Anda di halaman 1dari 10

PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 DAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 MAKALAH Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah

Perpajakan

Disusun Oleh Nama Kelompok

: Kelompok 13 :

1. Dian Damayanti (103341013) 2. Fuji Kurniawan (103341018)

Semester IV Akuntansi Reguler Pagi

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI LA TANSA MASHIRO 2012

BAB I PENDAHULUAN 1. A 1.1. Latar Belakang Masalah Pajak penghasilan pasal 25 adalah angsuran PPh yang hars dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan dalam tahun pajak berjalan. Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 tersebut dapat dijadikan sebagai kredit pajak terhadap pajak yang terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak pada akhir tahun pajak yang dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh

1.2. Tujuan Penulisan 1. 2. 3. 4. Memahami ketentuan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan 26. Memahami Cara menghitung pph 25 dan 26. Memahami 25 untuk bulan bulan sebelum bulan. Memahami Tarif dan Objek PPh Pasal 26, Saat Terutang, Cara Pemotongan, Penyetoran dan Masa PPh Pasal 2.

BAB II PEMBAHASAN 2. A 2.1. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 PPh pasal 25 merupakan slah satu pasal dalam UU no. 36 tahun 2008 yang dimaksudkan untuk meringankan beban warga negara dalam membayar pajak yang terutang. Cara yang diperkenankan adalah dengan mengangsur hutang pajaknya dalam tahun pajak.

2.1.1. Cara menghitung PPh Pasal 25 Besarnya angsuran PPh 25 adalah sebesar PPh yang terutang menurut SPT tahunan PPh tahun pajak yang lalu dikurangi dengna PPh yang dipotong atau dipungut serta PPh yang dibayar atau terutang diluar negeri yang boleh dikreditkan, kemudian dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam tahun pajak. Contoh: Pajak penghasilan yang terutang oleh Tn Evan berdasarkan SPT Tahunan Pajak Penghasilan Tahun 2010 = Dikurangi: PPh Pasal 21 PPh Pasal 22 PPh Pasal 23 PPh Pasal 24 Rp. 15.000.000,00 Rp. 10.000.000,00 Rp. 2.500.000,00 Rp. 7.500.000,00 Rp. 35.000.000,00 Rp. 15.000.000,00 Rp. 50.000.000,00

Jumlah kredit pajak Selisih

Besarnya angsuran pajak penghasilan pasal 25 yang harus dibayar tiap bulan untuk tahun 2011 sebesar Rp. 15.000.000,00 x 1/12 = Rp. 1.250.000,00

2.1.2. Wajib Pajak Baru Jika Wajib Pajak Baru menyelenggarakan pembukuan dan dari pembukuannya dapat dihitung besarnya penghasilan neto setiap bulan, maka neto Wajib Pajak baru tersebut dihitung berdasarkan

pembukuannya. Untuk WP orang pribadi baru, jumlah penghasilan neto fiscal disetahunkan dikurangi terlebih dahulu dengan PTKP Angsuran PPh pasal 25 untuk wajib pajak orang pribadi dihitung dengan cara seperti berikut ini: Tarif pasal 17 x (Penghasilan Neto sebulan x 12) PTKP 12 bulan

2.1.3. Bank dan Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi Besarnya angsuran ini sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan tarif umum atas laba rugi menurut laporan keuangan triwulan terakhir yang disetahunkan dikurangi Pajak Penghasilan Pasal 24 yang harus dibayar atau terutang di luar negeri untuk tahun pajak yang lalu dibagi 12 bulan. Rumus angsuran PPh pasal 25: {Tarif PPh Pasal 17 x (jumlah laba triwulan terakhir x 4)} PPh pasal 24 12 bulan

2.1.4. Badan Usaha Milik Negara Besarnya angsuran ini adalah sebesar PPh yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba rugi menurut rencana kerja dan anggaran pendapatan tahun pajak yang bersangkutan yang telah disahkan RUPS dikurangi dengan pemotongan dan pemungutan PPh pasal 22 dan pasal 23 serta pajak penghasilan pasal 24 yang dibayar atau terutang diluar negeri tahun pajak yang lalu

2.1.5. PPh Pasal 25 dalam hal-hal Tertentu WP berhak atas kompensasi kerugian

WP memperoleh penghasilan tidak teratur WP menyampaikan SPT Tahunan PPh melewati batas waktu 3 bulan setelah akhir tahun pajak.

WP memperoleh izin perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan PPh

WP melakukan pembetulan sendiri SPT PPh yang mengakibatkan angsuran bulanan lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan.

WP dalam tahun berjalan mengalami perubahan keadaan usaha atau kegiatannya.

2.1.6. PPh Pasal 25 bagi WP Orang Pribadi yang bertolak keluar negeri Pajak yang dibayar WPOP yang tidak memiliki NPWP yang bertolak keluar negeri merupakan pembayaran angsuran pajak dalam tahun berjalan. Angsuran pajak ini dapat dikreditkan dengan PPh yang terutang pada akhir tahun bersangkutan setelah wajib pajak tersebut memiliki NPWP. Sehingga seluruh WP yang bertoleh ke luar negeri tidak perlu membayar NPWP.

2.1.7. Pph Pasal 25 Untuk Bulan-Bulan Sebelum Bulan Batas Waktu Penyampaian SPT Besarnya sama dengan PPh bulan terakhir tahun pajak yang lalu. Apabila tahun pajaknya adalah tahun kalender (Januari Desember), maka yang dimaksud bulan-bulan sebelum batas waktu penyampaian SPT tahunan adalah bulan Januari dan Februari. Dengan demikian PPh pasal 25 bulan januari dan februari 2009 adalah sama dengan PPh Pasal 25 bulan Desember 2008

2.1.8. PPh Pasal 25 Jika Dalam Tahun Berjalan Telah Diterbitkan SKP Untuk Tahun pajak Yang Lalu

apabila dalam tahun berjalan diterbitkan SKP untuk tahun pajak yang lalu, maka besarnya angsura pajak dihitung kembali berdasarkan SKP tersebut dan berlaku mulai bulan berikutnya setelah bulan penerbitan SKP.

2.2. Pajak Penghasilan Pasal 26 Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 adalah PPh yang dikenakan/ dipotong atas penghasilan yang bersumberdari Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak(WP) luar negeri selain bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia.

2.3. Pemotong PPh Pasal 26 Badan Pemerintah; Subjek Pajak dalam negeri; Penyelenggara Kegiatan; BUT; Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya selainBUT di Indonesia.

2.4. Tarif dan Objek PPh Pasal 26 20% (final) dari jumlah penghasilan bruto yangditerima atau diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri berupa : o Dividen. o Bunga, premium, diskonto, premi swap,dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian hutang. o Royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta. o Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan. o Hadiah dan penghargaan. o Pensiun dan pembayaran berkala lainnya. 20% (final) dari perkiraan penghasilan neto berupa : o Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia.

o Premi asuransi, premi reasuransi yang dibayarkan langsung maupun melalui pialang kepada perusahaan asuransi di luar negeri. 20% (final) dari Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu BUT di Indonesia, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia. Tarif berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara Indonesia dengan negara pihak pada persetujuan.

2.5. Saat Terutang, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 26 PPh pasal 26 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau akhir bulan terutangnya penghasilan, tergantung yang mana terjadi lebih dahulu. Pemotong PPh pasal 26 wajib membuat bukti pemotongan PPh pasal 26 rangkap 3 : o lembar pertama untuk Wajib Pajak luar negeri o lembar kedua untuk Kantor Pelayanan Pajak. o lembar ketiga untuk arsip Pemotong. PPh pasal 26 wajib disetorkan ke bank Persepsi atau Kantor Pos dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP), paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak. SPT Masa PPh Pasal 26, dengan dilampiri SSP lembar kedua, bukti pemotongan lembar kedua dan daftar bukti pemotongan disampaikan ke KPP setempat paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir. Contoh : Pemotongan PPh Pasal 26 dilakukan tanggal 24 Mei 2001, penyetoran paling lambat tanggal 10 Juni 2001; dan dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak paling lambat tanggal 20 Juni 2001.

2.6. Pengecualian BUT dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 26 apabila Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi Pajak Penghasilan dari BUT ditanamkan kembali di Indonesia dengan syarat: o dilakukan dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau peserta pendiri, dan; o dilakukan dalam tahun berjalan atau selambatlambatnya tahun pajak berikutnya dari tahun pajak diterima atau diperoleh penghasilan tersebut; o tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali tersebut sekurang-kurangnya dalam waktu 2 (dua) tahun sesudah perusahaan tempat penanaman dilakukan, mulai berproduksi komersil. Badan-badan Internasional yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

BAB 3 PENUTUP 3. A 3.1. Kesimpulan Penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri dipotong Pajak Penghasilan Pasal 26 oleh pembeli yang ditunjuk sebagai pemotong pajak dan kepada Wajib Pajak Luar Negeri selaku penjual diberikan bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26. Pajak penghasilan yang bersifat tidak final dapat diangsur dengan tarif umum pasal 17 dan diangsur dengan peraturan PPh Pasal 25

3.2. Saran Semoga yang sedikit ini bermanfaat dan dapat menjadi acuan referensi dalam pembuatan makalah yang lebih baik

DAFTAR PUSTAKA

Tjahjono, A., & Husein, M. F. (2009). Perpajakan. Jakarta: UPP-STIM YKPN. Waluyo, & Ilyas, W. B. (2000). Perpajakan Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.

Anda mungkin juga menyukai