Anda di halaman 1dari 32

HUBUNGAN KEBIASAAN IBU DALAM PENGATURAN MAKAN ANAK DENGAN STATUS GIZI BALITA DI NGAMPILAN BAB I PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG Jumlah balita tahun 2003 diperkirakan 8,5% dari jumlah penduduk. Berdasarkan data Departemen Kesehatan (2004), pada tahun 2003 terdapat sekitar 27,5% (5 juta balita kurang gizi), 3,5 juta anak (19,2%) dalam tingkat gizi kurang, dan 1,5 juta anak gizi buruk (8,3%). Gizi masih merupakan masalah serius pada sebagian besar Kabupaten/Kota, Data 2004 menunjukkan masalah gizi terjadi di 77,3% Kabupaten dan 56% Kota, dan besarnya angka ini hampir sama jika dilihat menurut persentase keluarga miskin. Huda. (2006). Kebutuhan Gizi Pengaruhi Kecerdasan Anak Kontribusi dalam http://www.scribd.com diakses tanggal 04 April 2012. WHO mengatakan bahwa gizi adalah pilar utama dari kesehatan dan kesejahteraan sepanjang siklus kehidupan Gizi kurang terjadi karena defisiensi atau ketidak seimbangan energi/zat gizi. Gizi kurang menurunkan produktivitas kerja sehingga pendapatan menjadi rendah, miskin, dan pangan tidak tersedia cukup. Selain itu gizi kurang menyebabkan daya tahan tubun (resistensi) terhadap penyakit menjadi rendah. (Yuniastuti, 2008). Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama dalam bidang kesehatan yang terjadi di Negara Indonesia. Derajat kesehatan anak mencerminkan derajat kesehatan bangsa, sebab anak sebagai generasi penerus bangsa memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan dalam menerusakan pembangunan bangsa. Berdasarkan alasan tersebut, masalah kesehatan anak diprioritaskan dalam perencanaan atau penataan pembangunan bangsa (Hidayat, 2008: 3) Disamping dampak langsung terhadap kesakitan dan kematian, gizi kurang juga berdampak pada pertumbuhan, perkembangan intelektual dan produktivitas. Anak yang kekurangan gizi pada usia balita akan tumbuh pendek, dan mengalami

gangguan pertumbuhan dan perkembangan otak yang berpengaruh pada rendahnya tingkat kecerdasan, karena tumbuhkembang otak 80% terjadi pada masa dalam kandungan sampai usia 2 tahun. Diperkirakan bahwa Indonesia kehilangan 220 juta IQ poin akibat gizi kurang. (www.gizi.net/busunglapar/RAN-OK.doc) Banyak hal lain yang menyebabkan terjadinya kekurangan gizi pada balita, bila kita kaitkan dengan beberapa temuan kasus sebab - akibat timbulnya masalah gizi dapat terjadi karena disebabkan oleh beberapa faktor. PERSAGI pada tahun 1999 menyatakan bahwa faktor yang menyebabkan gizi kurang adalah konsumsi makanan dan tingkat kesehatan, pendapatan keluarga, persediaan makanan dan kurang pendidikan dan keterampilan dalam pengaturan gizi atau makanan. (Nyoman, 2002). Timbulnya krisis ekonomi yang berkepanjangan telah membawa dampak terhadap peningkatan jumlah penduduk yang hidup dalam kemiskinan. Menurut UNICEF yang dikutip oleh Hartoyo (2002) menyatakan bahwa kemiskinan erat kaitannya dengan masalah defisiensi gizi. Penduduk yang miskin memiliki akses yang relatif kecil terhadap pangan dan pelayanan kesehatan biasanya hidup dalam lingkungan yang kurang bersih dan beresiko terhadap penyakit. Oleh karena itu, peningkatan jumlah penduduk miskin akan meningkatkan masalah yang berkaitan dengan gizi. Sedangkan gizi kurang di Yogyakarta sendiri menurut Dyah Suminar, Ketua TP PKK Kota Yogyakarta melaporkan, Pemantauan status gizi buruk kota Yogyakarta 2009 menunjukan terdapat 198 anak (1,04%) balita gizi buruk, 1.8299 anak (99,61%) balita gizi kurang, dan 16.385 anak (86,11%) balita gizi baik dan 626 anak(3,29%) balita gizi lebih baik dari 19.027 anak balita yang diukur status gizinya. Prevalensi balita gizi buruk dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 berkisar antara 1,20-1,04%. (www.jogjakarta.go.id) Program gizi yang kini telah diimplementasikan oleh pemerintah mempunyai beberapa sasaran, salah satunya yaitu menurunkan prevalensi gizi kurang pada anak balita menjadi 20 % (Samsuri, 2006) Perilaku kesehatan dipengaruhi oleh pengetahuan sebagai predisposisi, dengan demikian jika pengetahuan baik, diharapkan perilaku dalam memberikan

makanan pada anak juga baik sesuai dengan anjuran kesehatan, sehingga status gizi anak juga baik.(Notoatmojo, 2003) Dari studi pendahuluan yang dilakukan tanggal 25 September 2007 dipuskesmas Ngampilan Yogyakarta, diperoleh data bahwa dari 23 posyandu di kecamatan Ngampilan Yogyakarta, yang masih banyak terdapat gizi buruk dan gizi kurang pada balita adalah di posyandu Pala II Ngampilan. Dari 81 balita, terdapat 25 balita (30,80 %) yang berstatus gizi kurang dan 4 balita (4,94 %) yangberstatus gizi buruk. Setelah dilakukan wawancara kepada beberapa orng ibu yang mempunyai anak balita, ternyata masih banyak diantara mereka yang belum mengetahui tentang kebutuhan gizi balita serta pola pemberian makan pada balitanya. Stianingsih (2008) Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Gizi Balita Dengan Status Gizi Blita di Posyandu Pala II Kelurahan Notoprajan Kecamatan Ngampilan Yogyakarta, Jurnal kebidanan. Dari data tersebut penulis ingin membuktikan adakah hubungan kebiasaan ibu dalam pengaturan makan keluarga dengan gizi kurang pada balita. Pokok masalah di masyarakat antara lain berupa ketidak berdayaan masyarakat mengatasi masalah kerawanan ketahanan pangan keluarga, ketidak tahuan pengetahuan pengasuhan anak yang baik, serta ketidak mampuan memanfaatkan pelayanan kesehatan yang tersedia. Stianingsih (2008) Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Gizi Balita Dengan Status Gizi Blita di Posyandu Pala II Kelurahan Notoprajan Kecamatan Ngampilan Yogyakarta, Jurnal kebidanan. Karena masih banyaknya gizi kurang maka posyandu merupakan salah satu bentuk upaya kesehatan yang strategis, yang menyediakan layanan kesehatan masyarakat. Salah satu fungsi posyandu adalah sebagai media promosi dan pemantau pertumbuhan anak balita. (Dudu E.J,dkk,2010:9) Berbagai kebijaksanaan dan strategi telah dilibatkan untuk mengurangi terjadinya kekurangan gizi anak anak di daerah pedesaan dan daerah pinggiran kota, diantara strategi yang tepat adalah menganjurkan kepada masyarakat untuk mengkonsumsi semaksimal mungkin makanan yang ada disekitarnya. Untuk itu masyarakat diberi petunjuk dan ilmu pengetahuan tentang membuat makanan dengan bahan yang ada disekitar. (Wiryo, 2002 : 1)

Dalam UPGK pemerintah juga telah memberikan Garis garis Besar Haluan Negara 1981 dibidang pangan dan gizi memberikan penggarisan penggarisan di tahap produksi dan distribusi pangan yang masuk ruang lingkup bidang koordinasi EKUI. (Suhardjo, 2003 : 68)

Dalam surat Quraisy ayat 4

yang artinya Yang telah memberikan

makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari rasa ketakutan. Dalam ayat ini sudah diterangkan bahwa Allah telah memberikan makanan kepada uumatnya untuk menghilangkan lapar. Sehingga umatnya tidak akan kekurangan makanan dan mengalami gizi kurang. B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang yang diuraikan penulis, dapat dirumuskan suatu masalah yaitu Adakah hubungan kebiasaan ibu dalam pengaturan makan anak dengan status gizi balita. C.TUJUAN PENELITIAN 1.Tujuan Umum Diketahuinya adanya hubungan kebiasaan ibu dalam pengaturan makan anak dengan status gizi balita. 1.Tujuan Khusus a.Diketahuinya status gizi balita. b.Diketahuinya kebiasaan dan pengetahuan ibu tentang zat-zat makanan, teknik pengolahan makanan, dan menyusun menu. D.MANFAAT 1.Bagi Ilmu Pengetahuan Penelitian ini diharapkan bisa bermanfaat bagi ilmu pengetahuan sebagai wacana tentang gizi balita dan masalah-masalah gizi, khususnya dalam hubungan kebiasaan ibu dalam pengaturan makan anak dengan status gizi balita.

2.Bagi Responden Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan untuk responden tentang zat-zat makanan, teknik pengolahan makanan, dan menyusun menu, dan yang paling utama bisa mengetahui status gizi kurang agar bisa mencegahnya. 3.Bagi tenaga kesehatan Hasil penelitian ini diharapkan bisa digunakan sebagai inforrmasi yang dapat dilakukan untuk pencegahan dan penanggulangan gizi kurang. 4.Institusi (Stikes Aisyiyah Yogyakarta) Hasil penelitian ini diharapkan dapat sebagai sumber pustaka dan wacana untuk menambah wawasan tentang status gizi dan kebiasaan ibu dalam pengaturan menu keluarga. E.RUANG LINGKUP 1. Ruang Lingkup Materi Materi yang diteliti adalah status gizi pada balita karena kebiasaan ibu dalam mengatur makan anak yang akan mengakibatkan rentan terhadap penyakit yang bisa berakhir kematian. 2.Ruang Responden Responden adalah ibu-ibu yang mempunyai anak balita yang berada diwilayah Ngampian Yogyakarta, karena usia tersebut adalah usia yang paling rentan terkena masalah gizi kurang. 3.Ruang lingkup waktu Penelitian ini dilakukan pada tanggal 21 April 2012 sampai 25 Oktober 2012. 4.Ruang lingkup tempat

Penelitian dilaksanakan di posyandu Pala II Kelurahan Notoprajan Kecamatan Ngampilan Yogyakarta. F. KEASLIAN PENELITIAN 1. Latifah (2003) dengan judul hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang gizi balita dengan status gizi balita di posyandu Luwes dusun Danayasa desa Kaluelang kecamatan Taman kabupaten Pemalang tahun 2003. Hasil penelitian tersebut ada hubungan yang signifikan secara statistic antara tingkat pengetahuan ibu dengan gizi dan status gizi balita. Jenis penelitian yang dilakukan analitik metode kuantitatif non experimental, rancangan penelitian dengan pendekatan cross sectional, skala data ordinal, uji statistic yang digunakan adalah product moment, pengolahan data dengan program SSPS computer dengan tingkat kepercayaan 95%. 2. Haryati (2004) dengan judul hubungan ibu tentang gizi balita dengan kejadian kekurangan energi protein pada balita di puskesmas Kayumas Jatinom Klaten tahun 2004. Responden yang dipakai dalam penelitian ini adalah 50 orang, yang jenis penelitiannya survey analitik, pendekatan dengan cara cross sectional, skala data ordinal, uji statistic yang digunakan product moment, hasil penelitian diperoleh korelasi antara tingkat pengetahuan ibu tentang gizi balita dengan kejadian kekurangan energi protein pada balita sebesar 0,966 dan nilai hitung sebesar 13,451, artinya terdapat hubungan positif signifikan antara tingkat pengetahuan ibu tentang gizi balita dengan kejadian kekurangan energi protein, maknanya, semakin tinggi atau semakin rendah kejadian kekurangan energi protein pada balita dan sebaliknya. 3. Narinawati (2008) dengan judul besar risiko sebab langsung dan tak langsung terhadap kejadian kurang energi protein balita di kecamatan Pleret kabupaten Bantul tahun 2008. Metode penelitian yang digunakan adalah observasional dengan pendekatan waktu cross sectional, uji validitas menggunakan teknik korelasi dengan program R.2.5.1. Teknik korelasi yang digunakan adalah korelasi pearson product moment ( r ) dengan p < 0,05.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A..Kebiasaan Ibu Dalam Pengaturan Makan Balita 1. Kebiasaan a. Pengertian Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing.(Notoatmodjo,2003) b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Menurut Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2007, p.16-17), faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku, antara lain: a) Faktor predisposisi (predisposing factor), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya. b) Faktor pendukung (enabling factor), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau saranasarana kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat steril dan sebagainya. c) Faktor pendorong (reinforcing factor), yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.

2. Pengertian ibu Ibu adalah salah satu dari kedudukan sosial yang mempunyai banyak peran, peran sebagai seorang istri dari suaminya, sebagai ibu dari anak-anaknya, dan sebagai seorang yang melahirkan menyusui dan merawat anak-anaknya. Ibu juga berfungsi sebagai benteng keluarga yang menguatkan anggota-anggota keluarganya. Ibu sebagai seorang yang sangat penting dalam rumah tangga. Ibu yang merawat anak-anaknya, menyediakan makanan untuk anggota keluarganya dan terkadang bekerja untuk menambah pendapatan keluarga. Peran ibu adalah tingkah laku yang dilakukan seorang ibu terhadap keluarganya untuk merawat suami dan anak-anaknya (Santoso, 2009). 2

3. Pengertian balita Dari beberapa sumber menyebutkan bahwa balita adalah merupakan salah satu periode usia manusia setelah bayi sebelum anak awal. Rentang usia balita dimulai dari dua sampai dengan lima tahun, atau biasa digunakan perhitungan bulan yaitu 24-60 bulan. Periode usia ini disebut juga sebagai usia prasekolah (Ensiklopedia). Balita adalah anak yang berumur di bawah lima tahun, tidak termasuk bayi karena bayi mempunyai karakter makan yang khusus (Irianto, 2009). Menurut Santoso (2009) menyatakan bahwa balita adalah anak yang berumur 12-59 bulan, pada masa ini ditandai dengan proses pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Proses pertumbuhan dan perkembangan akan disertai dengan perubahan yang memerlukan zat-zat gizi yang jumlahnya lebih banyak dengan kualitas tinggi. Balita termasuk kelompok rawan gizi, mereka mudah menderita kelainan gizi karena kekurangan makanan yang dibutuhkan, hal ini disebabkan balita sering mengalami gangguan kesulitan makan (Santoso, 2009).

4. Kebiasaan ibu dalam pengaturan makan balita Perilaku adalah merupakan perbuatan atau tindakan dan perkataan seseorang yang sifatnya dapat diamati, digambarkan dan dicatat oleh orang lain

ataupun orang yang melakukannya. Untuk dapat menyusun menu yang adekuat seorang ibu perlu memiliki pengetahuan mengenai bahan makanan, zat gizi dan cara pengolahan makanan. Pengolahan makanan yang tepat akan meningkatkan mutu makanan yang akan dikonsumsi oleh balita (Notoadmodjo, 2002) Menurut Maharani (2009), menyatakan bahwa seorang ibu harus mengetahui berbagai hal yang terkait dengan perannya meliputi mengetahui makanan bergizi, jadwal makanan, cara mempersiapkan, cara menyajikan serta dalam mempersiapkan perlengkapan makannya. Seorang ibu harus mampu melatih makan pada anaknya dan sanggup mengantisipasi sewaktu anak susah makan. Winarsho (2009) menyatakan bahwa peran ibu dalam memberikan makanan pada anak balita adalah sebagai berikut :

1) Membentuk pola makan anak balita Pola makan adalah cara seseorang dalam memilih makanan dan memakannya sebagai tanggapan terhadap pengaruh fisiologis, psikologis budaya dan sosial (Waryana, 2010). Makanan berperan penting dalam pertumbuhan fisik dan kecerdasan anak. Pola makan yang baik dan teratur perlu diperkenalkan sejak dini. Penting sekali membina dan mengembangkan keterampilan makan pada anak yang dimulai sejak dini. Kebutuhan bahan makanan perlu diatur, sehingga bayi mendapatkan asupan gizi yang diperlukan secara utuh sesuai dengan usia dan kebutuhannya. Gizi yang baik merupakan salah satu unsur penting dalam mewujudkan manusia yang berkualitas. Hal ini harus diperhatikan dan diupayakan sejak janin dalam kandungan, melalui makanan ibu hamil. Pola makan anak sebaiknya diatur sesuai dengan waktu lapar dan pengosongan lambungnya. Perhatikan juga jarak waktu pemberian makan, supaya anak tidak diberi makan ketika masih kenyang. Tidak benar memaksa anak menghabiskan makanannya jika anak sudah tidak mau makan. Sikap memaksa hanya akan membuat anak trauma pada makanan.

Pola makan kelompok masyarakat atau keluarga akan menjadi pola makan anak dimana seorang anak itu tinggal, dan bahan makanan yang digunakan harus beragam yaitu : 1. Bahan makanan sumber energi, diperlukan untuk menunjang aktivitas anak, seperti bergerak, berlari dan sebagainya. Terdapat pada bahan makanan yang mengandung karbohidrat 2. Sumber makanan sumber zat pembangun, diperlukan untuk

pembentukan berbagai jaringan tubuh baru,seperti pertumbuhan gigi, tulang dan bagian tubuh yang lain. Terdapat pada bahan makanan yang mengandung protein hewani dan protein nabati 3. Bahan makanan sumber vitamin dan mineral, terutama vitamin A, D, E, K, B campuran dan vitamin C untuk mengatur proses metabolism dan pertumbuhan tubuh. Stianingsih (2008) Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Gizi Balita Dengan Status Gizi Blita di Posyandu Pala II Kelurahan Notoprajan Kecamatan Ngampilan Yogyakarta, Jurnal kebidanan.

Seorang anak dapat memiliki kebiasaan makan dan selera makan, yang terbentuk dari kebiasaan dalam masyarakatnya. Jika menyusun hidangan untuk anak, hal yang perlu diperhatikan adalah memenuhi kebutuhan zat gizi untuk hidup sehat dan bertumbuh kembang. Kecukupan zat gizi ini berpengaruh pada kesehatan dan kecerdasan anak, maka pengetahuan dan kemampuan mengelola makanan sehat untuk anak adalah suatu hal yang amat penting (Santoso, 2009). Makan dapat dijadikan media untuk mendidik anak supaya anak dapat menerima, menyukai, memilih makanan dan menentukan jumlah makanan yang cukup dan bermutu, dengan demikian dapat dibina kebiasaan yang baik tentang waktu makan. Melalui cara pemberian makan yang teratur anak biasa makan pada waktu yang lazim dibiasakan. Kebiasaan itu dengan sendirinya akan membentuk pola makan pada balita (Santoso, 2009). 2) Menciptakan situasi yang menyenangkan Suasana makan juga menentukan mood anak, jika di lingkungan rumah ada taman bermain tak ada salahnya jika mengajak anak main di sana. Suasana bertemu teman-teman sepermainannya akan membuat anak cenderung lebih

bersemangat makan. Namun perlu diingat makanan yang dibawa harus ditutup dengan baik untuk menghindari debu dan kuman. Tidak benar memaksa anak untuk makan, biarkan anak makan atas inisiatif sendiri. Seperti halnya orang dewasa nafsu makan anak juga dipengaruhi suasana hatinya. Anak sedang merasa tidak bahagia, tertekan atau tidak dicintai dapat menyebabkan selera makan anak akan menurun. Cara lain yang bisa dilakukan adalah dengan memberi kesempatan kepada anak untuk memilih menu favoritnya. Suasana makan yang

menyenangkan juga bisa diciptakan didalam rumah bisa sambil nonton televisi, mendengarkan lagu kesenangan, atau makan bersama-sama keluarga yang lain, sehingga menambah nafsu makan pada anak. 3) Penyajian makanan yang menarik Penyajian makanan yang menarik bisa dilakukan dengan banyak cara diantaranya perhatikan dalam menyajikan makanan. Penyajian makanan yang menarik dapat merangsang keinginan anak untuk makan. Penyajian makanan yang menarik dapat dengan menggunakan perangkat makan yang menarik misalnya bergambar karakter kartun yang lucu dengan warna-warna yang menarik, variasi menu dan berikan perubahan rasa.

B. Status Gizi Balita 1. Status Gizi a. Pengertian Gizi adalah suatu proses organisme makanan yang dikonsumsi secara normal, yang mencakup pengambilan dan pengolahan zat padat dan cair dari makanan ( proses pencernaan, transport dan ekskresi) yang diperlukan untuk memelihara kehidupan, pertumbuhan, berfungsinya organ tubuh dan

menghasilkan energi. ( WHO ) Status gizi adalah keadaan kesehatan individu individu atau kelompok kelompok yang ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik akan energi dan zat zat gizi lain yang diperoleh dari pangan dan makanan yang dampak fisiknya diukur secara antropometri. (Suhardjo : 2003).

Status gizi seseorang dikatakan baik bila terdapat keseimbangan dan keserasian antara perkembangan fisik dan mental, terdapat keterkaitan yang erat antara tingkat transportasi penyimpanan, metabolism dan pengeluaran zat zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan keadaan gizi dengan konsumsi makanan. Wibowo ( 2005). Hubungan Pola Pemberian Makan Balita dengan Status Gizi pada Balita di Kelurahan Keparakan Lor Kecamatan Mergangsan Kotamadya Yogyakarta. Jurnal Kebidanan. Aisyiyah. b. Manfaat Gizi a) Sebagai sumber energi b) Sebagai penyokong pertumbuhan badan c) Memelihara jaringan tubuh, mengganti jaringan yang rusak d) Mengatur metabolisme berbagai keseimbangan misalnya keseimbangan cairan. e) Berperan di dalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap berbagai penyakit f) Untuk perkembangan otak. Wibowo ( 2005). Hubungan Pola Pemberian Makan

Balita dengan Status Gizi pada Balita di Kelurahan Keparakan Lor Kecamatan Mergangsan Kotamadya Yogyakarta. Jurnal Kebidanan. Aisyiyah.

2. Faktor faktor yang mempengaruhi masalah gizi

1. Asupan Balita Pemberian makanan bergizi dalam jumlah yang cukup pada masa balita merupakan hal yang perlu mendapat perhatian serius agar anak tidak jatuh ke keadaan kurang gizi. Apalagi dalam masa itu terjadi penyapihan yaitu peralihan antara penyusuan dan makanan dewasa sebagai sumber energi dan zat gizi utama. Pada masa penyapihan biasanya pemberian ASI mulai dikurangi atau konsumsi ASI berkurang dengan sendirinya sehingga untuk mencukupi kebutuhan gizi anak perlu diberi makanan tambahan. Makanan yang dikonsumsi dibutuhkan untuk mencukupi kebutuhan gizi anak khususnya energi dan protein (Sulaeman dan Muchtadi, 2003 ).

Setelah anak umur dua tahun kecukupan zat gizi baik kecukupan energi maupun protein harus dipenuhi dari makanan sehari, karena setelah anak berumur 6 bulan pemberian ASI saja sudah tidak mencukupi yang dibutuhkan oleh anak. Kebutuhan energi untuk bayi 7 12 bulan adalah 650 kkal dengan protein 16 g dan anak umur 1 3 tahun kebutuhan energinya adalah 1000 kkal dan protein 25 g (Hardinsyah, 2004). Menurut Supariasa (2002) Untuk menilai tingkat konsumsi makanan (untuk energi dan zat gizi), diperlukan suatu standar kecukupan yang dianjurkan yaitu Angka Kecukupan Gizi (AKG) atau Recommended Dietary Allowance (RDA). Berdasarkan Buku Pedoman Petugas Gizi Puskesmas, Depkes RI (1990), klasifikasi tingkat konsumsi dibagi menjadi empat dengan cut of points masing masing sebagai berikut: dikatakan baik bila > 100 % AKG; sedang antar 80 90 % AKG ; kurang antara 70 80 % AKG dan tergolong defisit bila kurang dari 70 % AKG. 2. Ekonomi Kemiskinan sebagai penyebab gizi kurang menduduki posisi pertama pada kondisi yang umum. Hal ini harus mendapat perhatian serius karena keadaan ekonomi ini relatif mudah diukur dan berpengaruh besar pada konsumsi pangan. Para perencana pembangunan ahli ekonomi berpendapat bahwa dengan perbaikan taraf ekonomi maka tingkat gizi penduduknya pun akan meningkat.(Suhardjo : 2003) 3. Budaya Unsur unsur budaya mampu menciptakan suatu kebiasaan makan penduduk yang kadang kadang bertentangan dengan prinsip prinsip ilmu gizi. Beberapa budaya memberikan peranan dan nilai yang berbeda - beda terhadap pangan dan makanan. Misalnya bahan bahan makanan tertentu oleh sesuatu budaya masyarakat dapat dianggap tabu untuk dikonsumsi karena alasan alasan tertentu. (Suhardjo : 2003) 4. Infeksi Antara status gizi kurang dan infeksi terdapat interaksi bolak balik. Infeksi dapat menimbulkan gizi kurang melalui berbagai mekanismenya. Yang paling penting ialah efek langsung dari infeksi sistemik pada katabolisme jaringan. Walaupun

hanya terjadi infeksi ringan sudah menimbulkan kehilangan nitrogen. (Suhardjo : 2003) 3. Penilaian Status Gizi Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat interaksi antara asupan energi dan protein serta zat-zat gizi esensial lainnya dengan keadaan kesehatan tubuh. Status gizi merupakan ekspresi dari keseimbangan zat gizi dengan kebutuhan tubuh, yang diwujudkan dalam bentuk variabel tertentu. Ketidak seimbangan (kelebihan atau kekurangan) antara zat gizi dengan kebutuhan tubuh akan menyebabkan kelainan patologi bagi tubuh manusia. Keadaan demikian disebut malnutrition (gizi salah atau kelainan gizi). Secara umum, bentuk kelainan gizi digolongkan menjadi 2 yaitu overnutrition (kelebihan gizi) dan under nutrition (kekurangan gizi). Overnutrition adalah suatu keadaan tubuh akibat mengkonsumsi zat-zat gizi tertentu melebihi kebutuhan tubuh dalam waktu yang relative lama. Undernutrition adalah keadaan tubuh yang disebabkan oleh asupan zat gizi sehari-hari yang kurang sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan tubuh (Gibson, 2005). Penilaian status gizi dibagi menjadi lima penilaian yaitu: a) Berat badan Ukuran ini merupakan yang terpenting, dipakai pada setiapkesempatan memeriksa kesehatan anak pada setiap kelompok umur. Berat badan merupakan hasil peningkatan seluruh jaringan tulang, otot, lemak, cairan tubuh, dan lainnya. Ukuran ini merupakan indicator tunggal yang terbaik pada waktu ini untuk keadaan gizi dan keadaan tumbuh kembang. b) Tinggi badan Ukuran ini merupakan ukuran antropometri kedua yang penting. Perlu diketahui bahwa badan meningkat terus, walaupun laju tumbuh berubah dan pesat pada masa bayi muda kemudian melambat dan menjadi pesat lagi pada masa remaja. Tinggi badan hanya menyusut pada usia lanjut. Oleh karena itu, nilai tinggi badan dipakai untuk dasar perbandingan terhadap perubahan perubahan relative, seperti nilai berat dan lingkaran lengan atas. c) Lingkar kepala

Ukuran ini di pakai untuk mengevaluasi pertumbuhan otak dank arena lanju tumbuh pesatnya pada saat berusia 3 tahun hanya 1 cm dan hanya meningkat 5 cm sampai usia remaja/dewasa, maka dapat dikatakan bahwa manfaat pengukurran lingkar kepala ini hanya terbatas sampai usia 3 tahun kecuali untuk kasus tertentu. d) Lingkar lengan atas Ukuran ini mencerminkan tumbuh kembang jaringan lengan otot yang tidak terpengaruhi banyak oleh keadaan cairan tubuh bila dibandingkan dengan berat badan. Ukuran ini dapat dipakai untuk menilai keadaan tumbuh kembang pada kelompok usia pra-sekolah. e) Lipatan kulit Ukuran tebalnya lipatan kulit pada daerah triceps dan subskapuler merupakan refleksi tumbuh kembang jaringan lemak bawah kulit yang mencerminkan kecukupan energi. Dalam keadaan defisiensi, lipatan kulit menipis dan sebaliknya menebal jika masukan energi berlebihan. Tebl lipatan kulit dimanfaatkan untuk menilai terdapatnya keadaan gizi lwbih, khususnya pada kasus obesitas. . Wibowo ( 2005). Hubungan Pola Pemberian Makan Balita dengan Status

Gizi pada Balita di Kelurahan Keparakan Lor Kecamatan Mergangsan Kotamadya Yogyakarta. Jurnal Kebidanan. Aisyiyah. Ada juga yang menyebutkan penilaian status gizi secara langsung dibagi empat yaitu : a) Antropometri Antropometri yaitu penilaian status gizi yangberhubungan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi meliputi : berat badan, tinggi badan, atau panjang badan, lingkar kepala, lingkar lengan atas. b) Biokimia Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan specimen yang diuji secara laboratories yang sering antara lain : urine, tinja, dan juga beberapa jaringan tubuh seperti : hati dan otot. Metode ini digunakan untuk suatu

peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. c) Klinis Metode ini didasarkan pada perubahan-perubahan yang terjadi

dihubungkan dengan ketidak cukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat dari jaringan epitel seperti : kulit, rambut, dam mukosa oral, juga kelenjar tiroid. Metode ini digunakan mendeteksi secara cepat tanda tanda klinis umum dari kekurangan gizi, yang juga mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan

melakukanpemeriksaan fisik yaitu tanda dan gejala atau riwayatt penyakit. d) Biopsi Metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi ( khususnya jaringan ) dan melihat perubahan struktur dan jarigan. Misalnya kejadian buta senja epidemik cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap. 4. Klasifikasi status gizi a) Berat badan premature Klasifikasi menurut GOMEZ >90% = Normal

90-75% = Malnutrisi ringan (derajat 1 ) 75-61% = Malnutrisi seddang ( derajat 2 ) 60% = Malnutrisi berat ( derajat 3 ) Klasifikasi di Indonesia menggunakan modifikasi GOMEZ pada KMS, bila terdapat kenaikan tiap bulan adalah normal tetapi jika tidak terdapat kenaikan tiap bulan maka sama dengan resiko tinggi terjadi gangguan dengan pertumbuhan. b) Tinggi badan terhadap umur Kanawati dan Mc Laren 95% = Normal

95-90% = Malnutrisi ringan

90-85% = Malnutrisi sedang <85% = Malnutrisi berat c) Berat badan terhadap tinggi badan Mc Laren/Read 110-90% 0-85% 85-75% = Normal = Malnutrisi ringan = Malnutrisi sedang

<76% dengan/tanpa oedema = Maln9utrisi berat Menurut Menkes No. 9201 menkes/SK/VIII/2002 status gizi ditentukan berdasarkan Z-SCORE berdasarkan berat badan (kg) terhadap umur (bulan) yang diklasifikasikan sebagai berikut Gizi Lebih: apabila berat badan balita berada > +2 SD (Standar Deviasi) Gizi Baik : apabila berat badan balita berada antara <-2 SD Gizi Buruk: apabila berat badan balita <-3 SD 5. Komplikasi Gizi Kurang pada Balita Gizi Buruk bukan hanya menjadi stigma yang ditakuti, hal ini tentu saja terkait dengan dampak terhadap sosial ekonomi keluarga maupun Negara, di samping berbagai konsekuensi yang diterima anak itu sendiri. Kondisi gizi buruk akan mempengaruhi banyak organ dan system, karena kondisi gizi buruk ini juga sering disertai dengan defisiensi (kekurangan) asupan mikro/makro nutrien lain yang sangat diperlukan bagi tubuh. Gizi buruk akan memporak porandakan system pertahanan tubuh terhadap microorganisme maupun pertahanan mekanik sehingga mudah sekali terkena infeksi Secara garis besar, dalam kondisi akut, gizi buruk bisa mengancam jiwa karena berberbagai disfungsi yang di alami, ancaman yang timbul antara lain hipotermi (mudah kedinginan) karena jaringan lemaknya tipis, hipoglikemia (kadar gula dalam darah yang dibawah kadar normal) dan kekurangan elektrolit penting serta cairan tubuh.

Jika fase akut tertangani dan namun tidak di follow up dengan baik akibatnya anak tidak dapat 'catch up' dan mengejar ketinggalannya maka dalam jangka panjang kondisi ini berdampak buruk terhadap pertumbuhan maupun perkembangannya. Akibat gizi buruk terhadap pertumbuhan sangat merugikan performance anak, akibat kondisi 'stunting' (postur tubuh kecil pendek) yang diakibatkannya. Yang lebih memprihatinkan lagi, perkembangan anak pun terganggu. Efek malnutrisi terhadap perkembangan mental dan otak tergantung dangan derajat beratnya, lamanya dan waktu pertumbuhan otak itu sendiri. Jika kondisi gizi buruk terjadi pada masa golden period perkembangan otak (0-3 tahun), dapat dibayangkan jika otak tidak dapat berkembang sebagaimana anak yang sehat, dan kondisi ini akan ireversible ( sulit untuk dapat pulih kembali). Dampak terhadap pertumbuhan otak ini menjadi vital karena otak adalah salah satu 'aset' yang vital bagi anak untuk dapat menjadi manusia yang berkualitas di kemudian hari. Beberapa penelitian menjelaskan, dampak jangka pendek gizi buruk terhadap perkembangan anak adalah anak menjadi apatis, mengalami gangguan bicara dan gangguan perkembangan yang lain. Sedangkan dampak jangka panjang adalah penurunan skor tes IQ, penurunan perkembangn kognitif, penurunan integrasi sensori, gangguan pemusatan perhatian, gangguan penurunan rasa percaya diri dan tentu saja merosotnya prestasi akademik di sekolah. Kurang gizi berpotensi menjadi penyebab kemiskinan melalui rendahnya kualitas sumber daya manusia dan produktivitas. Tidak heran jika gizi buruk yang tidak dikelola dengan baik, pada fase akutnya akan mengancam jiwa dan pada jangka panjang akan menjadi ancaman hilangnya sebuah generasi penerus bangsa. D. Hubungan Kebiasaan ibu dalam mengatur pola makan balita dengan gizi kurang pada Balita.

Kebiasaan atau pola pengasuhan ibu terhadap anak yang baik merupakan hal yang sangat penting, karena akan mempengaruhi proses tumbuh kembang balita. Pola pengasuhan ibu terhadap anaknya berkaitan erat dengan keadaan ibu terutama kesehatan, pendidikan, pengetahuan dan keterampilan tentang

pengasuhan anak (WHO Suharsi, 2001). Ayu (2008). Dampak Program

Pendampingan Gizi Terhadap Pola Asuh, Kejadian Infeksi dan Status Gizi Balita Kurang Energi Protein. Jurnal kesehatan masyarakat dan kebidanan. Menurut Rahayu (2001) anak yang diasuh dengan baik oleh ibunya akan lebih berinteraksi secara positif dibandingkan bila diasuh oleh selain ibunya. Pengasuhan anak oleh ibunya sendiri akan terjadi hubungan anak merasa aman, anak akan memperoleh pasangan dalam berkomunikasi dan ibu sebagai peran model bagi anak yang berkaitan dengan keterampilan verbal secara langsung. Pola pengasuhan anak akan berkaitan dengan keadaan gizi anak dan usaha ibu merangsang anak untuk makan turut menentukan volume makan pada anak (Jusat, 2000). Ayu (2008). Dampak Program Pendampingan Gizi Terhadap Pola Asuh, Kejadian Infeksi dan Status Gizi Balita Kurang Energi Protein. Jurnal kesehatan masyarakat dan kebidanan.

E. KERANGKA KONSEP Berdasarkan dari judul penelitian yang telah ditetapkan maka kerangka konsep penulis menerangkan keadaan mengenai hubungan variable bebas (independen) dengan terikan ( dependen), dimana banyak faktor yang berhubngan variable terikat yaitu gizi kurang pada balita. Secara konsep dapat di gambarkan sebagai berikut :


Kebiasaa pengaturan makan balita Infeksi Social budaya ekonomi

Pertumbuhan, perkembangan intelektual dan terganggu. produktivitas

Status Gizi

Perkembangan otak yang berpengaruh rendahnya kecerdasan. pada tingkat

Anak menjadi apatis Rendahnya kualitas

sumber daya manusia dan produktivitas.

Gambar 2.1 Kerangka Konsep F. KERANGKA TEORI

Faktor-Faktor

Kebiasaa pengaturan makan balita Infeksi

Dampak

Status gizi Gizi lebih Gizi baik Gizi kurang Gizi buruk

Pertumbuhan, perkembangan intelektual dan produktivitas terganggu. Perkembangan otak yang berpengaruh pada rendahnya tingkat kecerdasan. Anak menjadi apatis Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan produktivitas

Gambar 2.2 Kerangka teori.

Pendampingan gizi apabila dilaksanakan dengan baik maka akan meningkatkan pengetahuan gizi ibu, memperbaiki pola pengasuhan dan perawatan anak khususnya yang terkait dengan cara pemberian makanan anak, memelihara kebersihan anak dan memberikan pengobatan pada anak yang sakit. Apabila praktek pengasuhan anak dapat diperbaiki maka secara langsung akan meningkatkan status gizi dan menurunkan kejadian dan durasi penyakit infeksi pada anak, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan status gizi pada balita.

F. HIPOTESIS

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan antara kebiasaan ibu dalam pemberian makan anak dengan status gizi balita.

BAB III METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode non eksperiment yaitu meneliti hal yang sudah ada tanpa ada perlakuan sengaja untuk membangkitkan suatu gejala atau keadaan (Arikunto, 2010). Metode pendekatan waktu dengan menggunakan cross sectional yaitu metode pengambilan data yang dilakukan dalam waktu yang

bersamaan. Tujuan metode ini agar diperoleh data yang lengkap dalam waktu yang cepat (Artikunto, 2010) Rancangan penelitian ini adalah korelasi bivariat yang bertujuan untuk menemukan ada tidaknya hubungan dan jika ada hubungan, akan diketahui eratnya hubungan serta berarti atau tidaknya hubungan tersebut (Arikunto, 2010) B. Variabel Penelitian 1. Variable bebas 2. Variable terikat 3. Variable pengganggu : Kebiasaan ibu dalam pengaturan makan keluarga : Status gizi balita : Ekonomi, infeksi, pendidikan ibu, sosial budaya.

Variabel penggangu dikendalikan dengan : a. Ekonomi : Memilih responden yang berpenghasilan >

400.000/bulan (dibawah standar UMR Yogyakarta ) b. Infeksi congenital c. Pendidikan ibu d. Sosial budaya sama. : Memilih responde yang tamat SD sampai SMA. : Tidak bisa dikendalikan karena adat istiadatnya : Memilih balita yang tidak punya kelainan

C. Definisi Operasiaonal 1. Kebisaan pemberian makan anak balita Adalah tingkahlaku memberikan makan sesuai yang dimakan setiap hari pada balita dengan cara kegiatan ibu yang berkaitan dengan waktu pemberian, porsi, frekuensi konsumsi jenis bahan makanan dan susunan hidangan. Untuk mengukur praktik digunakan kuesioner dengankriteria sebagai berikut : a. Baik, jika jawaban benar antara 76%-100% b. Cukup, jika jawaban antara 56%-75% c. Kurang, jika jawaban < 55%

Skala data ordinal Status Gizi Adalah suatu keadaan keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan zat gizi yang dinilai berdasarkan ukuran antropometri yaitu rasio berat badan menurut umur (BB/U) terhadap nilai Z skor. Data diolah dengan menggunakan Child Growth Standard WHO 2005. Status gizi diklasifikasikan menjadi empat kategori berdasarkan tabel baku. Status gizi digolongkan menjadi : a. Gizi lebih b. Gizi baik c. Gizi kurang d. Gizi buruk : > + 2 SD : -2 SD sampai -2 SD : <-2 SD sampai -2 SD : <-3 SD

Skala data : ordinal D. Populasi dan Sampel Popolasi dalam penelitian ini adalah ibi-ibu yang mempunyai anak balita usia 1-5 tahun yang bertempat tinggal di Ngampilan Yogyakarta yang datang ke posyandu berjumlah 40 balita. Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan tehnik sampel random yaitu tehnik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel (Sugiyono, 2009). Dalam penelian ini terdapat criteria inklusi dan criteria eksklusi. Kriteria inklusi dan eksklusi merupakan criteria untuk menentukan dapat dan tidaknya sampel tersebut digunakan. Kriteria inklusi sampel dalam penelitian ini yaitu ibuibu yang mempunyai anak balita, anak balita yang tidak mempunyai kelainan bawaan, anak balita yang tidak sedang sakit, pendidikan ibu SD, SMP, dan SMA, status ekonomi 400.000/bulan (dibawah standar UMR Yogyakarta). Sedangkan criteria eksklusi sampel dalam penelitian ini yaitu balita yang mempunyai kelainan bawaan, anak balita yang sedang sakit, pendidikan ibu diatas SMA, dan yang tidak mengenyang pendidikan, status ekonomi diatas standar UMR Yogyakarta.

E. Alat dan Metode Pengumpulan Data 1. Alat yang digunakan (instrument) 1). Kuesioner untuk mengetahui kebiasaan ibu dalam memberikan makan anak balita. 2). Timbang berat badan yang digunakan untuk mengetahui ststus gizi balita 2. Metode Pengumpulan Data a. Data diperoleh melalui data primer, yaitu data yang berasal dari sampel peneliti. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan instrument kuesioner yang telah dilakukan uji validitas dan uji realibilitas, untuk mengetahui kebiasaan ibu dalam mengatur makan anak balita. b. Untuk memperoleh data primer, semua responden pada hari dilakukan penelitian, dilakukan rendomisasi untuk menentukan siapa yang akan menjadi sampel. c. Peneliti melakukan pendekatan dan memberikan penjelasan kepada ibu-ibu tentang tujuan dan manfaat penelitian serta meminta persetujuan agar bersedia menjadi responden dalam penelitian ini. d. Langkah berikutnya, responden yang akan dilakukan penelitian dilakukan pengukuran berat badan menggunakan timbangan dacin dengan kondisi anak memakai baju tipis dan tanpa memakai alas kaki serta dengan menjelaskan prosedurnya sebelum dilakukan penimbangan. e. Kemudian melakukan penilaian status gizi pada responden dengan menggunakan lembar observasi pada hari itu juga.

Tabel 4 Kisi-kisi pertanyaan pola pemberian makan pada balita No Variabel Jenis pertanyaan Jumlah

Pola pemberian makan pada usia 6 Pedoman 13 bulan makan Makan selingan

pemberian 2 2

Pemberian bahan makan 3 yang beragam Agar pola makan tetap baik 4 4

Pola pemberian makan untuk anak Anjuran pemberian makan usia 12-24 bulan

Pola pemberian makan untuk usia Anjuran pemberian makan 2-5 tahun

Validitas instrumen yaitu keadaan yang menggambarkan tingkat istrumen yang bersangkutan mampu mengukur apa yang diukur (Arikunto, 2010). Sebelum koesioner dibagikan kepada responde, kuesiner diuji validitas terlebih dahulu agar instrument yang digunakan benar-benar telah memenuhi syarat sebagai alat pengukur data (Notoatmojo, 2002). Validitas dari alat ukur akan diketahui dengan menggunakan rumus product moment :

( (

) )

( ) ( )

Keterangan : r X = Koefisien korelasi = Skor item

Y N

= Skor total = Banyak subyek

Validitas instrument penelitian diketahui dengan menghitung korelasi antara masing-masing item pertanyaan dengan skor total dengan menggunakan rumus korelasi product moment. Kemudian hasilnya dibandingkan dengan nilai-nilai kritis product moment.Item-item yang memiliki r hitung valid dalam kuesioner kebiasaan adalah item-item yang memiliki r hitung lebih besar dari r tabel. Tingkat kesalahaan 5% (0,444) Peneliti hanya menggunakan item-item yang valid saja untuk mengambil data penelitian. Uji reliabilitas Uji reliabilitas adalah untuk mengetahui tingkat keterhandalan suatu instrument, sehingga jika alat ukur digunakan barkali-kali untuk menghasilkan hasil yang hamper sama dalam waktu yang berbeda dan pada orang yang berbeda (Arikunto, 2010). Pada penelitian ini untuk mencari reliabilitas instrument digunakan KR-20 (Kuder Richardson), dimana angka tertinggipada tingkat reliabilitas adalah (Sugiyono, 2004), sebagai berikut : =( )(

Keterangan : r 11 k V1 = Reliabilitas instrument = Banyaknya butir pertanyaan = Variabel total

p = Proporsi subyek yang menjawab betul pada sesuatu butir (proporsi subyek mendapat skor 1) q = Proporsi subyek yang mendapat nilai 0

Hasil angka reliable pada setiap butir pertanyaan kebiasaan pemberian makan pada anak balita dikorelasikan denga product moment dengan derajat pemaknaan p= 0,05 diperoleh dari hasil p pada tiap butir pertanyaan kurang dari 0,05, maka pernyataan kebiasaan pemberian makan anak dinyatakan reliable atau andal.

F. Metode Pengolahan dan Analisis Data 1. Metode Pengolahan Data Setelah semua data diperoleh, tahap-tahap sebagai berikut : a. Editing : Kegiatan mengecek kelengkapan data yaitu dengan memeriksa kembali kelengkapan hasil pengisian kuesioner yang telah terkumpul dari responden agar tidak terjadi kesalahan. b. Coding : Teknik dalam memberikan kode tertentu untuk setiap kelompok pertanyaan. Dilakukan untuk memberikan kode nomor jawaban yang diisi oleh responden dalam daftar pertanyaan.Masing-masing jawaban diberi angka sesuai dengan yang telah ditetapkan. c. Sorting : Memilih atau mengelompokan data menurut jenis yang dikehendaki (klasifikasi) d. Tabuling : Salah satu bentuk penyajia dengan cara memasukan angka-angka kategori jawaban yang sudah diberi kode kategori kedalam kotak-kotak bernomor pada kartu dengan cara menghitung frekuensi data dan merupakan proses pembuatan tabel untuk data dan masing-masing variabel penelitian. Memasukkan data dengan menggunakan computer. e. Cleaning : Pembersihan data sudah benar atau salah. 2. Analisis Data a. Analisis data variabel kebiasaan pemberian makan anak Memberikan kuesioner dengan menganalisis jawaban yang benar diberi nilai 1 jika jawaban benar dan dinilai 0 jika jawaban salah. Kemudian dibuat presentase dengan rumus : kemudian dilakukan pengolahan data melalui

P = x 100%

Keterangan : P X n = Presentase = Jumlah jawaban yang benar = Jumlah seluruh item

Kemudian nilai presentase yang diperoleh itu dimasukan kedalam kriteria obyektif (Arikunto, 2010). Sebagai berikut :

Baik

= jika skor jawaban benar 76-100%

Cukup = jika skor jawaban benar 56-75% Kurang= jika skor jawaban benar 55% b. Analisis Data Variabel Status Gizi Mengukur status gizi dengan mengukur berat badan perumur di masukkan kedalam lembar dokumentasi dengan criteria : Gizi lebih Gizi baik Gizi kurang Gizi buruk : >+ 2 SD : -2 SD sampai + 2 SD : <-2 SD sampai -3 SD : <-3 SD

Untuk menguji hipotesis dua variabel tersebut digunakan uji korelasi Spearman Rank (Sugiyono, 2004), dengan rumus :

Keterangan : P = Koefisien korelasi spearman rank bi = Beda antara jenjang setiap subyek n = Jumlah anggota sampel Setelah diketahui hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat, kemudian dilakukan uji signifikasi untuk membuktikan apakah koefisien itu dapat diberlakukan pada populasi dimana sampel tersebut diambil dengan uji signifikansi menggunakan rumus (Arikunto, 2010). Karena jumlah responden lebih dari 30, dimana dalam tabel tidak ada maka pengujian signifikansi menggunakan rumus : (Sugiyono, 2004)

t= r -

taraf kesalahan yang digunakan adalah 5% dengan ketentuan bila harga z hitung lebih besar dibandingkan dengan z tabel maka ha diterima dan ho ditolak. G. Etika Penelitian 1. Informed consent

Informed consent terdiri dari kata informed dan consent. Informed yaitu penyampaian ide dan isi penting dari peneliti kepada calon responden. Consent yaitu persetujuan dari calon responden untuk berepran serta dalam penelitian sebagai responden, yang diperoleh setelah memahami semua informasi penting. Jadi yang dimaksud informed consent adalah bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. 2. Anonimity Anonimity yaitu memberikan jaminan dalam penggunaa subyek penelitian dengan cara tidak memberikan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan. 3. Kerahasiaan Memberikan jaminan kerahasiaan penelitian terhadap informasi yang diberikan kepada peneliti.

Anda mungkin juga menyukai