanan SMS gateway dapat diperoleh (1) data rekapitulasi kehadiran siswa, (2) pengecekan kehadiran siswa, (3) prosedur permohonan izin siswa, (4) dan juga saran dari siswa atau wali murid. Jadi, untuk mendapatkan data-data tersebut tidak perlu menunggu rekapitulasi secara manual dari pihak BK ataupun dari rekapitulasi komputer dari pihak TU. Meskipun program PAS belum berhasil diterapkan sepenuhnya di SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo, namun untuk masa mendatang pihak sekolah masih akan terus berusaha untuk menerapkan PAS. Dengan bekerjasama dengan pihak outsourcing, untuk sementara waktu sekolah menggunakan perangkat lunak Sistem Informasi Akademik yang akan digunakan untuk mengolah data akademik siswa dan administrasi sekolah secara keseluruhan. Pada masa depan, perangkat lunak tersebut dapat digunakan untuk mengelola data-data sekolah. Dan data serta informasi yang diperoleh dari perangkat lunak tersebut pada akhirnya nanti akan diintegrasikan atau di-link-kan dengan program PAS. Peningkatan Mutu Layanan Pendidikan Melalui Sistem Informasi Berbasis PAS di SMA Muhamadiyah 2 Sidoarjo Sesuai dengan indikator mutu layanan melalui penerapan PAS, peningkatan mutu layanan pendidikan di SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo adalah (1) meningkatnya kinerja fungsi administrasi sekolah (khususnya dalam kegiatan pendataan dan pelaporan; (2) memudahkan sekolah dalam memberikan layanan data dan informasi; dan (3) mempercepat proses komunikasi dan transformasi data yang diperlukan oleh seluruh stakeholder. Dengan adanya finger print, presensi siswa dilakukan oleh siswa itu sendiri sesampainya di sekolah dan setelah jam pelajaran selesai atau menjelang pulang sekolah. Jadi, sudah tidak perlu lagi presensi manual yang sebelumnya berlaku di sekolah. Hal ini memudahkan bagian administrasi dalam pendataan maupun pelaporan absensi siswa. Cukup dengan melihat data presensi di server komputer yang sudah terinstal Sistem Informasi Akademik, maka data kehadiran siswa pada hari itu dapat langsung diketahui, mulai dari nama, kelas, nomor induk siswa, sampai jam presensi, dan alasan ketidakhadiran. Presensi harian siswa dapat diakses dengan layanan SMS gateway. Penggunaan program Sistem Informasi Akademik di SMAMDA yang memanfaatkan jasa

Gambar 5. Tampilan Presensi Harian Siswa SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo Pada gambar 5 tersebut di atas menampilkan daftar presensi per siswa per hari. Data itu menyajikan Nomor Induk Siswa (NIS), nama siswa, kelas, hari dan tanggal, keterangan ketridakhadiran, dan akumulasi presensi dalam bentuk diagram batang. Dengan mengeklik NIS yang muncul di daftar NIS, daftar presensi siswa akan secara otomatis muncul secara detail seperti yang nampak pada gambar di atas. PENUTUP SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo Jaw Timur telah menerapkan Sistem Informasi Akademik Berbasis PAS, meskipun belum sepenuhnya diterapkan karena pengelolaan akademik masih sebatas pada presensi siswa. Data presensi siswa yang masuk melaui finger print dapat diakses melalui SMS Gateway oleh pihak intern (sekolah) maupun pihak ekstern (wali murid). Tidak hanya meningkatkan kualitas pengolahan data dan informasi yang dihasilkan, Sistem Informasi Akademik Berbasis PAS juga dapat meningkatkan mutu layanan sekolah dengan memberikan informasi yang akurat, efektif, dan efisien. Pada masa yang akan datang diharapkan SMA Mu hammadiyah 2 Sidoarjo dapat memberikan layanan data dan informasi sekolah melalui program PAS kepada diknas setempat maupun pusat. SekolahVOL. 01 Tahun I - September 2013 |

47

JURNAL EDUKASI IGI


sekolah lain yang ada di Sidoarjo diharapkan mampu mengimplementasikan PAS sesuai dengan kebijakan dari Direktorat Jenderal Pembinaan SMA. Pemerintah Pusat dan Daerah diharapkan melakukan sosialisasi program PAS secara kontinyu di Sekolah Menengah Atas, khususnya SMA-SMA di Sidoarjo. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 1992. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta. Bogdan Robert C. dan Biklen Sari K. 1982. Qualitative Research For Education An Introduction to Theory and Methods. Boston: Allyo and Bacon, Inc. Gelinas, Oram, & Wiggins. 1990. Accounting Information System. Boston: PWS-Kent Pub. Co. Kementrian Pendidikan Nasional, Direktorat Pembinaan SMA. 2010. Panduan Sukses Implementasi PAS di SMA. Jakarta: Citra Mandiri Informasi. Rochaety, Eti, Pontjorini Rahayuningsih, Prima Gusti Yanti. 2006. Sistem Informasi Manajemen Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara. Rochaety, Eti, Tupi Setyowati, Faizal Ridwan. Z. 2011. Sistem Informasi Manajemen. Jakarta: Mitra Wacana Media. Sallis, Edward. 2010. Total Quality Management In Eduacation. Jogjakarta: IRCiSoD. Sarantakos, S. 1993. Social Research. Melbourne: Macmillan Education Australia Pty. Ltd. Santoso, Gempur. 2007. Metodologi Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Jakarta: Prastasi Pustaka.

48

| VOL. 01 Tahun I - September 2013

JURNAL EDUKASI IGI PENGGUNAAN MEDIA KARTU BERGAMBAR UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERCERITA ANAK KELOMPOK A DI TK MUSLIMAT NU 34 MALANG
Oleh: Chustini*
Abstrak: Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan bercerita dengan menggunakan kartu bergambar. Subjek penelitian meliputi guru dan anak kelompok A di TK Muslimat NU 34. Penggunaan media kartu bergambar terbukti dapat meningkatkan kemampuan bercerita anak kelompok A. Pembelajaran pada siklus 1 ke siklus 2 terjadi peningkatan dalam hal kemampuan anak menyimak cerita mencapai 25,8%, kemampuan anak menjawab pertanyaan mencapai 23%, kemampuan anak bercerita mencapai 33% dan kemampuan anak dalam mengekspresikan cerita mencapai 25%. Kata kunci: kartu bergambar, kemampuan bercerita Abstract: This action research is intended to increase students ability in telling stories by using picture cards. The subjects of this research are teachers and students in group A at Muslimat NU 34 Kindergarten. Using picture cards are proven successful in increaseing group A kindergarten students ability in telling stories. From the first to the second cycle it is found that students ability in paying attention to stories increased. The finding shows that students ability in paying attention to stories increased and finally reached 25.8 %. Furthermore, students ability in answering questions reached 23 %. Finally students ability in telling stories reached 33% while students ability in expressing stories reached 25 % Key words: picture cards, ability of telling stories

PENDAHULUAN emampuan bercerita merupakan bagian dari kemampuan berbicara yang dipandang penting dalam berkomunikasi. Kemampuan bercerita wajib dilakukan dalam komunikasi dengan masyarakat, baik untuk orang dewasa maupun untuk anak-anak. Dalam berkomunikasi, anak usia 4-6 tahun perlu mengekspresikan perasaan mereka dalam berbicara secara lisan karena sebagian besar mereka belum bisa tulis-menulis (Depdiknas 2004). Salah satu cara mengembangkan kemampuan berkomunikasi adalah dengan berlatih bercerita menggunakan bantuan kartu bergambar sebagai media pembelajaran. Tujuan dari penelitian ini adalah agar anak dapat menyimak cerita, anak dapat menjawab pertanyaan, anak bercerita dengan lancar dan anak dapat mengekspresikan cerita dengan gaya bahasa anak sendiri. Hal ini sesuai dengan pendapat Mustakim (2005:18) yang menyatakan bahwa dalam kegiatan bercerita dengan kartu bergambar terdapat penggunaan bahasa yang singkat, anak dapat membahasakan sendiri isi cerita sesuai dengan gambar yang ada. Ini berarti bahwa secara tidak langsung anak dididik mengembangkan bahasa dan menggunakan bahasa yang tepat. KAJIAN PUSTAKA Kartu bergambar (flashcard) paling diminati oleh anak karena kartu bergambar ini hanya berisi satu macam gambar saja. Media kartu bergambar pertama kali diperkenalkan oleh Glenn Doman (2009) seorang

ahli bedah otak dari Philadelphia. Tujuan penggunaan kartu bergambar ini adalah melatih kemampuan otak kanan untuk mengingat gambar dan kata-kata, sehingga perbendaharaan kata dan kemampuan membaca anak bisa dilatih dan ditingkatkan sejak usia dini. Sesuai dengan pendapat Mustakim (2005:18) yang mengatakan bahwa dalam kegiatan bercerita dengan kartu bergambar terdapat penggunaan bahasa yang singkat, anak dapat membahasakan sendiri isi cerita sesuai dengan gambar. Ini berarti bahwa secara tidak langsung anak dilatih untuk mengembangkan bahasa dan menggunakan bahasa yang tepat. Anonim (2009) tentang kumpulan artikel Indonesia yang menyatakan bahwa gambar-gambar baby card yang menarik dengan warna-warni menyolok akan disukai anak-anak, sehingga bisa mengajak mereka bergembira, bermain dan belajar dalam cara education card yang sederhana. Tak perlu menargetkan hasil yang muluk-muluk atau memaksa anak untuk menghafal sekian kata dalam sehari. Biarkan saja anak berkembang dan belajar dengan kartu dalam temponya sendiri dan mengikuti kematangan fungsi otaknya masing-masing, sebab kemampuan setiap anak berbeda. Penelitian ini sesuai dengan pendapat Mustakim (2005:18) yang menyatakan bahwa dalam kegiatan bercerita dengan kartu bergambar terdapat penggunaan bahasa yang singkat, anak dapat membahasakan sendiri isi cerita sesuai dengan gambar yang ada. Ini berarti bahwa secara tidak langsung anak dididik mengembangkan bahasa dan menggunakan bahasa yang tepat. VOL. 01 Tahun I - September 2013 |

49

JURNAL EDUKASI IGI


Teori kognitif menyatakan bahwa perkembangan bahasa anak berkaitan dengan kegiatan yang dialami anak secara langsung yaitu dengan mendengar, melihat meraba dan merasakan. Bercerita menggunakan media kartu bergambar termasuk juga sebagai pengalaman langsung, karena dengan menggunakan media kartu bergambar maka anak dapat melihat langsung gambar apa saja yang ada pada kartu yang dipegangnya sehingga anak akan termotivasi untuk bercerita. Sedangkan menurut Dhieni (2007:3.17) dengan mengutip pernyataan dari Raines & Canad salah satu tahap perkembangan membaca pada anak adalah tahap membaca gambar atau bridging reading stage. Pada tahap ini anak mulai sadar pada cetakan yang tampak serta dapat menemukan kata yang dikenal, dapat mengungkapkan kata-kata yang memiliki makna yang berhubungan dengan dirinya, dapat mengulang kembali cerita yang tertulis. Dan anak sudah mulai dapat mengenal abjad. Dengan demikian maka anak dapat meningkatkan kemampuan berceritanya dengan melihat gambar pada kartu yang disediakan oleh gurunya ataupun kartu yang digambar sendiri oleh anak. Penggunaan media kartu bergambar yang bertujuan untuk menstimulasi kemampuan bercerita pada anak ternyata bukan hanya aspek bahasa saja yang berkembang, tetapi aspek yang lain (kognitif, fisik motorik, sosial, dan seni) juga ikut berkembang. Ini terbukti perilaku anak yang semakin baik, keberanian anak untuk mengungkapkan pendapat semakin baik kemampuan kognitif anak juga semakin meningkat, kemampuam seni dan motoriknya juga terlihat ketika anak memegang pensil dan menggambar di atas kartu, daya imajinasi anak juga berkembang dengan baik. Dalam hal ini kartu bergambar merupakan media pembelajaran. Sebagaimana dinyatakan oleh Wulan (2007:10.4) dengan mengutip pendapat Umar Hamalik, bahwa media adalah alat, tehnik, metode, yang digunakan dalam rangka lebih mengefektifkan komunikasi antara guru dan anak didik dalam proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah. Belajar berbicara pada anak usia dini dapat dilakukan dengan bantuan orang dewasa melalui percakapan. Dengan bercakap-cakap anak dapat meningkatkan pengetahuan dan pengalaman bahasanya. Untuk itu dibutuhkan reinforcement (penguatan), reward (pujian), dan model dari orang dewasa agar kemampuan berbahasa dapat berkembang secara maksimal (Edu & Dev 2007:3.9). Anak usia dini dapat meningkatkan bahasa dengan cara bertanya, berdialog, dan bernyanyi. Anak usia dini mengerti konsep-konsep serta hubungan antar konsep. Sebelum mereka memiliki kata-kata untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya, anak belajar bahasa dari orang dewasa sebagaimana dikemukakan oleh Djoehaeni (2007:2.16) dengan mengutip Wolfolk tentang pendapat Vygotsky, bahwa anak belajar bahasa dari orang dewasa secara kolaboratif. Setelah itu diinternalisasikan dan secara sadar digunakan sebagai alat berpikir dan alat kontrol. Carol & Barbara (2008:73-76) berpendapat anak usia 3-5 tahun dapat mengembangkan kosa katanya secara mengagumkan. Anak usia tiga tahun memiliki 900 sampai 1000 kosa kata yang berbeda, dan 90% dari apa yang diucapkan sudah dapat dipahami. Anak usia empat tahun perbendaharaan katanya sudah mencakup sekitar 4000-6000 kata. Pada usia ini anak sudah bisa menceritakan pengalamannya kepada orang lain, bercakap-cakap merupakan kegiatan favorit anak usia empat tahun. Anak usia lima tahun perbendaharaan katanya sudah mencapai 50008000 kata, pada usia ini anak semakin pintar dalam kemampuan mengkomunikasikan gagasan dan perasaan mereka dengan kata-kata. Anak usia lima tahun lebih suka bercerita apabila ada pertanyaan yang diajukan kepadanya, cerita yang disampaikan anak usia lima tahun lebih komplek dan lebih rinci daripada cerita anak usia empat tahun. Perkembangan berbicara anak berawal ketika anak menggumam maupun membeo, sedangkan perkembangan menulis pada anak berawal dari kegiatan mencoret-coret sebagai hasil ekspresi mereka. Dhieni (2007:3.3) dengan mengutip Bromley tentang pendapat Dyson yang menyatakan bahwa perkembangan berbicara memberikan kontribusi yang besar terhadap perkembangan menulis pada anak, dengan demikian berbicara dan menulis adalah proses penyusunan (composing process). Perkembangan menyimak dan membaca pada anak merupakan ketrampilan bahasa reseptif (dimengerti, diterima) karena dalam ketrampilan ini makna bahasa diperoleh dan diproses melalui simbol visual dan verbal. Dengan demikian menyimak dan membaca juga merupakan proses pemahaman (comprehending process). Menurut Edu & Dev (2007:2) ada lima macam teori yang dapat menjelaskan tentang perkembangan bahasa anak, yaitu teori nativisme, teori behaviorisme, teori kognitinisme, teori pragmatif dan teori interaksionis. Para nativis menjelaskan bahwa kemampuan berbahasa dipengaruhi oleh kematangan seiring dengan pertumbuhan anak. Para ahli aliran behavioristik berpendapat bahwa anak dilahirkan tanpa membawa kemampuan apapun. Dengan demikian anak harus belajar bahasa melalui pengkondisian dari lingkungan, proses imitasi, dan diberikannya reinforcement (penguatan). Para ahli aliran kognitif meyakini adanya hubungan antara anak, orang dewasa dan lingkungan sosialnya dengan perkembangan bahasa anak. Teori kognitif memandang bahwa perkembangan aspek bahasa tidak terlepas dari konteks sosial dan perkembangan kognitif anak. Para ahli dari teori pragmatik berpendapat bahwa anak belajar bahasa dalam rangka bersosialisasi dan mengarahkan perilaku orang lain agar sesuai dengan keinginannya. Artinya anak belajar bentuk dan arti bahasa disebabkan oleh berbagai tujuan dan fungsi bahasa yang dapat mereka peroleh. Para ahli teori interaksionis menjelaskan bahwa berbagai faktor seperti sosial, linguistik, kematangan, biologis dan kognitif saling mempengaruhi, berinteraksi dan memodifikasi satu sama lain sehingga berpengaruh

50

| VOL. 01 Tahun I - September 2013

JURNAL EDUKASI IGI


terhadap perkembangan bahasa individu. Berbicara adalah komunikasi verbal yang digunakan seseorang kepada orang lain secara lisan. Ketika anak tumbuh dan berkembang, terjadi peningkatan baik dalam hal kuantitas maupun kualitas produk bahasanya. Secara bertahap kemampuan anak meningkat, bermula dari mengekspresikan suara saja, hingga mengekspresikannya dengan komunikasi. Komunikasi anak yang semula menggunakan bahasa isyarat untuk menunjukkan keinginannya, secara bertahap dapat menggunakan bahasa lisan untuk menyampaikan maksud dan keinginannya dan berkembang menjadi komunikasi. Tujuan berbicara menurut Lara (2007:36) adalah untuk memberitahukan, melaporkan, menghibur, membujuk dan meyakinkan seseorang. Ada beberapa aspek berbahasa yang menjadi ukuran kemampuan seseorang dalam berbicara, yaitu ketepatan ucapan, penempatan tekanan, nada, sendi dan durasi yang sesuai, pilihan kata, ketepatan sasaran pembicaraan. Sedangkan aspek nonkebahasaan yang mempengaruhi seseorang dalam berbicara adalah sikap tubuh, pandangan, bahasa tubuh dan mimik yang tepat, kesediaan menghargai pembicaraan maupun gagasan orang lain, kenyaringan suara dan kelancaran dalam berbicara, relevansi, penalaran dan penguasaan dalam topik tertentu. Kemampuan berbicara anak dalam perkembangannya melalui dua cara, yaitu secara spontan dan melalui penugasan dari orang dewasa untuk menirukan bahasa. Lara (2007:38) menyatakan ada beberapa cara orang dewasa mengajarkan bicara pada anak, antara lain motherese, recasting, echoing, expanding, dan labeling. Motherese adalah berbicara pada bayi dengan frekuensi dan hubungan yang lebih luas dan menggunakan kalimat yang sederhana. Recasting adalah pengucapan makna suatu kalimat yang sama atau mirip dengan menggunakan cara yang berbeda, misalnya dengan mengubahnya menjadi kalimat tanya. Echoing adalah mengulangi apa yang dikatakan anak, khususnya ungkapan anak yang belum sempurna. Anak usia dini dalam pengucapan lafal masih belum sempurna. Hal ini terjadi pada beberapa konsonan yang sulit diucapkan oleh anak, maka apabila anak mengucapkan masih keliru perlu diulangi lagi agar anak dapat menirukan kembali sampai benar. Expanding adalah menyatakan ulang apa yang dikatakan anak dalam bahasa yang baik ditinjau dari segi linguistik. Tata bahasa anak perlu diperbaiki agar anak terbiasa menggunakan susunan kalimat yang benar. Labelling adalah mengidentifikasikan namanama benda. Dengan membiasakan menyebut namanama benda yang ada di sekitar anak, maka anak akan terbiasa mengucapkan benda yang dimaksud dengan ucapan yang benar. Pada anak usia dini kemampuan berbahasa yang paling umum dan efektif dilakukan adalah kemampuan berbicara. Hal ini sesuai dengan karakteristik umum kemampuan bahasa anak pada usia dini. Kemampuam berbicara dapat dilakukan anak dengan bantuan dari orang dewasa melalui percakapan. Dengan bercakap-cakap, anak akan menemukan pengalaman dan meningkatkan pengetahuannya dan mengembangkan bahasanya, terutama dalam berbicaranya. Dalam pengembangannya kemampuan berbicara anak terkait pada lingkungan di mana anak tinggal. Lingkungan yang banyak memberikan stimulasi akan memperkaya perbendaharaan kata anak. Oleh sebab itu, baik lingkungan keluarga maupun sekolah diharapkan dapat memberikan stimulasi pada anak agar kemampuan anak dalam berbicara dapat berkembang secara optimal. Bercerita adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain secara lisan dengan alat atau tanpa alat tentang apa yang harus disampaikan dalam bentuk pesan, informasi atau hanya sebuah dongeng (Nany 2007:6). Sedangkan menurut Hidayat (2003:45) bercerita juga dapat diartikan sebagai cara menuturkan sesuatu yang mengisahkan tentang perbuatan, pengalaman, atau suatu kejadian yang sungguh-sungguh terjadi atau hanya rekaan belaka. Dalam pelaksanaan pembelajaran, metode bercerita dilaksanakan dalam upaya memperkenalkan, memberikan keterangan atau penjelasan tentang hal baru dalam rangka menyampaikan pembelajaran yang dapat mengembangkan berbagai kompetensi dasar anak Taman Kanak-kanak. Manfaat metode bercerita untuk anak Taman Kanak-kanak antara lain melatih daya serap atau daya tangkap anak, melatih daya pikir anak, melatih daya konsentrasi anak, mengembangkan daya imaginasi anak, menciptakan situasi yang menggembirakan, membantu perkembangan bahasa anak dalam berkomunikasi (Nany 2007:6.7-8). Alat atau media yang digunakan untuk bercerita adalah alat peraga langsung dan ada benda tiruan. Untuk alat atau benda langsung harus memperhatikan kebersihan, keamanan dan kemudahan bagi guru maupun untuk anak-anak saat mempergunakannya. Sedangkan Dhieni (2007:6.12) dengan mengutip pendapat Surtiati dan Rejeki, media pendidikan dalam arti yang luas adalah semua benda, tindakan, atau keadaan yang dengan sengaja diusahakan atau diadakan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan Taman Kanak-kanak dalam rangka mencapai tujuan. Bercerita dengan kartu adalah kegiatan bercerita dengan menggunakan kartu yang berisi gambar dengan ukuran tertentu. Kartu yang dipergunakan dalam kegiatan bercerita pada anak usia dini terbuat dari karton supaya anak mudah memegang dan tidak terlalu berat. Kegiatan bercerita menggunakan kartu dapat dilakukan oleh guru maupun oleh anak-anak. Menurut Aziz (2001:17) bercerita dibentuk menjadi tiga tahap yaitu pendahuluan, konflik dan klimaks. Menurut Mustakim (2005:30) dengan mengutip pendapat Tompkins tentang apa yang dikatakan oleh Applebee bahwa anak TK telah memiliki konsep tentang cerita, apa yang dimaksud dengan cerita, merespon cerita, dan menyampaikan ceritanya sendiri kepada orang lain. Anak juga dapat menggunakan tiga penanda cerita, yaitu pada jaman dahulu untuk VOL. 01 Tahun I - September 2013 |

51

JURNAL EDUKASI IGI


mengawali cerita, tamat atau mereka hidup bahagia untuk mengahiri cerita. Hal ini sesuai dengan tahaptahap bercerita (pendahuluan, konflik, klimaks). METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan rancangan Penelitian Tindakan Kelas (PTK), yaitu proses investigasi yang dilakukan secara terkendali untuk menemukan dan memecahkan masalah pembelajaran di kelas. Proses pemecahan masalah tersebut dilakukan secara bersiklus, dan pada setiap kali siklus/putaran terdiri atas planning, acting, observing, dan reflecting (Akbar 2009:26) dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan hasil pembelajaran di kelas tertentu. Lokasi penelitian ini adalah TK Muslimat NU 34 yang beralamat di Jalan Selorejo Gg Masjid no. 60 H, Kota Malang. Sedangkan subjek penelitian ini adalah dua orang guru dan 18 anak TK Muslimat NU (5 anak laki-laki dan 13 anak perempuan). Untuk kepentingan pengumpulan data digunakan teknik pengumpul data berupa observasi, dokumentasi, dan wawancara . Sedangkan analisis data penelitian tindakan kelas (PTK) ini bersifat deskriptif kuantitatif (persentase). HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANNYA Deskripsi Hasil Tindakan pada Siklus Pertama Siklus pertama dalam penelitian ini dilakukan dua kali pertemuan yang dimulai pada tanggal 26 Juli sampai dengan 31 Juli 2010. Pelaksanaannya meliputi (1) pembuatan satuan kegiatan harian atau SKH, (2) menyiapkan media, dan (3) menyiapkan lembar penilaian perkembangan anak. Hasil penelitian yang direkam pada siklus pertama dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 1. Nilai Rerata Kemampuan Anak Bercerita pada Siklus Pertama
Aspek yang Diamati Menyimak cerita Menjawab pertanyaan Lancar bercerita Deskriptor Anak dapat menyimak cerita Anak dapat menjawab pertanyaan yang diajukan Anak dapat bercerita dengan lancar Anak dapat berekspresi ketika bercerita Nilai Rerata 2,1 Persentase Ekspresi bercerita 52%

Sedangkan rata-rata kemampuan anak dalam bercerita secara keseluruhan mencapai 2,1 atau 51,3%. Pelaksanaan kegiatan bercerita dengan menggunakan buku cerita pada siklus pertama cukup baik namun belum mendapatkan hasil yang optimal, SKH sudah menampakkan indikator yang akan dicapai tapi tujuan pembelajaran yang akan dicapai belum tampak. Berdasarkan pelaksanaan tindakan pada siklus pertama minat anak dalam bercerita belum nampak, pembelajaran yang dilaksanakan kurang inovatif, dan hasil uji kompetensi menunjukkan bahwa kemampuan perlu dikembangkan lagi. Berdasarkan hasil tindakan pada siklus pertama, peneliti segera membuat perencanaan kegiatan proses belajar mengajar untuk tindakan pada siklus kedua. Deskripsi Hasil Tindakan pada Siklus Kedua Pada siklus kedua, sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan, disusun perencanaan terlebih dahulu. Satuan kegiatan harian disusun bersama antara kolaborator dan peneliti. SKH ini dibuat sebagai hasil perbaikan dari SKH yang sudah digunakan pada siklus pertama. Hasil penelitian yang direkam pada siklus kedua dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 2. Nilai Rerata Kemampuan Anak Bercerita pada Siklus Kedua
Aspek yang Diamati Menyimak cerita Menjawab pertanyaan Lancar bercerita Deskriptor Anak dapat menyimak cerita Anak dapat menjawab pertanyaan yang diajukan Anak dapat bercerita dengan lancar Anak dapat berekspresi ketika bercerita Nilai Rerata 3,1 Persentase

77,8 %

75 %

3,3

83 %

76 %

2,1

52%

Rata-rata nilai dan prosentase kemampuan bercerita secara keseluruhan

3,1

77,95 %

50%

Ekspresi bercerita

2,1

51%

Rata-rata nilai dan prosentase kemampuan anak bercerita secara keseluruhan

2,1

51,3%

Pada Tabel 2 kemampuan anak dalam menyimak cerita mencapai nilai rata-rata 3,1 atau 77,8%, kemampuan anak menjawab pertanyaan mencapai nilai 3 atau 75%, kelancaran anak dalam bercerita mencapai nilai 3,3 atau 83%, ekspresi anak ketika bercerita mencapai nilai 3 atau 76%. Sedangkan rata-rata kemampuan anak dalam bercerita secara keseluruhan mencapai 3,1 atau 77,95%. Perkembangan Hasil Tindakan Selama Dua Siklus Tindakan Deskripsi peningkatan kemampuan bercerita pada siklus pertama dan siklus kedua disajikan pada Tabel 3 berikut ini.

Pada Tabel 1 dapat diketahui bahwa kemampuan anak dalam menyimak cerita mencapai nilai rata-rata 2,1 atau 52%, kemampuan anak menjawab pertanyaan mencapai nilai 2,1 atau 52%, kelancaran anak dalam bercerita mencapai nilai 2,0 atau 50%, ekspresi anak ketika bercerita mencapai nilai 2,1 atau 51%.

52

| VOL. 01 Tahun I - September 2013

JURNAL EDUKASI IGI


Tabel 3. Data Peningkatan Kemampuan Bercerita Selama Dua Siklus Tindakan
No 1 2 3 4 Fokus Menyimak Menjawab Bercerita Ekspresi Siklus 1 (dalam %) 52% 52% 50% 51% Siklus 2 (dalam %) 77,8% 75% 83% 76% Peningkatan (dalam %) 25,8% 23% 33% 25% 26,7%

Rata-rata peningkatan kemampuan bercerita

Data pada Tabel 3 di atas menunjukkan terjadinya peningkatan kemampuan anak menyimak cerita sebesar 25,8%, peningkatan kemampuan anak menjawab pertanyaan sebesar 23%, peningkatan kemampuan bercerita anak bercerita sebesar 33% dan peningkatan kemampuan anak dalam mengekspresikan cerita meningkat sebesar 25%. Rata-rata peningkatan anak dalam bercerita mencapai nilai sebesar 26,7%. Kompetensi bercerita dalam kurikulum TK untuk anak kelompok A merupakan metode pembelajaran dalam bidang pengembangan bahasa (Depdiknas 2004). Upaya-upaya pembelajaran yang diberikan oleh guru hendaknya dilakukan dalam situasi yang menyenangkan. Metode maupun media yang digunakan dapat menarik minat dan mudah dipahami oleh anak. Melalui bercerita anak diajak untuk meningkatkan kemampuan bahasa lisan. Pada anak kelompok A di TK Muslimat NU 34 Malang yang masih awal masuk sekolah memerlukan stimulasi untuk aspek perkembangan bahasanya. Salah satu indikator perkembangan bahasa pada anak kelompok A adalah bercerita dengan menggunakan gambar yang dibuatnya sendiri atau gambar yang sudah disediakan. Anak kelompok A mempunyai kemampuan bercerita yang masih belum terstimulasi, guna meningkatkan kemampuan berceritanya, maka digunakan media kartu bergambar atau yang lebih dikenal dengan flashcard. Penggunaan media kartu bergambar di TK Muslimat NU 34 Kota Malang dilaksanakan mulai tanggal 19 Juli 2010 sampai dengan 7 Agustus 2010. Penggunaan media kartu bergambar dalam kegiatan bercerita membawa dampak yang baik untuk meningkatkan kemampuan anak bercerita. Kegiatan bercerita ini merupakan kegiatan yang mudah dilakukan oleh anak dan menyenangkan, hal ini dapat dilihat dari data hasil penelitian yang dilakukan mengalami peningkatan pada setiap siklus, baik pada siklus pertama maupun pada siklus kedua. Pada awal siklus pertama, masih belum terlihat kemampuan anak dalam bercerita, namun anak senang dengan kegiatan bercerita dan bersemangat mengikuti kegiatan bercerita menggunakan media buku cerita bergambar. Kemampuan anak pada siklus pertama masih belum terlihat meningkat, maka masih perlu dilakukan kegiatan bercerita dengan menggunakan media yang lain agar memperoleh hasil yang lebih baik.

Siklus pertama dilaksanakan dua kali pertemuan, kemampuan bercerita menggunakan media buku cerita bergambar pada anak semakin meningkat pada pertemuan kedua. Kegiatan bercerita menggunakan media buku bergambar dilakukan dengan cara anak diberi buku kemudian anak menceritakan gambargambar yang ada pada buku. Ketika anak diminta untuk menceritakan gambar yang ada pada buku, anak hanya bercerita sepintas saja karena anak justru tertarik untuk mengamati gambar-gambar yang ada sehingga kemampuan berceritanya belum tampak. Pada siklus kedua, guru menyediakan kartu bergambar untuk kegiatan bercerita, kartu yang berisi satu macam gambar dan mempunyai warna yang menyolok sehingga dapat merangsang anak untuk mengungkapkan kata-kata mengenai gambar yang ada. Dan anak dapat mengembangkan cerita dengan versi bahasa anak sendiri. Hasil kemampuan bercerita anak kelompok A di TK Muslimat NU 34 Kota Malang dengan menggunakan media kartu bergambar pada siklus 2 meningkat dibandingkan dengan siklus 1. Artinya kemampuan bercerita anak kelompok A di TK Muslimat NU 34 Kota Malang dapat meningkat dengan menggunakan media kartu bergambar. PENUTUP Dengan menggunakan media kartu bergambar kemampuan bercerita anak kelompok A di TK Muslimat NU 34 dapat meningkat. Hal ini dibuktikan dengan hasil observasi dari siklus pertama ke siklus kedua yang mengalami peningkatan rata-rata sebesar 26,7% pada pada setiap anak. Disarankan bagi guru penelitian ini dapat meningkatkan peranan guru dalam menciptakan pembelajaran yang inovatif dan menciptakan situasi yang kondusif dalam ruang belajar guna meningkatkan semua potensi yang dimiliki anak, memotivasi dan memberikan stimulasi pada anak sebagai usaha untuk mengetahui perkembangan anak bercerita dengan menggunakan media kartu bergambar. Disarankan bagi pimpinan sekolah agar selalu memberikan masukan dan memberikan dukungan untuk gurunya guna meningkatkan mutu pembelajaran di Taman Kanak-kanak. Penelitian ini hendaknya dapat menjadi inspirasi bagi peneliti selanjutnya untuk lebih kreatif lagi dalam menciptakan situasi pembelajaran dan menggunakan media pembelajaran yang lebih bervariasi guna mengembangkan kemampuan bercerita anak di Taman Kanak-kanak.

VOL. 01 Tahun I - September 2013 |

53

JURNAL EDUKASI IGI


DAFTAR PUSTAKA Akbar, S . 2009. Penelitian Tindakan Kelas Yogjakarta : Media Cipta Aksara. Anonim. 2009. Kartu Bergambar Flashcard. http:// keluargabahagia.epajak.org. (Diunduh tanggal 18 Februari 2011). Aziz, A dan Majid, A. 2001. Mendidik Anak Lewat Cerita. Bandung: Rosda Karya. Carol & Barbara. 2008. Pendidikan Anak Usia Dini . Jakarta : Penerbit PT INDEKS. Depdiknas. 2004. Kurikulum Berbasis Kompetensi di Taman Kanak-kanak. Jakarta: Dinas Pendidikan. Dhieni, N. 2007. Metode Pengembangan Bahasa. Jakarta: Universitas Terbuka. Djoehaeni, H. 2007. Karakteristik Perkembangan Anak Usia TK. Jakarta: Universitas Terbuka. Edu & Dev. 2007. Hakekat Perkembangan Bahasa Anak. Jakarta: Universitas Terbuka Hidayat, H. 2003. Aktivitas Mengajar Anak TK. Bandung: Katarsis. Lara, F. 2007. Perkembangan Bahasa Anak. Jakarta: Universitas Terbuka. Mustakim, N. 2005. Peranan Cerita Dalam Pembentukan Bahasa Anak TK. Jakarta: Depdiknas. Nany, K. 2007. Metode Pengembangan Bahasa. Jakarta: Universitas Terbuka. Wulan,S. 2007. Media Pembelajaran Pengembangan Bahasa di TK. Jakarta: Universitas Terbuka.

54

| VOL. 01 Tahun I - September 2013

JURNAL EDUKASI IGI PEMBELAJARAN PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN KUADRAT MENGGUNAKAN MEDIA BERBASIS ICT DI SMK NEGERI 1 SONDER
Oleh: Yani Pieter Pitoy*
Abstrak: Penggunaan media berbasis ICT menjadikan komputer memiliki potensi sebagai tuition dan simulation. Tulisan ini menjelaskan tentang pembelajaran persamaan kuadrat dan pertidaksamaan kuadrat dengan menggunakan media berbasis ICT di SMK Negeri 1 Sonder. Pelaksanaannya dilakukan dengan menyediakan materi pembelajaran digital, laboratorium komputer dalam setting Local Area Network dan teknik penyampaian materi yang tepat. Kata kunci: pembelajaran, media berbasis ICT.

Abstract: Using ICT Based media makes computers have tuition and simulation potential. This paper explains about learning quadratic equations and quadratic inequalities using ICT based media at SMK Negeri 1 Sonder. To do this, learning materials are provided, the computer laboratory is prepared, the Local Area Network are installed, and the technique for delivering the material must be appropriate. Key words: learning, ICT based media.

PENDAHULUAN

alah satu masalah pendidikan yang kita hadapi dewasa ini adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan khususnya pendidikan dasar dan menengah (Suparman 2007). Berbagai upaya terus dilakukan pemerintah untuk mengatasi masalah ini diantaranya dengan perbaikan dan pengembangan kurikulum, peningkatan kualitas dan kesejahteraan guru, pengadaan sarana dan prasarana pendidikan maupun dengan peningkatan mutu manajemen sekolah. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah salah satu lembaga pendidikan kejuruan yang mempunyai misi menyiapkan angkatan kerja kelas menengah untuk memasuki dunia kerja. Dalam kaitan dengan itu, maka SMK Negeri 1 Sonder mempunyai beban moral untuk mempersiapkan output yang kompeten dengan bidang yang dipelajarinya. Mata pelajaran Matematika adalah salah satu mata pelajaran adaptif yang diharapkan akan memberikan kontribusi yang besar dalam pengembangan keterampilan produktif dari siswa SMK. Dengan menguasai kompetensi dalam pelajaran Matematika, diharapkan siswa SMK akan semakin mudah mempelajari dan memiliki keterampilan sesuai dengan program keahliannya. Salah satu permasalahan dalam pembelajaran Matematika di SMK Negeri 1 Sonder adalah minat belajar Matematika yang rendah. Dari berbagai pengalaman wawancara dengan calon siswa SMK

ditemukan bahwa sebagian besar calon siswa tersebut kurang memiliki minat untuk belajar Matematika bahkan cenderung untuk takut belajar Matematika. Dari hasil evaluasi kegiatan belajar mengajar juga ditemukan bahwa pencapaian nilai Matematika kurang dari standar ketuntasan belajar (6,5). Salah satu hal yang bisa digunakan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan menggunakan media pembelajaran yang berbasis Informatics and Communication Technology (ICT). Hal ini dimungkinkan dengan ketersediaan fasilitas Laboratorium Komputer dan Internet yang dapat dimanfaatkan dalam kegiatan belajar mengajar. Berkaitan dengan hal ini Roestiyah (2001) mengungkapkan bahwa proses belajar mengajar perlu dikembangkan dengan cara-cara mengajar yang baru, diantaranya dengan mempergunakan komputer. Penggunaan media pembelajaran berbasis ICT dapat diterapkan pada berbagai materi pelajaran Matematika di SMK. Dalam penulisan makalah ini, penulis membatasi pada materi persamaan dan pertidaksamaan kuadrat. Dengan demikian, maka dapatlah dirumuskan masalah yang akan dibahas yait, bagaimana pembelajaran persamaan kuadrat dan pertidaksamaan kuadrat dengan menggunakan media berbasis ICT di SMK Negeri 1 Sonder. Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan maka tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah untuk mengemukakan bagaimana pembelajaran persamaan dan pertidaksamaan kuadrat dengan menggunakan media berbasis ICT di SMK Negeri 1 Sonder. Adapun yang menjadi manfaat dari penulisan makalah ini VOL. 01 Tahun I - September 2013 |

55

JURNAL EDUKASI IGI


untuk memperbaiki pembelajaran Matematika di SMK Negeri 1 Sonder. KAJIAN PUSTAKA Pengertian Media Pembelajaran Media berasal dari bahasa Latin, merupakan ben tuk jamak dari Medium yang secara harfiah berarti Perantara atau Pengantar yaitu perantara atau pengantar sumber pesan dengan penerima pesan. Scramm (1977) sebagaimana dikutip oleh Sudrajat (2007) mengemukakan bahwa media pembelajaran adalah teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran. Sementara itu National Education Association dalam Sudrajat (2007) mengungkapkan bahwa media pembelajaran adalah sarana komunikasi dalam bentuk cetak maupun pandang-dengar, termasuk teknologi perangkat keras. Dari berbagai definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan/ informasi yang dapat digunakan untuk membangkitkan minat dan motivasi peserta didik, untuk menciptakan suasana belajar dalam dirinya, serta melakukan analisa dan eksplorasi lebih mendalam terhadap materi yang diberikan. Jenis-jenis Media Belajar Menurut Sudrajat (2007) terdapat beberapa jenis media belajar yaitu: 1) Media visual : grafik, diagram, chart , bagan, poster, kartun, komik 2) Media audial: radio, tape recorder, laboratorium bahasa dan sejenisnya 3) Projected still media: slide, over head projector (OHP), in focus dan sejenisnya 4) Projected motion media: film, televisi, video (VCD, DVD, VTR), komputer dan sejenisnya. Sementara itu, Arsyad (2007) mengkategorikan media belajar yang dapat dikembangkan sendiri oleh guru meliputi media berbasis visual (yang meliputi gambar, chart, grafik, tranparansi, dan slide), media berbasis audio-visual (video dan audio tape), dan media berbasis komputer (komputer dan video interaktif ). Fungsi Media Pembelajaran Brown (1973) sebagaimana dikutip oleh Sudrajat (2008) mengemukakan bahwa media pembelajaran yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran dapat mempengaruhi efektifitas pembelajaran. Selanjutnya Sudrajat (2008) mengemukakan beberapa fungsi media yaitu: 1. Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki oleh peserta didik. 2. Media pembelajaran dapat melampaui batasan ruang kelas 3. Media pembelajaran memungkinkan adanya interaksi langsung antara peserta didik dengan lingkungannya 4. Media menghasilkan keseragaman pengamatan 5. Media dapat menanamkan konsep dasar yang benar, konkrit dan realistis 6. Media membangkitkan keingingan dan minat baru 7. Media membangkitkan motivasi dan merangsang anak untuk belajar 8. Media memberikan pengalaman yang integral/me nye luruh dari yang konkrit sampai dengan abstrak. Hamalik (1986) sebagaimana dikutip oleh Arsyad (1996) mengemukakan bahwa pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa. Media pembelajaran, menurut Kemp & Dayton (1985:28) sebagaimana dikutip oleh Arsyad (1996), dapat memiliki tiga fungsi utama apabila media itu digunakan untuk perorangan, kelompok atau kelompok pendengar yang besar jumlahnya, yaitu (1) memotivasi minat atau tindakan, (2) menyajikan informasi, dan (3) memberi instruksi. Dari hasil penelitian yang diperoleh oleh Kemp & Dayton, diperoleh beberapa dampak positif dari penggunaan media sebagai bagian integral pembelajaran di kelas atrau sebagai cara utama pembelajaran langsung sebagai berikut: 1. Penyampaian pelajaran menjadi lebih baku. Setiap pelajaran yang melihat atau mendengar penyaji melalui media menerima pesan yang sama. Meskipun para guru menafsirkan isi pelajaran dengan cara yang berbeda-beda, dengan penggunaan media ragam hasil tafsiran itu dapat dikurangi sehingga informasi yang sama dapat disampaikan kepada siswa sebagai landasan untuk pengkajian, latihan, dan aplikasi lebih lanjut. 2. Pembelajaran bisa lebih menarik. Media dapat diasosiasikan sebagai penarik perhatian dan membuatwaktu pembelajaran dipersingkat karena kebanyakan media hanya memerlukan waktu singkat untuk mengantarkan pesan-pesan dan isi pelajaran dalam jumlah cukup banyak dan kemungkinannya dapat diserap oleh siswa. 3. Kualitas hasil belajar dapat ditingkatkan bilamana integrasi kata dan gambar sebagai media pembelajaran dapat mengkomunikasikan elemen-elemen pengetahuan dengan cara yang terorganisasikan dengan baik, spesifik dan jelas. 4. Pembelajaran dapat diberikan kapan dan di mana diinginkan atau diperlukan terutama jika media pembelajaran dirancang untuk penggunaan secara individu. 5. Sikap positif siswa terhadap apa yang mereka pelajari dan terhadap proses belajar dapat ditingkatkan. 6. Peran guru dapat berubah ke arah yang lebih positif; beban guru untuk penjelasan yang berulang-ulang mengenai isi pelajaran dapat dikurangi bahkan dihilangkan sehingga ia dapat memusatkan perhatian kepada aspek penting lain dalam proses belajar mengajar, misalnya sebagai konsultan atau penasihat siswa (Arsyad, 1996). Media Pembelajaran Berbasis Informatics and Communication Technology (ICT) Seiring dengan perkembangan zaman, dunia infor matika dan komunikasi semakin mengalami kemajuan

56

| VOL. 01 Tahun I - September 2013

JURNAL EDUKASI IGI


yang pesat. Perkembangan ini tentunya berkaitan erat dengan perkembangan dunia komputer. Penggunaan media pembelajaran berbasis ICT menunjuk kepada pe nggunaan komputer dan perangkat-perangkat pen dampingnya sebagai media yang digunakan. De ngan bantuan komputer, dapat diajarkan cara-cara mencari informasi baru, menyeleksinya dan kemudian mengolahnya, sehingga terdapat jawaban terhadap suatu pertanyaan (Roestiyah, 2001). Secara teori, suatu komputer memiliki kekuatan keahlian yang lebih daripada seorang guru. Karena komputer dapat: 1. menyimpan pendapat dari beberapa informasi; 2. memilih informasi tersebut dengan kecepatan tinggi; 3. menyajikan pada siswa dengan tanda diagram yang menantang; 4. memberi jawaban tipe kebutuhan siswa; 5. memberi umpan balik kepada siswa secara individual secepatnya; 6. memiliki sejumlah perbedaan, dengan siswa yang berbeda-beda. (Roestiyah, 2001). Dengan menggunakan beberapa software yang tersedia, komputer dapat diprogramkan untuk memiliki potensi mengajar dengan tiga cara, ialah: 1. Tuition. Dalam hal ini program menuntut komputer untuk berbuat sebagai seorang tutor yang memimpin siswa melalui urutan materi yang mereka harapkan menjadi pokok pengertian. 2. Simulation Pada bentuk kedua ini, siswa dapat berinteraksi. Siswa dapat menyebut informasi, sehingga dapat sampai pada jawabannya, karena mereka berpikir sehat, mencobakan interpretasinya dari prinsipprinsip yang telah ditentukan. 3. Data - crunching Dalam hal ini, komputer digunakan sebagai suatu penelitian sejumlah data yang luas, atau manipulasi data dengan kecepatan tinggi (Roestiyah, 2001). Karakteristik Materi Persamaan dan Pertidaksamaan Kuadrat di SMK Materi Persamaan dan Pertidaksamaan Kuadrat merupakan salah satu kompetensi dasar yang terdapat pada Standar Kompetensi Memecahkan Masalah Berkaitan Sistem Persamaan dan Pertidaksamaan Linier dan Kuadrat. Materi-materi yang diajarkan dalam kompetensi dasar ini adalah: 1. Bentuk umum persamaan kuadrat 2. Himpunan penyelesaian persamaan kuadrat 3. Menyusun persamaan kuadrat baru 4. Pengertian pertidaksamaan kuadrat 5. Himpuan penyelesaian pertidaksamaan kuadrat 6. Aplikasi pada bidang bisnis Materi-materi di atas memiliki karakteristik yang jika ditampilkan dengan program aplikasi tertentu akan menarik untuk dipelajari. Tentunya sekarang ini telah tersedia banyak program animasi yang canggih. Tetapi masalahnya juga terletak pada tingkat kesulitan yang cukup tinggi. Untuk itu, maka dalam makalah ini akan diperkenalkan program aplikasi komputer yang sebenarnya sudah familiar dan dapat dengan mudah dipelajari. Program aplikasi yang digunakan untuk menyajikan materi di atas adalah Microsoft Office ditambah dengan sedikit program Maple. PEMBAHASAN Karakteristik materi Persamaan dan Pertidaksamaan Kuadrat menarik untuk dimanipulasi menjadi bahan pelajaran digital, untuk selanjutnya dijadikan media pembelajaran berbasis ICT. Dalam hal ini, manipulasi terhadap materi ini akan menjadikan komputer memiliki potensi mengajar sebagai tuition dan simulation. Untuk mengembangkan media ini beberapa hal yang harus dikondisikan dan dipersiapkan dengan baik adalah (1) persiapan materi pelajaran, (2) Persiapan Laboratorium Komputer dan Perangkat Pendukungnya, dan (3) Teknik penyampaian materi kepada peserta didik. Persiapan Materi Pelajaran 1) Materi pelajaran disusun secara digitaldalam bentuk file presentasi dengan menggunakan program aplikasi Microsoft Office PowerPoint, dikombinasikan dengan program aplikasi Ms. Office Word dan Ms. Office Excel. Untuk beberapa tampilan animasi dapat dipergunakan program Maple. 2) Penyusunan materi pelajaran dikondisikan sede mi kian rupa, baik dari segi tampilan, pemilihan kata dan animasi, sehingga peserta didik dimungkinkan untuk dapat belajar secara klasikal, kelompok maupun mandiri. 3) Materi pelajaran disusun bersesuaian dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dengan waktu pertemuan sebanyak 3 pertemuan. Rancangan materi pelajaran memungkinkan siswa untuk mempelajari mempelajari lebih dalam tentang materi yang diberikan, bahkan siswa dimungkinkan berinteraktif dengan komputer. Dalam hal dimana komputernya terhubung dengan internet, maka disiapkan bahan pelajaran online bagi siswa bersangkutan. Contoh desain halaman presentasi dapat dilihat pada gambar di berikut ini.

Gambar 1. Contoh Tampilan Halaman Presentasi (a) VOL. 01 Tahun I - September 2013 |

57

JURNAL EDUKASI IGI

Gambar 2. Contoh Tampilan Halaman Presentasi (b)

Gambar 5. Setting Laboratorium Komputer Gambar 3. Contoh Tampilan Halaman Interaktif (a) 2) Dengan bantuan teknisi komputer dan jaringan, materi pembelajaran diupload ke jaringan, sehingga semua komputer dapat mengakses materi tersebut.(Dalam tahap lebih lanjut, materi dapat diupload ke jaringan internet, sehingga siswa dapat mengakses materi dari rumah atau warnet. Dalam pengembangan SMKN 1 Sonder sebagai ICT Center di Minahasa bagian tengah, maka telah dimungkinkan dan dikembangkan jaringan internet gratis dari program Jardiknas Depdiknas, sehingga dengan fasilitas internet gratis dan dan pengembangan WideArea Network (WAN) Kota, materi pelajaran yang telah diupload ke jaringan internet dapat diakses dari luar laboratorium SMK Negeri 1 Sonder). Teknik Penyampaian Materi Kepada Peserta Didik Komunikasi dengan siswa berkaitan dengan pe nyam paian materi kepada siswa harus mem per ta han kan hal-hal berikut: i. Guru bertindak sebagai fasilitator dan siswa menjadi pusat kegiatan. ii. Eksplorasi siswa terhadap materi tidak perlu dibatasi. Biarkan siswa memuaskan rasa ingin tahunya. Yang penting materinya telah dirancang untuk menanamkan konsep dengan lebih baik. iii. Kemandirian siswa dalam menyelesaikan materi. Guru hanya membantu jika ada siswa yang bertanya. Dalam proses belajar, siswa diberikan kebebesan untuk mengembangkan diskusi dengan teman sekelas. Berkaitan dengan penyampaian materi ini, maka

Gambar 4. Contoh Tampilan Halaman Interaktif (b) Jadi intinya materi pelajaran digital ini harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Memiliki konsep matematika yang jelas. Bedanya, konsep matematika disajikan dengan lebih menarik. 2. Mampu berkomunikasi dengan peserta didik. 3. Mampu membangkitkan minat dan motivasi, serta menggairahkan semangat belajar siswa. 4. Mampu membangkitkan rasa ingin tahu siswa. Persiapan Laboratorium Komputer dan Perangkat Pendukungnya 1) Laboratorium komputer diset dalam format jaringan (Local Area Network). Untuk memudahkan pemantauan terhadap aktifitas siswa, maka kelas diatur dalam bentuk U, seperti ditunjukkan Gambar 5.

58

| VOL. 01 Tahun I - September 2013

JURNAL EDUKASI IGI


dalam 3 kali pertemuan dirancang kegiatan sebagai berikut: 1) Pada pertemuan pertama, dengan menggunakan perangkat LCD Projector, guru menjelaskan secara umum tentang peta materi pelajaran. Termasuk didalamnya link-link yang dibuat untuk mengakses halaman-halaman tertentu. Guru menyiapkan perangkat lembar kerja yang berisi sejumlah tugas yang berkaitan dengan materi pembelajaran. Tugas-tugas seluruhnya telah tersedia dalam materi pelajaran tersebut. Selebihnya dari waktu penjelasan guru, diberikan kepada siswa untuk mengeksplorasi materi pelajaran. Guru memberi kesempatan kepada siswa jika ingin menanyakan hal-hal yang tidak jelas atau tidak dipahami. 2) Pada pertemuan kedua, waktu seluruhnya dibe rikan kepada siswa untuk mempelajari materi yang diberikan. Batasan terhadap cakupan materi tidak lagi diberikan, karena kepada siswa diberikan keluasan untuk berkembang sesuai dengan tingkat pemahamannya. Guru sepenuhnya bertindak sebagai pendamping, dan hanya menjawab hal-hal yang ditanyakan oleh siswa. 3) Pada pertemuan ketiga, kegiatannya sama dengan kegiatan pada pertemuan kedua, hanya saja pada bagian akhir kegiatan, guru memberikan ujian tertulis kepada siswa. 4) Untuk memperdalam materi yang diberikan, dengan berkoordinasi pada penanggung jawab laboratorium komputer, pada waktu-waktu tertentu (misalnya jam istirahat atau tidak ada guru), siswa dapat diberikan kesempatan untuk mengekplorasi materi yang telah tersedia, tanpa kehadiran guru mata pelajaran. DAFTAR PUSTAKA Arsyad, A. 2007. Media Pembelajaran, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Djamarah dan Zain. 2002. Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: PT Rineka Cipta. Mautang, T. 2005. Pedoman Praktis Menyusun Karya Ilmiah, Kawangkoan: Artgym Press. Mustolih. 2007. Multimedia dalam Pembelajaran (Online), (http://mustolihbrs.wordpress. com/2007/12/04/multi-media-dalampembelajaran/diakses 29 Januari 2008) Roestiyah, N. K. 2001. Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: PT Rineka Cipta. Sudrajat, A. 2007. Media Pembelajaran, (Online), (http:// wordpress.com/tag/media-pembelajaran/feed/ , diakses 29 Januari 2008) Suparman, E. 2007. Manajemen Pendidikan Masa Depan, Forum Non Regular Angkatan 13 Pendidikan Magiter Pendidikan Unsyiah (Online), (http:// groups.google.co.id/group/nr13s2mpd/browse_ thread/5f13bb5c0bd5cb6a,diakses 29 Januari 2008) ___________, 2007. Teknologi & Pendidikan, Wide Area Network (WAN) Connection Indonesia (Online), (http://wankota.com/, diakses 30 Januari 2008)

PENUTUP Pembelajaran Persamaan Kuadrat dan Pertidaksamaan Kuadrat dengan menggunakan media berbasis ICT di SMK Negeri 1 Sonder dilakukan dengan menyediakan materi pembelajaran digital, laboratorium komputer dalam setting Local Area Networkdan teknik penyampaian materi yang tepat. 1. Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran Per samaan Kuadrat dan Pertidaksamaan Kuadrat di SMK, maka penggunaan media berbasis ICT dapat diterapkan. 2. Melakukan pembahasan lanjutan sehubungan dengan permasalahan yang dibahas, dengan menggunakan materi pelajaran dan metode/media yang lain pula.

VOL. 01 Tahun I - September 2013 |

59

JURNAL EDUKASI IGI PENGGUNAAN TEKNIK BERCERITA BERANTAI SEBAGAI UPAYA MENGOPTIMALKAN KETERAMPILAN BERBICARA PADA PESERTA DIDIK KELAS VII-D SMP NEGERI 3 BONANG KABUPATEN DEMAK TAHUN PELAJARAN 2008/2009
Oleh: Hening Wulandari*
Abstrak: Dalam realita di kelas VII D SMP Negeri 3 Bonang Kabupaten Demak, pembelajaran berbicara terkendala oleh tidak adanya rasa percaya diri pada segenap peserta didik. Masalah yang diteliti dalam penelitian ini adalah penggunaan teknik tutur bersambung untuk mengoptimalkan kemampuan bercerita pada peserta didik kelas VII-D SMP Negeri 3 Bonang Kabupaten Demak Tahun 2008/2009. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan teknik tutur bersambung pada pembelajaran kemampuan bercerita peserta didik kelas VII D SMP Negeri 3 Bonang Kabupaten Demak dapat meminimalkan munculnya rasa takut, malu, dan apatis yang dialami peserta didik ketika disuruh bercerita. Terbukti mereka semua berani tampil bercerita di depan teman-teman sekelasnya. Keberhasilan itu juga didukung hasil uji kompetensi kemampuan bercerita pada siklus 1 dengan tingkat ketuntasan sebesar 65% dan siklus 2 meningkat menjadi 70%. Kata Kunci: cerita berantai, keterampilan berbicara. Abstract: Building (grade VII D at SMP Negeri 3 Bonang, Demak Regency) students speaking skills is challenging. This is as a result of students low confidence. This research is an attempt to try to solve this problem. It is proposed that using chain stories can be a technique to optimize students ability in telling stories. Finding of this research shows that using chain stories in learning can help students feel less frightened, less shy, and also decrease students apathy, that are usually felt by the students when they are asked to tell stories in front of the classroom. It is proven that all of the students became brave to tell stories in front of the whole classroom. This success is also proven by the results of the competency test which shows the students score of completeness of telling stories which increased from 65% (1st cycle) to 70% (2nd cycle). Key word: chain strory, speaking skill.

PENDAHULUAN

erdasarkan pengamatan ketika berlangsung pembelajaran di kelas VII-D SMP Negeri 3 Bonang Kabupaten Demak. Angka partisipasi berbicara peserta didik di kelas ini sangat kurang. Melalui obeservasi langsung di kelas VII-D, dari 31 siswa di kelas tersebut, baru sekitar 30% dari peserta didik di kelas yang sudah memanfaatkan kesempatan berbicara ketika ada penawaran dari guru. Sebagian besar dari mereka cenderung tidak memanfaatkan peluang berbicara karena takut, apatis, dan terkekang oleh rasa malu yang berlebihan. Hal itu tentu saja berdampak terhadap kegiatan diskusi kelompok maupun diskusi kelas yang menjadi tidak sesuai dengan harapan karena tidak terjadi partisipasi berbicara yang merata. Setelah peneliti mewawancarai peserta didik di kelas tersebut kemudian dilakukan diskusi antara peneliti dengan guru mitra, teridentifikasi adanya kendala psikologis yang menghambat munculnya keberanian berbicara peserta didik. Dari pengakuan peserta didik, terungkap bahwa mereka merasa malu ketika harus berbicara di hadapan teman-teman

di kelasnya. Sebagian peserta didik bersikap apatis ketika diberi kesempatan berbicara karena merasa tidak punya tanggung jawab yang mengharuskan mereka berbicara. Kondisi semacam itu adalah akibat dari faktor tidak adanya rasa percaya diri. Oleh karena itu, rasa percaya diri peserta didik perlu ditumbuhkan agar pembelajaran berbicara dapat berlangsung sesuai harapan dan mampu menanamkan kompetensi berbicara pada setiap peserta didik. Masalah-masalah dalam pembelajaran berbicara di SMP Negeri 3 Bonang Kabupaten Demak meliputi (1) partisipasi aktivitas berbicara peserta didik sangat rendah; (2) sebagian besar peserta didik mengalami kendala psikologis berupa rasa malu, takut dan tidak punya rasa percaya diri dalam melakukan aktivitas berbicara; (3) peserta didik juga bersikap apatis ketika diberi kesempatan berbicara; dan (4) kurang variatifnya teknik pembelajaran berbicara oleh guru untuk mereduksi kendala psikologis, menumbuhkan rasa percaya diri dan memberikan tanggung jawab kepada peserta didik dalam aktivitas berbicara. Berdasarkan masalah-masalah yang teridentifikasi tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini

60

| VOL. 01 Tahun I - September 2013

JURNAL EDUKASI IGI


adalah, apakah penggunaan teknik Bercerita Berantai dapat mengoptimalkan keterampilan berbicara peserta didik kelas VII-D SMP Negeri 3 Bonang Kabupaten Demak tahun pelajaran 2008/2009. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengoptimalkan penguasaan kompetensi berbicara pada peserta didik kelas VII-D SMP Negeri 3 Bonang Kabupaten Demak tahun pelajaran 2008/2009. Secara khusus, tujuan yang hendak dicapai adalah untuk mengetahui hasil dari penggunaan teknik Bercerita Berantai dalam mengoptimalkan penguasaan kompetensi berbicara pada peserta didik kelas VII-D SMP Negeri 3 Bonang Kabupaten Demak tahun pelajaran 2008/2009. Ada dua manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari hasil penelitian tindakan kelas ini, yaitu manfaat teoretis dan manfaat praktis. Secara teoretis, hasil penelitian ini bermanfaat untuk mendapatkan teknik pembelajaran sebagai alternatif untuk (1) meningkatkan mutu pembelajaran agar lebih kreatif dan inovatif; dan (2) menjadi pijakan dalam kegiatan penelitian lanjutan tentang permasalahan yang sama dengan penelitian ini, baik oleh peneliti sendiri maupun orang lain. Secara praktis, hasil penelitian ini bermanfaat bagi guru, siswa, dan sekolah. Bagi guru, hasil penelitian ini dapat menambah referensi tentang penggunaan teknik pembelajaran yang lebih variatif dan inovatif agar pembelajaran berlangsung dengan menyenangkan. Bagi siswa, hasil penelitian ini dapat menjadi bahan penguasaan kompetensi bercerita dengan pembelajaran yang bervariasi sehingga lebih menjadi mudah dan menarik. Bagi sekolah, hasil penelitian ini dapat menjadi masukan yang sangat bermanfaat untuk menentukan arah dan kebijakan sekolah, khususnya dalam peningkatan mutu pendidikan di sekolah. KAJIAN PUSTAKA Keterampilan Berbicara Pengertian tentang berbicara menurut Tarigan (1983:127) bahwa berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atas katakata untuk mengekspresikan, menyatakan, serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan. Pada bagian lain, Tarigan juga menyampaikan pandangannya tentang berbicara dari sisi bentuk atau wujudnya, yaitu suatu alat untuk mengomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan sang pendengar atau penyimak. Dengan mengutip pendapat Mulgrave (1954:98), Tarigan mengemukakan bahwa berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi bahasa atau kata-kata untuk mengekspresikan pikiran. Dari aspek-aspek yang dilibatkan dalam berbicara, lebih lanjut Mulgrave juga menyampaikan bahwa berbicara merupakan bentuk perilaku manusia yang memanfaatkan faktor fisik, psikis, neurologis, semantik, dan linguistik secara ekstensif. Berbicara merupakan wujud dari aktivitas lisan dalam berkomunikasi. Untuk menunjang keberhasilan komunikasi melalui kegiatan berbicara tidak hanya berkaitan dengan apa yang dikatakannya melainkan juga berkaitan dengan bagaimana mengatakannya. Sebagai sebuah keterampilan, berbicara sangat memerlukan pelatihan secara intensif. Bahwa ada yang memandang keterampilan berbicara merupakan bakat, maka bakat yang ada tentu tidak akan berkembang secara efektif jika tidak dilakukan pelatihan yang intensif. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa Indonesia menempatkan berbicara sebagai salah satu aspek keterampilan yang harus dimiliki oleh setiap peserta didik melalui penguasaan kompetensikompetensi berbicara. Dengan demikian, dalam pembelajaran keterampilan berbicara di sekolah, selain diarahkan pada materi atau isi pembicaraan juga harus diarahkan agar peserta didik mampu menyampaikan materi pembicaraan dengan teknik yang benar. Adapun kunci utama agar peserta didik mampu menguasai kompetensi berbicara adalah mereka memiliki antusiasme dan keberanian dalam berbicara. Artinya, sebelum peserta didik memperoleh arahan untuk menguasai materi dan teknik berbicara, mereka harus lebih dulu memiliki rasa percaya diri dalam bericara. Pembelajaran Keterampilan Berbicara Hakikat belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Hakikat belajar sastra adalah memahami manusia dan nilai-nilai kemanusiaan. Dengan demikian, hakikat pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia ialah peningkatan kemampuan siswa untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar secara lisan dan tulis. Pembelajaran Bahasa Indonesia yang diberikan kepada para siswa meliputi empat aspek, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Di antara keempat aspek tersebut dalam penelitian ini, penulis hanya berfokus pada aspek berbicara. Aspek berbicara ini dipilih karena sangat mendukung terjadinya proses berkomunikasi secara lisan. Dengan belajar berbicara siswa belajar berkomunikasi. Berbicara merupakan suatu proses penyampaian informasi, ide atau gagasan dari pembicara kepada pendengar. Si pembicara berdudukan sebagai komunikator sedangkan pendengar sebagai komunikan. Informasi yang disampaikan secara lisan dapat diterima oleh pendengar apabila pembicara mampu menyampaikannya dengan baik dan benar. Dengan demikian, kemampuan berbicara merupakan faktor yang sangat mempengaruhi kemahiran seseorang dalam penyampaian informasi secara lisan. Agar pembicaraan itu mencapai tujuan, pembicara harus memiliki kemampuan dan keterampilan untuk menyampaikan informasi kepada orang lain. Hal ini bermakna bahwa pembicara harus memahami betul bagaimana cara berbicara yang efektif sehingga orang lain (pendengar) dapat menangkap informasi yang disampaikan pembicara secara efektif pula. Untuk dapat menjadi seorang pembicara efektif, ten tu dituntut kemampuan menangkap informasi secara kritis dan efektif. Karena dengan memiliki VOL. 01 Tahun I - September 2013 |

61

JURNAL EDUKASI IGI


keterampilan menangkap informasi secara efektif dan kritis, pembicara akan memiliki rasa tenggang rasa kepada lawan berbicara (pendengar), sehingga pendengar dapat pula menangkap informasi yang disampaikan pembicara secara efektif. Menurut Nuraeni (2002), Banyak orang beranggapan berbicara adalah suatu pekerjaan yang mudah dan tidak perlu dipelajari. Untuk situasi yang tidak resmi barangkali anggapan ini ada benarnya, namun pada situasi resmi pernyataan tersebut tidak berlaku. Kenyataannya tidak semua siswa yang berani dan mau berbicara di depan kelas, sebab mereka umumnya kurang terampil sebagai akibat dari kurangnya latihan berbicara. Untuk itu, guru bahasa Indonesia merasa perlu melatih siswa untuk berbicara. Latihan pertama kali yang perlu dilakukan guru ialah menumbuhkan keberanian siswa untuk berbicara. Hambatan dalam Pembelajaran Keterampilan Berbicara Seperti dikemukakan di atas bahwa keterampilan berbicara tidak hanya berkaitan dengan isi pembicaraan tetapi juga berkaitan dengan bagaimana menyampaikan isi pembicaraan. Seorang pembicara perlu memiliki kemampuan untuk menyampaikan isi pembicaraan. Seorang pembicara perlu memiliki kemampuan berbahasa, kemampuan bertutur dengan lafal yang baik, intonasi yang tepat, gesture yang menarik, dan mimik yang tepat. Sebelum berlatih tentang kemampuan pendukung keterampilan berbicara, seorang pembicara juga harus mampu mengatasi kendala psikologis yang sering mengganggu penampilan berbicara, seperti rasa malu, takut, gugup atau kurang percaya diri. Ada banyak alasan yang menyebabkan orang merasa takut sebelum tampil, seperti (1) takut ditertawakan; (2) takut berhenti di tengah pembicaraan; (3) takut ada yang lebih tinggi kedudukannya; (4) takut karena tak menguasai tema; (5) takut membuat kesalahan; dan (6) takut mendapat kritik. Hambatan mental seperti tersebut juga menjadi kendala bagi peserta didik dalam proses pembelajaran berbicara di kelas. Tidak sedikit siswa yang gagal dalam tampil berbicara karena hambatan yang berasal dari psikologisnya. Bahkan, seringkali hambatan itu sudah dirasakan sebelum peserta didik tampil berbicara di depan teman sekelasnya. Hambatan yang paling dominan dirasakan peserta didik dalam tampil berbicara adalah rasa malu karena menganggap dirinya tidak bisa berbicara, rasa takut karena khawatir apa yang dilakukannya merupakan sebuah kesalahan dalam penilaian guru, dan diliputi rasa gugup karena harus berbicara secara langsung di hadapan pendengar, atau hilangnya rasa percaya diri. Hambatan-hambatan itu akhirnya menyebabkan pembelajaran berbicara menjadi tidak bisa optimal. Pembelajaran Berbicara dengan Teknik Bercerita Berantai Mengingat pentingnya pengajaran berbicara sebagai salah satu usaha meningkatkan kemampuan berbahasa lisan di tingkat sekolah menengah pertama, penulis menggunakan teknik pengajaran berbicara engan Bercerita Berantai. Menurut Tarigan (1990), penerapan teknik Bercerita Berantai ini dimaksudkan untuk membangkitkan keberanian siswa dalam berbicara. Jika siswa telah menunjukkan keberanian, diharapkan kemampuan berbicaranya menjadi meningkat. Teknik Bercerita Berantai bisa dimulai dari seorang siswa yang menerima informasi dari guru, kemudian siswa tadi membisikkan informasi itu kepada teman lain, dan teman yang telah menerima bisikan meneruskannya kepada teman yang lain lagi. Begitulah seterusnya. Pada akhir kegiatan akan dievaluasi, yaitu siswa yang mana yang menerima informasi yang benar atau salah. Siswa yang salah menerima informasi tentu akan salah pula menyampaikan informasi kepada orang lain. Sebaliknya, bisa saja terjadi informasi yang diterima oleh siswa itu benar tetapi mereka keliru menyampaikannya kepada teman yang lain. Tarigan (1990) berpendapat bahwa teknik Bercerita Berantai adalah salah satu teknik dalam pengajaran berbicara yang menceritakan suatu cerita kepada siswa pertama, kemudian siswa pertama menceritakan kepada siswa kedua, dan seterusnya kemudian cerita tersebut diceritakan kembali lagi kepada siswa yang pertama. Secara lebih rinci, Tarigan menyebutkan teknik cerita bersambung dengan cara (1) guru menyusun suatu cerita yang dituliskan dalam sehelai kertas; (2) cerita itu kemudian dibaca dan dihapalkan oleh siswa; (3) siswa pertama menceritakan cerita tersebut, tanpa melihat teks, kepada siswa kedua; (4) siswa kedua menceritakan cerita itu kepada siswa ketiga; (5) siswa ketiga menceritakan kembali cerita itu kepada siswa pertama; (6) sewaktu siswa ketiga bercerita suaranya direkam; (7) guru menuliskan isi rekaman siswa ketiga di papan tulis; dan (8) hasil rekaman dibandingkan dengan teks asli cerita. Penggunaan teknik Bercerita Berantai bermanfaat dalam meningkatkan keterampilan berbicara siswa, antara lain (1) pembelajaran berlangsung lebih efektif; (2) keaktifan siswa lebih meningkat; (3) terjadi interaksi yang positif antara siswa dengan siswa dan antara siswa dengan guru; dan (4) proses pembelajaran berjalan lebih terarah dan lebih menarik. Di samping manfaat di atas, penerapan teknik Bercerita Berantai menurut hasil temuan di lapangan memiliki beberapa kendala dan hambatan, antara lain (1) waktu yang tersedia masih kurang mencukupi; (2) memerlukan kecermatan dalam memberikan penilaian; dan (3) kalimat yang panjang lebih dari tiga kalimat masih sulit untuk disimak. Berdasarkan identifikasi masalah dan kajian teori di atas, diperoleh kerangka berpikir bahwa untuk menumbuhkan rasa percaya diri pada peserta didik maka hambatan-hambatan psikologis dalam berbicara harus diatasi. Selain itu perlu juga dilakukan penanaman konsep diri yang bisa menjadi motivasi intrinsik pada saat berbicara bagi peserta didik, yaitu dengan cara menanamkan keyakinan kepada peserta didik bahwa mereka mampu berbicara dengan baik di depan

62

| VOL. 01 Tahun I - September 2013

JURNAL EDUKASI IGI


teman-teman sekelasnya. Adapun jenis tindakan yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan penggunaan teknik Bercerita Berantai. Gambar 1. Bagan Kerangka Berpikir kolaborator (peer review) maupun konsultasi dengan pembimbing ahli. Hal itu dilakukan untuk melihat apakah alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini benar-benar mampu mengukur peningkatan kemampuan bercerita peserta didik dan mengukur peningkatan kemampuan bercerita peserta didik dari siklus ke siklus berikutnya. Analisis data dilakukan secara kuantitif maupun kualitatif. Data kuantitatif yang berupa skor hasil unjuk kerja siswa dianalisis secara deskriptif kuantitatif. Analisis deskriptif kuantitatif ini dilakukan dengan mencari rerata nilai yang diperoleh peserta didik, persentase ketuntasan pada setiap unsur penampilan yang dinilai, dan ketercapaian batas ketuntasan belajar aspek berbicara yang ditetapkan. Data kualitatif yang berupa informasi rekaman aktivitas peserta didik selama proses pembelajaran berlangsung akan dianalisis secara deskriptif kualitatif. Analisis ini akan dilakukan dengan pengelompokan data kemudian diinterpretasikan serta dideskripsikan sebagai suatu simpulan hasil pengamatan. Penelitian ini dilaksanakan selama dua siklus, karena didasari pertimbangan efisiensi waktu yang tersedia untuk penelitian ini. Masing masing siklus terdiri atas perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Pada siklus pertama, tahap perencanaan diisi dengan kegiatan (1) identifikasi masalah dan penetapan alternatif pemecahan masalah; (2) perencakan teknik bercerita berantai; (3) menentukan kompetensi dasar yang akan dibelajarkan; (3) menyusun skenario pembelajaran berdasarkan teknik yang dipilih; (4) menyusun bahan cerita yang akan diberikan kepada peserta didik; (5) menyusun rubrik penilaian; dan (6) menyusun format instrumen observasi. Pelaksanaan tindakan pada siklus pertama terdiri atas tiga bagian, yaitu bagian awal, bagian inti, dan bagian penutup. Pada bagian awal, kegiatan yang dilakukan meliputi (1) peserta didik diajak berdialog tentang tokoh-tokoh yang memperoleh kesuksesan dari aktivitas berbicara; dan (2) peserta didik diajak berdialog tentang cara mengatasi hambatan psikologis dalam berbicara. Pada bagian inti, pelaksanaan tindakan diisi dengan kegiatan (1) penjelasan tentang kegiatan pembelajaran bercerita dengan teknik bercerita berantai; (2) setiap kelompok menerima media cerita bergambar yang harus mereka ceritakan; (3) peserta didik berdiskusi kelompok untuk membagi tugas penceritaan sekaligus berlatih bersama; (4) setiap kelompok menampilkan penceritaan melalui anggotanya sesuai urutan cerita, yang ditampilkan dengan lafal, ekspresi, intonasi, dan gerak yang tepat; dan (5) peserta didik dari kelompok lain menjadi pendengar. Pada bagian penutup pembelajaran, kegiatan yang dilakukan meliputi (1) peserta didik diajak berdialog tentang pesan yang bisa mereka temukan dalam cerita; dan (2) peserta didik diminta menyampaikan pendapatnya tentang pelaksanaan pembelajaran yang baru saja mereka lakukan. Setelah pelakasanaan tindakan, peneliti melakukan pengamatan dan refleksi. Pengamatan dilakukan VOL. 01 Tahun I - September 2013 |

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir yang telah dikemukakan pada bagian sebelum ini, maka peneliti menduga, bahwa penggunaan teknik Bercerita Berantai dapat mengoptimalkan keterampilan bercerita pada peserta didik di kelas VII-D SMP Negeri 3 Bonang Kab. Demak, Jawa Tengah. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 3 Bonang Kabupaten Demak pada tahun 2008/2009, sejak bulan Juli sampai dengan Oktober 2008. Subjek penelitian ini adalah peserta didik kelas VII-D SMP. Data penelitian ini diperoleh dari peserta didik sebagai subjek penelitian maupun teman sejawat sebagai kolaborator yang membantu melakukan observasi pada saat penelitian dilaksanakan. Pengumpulan data dilakukan dengan dua teknik, yaitu teknik tes dan nontes. Teknik tes dilakukan dalam bentuk tes unjuk kerja atau uji performansi untuk menilai kemampuan bercerita para peserta didik. Adapun teknik nontes dilakukan dalam bentuk observasi selama dilaksanakan tindakan. Pengumpulan data menggunakan rubrik penilaian unjuk kerja dengan deskriptor dan skala penilaian yang sebelumnya telah disepakati bersama antara guru dengan peserta didik. Pada teknik nontes, alat pengumpulan data yang digunakan adalah pedoman observasi untuk merekam data tentang keaktifan dan keantusiasan peserta didik dalam mengikuti pembelajaran. Pengujian validitas alat pengumpul data dalam penelitan ini dilakukan dengan uji validitas ukuran atau validitas norma, standar, atau kriteria (Nurgiyantoro, 2001:104). Instrumen diuji melalui diskusi dengan

63

JURNAL EDUKASI IGI


dengan menggunakan instrumen yang telah disusun untuk melakukan penilaian hasil tindakan. Refleksi dilakukan dengan cara mendiskusikannya dengan kolaborator untuk membahas tentang pelaksanaan tindakan. Hasil refleksi pada siklus pertama dijadikan dasar untuk merancang pelaksanaan tindakan pada siklus kedua. Pelaksanaan tindakan pada siklus kedua hampir sama dengan tahap-tahap pada siklus pertama, tetapi intensitas dan variasi tindakan pada siklus kedua lebih ditingkatkan. Prosedur pelaksanaan penelitian digambarkan dengan diagram berikut ini. berbicara di depan teman-temannya. Oleh karena itu, dalam mengawali penelitian ini, penulis melakukan observasi awal (prasiklus) melalui wawancara langsung dan pengisian angket dengan peserta didik di kelas VII-D untuk mengetahui penyebab kondisi peserta didik yang seperti itu. Hasil yang diperoleh dari observasi prasiklus tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar peserta didik mengalami kendala psikologis ketika harus berbicara di depan teman-teman sekelasnya sebagai representasi massa atau orang banyak. Hal itu terungkap dari hasil angket tentang penyebab mereka tidak mau berbicara jika diberi kesempatan berbicara di depan teman-temannya. Data menunjukkan bahwa di atas 85% peserta didik merasa malu dan hanya 10% peserta didik menjawab tidak malu, sedangkan 5% peserta didik tidak tahu. Selain merasa malu, 75% peserta didik merasa takut, 20% peserta didik menjawab tidak takut, sedangkan 5% peserta didik menjawab tidak tahu. Selain rasa malu dan takut, penulis juga menanyakan apakah peserta didik perlu melakukan kegiatan berbicara di depan teman-teman sekelasnya jika diberi kesempatan oleh guru. Untuk opsi ini hanya 10% siswa yang menjawab perlu, 85% menjawab tidak perlu, sedangkan 5% merasa tidak tahu. Dari wawancara langsung secara informal, penulis memperoleh gambaran bahwa peserta didik ingin pembelajaran berbicara dilakukan dengan bentuk yang tidak seperti biasanya. Mereka ingin agar bisa tampil secara adil, artinya semua siswa di kelas itu merasakan tampil berbicara di depan teman-teman sekelasnya. Untuk itulah penulis merasa perlu mengelaborasi berbagai kendala psikologis berupa rasa malu, takut dan apatis tersebut dengan menggunakan media cerita bergambar. Hasil Tindakan pada Siklus Pertama dan Kedua Pada pembelajaran siklus pertama dan kedua dilakukan pengamatan terhadap aktivitas guru dan peserta didik selama kegiatan pembelajaran. Dari catatan guru mitra sebagai kolaborator yang melakukan observasi, diperoleh data rekaman aktivitas peserta didik selama proses pembelajaran siklus satu maupun dua. Dalam penelitian yang terdiri atas dua siklus ini, tercatat berbagai perubahan, baik dari sisi perlakuan terhadap peserta didik maupun perubahan sikap, minat dan hasil yang diperoleh peserta didik. Secara jelas, hal itu dapat penulis paparkan dalam tabel-tabel berikut ini.

Gambar 2. Bagan Prosedur Pelaksanaan Penelitian Untuk mengukur hasil tindakan pada penelitian ini digunakan indikator kinerja yang meliputi (1) pada akhir siklus pertama diharapkan minimal 65% peserta didik di kelas VII-D SMP Negeri 3 Bonang Kabupaten Demak mampu bercerita di hadapan teman-teman sekelasnya dengan nilai penampilan memenuhi kriteria ketuntasan minimal yang ditetapkan oleh sekolah; dan (2) pada akhir siklus kedua diharapkan minimal 80% peserta didik di kelas VII-D SMP Negeri 3 Bonang Kabupaten Demak mampu bercerita di hadapan teman-teman sekelasnya dengan nilai penampilan memenuhi kriteria ketuntasan minimal yang ditetapkan oleh sekolah. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Deskripsi Kondisi Awal Pembelajaran keterampilan berbicara pada peserta didik SMP Negeri 3 Bonang Kabupaten Demak, khususnya di kelas VII-D belum dapat berlangsung sebagaimana idealnya. Pembelajaran berbicara tidak menyentuh esensi pembentukan kompetensi berbicara pada peserta didik. Hal itu disebabkan oleh sikap peserta didik yang menolak ketika disuruh tampil

64

| VOL. 01 Tahun I - September 2013

JURNAL EDUKASI IGI


Tabel 1. Hasil Pengamatan Sikap Peserta Didik dalam Pembelajaran
No. 1 Aktivitas Peserta Didik yang Diamati Aktif mendengarkan ketika guru menjelaskan materi pelajaran Tidak memperhatikan penjelasan guru Sibuk atau ramai tanpa tujuan yang jelas Jumlah Siklus 1 Jml. 25 Persen 80% Jml. 27 Siklus 2 Persen 88%

2 3

4 2 31

12 8% 100%

4 0 31

12% 0% 100%

yang dinilai dalam kompetensi bercerita juga naik. Namun demikian sampai akhir siklus kedua, aspek ekspresi gerak atau gesture persentase pencapaiannya masih di bawah 60% yaitu baru 59%. Aspek yang lain sudah dapat mencapai persentase ketercapaian di atas 60%. Hal itu berarti bahwa pada kegiatan pembelajaran berikutnya, guru perlu memberikan terapi motivasi dan pemodelan nyata sebelum peserta didik diminta tampil berbicara di depan teman-teman sekelasnya agar mereka tidak canggung dalam melakukan ekspresi gerak sebagai pendukung keberhasilan berbicara. Penguasaan masing-masing aspek dalam dua siklus secara lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 2. Persentase Ketercapaian Setiap Aspek Kompetensi Bercerita
No. 1 2 3 4 5 Aspek yang Dinilai Kualitas pelafalan Intonasi Ekspresi mimik/wajah Ekpresi gerak/gesture Keruntutan cerita Siklus 1 74,2% 72,6% 65,3% 66,3% 69,4% Siklus 2 95,2% 75% 69,4% 75,8% 91,1% Keterangan naik 21% naik 2,4% naik 4,1% naik 9,3% naik 21,7%

Data pada Tabel 1 menunjukkan gambaran perubahan sikap peserta didik yang menunjukkan gejala positif pada siklus pertama hingga siklus kedua. Hal itu ditandai dengan perubahan jumlah peserta didik yang sibuk dengan urusan sendiri atau ramai tanpa tujuan yang jelas. Pada akhir siklus pertama masih ada dua peserta didik yang bersikap negatif, namun pada akhir siklus kedua sudah tidak ada yang bersikap negative. Penilaian uji kompetensi kemampuan bercerita dengan aspek penilaian pada kualitas pelafalan, intonasi, ekspresi wajah, ekpresi gerak tubuh, dan keruntutatn cerita, juga menunjukkan peningkatan hasil. Hal itu tampak dari perolehan nilai akhir dari masing-masing peserta didik. Pada siklus pertama secara klasikal tercatat lebih dari 65% peserta didik sudah mampu bercerita sesuai dengan tujuan pembelajaran pada kompetensi ini. Dari 31 peserta sebanyak 2 peserta didik mendapat nilai di atas 75, sebanyak 11 peserta didik memperoleh nilai antara 70 75, ada 9 peserta didik mendapat nilai kurang dari 70. Siklus kedua menunjukkan bahwa lebih dari 80% peserta didik telah memperoleh nilai memenuhi batas ketuntasan. Dari 31 peserta didik pada kelas VII-A, sebanyak 4 peserta didik mendapat nilai di atas 85, sebanyak 18 peserta didik memperoleh nilai antara 80 85, ada 9 peserta didik memperoleh nilai di bawah 80. Hasil uji kompetensi dari kedua siklus menunjukkan kenaikan. Ketika pada akhir siklus pertama masih terdapat peserta didik yang memperoleh nilai kurang dari 65, namun pada akhir siklus kedua hampir semua peserta didik dapat melewati batas nilai terendah 75 kecuali dua peserta didik. Kenaikan ini selain disebabkan oleh upaya peserta didik untuk tampil bercerita dengan lebih baik pada siklus kedua, juga disebabkan oleh semakin jelasnya prosedur dan cara penilaian sebaya yang dilakukan oleh peserta didik. Aspek penilaian pada ekspresi baik mimik maupun gesture yang hasilnya rendah pada siklus pertama mengalami kenaikan pada siklus kedua karena guru memberikan terapi motivasi agar peserta didik berkespresi sebaikbaiknya dan kepada mereka diberikan contoh nyata melalui pemodelan oleh guru. Seiring dengan kenaikan nilai dalam uji kompetensi bercerita, persentase ketercapaian pada setiap aspek

Hasil angket untuk merekam tanggapan siswa terhadap penerapan pembelajaran bercerita dengan teknik Bercerita Berantai positif. Hasil angket itu menggambarkan bahwa dari 31 peserta didik di kelas VII-D, lebih dari 75% peserta didik merasakan bahwa pembelajaran bercerita dengan teknik Bercerita Berantai sangat menarik. Mereka juga sangat setuju bahwa dengan bercerita secara bersama teman satu kelompok membuat mereka merasa tidak takut dan tidak malu lagi untuk tampil berbicara di depan temanteman sekelas. PENUTUP Berdasarkan hasil-hasil penelitian penulis dapat menyimpulkan dua hal. Pertama, penerapan teknik bercerita berantai dapat menghilangkan kendala psikologis (rasa takut, malu, dan apatis) yang dialami peserta didik kelas VII-D SMP Negeri 3 Bonang Kabupaten Demak ketika disuruh tampil berbicara di depan teman-teman sekelas. Kedua, hilangnya kendala psikologis yang dialami siswa kelas VII-D SMP Negeri 3 Bonang Kabupaten Demak ketika berbicara dapat mengoptimalkan penguasaan kompetensi bercerita dengan memperhatikan ketepatan intonasi, kualitas pelafalan, ekspresi wajah (mimik), ekspresi gerak (gesture), dan keruntutan cerita. Berdasarkan pada simpulan-simpulan yang diperoleh dalam penelitian ini, penulis menyarankan kepada para guru Bahasa Indonesia, sebelum melakukan penanaman kompetensi berbicara kepada peserta didik, sebaiknya guru mengidentifikasi secara teliti apakah peserta didik tersebut memiliki kendala, terutama kendala psikologis yang dapat mengganggu keberhasilan mereka dalam berbicara di depan umum. VOL. 01 Tahun I - September 2013 |

65

JURNAL EDUKASI IGI


DAFTAR PUSTAKA Nuraeni, Euis dan Agus Supriatna. 2002. Penataran Tertulis Tipe A untuk Guru-Guru SLTP Jurusan Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdiknas. Nurgiyantoro, Burhan. 2001. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta: BPFE UGM. Tarigan, Djago dan H.G. Tarigan. 1990. Teknik Pengajaran Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa. Tarigan, Henry Guntur. 1983. Prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.

66

| VOL. 01 Tahun I - September 2013

JURNAL EDUKASI IGI IMPLEMENTASI TEKNIK BERPARTNER UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERCERITA DALAM PEMBELAJARAN BAHASA (ASING)
Oleh Dwi Imroatu Julaikah., SPd.,M.Pd
Abstrak: Berbicara merupakan satu dari empat keterampilan berbahasa yang mutlak dikuasai oleh pembelajar bahasa (juga pembelajar bahasa asing). Salah satu kegiatan berbicara adalah bercerita Namun demikian baik berbicara maupun bercerita bukanlah hal yang mudah dilakukan.ada banyak hambatan yang muncul dalam proses belajar mengajar. Misalnya rasa takut salah mengucapkan, takut bertanya, malu, tidak tahu bagaimana mengungkapkan dsb. Salah satu cara meminimalisir hambatan tersebut adalah dengan penggunaaan teknik berpartner. Kata kunci: Teknik berpartner, Keterampilan bercerita, Pembelajaran bahasa asing Abstract: Speaking is the one of the important skills for language learners and also for foreign language learners. Each Learner should have good skill in Speaking. Actually there are a lot of activities in speaking. One of the activities in Speaking is Telling story. Both speaking or telling story is not simple to be done for the language learner. There are a lot of Problems or difficulties in TeachingLearning Process. For example; the Learner feel afraid to say something, afraid to ask, afraid to say the wrong word or sentences or some time the learner do not know how to express their feeling etc. And one alternative to minimize these difficulties ist by Implementing the partnering technique. Keywords: Speaking; telling story Skill, learning (a foreign) language

A. PENDAHULUAN

erbicara merupakan satu dari empat ketrampilan berbicara yang mutlak dikuasai oleh pembelajar bahasa (asing). Pentingnya ketrampilan berbicara sebagai bagian dari kompetensi berbahasa dikemukakan oleh Boerner. Boerner; (1995:160) berpendapat bahwa Schreiben oder Sprechen? Sie beide Fertigkeiten unter dem Begriff Kommuniative Kompetence. Artinya baik menulis atau berbicara merupakan suatu ketrampilan yang termasuk dalam kompetensi komunikatif. Namun demikian, berbicara dalam bahasa asing bukanlah hal yang mudah dilakukan. Ada banyak hambatan yang ditemui oleh pembelajar bahasa, terutama bahasa asing. Hambatan ini dapat berupa hambatan kemampuan kebahasaan dan hambatan yang berupa sikap dari pembelajar. Hambatan kemampuan berbahasa dapat berupa ketidakpahaman dalam menyusun kalimat, rasa malu untuk mengucapkan, malu dan takut bertanya kepada dosen, tidak bisa memilih diksi yang baik. Faktor ini diperparah dengan tingkat pemahaman dan daya tangkap masing-masing mahasiswa. Sedangkan hambatan yang berupa sikap misalnya sikap pembelajar terkesan hanya diam saja, tidak memberikan komentar, takut mengucapkan di hadapan teman-temannya, terutama bila salah mengucapkan. Situasi tersebut semakin komplek ketika pembelajaran dilakukan secara klasikal plus faktor kejenuhan.

Kesulitan lain dalam pembelajaran berbicara atau bercerita adalah faktor lupa. Seringkali pembelajar lupa pada apa yang mesti dibicarakan, bahkan tidak tahu kata-kata apa yang harus digunakan. Hal ini disebabkan, karena ketika berbicara, pembelajar harus memikirkan letak kata kerjanya, serta seringkali terpaku pada pola; apa yang harus dibicarakan, bagaimana memformulasikan, lalu bagaimana harus mengucapkan dan pada saat yang bersamaan juga harus memikirkan gramatik apa yang akan dipakai (Schatz, 2006:91). Oleh karena itu agar proses pembelajaran berbicara lancar, maka perlu dilakukan dan diterapkan berbagai metode strategi yang bervariasi untuk mencapai hasil yang maksimal (Schwerdtfeger, 2001:5). Tentu saja dengan memperhatikan faktor tujuan pembelajaran, tingkat kesulitan dan kondisi belajar siswa (Wohlschlaegl 2001:16). Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan menggunakan teknik berpasangan (Partnerarbeit) untuk meningkatkan ketrampilan bercerita pembelajar. Bagaimana konsep teknik berpartner dalam keterampilan berbicara terutama dalam pembelajaran bahasa (asing) dan implementasinya akan diulas dalam tulisan ini. B. PEMBAHASAN 1. DEFINISI BERBICARA Menurut Pateda (1989:84) berbicara adalah menggunakan bahasa lisan secara aktif. Berbicara VOL. 01 Tahun I - September 2013 |

67

JURNAL EDUKASI IGI


berperan penting dalam proses komunikasi. Begitu pentingnya berbicara, menurut Billow (1961:84) dalam Pateda (1989:84) menyebutkan bahwa bahasa yang terutama adalah berbicara. Berbicara itu sendiri memiliki ciri-ciri antara lain, (1) didukung oleh bahasa tubuh, (2) adanya jeda, (3) seringkali terjadi pengulangan, (4) adanya interaksi antara pembicara dan mendengar (Schatz, 2006:178). Berbicara juga mempunyai beberapa wujud. Wujud dari berbicara atau penggunaan bahasa secara aktif ini bisa berupa perintah, pertanyaan, dorongan pengakuan, penjelasan, pidato dsb. Sedangkan aktivitas berbicara dapat berupa; (1) Mendengarkan bunyibunyian, (2) Bunyi-bunyian dilafalkan secara berturutturut, (3) Bunyi bahasa yang didengar berwujud kata atau kalimat. (4) Bunyi bahasa tersebut di lafalkan kelompok demi kelompok, (5) Kata atau kalimat yang dilafalkan mengandung pesan-pesan tertentu. Pada proses berbicara, pembicara pastilah meng gunakan topik tertentu. Topik yang diangkat dalam pembicaraan tergantung pada; (1) daya tarik untuk dibicarakan. (2) faktual, (3) pembicara, (4) penguasaan materi. Sedangkan proses yang dialami seseorang dalam berbicara dapat berupa; (1) persiapan rangsangan, dalam hal ini rangsangan menyebutkan usaha penyusunan kode semantis. (2) menyusun gagasan dalam wujud satuan-satuan gramatikal. (3) pengungkapan. Proses pertama dan kedua berada dalam otak, sedangkan proses ketiga melalui alat berbicara Pateda (2006:84-85). Selain itu berbicara (terutama dalam bahasa asing) sebagai bahasa kedua, tentu di jumpai kesalahankesalahan. Pateda (1989;86) mengidentifikasikan kesalahan yang terjadi dalam berbicara, kesalahan tersebut adalah; (1) kesalahan melafalkan bunyi bahasa. Kesalahan ini dapat terlihat dalam pelafalan kata. (2) kesalahan dalam pemilihan kata, dalam hal ini hubungannya dengan diksi, (3) kesalahan dalam hal pengungkapan pikiran yang tidak jelas, (4) Kesalahan dalam penggunaan struktur kalimat yang tidak tepat (SPOK), dan (5) kesalahan karena penggunaan kata yang mubazir, serta (6) kesalahan dalam penggunaan kata yang samar-samar, tidak jelas dan menimbulkan salah tafsir 2. KETRAMPILAN BERCERITA Bercerita merupakan salah satu kompetensi yang harus dikuasai sesorang dalam belajar bahasa. Bercerita dapat digunakan untuk membina kecakapan berbahasa, karena melalui melalui kegiatan bercerita, proses pembelajaran akan menarik buat pembelajar yang bercerita atau pembelajar lain yang mendengarkan. Melalui kegiatan bercerita, pembelajar dapat membantu pemahaman, perluasan perbendaharaan kata dan tata bahasa pembelajar serta dapat meningkatkan penguasaan kemahiran mendengar, bertutur, membaca dan menulis di kalangan pembelajar. Ada beberapa alasan mengapa bercerita ini patut di hadirkan dalam pembelajaran, terutama untuk meningkatkan ketrampilan berbicara. Menurut Ari Prabowo dalam tulisannya yang berjudul teknik bercerita yang di akses on line 50 april 2008, alasan itu antara lain; (1) Lebih Praktis dan Fleksibel. Praktis dan fleksibel, karena dapat dilakukan di kelas atau ditempat dan situasi manapun, baik di dalam atau di luar kelas, antar peserta didik, (2) Lebih murah, karena saat bercerita pembelajar dapat menggunakan alat peraga sederhana. Namun demikian penggunanan teknik ini dalam pelaksanaannya, juga harus memperhatikan hal penting. Hal penting tersebut antara lain; (a). Pendengar harus terlibat. Pada proses PBM, saat mahasiswa ditunjuk untuk berbicara, mahasiswa yang lain harus aktif terlibat dalam kegiatan PBM, (b). Tema yang dipilih haruslah menarik bagi pembelajar. Beberapa hal yang harus di perhatikan jika meng gunakan teknik ini adalah; (1) Pergunakanlah alat peraga atau alat bantu untuk memudahkan mahasiswa menjelaskan kalimat-kalimatnya, (2) bantuan berupa kata kunci dan sebagainya, patut dipertimbangkan agar pembelajar lebih mudah menceritakan alur kejadian secara urut, dari awal, pertengahan hingga akhir. Teknik bercerita ini biasa menggunakan variasi yang lain, misalnya dengan cerita berantai. 3. LATIHAN- LATIHAN DALAM PBM BERBICARA. Ada banyak cara, teknik maupun strategi yang bisa kita pakai dalam pembelajaran berbicara. Suyatno (2004;112) menyebutkan beberapa teknik dalam pembelajaran berbicara, antara lain wawancara, pidato tanpa teks, pidato dengan teks, mengomentari karya sastra, seperti novel, debat, menjadi pembawa acara, mendeskripsikan benda, bermain peran, info berantai, cerita berangkai. Schatz (2006:43) menyebutkan beberapa latihan yang didapat digunakan dalam latihan berbicara. Latihan tersebut terangkum dalam berbagai variasi latihan berbicara. Ada 3 macam latihan yang bisa digunakan dalam pembelajaran berbicara, yaitu (1) Kettenuebungen,(2) Partneruebungen dan (1) Bildgesteuerte Uebungen. Kettenuebungen adalah salah satu latihan berbicara yang menuntut reaksi cepat dari pembelajarnya. Latihan ini cocok digunakan untuk melatih pengembangan kosakata pembelajar. Contohnya guru menyebutkan kata Familie (keluarga), maka peserta diharapkan meyebutkan kata Vater (ayah), Mutter (ibu), Kinder (anak-anak) dan seterusnya. Sedangkan Partneruebungen adalah latihan yang dilakukan dengan format berkelompok. Misalnya 2 orang. Masing-masing kelompok bekerja untuk membuat dialog sesuai dengan tema yang ditentukan atau bebas. Bildgesteuerte Uebungen adalah latihan dalam belajar berbicara dengan media gambar yang menarik. Gambar mempunyai kelebihan jika digunakan dalam proses PBM. Barbara (1996;748) berpendapat bahwa Bilder werden schneler gelesen als Texte. Artinya seringkali gambar lebih mudah dipahami daripada suatu teks. Melalui gambar ini, pembelajar diharapkan dapat mendeskripsikan, menceritakan apa yang mereka lihat dalam gambar.

68

| VOL. 01 Tahun I - September 2013

JURNAL EDUKASI IGI


4. TEKNIK BERPARTNER (PARTNERARBEIT) Sejalan dengan perkembangan waktu, metode atau teknik berkembang dengan pesatnya. Pembelajaran yang berorientasi dan terpusat pada guru mulai ditinggalkan. Beralih ke pembelajaran yang berpusat pada siswa. Salah satu pembelajaran yang berpusat pada siswa adalah pembelajaran kooperatif. Pembelajaran ini bisa diterapkan dengan berbagai macam variasi, antara lain adalah dengan variasi dan teknik berpartner (Partnerarbeit). Pembelajaran dengan siswa berpartner (Parnerarbeit) merupakan pembelajaran berkelompok dimana siswa bekerja dalam kelompoknya, yang biasanya terdiri dari dua orang. Zander (2011) mendefinisikan Partnerarbeit adalah salah satu bentuk pembelajaran dimana dua pembelajar bekerja bersama dalam suatu proses belajar. Selain menciptakan atmosfer pembelajaran yang menyenangkan, pembelajaran ini bertujuan untuk meningkatkan ketrampilan sosial pembelajar, meningkatkan motivasi belajar, membuka kesempatan yang seluasnya bagi pembelajar untuk saling bertukar pikiran dengan teman pasangannya dan juga memungkinkan pencapaian hasil yang maksimal. Dalam pelaksanan pembelajaran ini, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Beberapa hal itu antara lain adalah sebagai berikut; (a) Pembelajaran ini harus memperhatikan prinsip bekerjasama dalam kelompoknya. Kerjasama antar anggota dalam kelompoknya haruslah berjalan dengan baik, (b) Hendaklah memperhatikan bagaimana pembentukan kelompok atau penentuan pasangan, termasuk posisi tempat duduk. Sangat dianjurkan adanya kontak mata antara pembelajar, sehingga tempat duduk haruslah diatur sedemikian rupa agar kontak mata yang diharapkan dapat tercapai dalam proses PBM. Dan (c). Metode yang digunakan haruslah jelas. Ada banyak keuntungan jika kita menggunakan metode ini. Wohlschlaege (2001:15) menyebutkan kelebihan kelebihan metode ini sebagai berikut: (a) siswa dapat saling membantu dan bekerja sama dengan pasangannya, (b) tercapai pemahaman juga secara individual, dan (3) dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Namun demikian dalam penerapannya tentu saja ada hambatan hambatan. Hambatan itu antara lain adalah terjadinya konflik antar pasangan, adanya waktu yang terbuang saat pembentukan kelompok, dan pasangan yang diperoleh belum tentu menyenangkan satu dengan yang lainnya 5. IMPLEMENTASI TEKNIK BERPARTNER DALAM PEMBELAJARAN BERBICARA/BERCERITA Pada proses belajar, teknik ini berpartner ini di implementasikan dengan berbagai macam variasi. Namun kesemuanya dikemas secara berpasangan. Mekanisme berpasangan dapat dilakukan dengan variasi materi ajar, variasi parner dan variasi pada saat presentasi. Berikut ini beberapa variasi yang dapat digunakan; a. Berpartner, terdiri dari 2 pembelajar -memilih pasa ngan sendiri- saling interview-menghasilkan cerita dan presentasi berdua di depan kelas

b. Berpartner dua-dua-pasangan ditentukan oleh pengajar-membandingkan 2 gambarmenghasilkan cerita presentasi dengan partner di dalam kelompok besar (tidak di depan kelas).

c. Berpartner dua dua-pasangan ditentukan - meng ha silkan cerita berantai bergambar presentasi dengan partner di dalam kelompok besar.

C. PENUTUP Pentingnya penguasaan kompetensi berbicara dalam pembelajaran bahasa asing mutlak diperlukan. Namun demikian untuk mencapai kompetensi tersebut dengan baik bukanlah hal yang mudah dilakukan. Oleh karena itu perlu diterapkan berbagai metode teknik dan strategi yang bervariatif untuk mengurai problematik dlam pembelajaran berbicara. Oleh karena itu inovasi, kreativitas dan kesungguhan pengajar dalam pembelajaran ini sungguh sangat diperlukan agar peningkatan kemampuan peserta didik dalam berbicara dapat terwujud.

VOL. 01 Tahun I - September 2013 |

69

JURNAL EDUKASI IGI


DAFTAR PUSTAKA Ari Prabowo.Teknik Bercerita akses on line 5 April 2008 Boerner, Wolfgang. 1995. Schreiben in der Fremdsprache. Prosses und Text, Lehren und Lernen. Info DaF, 161. Barbara, 1996. Bilder als Kommunikate und Lernmedien im Fremdsprachenunterricht.iudicium:Muenchen Buku Pedoman Pelaksanaan Penelitian DIPA dan Swadana Lemlit Unesa Pateda, Mansoer. Dr. Analisis Kesalahan. Flores:Nusa Indah Schatz, Heide. 2006. Germany:Langenschedt Fertigkeit Schreiben.

Suyatno, 2004. Teknik Pembelajaran Bahasa dan Sastra. Berdasarkan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Surabaya: Penerbit SIC Wohlschlaegl, 2001.Beitrge zur Didaktik des ,Geographie und Wirtschaftskunde,Unterrichts, Wien: Institut fuer Geographie und Regionalforschung der Universitt Wien Wolfgang, Mattes.2006.Methoden fuer den Unterricht..75 kompakteUebersichten fuer Lehrende und Lernende. Makalah, Zander, Schulz. Intitut fuer Schulenentwicklung. Technische Universitaet Dortmund (TU)

70

| VOL. 01 Tahun I - September 2013

JURNAL EDUKASI IGI

tinjauan buku

Action Researsch, A Guide for The Teacher Researcher


Posisi guru sebagai peneliti (yang melakukan PTK) berbeda dengan peneliti pendidikan lainnya. Peneliti pendidikan lainnya biasanya meneliti sesuatu yang di luar dirinya. Guru yang melakukan PTK meneliti praktik mengajarnya sendiri dengan tujuan agar hasil penelitiannya bisa membantunya untuk melakukan aksi sehingga menciptakan perubahan yang positif di pendidikan (Mills 2011:3).

JUDUL : Action Research, A Guide for The Teacher Researcher (Edisi Keempat) PENULIS : Geoffrey E. Mills PENERBIT : Pearson Education, Inc., Boston TAHUN TERBIT : 2011 TEBAL : 238 halaman + indeks PERESENSI : Dhitta Puti Sarasvati Direktur Riset dan Pengembangan IGI Pusat (puti@igi.or.id)
ction Research: A Guide for the Teacher Researcher, merupakan buku yang akan memudahkan guru untuk memahami Action Research atau Penelitian Tindak Kelas (PTK). Buku ini ditulis oleh Geoffrey E. Mills, seorang Proffesor di Bidang Pendidikan di School of Education, Southern Oregon University. Mills biasa memberikan presentasi menganai PTK di berbagai negara seperti New Zealand, Grenland, UK, Kanada, dan Amerika Serikat. Buku ini dibuat sebagai petunjuk bagi guru agar bisa melakukan PTK. Buku ini dibagi menjadi delapan bab, yakni (1) Memahami PTK; (2) Etika (dalam Melakukan PTK); (3) Menentukan Fokus Penelitian; (4) Teknik Mengambil Data; (5) Mempertimbangkan Validitas, Reliabilitas, dan Generabilitas; (6) Menganalisis dan Menginterpretasi Data; (7) PTK untuk (Aksi) Perubahan Pendidikan; (8) Menuliskan Hasil Penelitian; dan (9) Mengevaluasi Hasil PTK. Selain itu juga terdapat tiga buah lampiran berupa sebuah contoh laporan PTK yang utuh, standar deviasi (dan hubungannya dengan PTK), dan cara menampilkan data secara visual. Masing-masing bab diawali dengan cuplikan hasil PTK yang dibuat oleh guru. Cuplikan ini dipilih dengan seksama untuk mengantarkan pembaca memahami isu yang akan dibahas di masing-masing bab. Misalnya, bab Memahami PTK diawali dengan cuplikan

penelitan dari seorang guru SMP bernama Deborah South yang berjudul Apa yang Memotivasi Siswa yang Tidak Termotivasi?. Cuplikan tersebut menggambarkan bahwa penelitian Deborah dilatarbelakangi oleh kesulitannya saat mengajar siswa-siswa yang tidak bermotivasi belajar. Selama lima tahun mengajar, Deborah telah mencoba menerapkan berbagai strategi untuk melibatkan semua siswa dalam pembelajaran. Meskipun begitu, selalu ada beberapa siswa yang apatis dan tidak termotivasi. Pada semester baru, Deborah diminta mengajar di kelas yang berisi 20 orang siswa yang nilainya terendah di angkatannya. Dalam seminggu pertama, masalah mulai bermunculan. Siswa-siswa tersebut tidak membawa alat tulis, mengejek satu dengan yang lain, melempar-lempar barang di dalam kelas, dan berjalan-jalan di kelas semaunya. Agar Deborah bisa melakukan aksi, berupa pengajaran yang lebih baik, Deborah mulai membaca bagaimana guru-guru lain memotivasi siswa yang biasanya tidak bermotivasi untuk belajar. Dari hasil studi literaturnya, Deborah belajar bahwa motivasi siswa dipengaruhi oleh pengakuan orang dewasa, pengaruh teman sebaya, keberhasilan dalam memahami pelajaran, percaya diri, dan pandangan mereka sendiri terhadap kemampuan akademik VOL. 01 Tahun I - September 2013 |

71

JURNAL EDUKASI IGI


mereka. Bagaimana dengan siswa-siswa Deborah sendiri? Apa yang memotivasi mereka untuk belajar? Akhirnya, Deborah melakukan pengumpulan data melalui survei, wawancara, analisa buku rapor, dan melakukan analisis data presensi siswa. Tujuan dari pengumpulan data ini adalah untuk menjawab beberapa pertanyaan, yakni (1) bagaimana presensi siswa mempengaruhi performansi siswa?; (2) bagaimanakah pengaruh sesama teman dalam membuat siswa menyelesaikan pekerjaan sekolahnya?; (3) bagaimanakah orang dewasa (orang tua, guru) mempengaruhi kesuksesan siswa?; dan (4) bagaimanakah tingkat kepercayaan diri siswa? Cuplikan mengenai penelitian Deborah hanya satu setengah halaman tetapi memberikan gambaran bagaimana seorang guru selalu berhadapan dengan isu-isu yang kerap kali menimbulkan pertanyaan. Pertanyaan ini bisa dijawab dengan melakukan studi literatur dan dengan mengumpulkan data serta menganalisisnya. Kemampuan membuat pertanyaan penelitian, membaca literatur terkait, mengumpulkan data, dan menganalisanya semuanya merupakan keterampilan dasar yang harus dimiliki oleh peneliti manapun. Namun, posisi guru sebagai peneliti (yang melakukan PTK) berbeda dengan peneliti pendidikan lainnya. Peneliti pendidikan lainnya biasanya meneliti sesuatu yang di luar dirinya. Guru yang melakukan PTK meneliti praktik mengajarnya sendiri dengan tujuan agar hasil penelitiannya bisa membantunya untuk melakukan aksi sehingga menciptakan perubahan yang positif di pendidikan (Mills 2011:3). Menurut Mills PTK adalah sebuah proses mencari tahu (inquiry) yang sistematis, dilakukan oleh guru, kepala sekolah, pengawas sekolah, maupun stakeholder pendidikan lainnya untuk mengumpulkan informasi mengenai bagaimana sebuah sekolah beroperasi, bagaimana proses mengajar, dan seberapa jauhkah siswa belajar. Tujuan dari pengumpulan informasi ini adalah untuk memperoleh umpan balik, mengembangkan praktik reflektif, yang menyebabkan perubahan pendidikan yang lebih positif baik di lingkungan sekolah (maupun praktik pendidikan yang lebih luas), meningkatkan kemampuan dan kehidupan siswa, dan siapapun yang terlibat dalam penelitian. Contoh PTK di setiap awal bab menjadikan pembaca bisa memahami mengenai PTK, bukan hanya mengetahui atau menghafal definisi-definisi terkait PTK. Walaupun akhirnya teori dan definisi memang diberikan, tetapi ini dilakukan belakangan. Struktur ini tampaknya sengaja dipilih oleh Mills agar pembaca tidak merasa seperti dicekoki teori baru melainkan diajak merekonstruksi kembali pemahamannya mengenai proses mencari tahu sehingga bisa mengaitkannya dengan PTK. Dalam buku ini juga banyak petunjuk praktis yang bisa digunakan saat pembaca sedang merancang sebuah PTK. Bukan hanya menjelaskan cara menuliskan hasil penelitian yang dilengkapi dengan petunjuk dan contoh penulisan laporan PTK, ada juga petunjuk

Menurut Mills (2011:124) proses menganalisis data adalah salah satu bagian tersulit dari PTK. Peneliti harus selalu bertanya, Bagaimana caranya data ini bisa menjadi bermakna untuk saya?.
praktis mengenai proses merancang PTK. Misalnya, di bab 4 (Teknik Pengumpulan Data) disedikan matriks trianggulasi yang berupa sebuah tabel berisi kolom pertanyaan penelitian dan tiga kolom sumber data. Sebelumnya ada contoh berupa tabel trianggulasi yang telah diisi. Peneliti disarankan untuk memperoleh lebih dari satu sumber data untuk menjawab masing-masing pertanyaan penelitian. Misalnya, salah satu pertanyaan penelitian yang dibuat oleh James Rockford (seorang guru komputer di sebuah SD) adalah berapa waktu yang digunakan siswa di depan komputer? Untuk itu, dia mengumpulkan data dari dokumen laboratorium sekolah, survei ke siswa, dan servei ke orang tua siswa. Dengan mengumpulkan data dari beberapa sumber peneliti bisa mendapatkan gambaran yang lebih utuh untuk menjawab pertanyaan penelitiannya. Meskipun mengumpulkan data sangat penting, buku ini juga menekankan pentingnya melakukan refleksi dan berhati-hati dalam menganalisis data. Menurut Mills (2011:124) proses menganalisis data adalah salah satu bagian tersulit dari PTK. Peneliti harus selalu bertanya, Bagaimana caranya data ini bisa menjadi bermakna untuk saya?. Mengutip Anderson, Herr, dan Nihlen (1994), ada saatnya peneliti harus mulai berhenti mengumpulkan data dan mulai merefleksikan data yang ada (hal. 155). Dua pertanyaan yang bisa membantu peneliti dalam melakukan refleksi adalah (1) apakah pertanyaan penelitian Anda masih bisa dijawab dan memang perlu dijawab?; dan (2) apakah teknik pengambilan data yang Anda lakukan memang membantu dalam mengumpulkan data yang diperlukan sekaligus menyaring data yang tidak diperlukan (untuk menjawab pertanyaan penelitian)? Kedua pertanyaan tersebut sangat mendasar, membantu peneliti untuk memastikan apakah penelitiannya memang ada di jalur yang benar atau tidak. Meskipun bisa menjadi petunjuk praktis, buku Action Research: A Guide for the Teacher Researcher juga banyak menekankan pentingnya memahami esensi PTK, hal-hal yang juga filosofis. Buku ini merupakan sebuah buku yang komperhensif mengenai PTK. Kekuatan buku ini ada pada pemilihan contoh-contoh PTK yang secara efektif digunakan untuk menekankan konsep-konsep penting mengenai PTK. Bukan hanya belajar dari teori dan definisi, namun juga bisa belajar dari contoh penelitian yang dibuat oleh berbagai guru lainnya. Baik untuk guru yang baru akan melaksanakan PTK maupun guru yang mau memperdalam pemahamannya mengenai PTK, buku ini sangat direkomendasikan.*

72

| VOL. 01 Tahun I - September 2013

JURNAL EDUKASI IGI

AKTIVITAS IGI SEANTERO NUSANTARA Peningkatan Kualitas Guru Melalui Kegiatan Berbagi dan Tumbuh Bersama (Sharing and Growing Together)
Oleh Ditta Puti Sarasvaty dan Faradina Izdhihary

Prinsip dan Tujuan Pendirian IGI

enurut UNESCO (2012), pendidikan yang berkualitas menawarkan harapan dan kesempatan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Pendidikan berkualitas tidak akan tercapai tanpa guru yang kompeten dan termotivasi. Guru memang salah satu faktor paling penting dalam pendidikan. Kalau setiap guru berkualitas, pendidikan akan berkualitas. Pertanyaannya adalah, bagaimana cara meningkatkan kualitas guru? Ahmad Rizali (Nanang) dan Satria Dharma, keduanya pendiri Ikatan Guru Indonesia IGI), percaya bahwa salah satu cara untuk meningkatkan kualitas guru adalah dengan mewadahi guru dalam sebuah komunitas yang memungkinkan para guru bisa berinteraksi satu dengan yang lain sehingga mereka bisa saling berbagi pengetahuan dan pengalaman. Dalam suatu pertemuan IGI di Gambir tahun 2010, Ahmad Rizali pernah menjelaskan alasan pembentukan organisasi ini. Ahmad Rizali menganalogikan pentingnya organisasi profesi guru dengan keberadaan Taman Ismail Marzuki (TIM) bagi para seniman. TIM menjadi tempat berkumpul, berdiskusi, belajar, dan akhirnya para seniman berkarya bersama. Ahmad Rizali mencita-citakan adanya sebuah organisasi guru yan cukup sederhana, yaitu membentuk sebuah organisasi yang berfungsi sebagaimama TIM berfungsi bagi para seniman. Ahmad Rizali berharap para guru bisa meningkat kualitasnya ketika mereka memiliki tempat berkumpul, terjadi proses belajar melalui dialog, sehingga muncul gagasan-gagasan baru di kalangan guru yang kelak bisa menghasilkan karya nyata untuk meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia. Yang ditekankan adalah bahwa proses pembelajaran terjadi melalui interaksi antara sesama guru dan pendidik lainnya. Hasil studi J. Margolis berjudul How Teachers Lead Teachers (dipublikasikan dalam http://www.ascd. org/publications/educational-leadership/feb09/) menyatakan bahwa sama seperti siswa, guru belajar paling baik ketika mereka (1) terlibat aktif dalam pembelajaran, (2) mulai dari apa yang sudah mereka ketahui (prior knowledge), dan (3) berada di lingkungan yang nyaman. Prinsip pendirian IGI didasari oleh ketiga prinsip tersebut. Pertama, IGI adalah tempat para guru terfasilitasi

untuk bisa berpartisipasi aktif dalam proses belajarnya sendiri. Sumber pembelajaran diperoleh melalui sesama guru melalui kegiatan berbagi (sharing), masing-masing guru memanfaatkan yang sumber ada sekaligus membantu guru lain untuk belajar dengan berbagi pengetahuan, cerita, maupun bahan-bahan pembelajaran lainnya. Kedua, guru dianggap sudah memiliki pengetahuan yang berharga. Pengetahuan ini diperoleh melalui proses belajar sebelumnya, pengalaman mengajar, bacaan, dan berbagai sumber lainnya. Melalui kegiatan belajar yang terjadi bersama-sama dengan guru lainnya, pengetahuan ini akan tumbuh dan berkembang menghasilkan pengetahuan dan gagasan baru. Ketiga, guru memerlukan lingkungan yang nyaman untuk belajar. Lingkungan di sini bukan hanya lingkungan fisik, namun juga melingkupi lingkungan sosial yang bisa terbangun melalui interaksi baik di dunia nyata maupun maya. Hal ini berarti IGI diharapkan menjadi tempat yang nyaman bagi guru untuk berbagi dan belajar. Proses peningkatan kualitas guru berupa sebuah siklus belajar-berbagi-belajar-berbagi, yang bisa di gam barkan seperti diagram berikut:

Gambar 1. Proses Belajar di IGI

VOL. 01 Tahun I - September 2013 |

73

JURNAL EDUKASI IGI

Gambar 2. Perjalanan Panjang Pendirian Ikatan Guru Indonesia

Diharapkan dengan berproses sesuai siklus tersebut, guru bisa berkembang dan tumbuh menjadi guru yang lebih berkualitas. Saat awal pendiriannya, IGI belum menjadi sebuah organisasi profesi seperti yang ada sekarang. Namun, roh IGI sejak dulu sampai sekarang masih sama: belajar berbagi belajar berbagi. Perjalanan Panjang Pendirian IGI SK Depkumham Nomor AHU-125.AH.01.06 tahun 2009, tertanggal 26 November 2009 menyatakan bahwa sejak sejak 26 November 2009, IGI resmi disahkan sebagai sebuah organisasi profesi guru. Namun, sebenarnya cikal bakal pendirian IGI sudah terjadi jauh lebih lama sebelumnya. Secara singkat perjalanan panjang pendirian IGI dapat digambarkan dalam bagan berikut ini. (lihat gambar 2) Bagan di atas menunjukkan adanya empat momentum sejarah pendirian IGI. Momentun pertama adalah tanggal 21 November 2000, ketika mailinglist Centre for The Betterment of Education (cfbe@ yahoogroups.com) didirikan. Salah satu moderatornya adalah Ahmad Rizali. Di mailing-list tersebut para dosen, guru, mahasiswa, aktifis LSM, pakar dan tokoh pendidikan, juga khususnya para pemerhati pendidikan, serta masyarakat umum lainnya secara aktif membahas isu-isu terkait pendidikan di Indonesia. Melalui mailinglist CFBE tersebut Ahmad Rizali berkenalan dengan Satria Dharma. Keduanya aktif berdiskusi melalui milis. Tanggal 22 Juni 2006 muncul gagasan didirikannya Indonesian Teachers Club yang dikemukakan oleh Satria Dharma di mailing-list CFBE. Dalam emailnya, Satria Dharma mengungkapkan keinginannya untuk mendirikan suatu klub guru yang bertujuan meningkatkan kualitas pendidikan secara nyata dengan jalan berbagi. Dalam email itu ditulis bahwa Satria Dharma berkeinginan memembentuk suatu lembaga profesi yang diberi nama Indonesian Teachers Club. Klub ini bertujuan untuk menjadi wadah para guru dalam mengembangkan profesinya agar menjadi lebih kompeten dan professional. Dalam wadah ini, para guru dan trainer dapat berbagi pengetahuan, keterampilan, alat dan sumber belajar untuk meningkatkan profesionalisme melaui kegiatan-kegiatan seminar, tutorial, workshop, demonstrasi (unjuk kemampuan), diskusi, dll. Para guru dan trainer dapat berbagi tentang best practices di kelas yang selama ini mereka kembangkan. Banyak guru hebat yang telah mengembangkan pembelajaran yang efektif dan menyenangkan dan ingin berbagi dengan guru-guru lain tapi tidak punya wadah untuk

itu. Beberapa dari mereka bahkan telah menyatakan kesediaannya untuk mengisi kegiatan ini jika telah berdiri. Misalnya, seorang guru PKn yang dapat me ngembangkan pembelajaranyang menarik dan efektif akan dapat mengajarkan pengalamannya kepada sesama guru PKn lain. Atau, guru agama Islam yang mengembangkan modul tentang pengajaran materi toleransi beragama dengan menggunakan pendekatan proyek kelompok dan hasilnya dapat dibagikan kepada sesama guru agama di tempat ini. Bukan hanya guru, petugas perpustakaan dapat berbagi dengan sesama pustakawan sekolah tentang bagaimana ia mengelola perpustakaan sehingga dapat menjadikan perpustakaannya benar-benar menjadi sumber belajar yang efektif bagi siswa di sekolahnya. Demikian juga, seorang trainer character building profesional akan membagikan ilmu dan keterampilannya dalam membuat program pembentukan karakter yang kuat bagi anak dan remaja kepada para guru Bimbingan dan Konseling sekolah dalam bentuk pelatihan berkala secara gratis. Best Practice and Knowledge Sharing adalah inti dari program yang akan dikelola oleh Indonesia Teachers Club (ITC) ini. Gagasan ini disambut hangat oleh para anggota mailing-list. Bagiono Djokosumbogo, kini pembina IGI, mengusulkan agar nama klub tersebut menggunakan bahasa Indonesia sehingga akhirnya disetujui bahwa namanya adalah Klub Guru Indonesia (KGI). Launching perdana KGI diadakan pada 29 Agustus 2006 di Sampoerna Foundation Teacher Institute Audi torium, Jakarta. Semenjak itu, kegiatan-kegiatan KGI baik berupa seminar, workshop,dan pelatihan mulai sering diadakan di Jakarta. Pesertanya rata-rata dari sekita Jakarta, Bogor, Tangerang dan Bekasi. Adanya dunia maya, termasuk kemudahan ko mu nikasi yang bisa dilakukan melalui berbagai mailinglist, membantu tersebarnya gagasan mengenai KGI ke daerah lain. Berikutnya KGI berkembang di Surabaya. Salah satu motornya adalah Mohammad Ihsan, kini Sekretaris Jendral IGI. Setelah berkembang di Surabaya IGI berkembang di daerah-daerah lain di Jawa Timur, lalu mulai berkembang di Jawa Barat, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Timur, dan daerah lainnya. Karena KGI mulai membesar dan anggotanya terus bertambah, disepakatilah bahwa KGI harus disahkan sebagai organisasi profesi guru yang resmi menurut hukum. Namun, untuk menjadi sebuah organisasi profesi guru yang resmi, penggunaan kata Klub

74

| VOL. 01 Tahun I - September 2013

JURNAL EDUKASI IGI


dianggap kurang formal sehingga kata Klub diganti dengan kata Ikatan. Maka, Klub Guru Indonesia (KGI) berubah menjadi Ikatan Guru Indonesia (IGI). Sekarang IGI telah memiliki benyak cabang yang tersebar di 17 provinsi di Indonesia. Anggota IGI telah mencapai sekitar 15 ribu orang. Pada tanggal 26 November 2009, IGI diresmikan menjadi sebuah organisasi profesi guru dengan moto Berbagi dan Tumbuh Bersama (Sharing and Growing Together). Adapun visi IGI adalah memperjuangkan mutu, profesionalisme, dan kesejahteraan guru Indonesia, serta turut secara aktif mencerdaskan kehidupan bangsa. Dengan visi seperti itu, IGI bertekad melaksanakan empat misi, yaitu (1) mewujudkan peningkatan mutu, profesionalisme, kesejahteraan, perlindungan profesi guru, dan pengabdian kepada masyarakat; (2) menjadi sarana dan wadah interaktif guru untuk tukarmenukar pengalaman, ide, dan berbagi dalam cara mengajar, pendekatan, metode, strategi dan teknik mengajar, serta hal-hal baru dalam dunia pendidikan; (3) memajukan pendidikan nasional, keguruan, dan mencerdaskan kehidupan bangsa; dan (4) menjalin kerjasama dengan semua pihak untuk meningkatkan kemajuan pendidikan, mutu, profesionalisme, dan kesejahteraan guru. Secara umum kegiatan IGI tergambar seperti bagan yang ada di bawah.

Karena KGI mulai membesar dan anggotanya terus bertambah, disepakatilah bahwa KGI harus disahkan sebagai organisasi profesi guru yang resmi menurut hukum. Namun, untuk menjadi sebuah organisasi profesi guru yang resmi, penggunaan kata Klub dianggap kurang formal sehingga kata Klub diganti dengan kata Ikatan.

Post agar setiap minggu ada satu halaman yang diperuntukan untuk guru sebagai bentuk menyebarkan akses informasi untuk guru. IGI Jawa Tengah sering mengadakan pelatihan teknologi informasi untuk guru. IGI Kalimantan Tengah aktif menyelenggarakan kegiatan mengenai education for sustainable development (pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan).

Gambar 4. Halaman Khusus untuk IGI Banjarmasin pada Surat Kabar Banjarmasin Post Kegiatan dalam IGI banyak yang diusulkan oleh anggota. Guru manapun yang merasa mempunyai keahlian khusus bisa menawarkan diri untuk berbagi kepada guru yang lainnya. Ini yang menyebabkan tema pada berbagai kegiatan IGI bisa bervariasi. Guru yang pandai menulis menawarkan menyelenggarakan workshop menulis, guru yang menguasai berbagai metode mengajar menawarkan diri berbagi mengenai metode belajar dan mengajar, dan sebagainya. Kondisi yang memungkinkan guru yang menentukan sendiri VOL. 01 Tahun I - September 2013 |

Gambar 3. Program Kegiatan IGI Kegiatan IGI di Berbagai Daerah Kegiatan IGI sangat bervariasi. Setiap cabang bisa mengadakan kegiatan yang sesuai dengan kebutuhan lokalnya asalkan tetap mengacu pada sharing and growing together. Sebagai contoh, IGI Kalimantan Selatan memilih bekerja sama dengan Banjamasin

75

JURNAL EDUKASI IGI


Gambar 5. Berbagai seminar, pe latihan, dan workshop IGI: (a) IGI bekerja sama British Council Indo nesia mengadakan Live Streaming Interational Association of Teachers of English as a Foreign Language di Jakarta, Semarang, Surabaya, Balikpapan; (b) Workshop Pembe lajaran IPS dengan memanfaatkan vi deo dari Global Lives Project, Bekasi; (c) Seminar Film sebagai Media Pembelajaran, Jakarta; (d) Seminar Pembelajaran Melalui Dunia Virtual, Jakarta; (e) Workshop Matematika dan Bahasa Indonesia untuk guru SD, Barito Kuala, Kalimantan Selatan; (f) Workshop membuat Worksheet untuk Guru Bahasa Inggris, Tangerang.

apa yang perlu dipelajarinya dan apa yang bisa dia bagikan untuk guru yang lain menyebabkan tematema dalam kegiatan IGI sangat bervariasi. Beberapa contoh kegiatan yang diselenggarakan IGI bisa dilihat dalam gambar di bawah ini. Selain berbagai kegiatan tatap muka, kegiatan pembelajaran di IGI juga terjadi di dunia maya yakni melalui melalui mailing list IGI (ikatanguruindonesia@ yahoogroups.com), website IGI (www.igi.or.id), maupun facebook group IGI (http://www.facebook.com/ groups/igipusat/?fref=ts). Setiap hari guru memiliki kesempatan untuk berinteraksi dengan guru lainnya melalui berbagai forum di atas. Interaksi yang terjadi antara sesama guru di dunia maya memungkinkan guru untuk saling berbagi, kemudian berkolaborasi melahirkan gerakan maupun gagasan baru. Beberapa hal yang tumbuh dari interaksi antara guru pada forum IGI di dunia maya antara lain (1) forum Sharing Yuk!, yaitu suatu forum bagi guru untuk menuliskan pengalaman mereka dalam mengajar kemudian bisa disebarluaskan melalui website IGI; (2) Klub Baca IGI, yaitu suatu forum untuk menuliskan pandangannya terhadap buku yang dibaca, lalu disebarluaskan melalui mailing-list dan facebook group IGI; (3) Facebook Group Klub Guru Menulis IGI, yaitu suati forum bagi guru untuk saling mem-posting tulisan mereka dan mengomentari tulisan guru lain; (4) Facebook Group Klub Bahasa Inggris IGI, yaitu forum guru Bahasa Inggris untuk saling berlatih kemampuan berbahasa Inggris. Baik di dunia nyata maupun melalui dunia maya, kegiatan berbagi yang terjadi antara sesama anggota IGI akhirnya memang membantu guru untuk meningkatkan kualitasnya. Bukan hanya itu, munculah gagasan baru yang turut mendorong peningkatan kualitas sesama guru maupun pendidikan Indonesia pada umumnya. Diharapkan proses ini dapat terus Gambar 6. Berturut-turut dari kiri: Mohammad Ihsan (Sekjen IGI Pusat), Eko Prasetyo (penulis Memoar Guru), Gatot HP (Direktur Seamolec dan Wakil Ketua Dewan Pembina IGI), Hendrianto (Manager Direct Chanel Telkom Jatim), Kresno Herlambang (Dinas Pendidikan Jatim), Istiqomah (penulis Memoar Guru), Hariani Susanti (Penulis Memoar Guru).

berlanjut dan berkembang. Persis seperti moto IGI, berbagi dan tumbuh bersama. Sharing and growing together. Hasil interaksi para guru dalam forum Klub Guru Menulis IGI adalah terbitnya buku-buku karya guru. Salah satu buku yang karya kolaborasi para guru dari berbagai tempat di Tanah Air yang saat ini sering dibicarakan di berbagai cabang IGI adalah buku berjudul Hope and Dream Memoar Guru Setelah beberapa lama pengurus IGI Pusat men canangkan Gerakan Guru Menulis dengan difasilitasi oleh mailing list dan akun Facebook, tercetuslah ide untuk membukukan tulisan-tulisan para guru. Buku perdana yang berisi pengalaman para guru dalam menjalankan tugas di tempat masing-masing ditulis sendiri oleh mereka kemudian dikirimkan kepada tim yang dibentuk untuk menyunting dan menerbitkannya, maka terbitlah buku berjudul Hope and Dream, Memoar Guru (ISBN 978-602-97838-3-4). Buku tersebut diluncurkan untui pertama kalinya di Aula Telkom Margoyoso Surabaya, Kegiatan yang bersamaan dengan seminar Gerakan Guru Menulis ini bertujuan menginspirasi para guru untuk menjadi para penulis buku-buku berikutnya. Acara peluncuran buku ini dihadiri oleh tiga orang di antara 25 penulis buku yaitu Faradina Izdhihary, Eko Prasetyo, dan Icha Hariyani Susanti. Selain itu juga hadir para guru dari beberapa daerah seperti Jember, Banyuwangi, Tuban, Kediri, Malang, dan daerah lainnya di Jawa Timur. Kegiatan dilaksanakan pada Minggu pagi, tanggal 27 Januari 2013.

76

| VOL. 01 Tahun I - September 2013

JURNAL EDUKASI IGI


Buku setebal 328 halaman iti berisi tulisan dari 25 orang guru dari berbagai penjuru Tanah Air. Tulisantulisan itu merupakan hasil audisi dan pembimbingan terhadap anggota grup Facebook, Klub IGI Menulis yang dimotori oleh Faradina Izdhihary (nama pena Istiqomah, S.Pd, M.Pd) dan Eko Prasetyo (editor Jawa Pos). Buku yang diterbitkan oleh Pustaka Nurul Haqqy tahun 2013 ini berisi kisah nyata para guru dari berbagai pelosok Tanah Air dalam mengabdikan dirinya secara tulus ikhlas, penuh perjuangan, dan bagaimana mereka terus bertahan dan mempertahankan eksistensinya sebagai seorang guru. Sebagai sebuah buku yang ditulis dengan hati oleh para guru berhati mulia, begitulah mungkin simpulan yang akan bisa diambil para pembaca. Dalam sambutannya, Sekjen IGI, Mohammad Ihsan menyatakan rasa bangganya terhadap para penulis yang telah mewujudkan obsesi IGI yaitu menerbitkan karya para anggotanya. Sudah lama Ikatan Guru Indonesia (IGI) berencana membukukan kisah-kisah menarik para guru seIndonesia. Melalui mailing list, satu persatu guru mengirimkan naskahnya, sampai terkumpul banyak tulisan yang siap diolah menjadi buku. Sayang sekali, ada penulis yang kemudian mencuri naskah tersebut dan kemudian menerbitkannya atas namanya sendiri. Tanpa izin. Saya dan teman-teman IGI sempat ingin memperkarakannya secara hukum. Tapi, ya sudahlah. Semoga Alloh mengampuni orang tersebut, katanya sambil menunjukkan buku yang dimaksud. Itu sebabnya, ketika Hope and Dream terbit, kebahagiaan dan kebanggaan itu terasa sangat luar biasa. Buku inspiratif ini mendapat respon positif dari Bapak M. Nuh, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, yang berkenan memberi kata sambutan dalam buku ini. Sebagian dari sambutan beliau adalah ungkapan kebanggaan atas terbitnya buku ini yaitu, Sebagai memoar yang ditulis- dari pengalaman nyata para guru di lapangan, buku ini akan banyak menginspirasi para pembacanya. Karena itu, saya berharap setelah membaca buku ini, para guru bukan saja akan mengambil mutiara-mutiara berharga tetapi juga termotivasi untuk ikut menulis, mengingat masingmasing di antara kita punya catatan perjalanan sendirisendiri yang pasti beda. Apa yang diungkapkan oleh Pak Nuh tentu bukan hal yang mengada-ada. Banyak pembaca yang memberikan testimoninya setelah membaca buku ini. Bahkan, Sekjen IGI sendiri tanpa malu-malu mengungkapkan perasaannya melalui Milis IGI, grup IGI di FB, dan BBM pada hari pertama menerima dan membaca buku ini. Bahkan di hari beliau menerima dan membaca buku itu, beliau langsung menulis di Milis IGI dan berkirim pesan melalui BBM ke beberapa anggota dan pengurus IGI. Isinya, Baru membaca bab dua, saya sudah sesak. Tutup buku dulu. Tahan napas sebentar. Saya merinding melihat dan membacanya. Buku ini hasilnya jauh lebih hebat dari ekspektasi saya. Mohammad Ihsan selanjutnya menjelaskan bahwa kegiatan menulis dan menerbitkan buku karya anggota IGI akan terus dilakukan IGI melalui Gerakan Guru Menulis yang akan diselenggarakan di daerah lain. Karena itu, ia juga mengumumkan adanya audisi untuk penulisan sekuel ketiga dari buku Hope and Dream, Memoar Guru. Saat ini, sekuel kedua sedang memasuki tahapan pembimbingan perbaikan naskah. Setelah selesai tahapan ini barulah naskah akan diedit dan siap untuk diterbitkan. Sebagai bagaian dari Gerakan Guru Menulis, dalam waktu dekat, IGI juga akan menerbitkan jurnal ilmiah. Saat ini jurnal tersebut sudah memasuki tahap lay out, ujar tokoh IGI yang akrab dipanggil Pak Modi. Tak hanya Pak Sekjen IGI yang menyatakan rasa bangganya, pun Drs. Kresno Herlambang dari Dinas Pendidikan Jawa Timur, yang mewakili Kepala Dinas Pendidikan Jawa Timur yang berhalangan hadir dalam acara ini pun ikut menyatakan rasa bangga dan harapannya pada IGI yang telah berhasil memotivasi dan membimbing para guru menulis hingga terbitnya buku Hope and Dream, Memoar Guru. Apa yang telah dilakukan para guru dan IGI sangat tepat dan merupakan tindakan tanggap untuk menghadapi pelaksanaan Penilaian Kinerja Guru (PK Guru) yang akan dimulai tahun 2013 ini. Penilaian Kinerja Guru (PKG) dilaksanakan sesuai dengan Permendiknas No. 35 tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.Penilaian Penilaian kinerja diperlukan untuk kenaikan pangkat dan golongan berdasarkan Permenneg PAN dan RB Nomor 16 tahun 2009. Dalam PKG itu, para guru sejak golongan III-b ke atas dituntut untuk menulis karya ilmiah atau karya inovatif sebagai persyaratan untuk naik pangkat. Jadi, sudah tidak ada alasan lagi bagi para guru untuk segera belajar menulis dan menulis, ungkap Pak Kresno yang saat ini menjabat sebagai Kepala Seksi Tenaga Pendidik dan Kependidikan (Tendik) Dinas Pendidikan Jawa Timur. Pihak Telkom, sebagai tuan rumah, diwakili Hendrianto, Manager Direct Chanel Telkom Jatim, juga mengucapkan selamat atas penerbitan buku ini. Beliau secara gamblang juga menyampaikan dukungan Telkom terhadap para guru baik dalam peningkatan kualitas pembelajaran melalui program internet khusus guru -Pesona Edu- dan selalu membuka pintu untuk memberikan dukungan kepada kegiatan IGI selama ini. Usai sambutan dari ketiga tokoh tersebut, acara kemudian dilanjutkan dengan acara inti yaitu launching buku Hope and Dream, Memoar Guru. Diawali ucapan syukur, kemudian para penulis diwakili oleh Faradina Izdhiary, Eko Prasetyo, dan Icha Hariyan, para petinggi IGI yaitu Mohammad Ihsan (Sekjen IGI) dan Prof. Dr. Gatot Hari Priowirjanto serta Drs. Kresno Herlambang dan Hendriatno, beserta seluruh hadirin yang berjumlah hampir 150 orang bersama-sama mengangkat buku itu dengan penuh kebahagiaan.

VOL. 01 Tahun I - September 2013 |

77

JURNAL EDUKASI IGI


dengan menggunakan sebuah tulisan yang baik yang dijadikan model. Ambil sebuah tulisan, misalnya PTK yang baik, baca dengan teliti. Pelajari bagian demi bagian. Analisislah apa isi bagian-bagian tersebut. Misalnya, baca bagian latar belakang. Analisislah latar belakang tersebut. Kemudian gantilah kondisi yang digambarkan penulis itu dengan kondisi yang Bapak dan Ibu temukan di kelas. Ganti masalahnya dengan masalah yang Bapak Ibu temukan, demikian seterusnya hingga setiap bagian dari PTK itu telah kita ganti sesuai dengan apa yang kita temukan, kita rencanakan, kita lakukan, dan kita analisis. Guru berjilbab ini kemudian mengundang para guru untuk bergabung di Klub Guru IGI Menulis di Facebook. Insyaallah saya siap berbagi. Ibarat sebuah perusahaaan, saat ini adalah saatnya saya memberikan CSR, katanya sambil menjelaskan secara singkat profesi lain yang juga ia geluti yaitu sebagai seorang ghost writer. Usai pemaparan dari ketiga narasumber yang sangat inspiratif, berikutnya dibuka sesi tanya jawab. Para peserta sangat antusias hingga berebut untuk mendapat kesempatan bertanya. Pertanyaan yang paling banyak muncul adalah tentang bagaimana untuk bisa bergabung di Klub IGI Menulis serta bagaimana agar bisa mengikuti audisi buku Hope and Dream, Memoar Guru sekuel berikutnya. Kami akan membuat pengumuman terbuka. Untuk saat ini, sekuel kedua naskah sedang dalam proses pembimbingan. Jadi sambil menunggu pengumuman sekuel ketiga, Bapak Ibu bisa mempersiapkan tulisan. Ada juga peserta yang mengusulkan agar Hope and Dream berikutnya mengangkat tema tentang pembelajaran. Pertanyaan ini langsung dijawab dengan lugas oleh Istiqomah. Sekuel kedua yang sedang diolah di meja redaksi mengangkat tema besar tentang pembelajaran. Tujuannya adalah agar Bapak dan Ibu Guru pembaca terutama dapat memperoleh inspirasi bagaimana melaksanakan pembelajaran yang menyenangkan dan efektif. Alasan utamanya adalah, bila hal ini dituliskan dalam bentuk tulisan ilmiah seperti laporan penelitian atau jurnal ilmiah, tak akan banyak guru yang tertarik membacanya. Dengan menampilkan sebagai tulisan populer, kisah-kisah tersebut diharapkan akan lebih mudah dicerna dan menginspirasi para guru. Istiqomah juga menjelaskan pada para guru proes audisi hingga penerbitan naskah karya anggota IGI yang berbeda dengan proses di penerbitan lain. Perbedaannya adalah setelah naskah dinyatakan lolos, dilakukan pendampingan pada penulis untuk memperbaiki tulisannya. Pendampingan ini dlakukan dua atau tiga kali revisi. Terakhir barulah guru energik ini bekerja sama dengan Eko Prasetyo melakukan tahap memoles tulisan para guru dan mengeditnya hingga enak dibaca dan layak terbit. Launching Hope and Dream, Memoir Guru dan Seminar Guru menulis hari itu berjalan dengan meriah dan penuh semangat. Banyak peserta yang pada akhir acara mengerubungi para penulis dan Sekjen IGI dan

Gambar 7. Suasana Bedah Buku Hope and Dream Memoar Guru di Surabaya. Usai launching yang meriah tersebut, acara dilanjutkan dengan kegiatan seminar menulis. Narasumber yang tampil hari itu adalah Prof. Gatot Hari Priowirjanto, Istiqomah S.Pd, M.Pd (nama asli Faradina Izdhihary, penulis dan guru SMA Negeri 1 Batu), dan Eko Prasetyo (penulis dan editor Jawa Pos). Prof. Dr Gatot Hari Priowirjanto, Ketua Dewan Pembina IGI, yang juga dosen ITB dan Direktur SEAMOLEC (Sout Asean Minister of Education Organization Regional Open Learning Centre) langsung membuatkan kelas Guru Belajar Menulis di Edmodo dan menunjuk Istiqomah, koordinator penulis Hope and Dream, Memoar Guru untuk mengajar di kelas online tersebut. Melalui kelas di Edmodo, para guru bisa saling mengajar dan menampilkan video pembelajaran yang lebih interaktif dan menarik, jelas beliau sambil menayangkan contoh kelas pembelajaran online di Edmodo yang sudah ada dan beranggotan para guru SMK dan guru-guru dari negara-negara lain. Para pembaca yang berminat, dapat bergabung di kelas Guru Belajar Menulis Seamolec + IGI. Pembicara kedua, Eko Prasetyo, mantan guru Bahasa Inggris di sebuah SMP di Kabupaten Malang ini dengan penuh semangat memotivasi para guru untuk menulis. Beliau dengan penuh semangat dan kebanggaan menceritakan tulisannya dalam Hope and Dream berjudul Pak Bon yang menceritakan kisah seorang penjaga sekolah (tukang kebon) yang kemudian berhasil menjadi kepala SMA dan trainer IT. Tidak hanya bercerita, beliau juga menghadirkan sosok Pak Bon yaitu Pak Sukari untuk memotivasi para guru agar tidak puas dengan apa yang diperoleh saat ini. Kisah Pak Bon ini benar-benar inspiratif dan membuat saya tergerak untuk membagikan inspirasi tersebut pada para guru, katanya sambil menguraikan banyak keuntungan yang bisa diperoleh seseorang melalui tulisannya. Pembicara ketiga, komandan penerbitan Hope and Dream, Istiqomah, S.Pd, M.Pd tampil tidak kalah dengan dua pembicara sebelumnya. Dengan gaya bicaranya yang meledak-ledak, guru yang juga penulis novel Safir Cinta ini memotivasi para guru untuk menulis. Dalam kesempatan itu ia membagikan tips untuk para pemula agar menggunakan strategi copy the master, yaitu sebuah strategi belajar dan pembelajar menulis

78

| VOL. 01 Tahun I - September 2013

JURNAL EDUKASI IGI


berminat dengan Klub Guru IGI Menulis di Facebook. Launching buku ini benar-benar menjadi momentum IGI untuk menunjukkan kepada guru dan masyarakat luas bahwa IGI benar-benar concern untuk membimbing dan mendampingi para guru untuk menulis, demikian komentar Mohammad Ihsan kepada beberapa pengurus IGI yang hadir usai acara. Untuk itu, ke depan IGI daerah diminta menyambut baik dan segera mempersiapkan diri untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang sejalan dengan Gerakan Guru Menulis yang dicanangkan IGI. IGI tidak hanya punya program, tetapi juga punya semangat, kesungguhan, dan SDM yang qualified untuk membimbing para guru menulis. SELESAI

VOL. 01 Tahun I - September 2013 |

79

JURNAL EDUKASI IGI

biodata penulis
Nama: Suhardi No. KTA IGI: Pendidikan Terakhir: S-2 Pendidikan Bahasa Indonesia Guru Mapel: Bahasa Indonesia Unit Kerja: SMA Negeri 1 Sumber, Kab. Rembang, Jawa Tengah Alamat Unit Kerja: Jalan Raya Sumber-Rembang Alamat Rumah: RT 02 / RW 02 Desa Sumber, Kec. Sumber, Kab. Rembang, Jawa Tengah Email: suhardiahmad67@yahoo.com Web/ Blog: hardi-guru-bhs-indonesia.blogspot.com No. HP: 085 290 932 247 Nama: Wijaya Kusumah No. KTA IGI: 0210-04-000043 Pendidikan Terakhir: S-2 TP-UNJ Guru Mapel: TIK SMP Labschool Rawamangun, Jakarta Unit Kerja: SMP Labschool Rawamangun, Jakarta Alamat Unit Kerja: Jalan Pemuda Komplek UNJ Rawamangun 13220 Alamat Rumah: Jalan Pemuda Komplek UNJ Rawamangun Jakarta Timur Email: wijayalabs@gmail.com Web/ Blog: http://wijayalabs.com No. HP: 081 591 555 15

Nama: Amirullah No. KTA IGI: Pendidikan Terakhir: Guru Mapel: Matematika Unit Kerja: Alamat Unit Kerja: Alamat Rumah: Email: Web/ Blog:

Nama: Ameliasari Tauresia Kesuma No. KTA IGI: 0298-01-000019 Pendidikan Terakhir: S-1 Ekonomi Guru Mapel: Ekonomi/Akuntansi Unit Kerja: MAN Salatiga Alamat Unit Kerja: Jalan Wahid Hasyim No. 12 Salatiga 50714 Alamat Rumah: Jalan Kauman No. 3 RT 02 RW 02 Salatiga 50714 Email: leaguie@gmail.com Web/ Blog: http://untukanakbangsa.blogspot.com http://belajarseru.com No. HP: 081 577 770 81

Samarinda Kaltim Alamat Rumah: Sempaja Residence Blok F No.2 Jalan Batu Cermin Samarinda Kaltim Email: Jokow2008@gmail.com Web/ Blog: www.jokowahyono.com No. HP: 0811581034 / 085350105575

Nama: Joko Wahyono No. KTA IGI: 0541-01-000158 Pendidikan Terakhir: S-2 Manajemen Pendidikan UNJ Guru Mapel: Unit Kerja: Yayasan Fastabiqul Khairat Samarinda Alamat Unit Kerja: Jalan AW. Syahranie 14 Pandan Wangi

Nama: Tri Andayani No. KTA IGI: 0272-01-000018 Pendidikan Terakhir: S-2 Guru Mapel: Bahasa Indonesia Unit Kerja: SMP Negeri 1 Banyudono Boyolali, Jawa Tengah Alamat Unit Kerja: Jalan Kuwiran Nomor 02 Banyudono Boyolali Alamat Rumah: Jalan Kuwiran Nomor 02 Banyudono Boyolali Jawa Tengah Email: triandayani676@yahoo.com Web/ Blog: http://Hai-tri.blogspot.com No. HP: 081 327 093 567

80

| VOL. 01 Tahun I - September 2013

JURNAL EDUKASI IGI


Nama: Umi Nuraini No. KTA IGI: 0310-02-000567 Pendidikan Terakhir: S-1 Pendidikan Akuntansi UNESA Guru Mapel: Ekonomi Akuntansi Unit Kerja: SMA Wachid Hasyim 2 Taman, Sidoarjo Alamat Unit Kerja: Jalan Raya Ngelom No. 86 Taman, Sidoarjo Nama: Hening Wulandari No. KTA IGI: Pendidikan Terakhir: S-1 IKIP Negeri Yogyakarta Guru Mapel: Bahasa Indonesia Unit Kerja: SMP N 3 Bonang, Kab. Demak, Jawa Tengah Alamat Unit Kerja: Jalan Kalikondang-Boyolangu KM 5

61257 Alamat Rumah: Kalijaten RT 21 RW 03 No. 58 Taman, Sidoarjo 61257 Email: me_rayniz@yahoo.com / ainimee@gmail.com Web/ Blog: www.aynee.guru-indonesia.net/ nickyacc. blogspot.com No. HP: 0818315896 / 081553631396

Bonang, Demak Alamat Rumah: Perum Wijaya Kusuma II Blok J No. 6 Katonsari Email: hening.wulandari@yahoo.co.id Web/ Blog: No. HP: 085 712 815 426

61257 Alamat Rumah: Jalan Hayam Wuruk Dodik G-46 Surabaya 60242 Email: bundaseby@gmail.com Web/ Blog: www.dheenee.guru-indonesia.net No. HP: 081235183546

Nama: Dini Widiasih No. KTA IGI: Pendidikan Terakhir: S-1 Teknik Elektro ITS Surabaya Guru Mapel: TIK Unit Kerja: SMA Wachid Hasyim 2 Taman, Sidoarjo Alamat Unit Kerja: Jalan Raya Ngelom No. 86 Taman, Sidoarjo

Nama: Chustini No. KTA IGI: 0341-01-000341 Pendidikan Terakhir: S1-PAUD Guru Mapel: Guru Kelas Unit Kerja: TK Muslimat NU 34 Alamat Unit Kerja: Jalan Selorejo Masjid No. 60 H, Malang 65141 Alamat Rumah: Jalan Selorejo 11B, Malang 65141 Email: chustini_ama@yahoo.co.id Web/ Blog: No. HP:0341-9060008 / 088 155 231 29 Nama: Dwi Imroatu Julaikah No. KTA IGI: 031-01-001036 Pendidikan Terakhir: S-2 Pendidikan Bahasa, Universitas Negeri Surabaya Guru Mapel: Bahasa Jerman Unit Kerja: Prodi Bahasa Jerman Alamat Unit Kerja: Surabaya Alamat Rumah: Surabaya Email: dwiimroah@yahoo.com Web/ Blog: www.dwiimroatu.blogspot.com No. HP:085648906595

Utara Alamat Unit Kerja: Jalan Siswa Nomor 173 Tounelet Kecamatan Sonder Kabupaten Minahasa - Sulut Alamat Rumah: Jalan Siswa Nomor 173 Tounelet Kecamatan Sonder Kabupaten Minahasa - Sulawesi Utara Email: pieter73@ymail.com Web/ Blog: yanipieterpitoy.com No. HP: 081 244 152 24

Nama: Yani Pieter Pitoy No. KTA IGI: 0431-01-000001 Pendidikan Terakhir: Sarjana Pendidikan Matematika (Universitas Negeri Manado) Guru Mapel: Matematika, KKPI, Produktif Multimedia Unit Kerja: SMK Negeri 1 Sonder Kabupaten Minahasa - Sulawesi

Nama: Dhitta Puti Sarasvati No. KTA IGI: Pendidikan Terakhir: S-2 Pendidikan Matematika, University of Bristol, UK Guru Mapel: Matematika Unit Kerja: Sampoerna School of Education Alamat Unit Kerja: Jakarta Alamat Rumah: Jakarta Email: puti@igi.or.id Web/ Blog: No. HP: 081 284 111 811

VOL. 01 Tahun I - September 2013 |

81

JURNAL EDUKASI IGI

KAIDAH PENULISAN JURNAL IGI DAN KETENTUN PEMUATAN


Tulisan yang dapat dimuat dala Jurnal Edukasi hendaknya mengikuti rambu-rambu berikut ini: KAIDAH PENULISAN JURNAL IGI 1. Berbentuk karya hasil penelitian (PTK, PTS, Pengembangan, korelatif, studi kasus, dll); atau berupa artikel konseptual (hasil pemikiran); yang terkait langsung dengan perbaikan pendidikan dan pembelajaran di Tanah Air. 2. Panjang tulisan antara 10 s.d 20 halaman, diketik pada kertas A4, font Arial 11, spasi 1,5; margin: 2-2-2-2 3. Sistematika karya ilmiah hasil penelitian: a. Pendahuluan (berisi latar belakang masalah, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian), sepanjang kira-kira 1-2 halaman b. Landasan teoretis (berisi kajian teori yang terkait variabel X, kajian teori yang terkait variabel Y, kerangka berpikir, dan hipotesis tindakan), sepanjang kira-kira 3-4 halaman. c. Metode Penelitian (berisi seting penelitian, subjek penelitian, teknik pengumpulan data dan instrumentasinya, teknik analisis data, prosedur penelitian, dan indikator keberhasilan tindakan), sepanjang kira-kira 1-2 halaman. d. Hasil Penelitian dan Pembahasannya (berisi sajian data hasil penelitian dalam bentuk desktripsi hasil yang diperkuat dengan sajian tabel/grafik; dan pembahasannya) sepanjang kira-kira 7-10 halaman. e. Penutup (berisi simpulan dan saran), sepanjang kirakira 1-2 halaman. f. Daftar Pustaka (hanya mencantumkan bibliografi yang benar-benar dikutip dalam tubuh tulisan). 4. Sistematika karya ilmiah konseptual (hasil pemikiran): a. Pendahuluan (berisi latar belakang masalah, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan pembahasan, manfaat pembahasan), sepanjang kirakira 1-2 halaman. b. Landasan Teoretis (berisi kajian teori yang terkait variabel-variabel yang dibahas, kerangka berpikir, dan hipptesis), sepanjang kira-kira 3-4 halaman. c. Pembahasan (berisi uraian pemikiran penulis dalam bentuk deskripsi tertulis yang diperkuat dengan sajian tabel/grafik), sepanjang kira-kira 7-10 halaman. d. Penutup (berisi simpulan dan saran), sepanjang kirakira 1-2 halaman. e. Daftar Pustaka (hanya mencantumkan bibliografi yang benar-benar dikutip dalam tubuh tulisan). 5. Tidak perlu penomoran judul dan subjudul. 6. Minimalkan pemerian (rincian ke bawah dan bernomor), sebaiknya pemerian dibuat dalam bentuk paragraf. 7. Teknik citasi (pengutipan) boleh menggunakan kutipan langsung maupun tak langsung dengan mengikuti kaidah yang lazim dalam tulisan ilmiah. 8. Teknik penulisan daftar pustaka mengikuti kaidah yang lazim dalam tulisan ilmiah. KETENTUAN PEMUATAN 1. Tulisan harus asli. 2. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media/jurmal lain. 3. Penulis akan dikenai biaya produksi setelah tulisan diterbitkan. Besarnya biaya produksi akan ditetapkan berdasarkan situasi dan kondisi.

82

| VOL. 01 Tahun I - September 2013

JURNAL EDUKASI IGI

VOL. 01 Tahun I - September 2013 |

JURNAL EDUKASI IGI

ii

| VOL. 01 Tahun I - September 2013

Anda mungkin juga menyukai