Anda di halaman 1dari 29

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyelundupan impor narkoba marak terjadi di Indonesia, meskipun sudah ada ketentuan hukum yang menegaskan masalah penyelundupan impor narkoba tersebut namun hal itu tidak membuat jera para pelaku. Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia telah mencapai tahap yang sangat mengkhawatirkan. Narkoba tidak lagi mengenal batas usia. Orang tua, muda, remaja bahkan anak anak ada yang menjadi penyalahguna dan pengedar gelap Narkoba. Diperkirakan 1,5% dari total jumlah penduduk Indonesia adalah pengguna Narkoba. Peredaran gelap Narkoba di Indonesia pun tidak kalah mengkhawatirkan. Narkoba tidak hanya beredar di kota kota besar di Indonesia, tetapi juga sudah merambah sampai ke pelosok desa. Indonesia yang dahulunya merupakan Negara transit/ lalu lintas perdagangan gelap Narkoba karena letak geografis negara Indonesia yang sangat strategis (posisi silang), telah berudah menjadi Negara produsen Narkoba. Hal ini dapat dilihat dengan terungkapnya beberapa laboratorium narkoba (clandenstin lab) di Indonesia. Era globalisasi yang ditandai dengan kemajuan teknologi komunikasi, liberalisasi perdagangan serta pesatnya kemajuan industri pariwisata telah menjadikan Indonesia sebagai Negara potensial sebagai produsen Narkoba. Posisi Indonesia yang sudah berkembang sebagai Negara Produsen Narkoba telah menghadapkan Indonesia pada masalahyang sangat serius. Peredaran Narkoba yang semakin menggiladisamping berakibat sangat buruk bagi kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara, pada akhirnya dapat pula menimbulkan gangguan keamanan danketertiban Nasional.

1.2 Rumusan Masalah a. Apa yang dimaksud penyelundupan impor narkoba ? b. Apa penyebab adanya penyelundupan impor narkoba tersebut? c. Bagaimana cara penyelundupan impor narkoba tersebut?

1.3 Tujuan a. Untuk mengetahui pengertian penyelundupan impor narkoba b. Untuk mengetahui penyebab penyelundupan impor narkoba tersebut c. Agar mengetahui cara-cara apa saja yang digunakan dalam usaha penyelundupan narkoba.Untuk mengetahui penyelundupan narkoba di Indonesia 1.4 Manfaat a. Memberikan sumbangan pemikiran bagi keilmuan khususnya ilmu yang berkaitan dengan tindak pidana pnyelundupan. b. Untuk menyampaikan bahwa tindak pidana penyelundupan sangat merugikan proses pembangunan suatu Negara. c. Hasil makalah ini diharapkan dapat memberikan penambahan wawasan dan pengetahuan terhadap mahasiswa mengenai pidana penyelundupan.

BAB II KAJIAN TEORI


2.1 PENGERTIAN DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

A. Gambaran Umum CUSTOMS (Instansi Kepabeanan) di mana pun di dunia ini adalah suatu organisasi yang keberadaannya amat essensial bagi suatu negara, demikian pula dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (Instansi Kepabeanan Indonesia) adalah suatu instansi yang memiliki peran yang cukup penting dari negara dalam melakukan tugas dan fungsinya untuk :

Melindungi masyarakat dari masuknya barang-barang berbahaya; Melindungi industri tertentu di dalam negeri dari persaingan yang tidak sehat dengan industri sejenis dari luar negeri;

Memberantas penyelundupan; Melaksanakan tugas titipan dari instansi-instansi lain yang berkepentingan dengan lalu lintas barang yang melampaui batas-batas negara;

Memungut bea masuk dan pajak dalam rangka impor secara maksimal untuk kepentingan penerimaan keuangan negara.

B. Peran Kebijakan Fiskal di Bidang Kepabeanan Seperti diketahui bahwa perkembangan perdagangan internasional, baik yang menyangkut kegiatan di bidang impor maupun ekspor akhir-akhir ini mengalami kemajuan yang sangat pesat. Pesatnya kemajuan di bidang tersebut ternyata menuntut diadakannya suatu sistem dan prosedur kepabeanan yang lebih efektif dan efisien serta mampu meningkatkan kelancaran arus barang dan dokumen. Dengan kata lain, masalah birokrasi di bidang kepabeanan yang berbelit-belit merupakan permasalahan yang nantinya akan semakin tidak populer. Adanya kondisi tersebut, tentunya tidak terlepas dari pentingnya pemerintah untuk terus melakukan berbagai kebijaksanaan di bidang ekonomi terutama dalam meningkatkan pertumbuhan perekonomian nasional. Apalagi dengan adanya berbagai prakarsa bilateral, regional, dan multilateral di bidang perdagangan yang semakin diwarnai oleh arus liberalisasi dan globalisasi perdagangan dan investasi, sudah barang tentu permasalahan yang timbul di bidang perdagangan akan semakin kompleks pula. Perubahan-perubahan pada pola perdagangan internasional yang menggejala dewasa ini pada akhirnya akan memberikan peluang yang lebih besar bagi negara maju untuk memenangkan persaingan pasar. Disamping itu, pola perdagangan juga akan berubah pada konteks Borderless World, atau paling tidak pada nuansa liberalisasi perdagangan dan investasi dimana barriers atas perdagangan menjadi semakin tabu. Untuk itu, kebijaksanaan Pemerintah dengan disahkannya UU No.10/1995 tentang Kepabeanan yang telah berlaku secara efektif tanggal 1 April 1997, yang telah direvisi dengan UU No. 17/2006 tentang perubahan Undang-Undang Kepabeanan, jelas merupakan langkah antisipatif yang menyentuh dimensi strategis, substantif, dan essensial di bidang perdangangan, serta diharapkan mampu menghadapi tantangan-tantangan di era perdagangan bebas yang sudah diambang pintu. Pemberlakuan UU No.10/1995 tentang Kepabeanan juga telah memberikan konsekuensi logis bagi DJBC berupa kewenangan yang semakin besar sebagai institusi.

Pemerintah untuk dapat memainkan perannya sesuai dengan lingkup tugas dan fungsi yang diemban, dimana kewenangan yang semakin besar ini pada dasarnya adalah keinginan dari para pengguna jasa internasional ( termasuk dengan tidak diberlakukannya lagi pemeriksaan pra-pengapalan atau pre-shipment inspection oleh PT. Surveyor Indonesia, dan sepenuhnya dikembalikan kepada DJBC), yang nota bene bahwa kewenangan tersebut adalah kewenangan Customs yang universal, serta merupakan konsekuensi logis atas keikutsertaan Indonesia dalam meratifikasi GATT Agreement maupun AFTA, APEC, dan lain-lain. Berbagai langkah persiapan telah dan terus dilakukan dengan tetap mempertimbangkan kerangka acuan yang diinginkan oleh ICC yang pada dasarnya mengajukan kriteria-kriteria yang sebaiknya dimiliki oleh Customs yang sifatnya modern. Dengan beralihnya fungsi dan misi dari Tax Collector menjadi Trade Facilitator , maka sebagai institusi global, DJBC masa kini dan masa depan harus mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat umum yang bercirikan save time, save cost, sefety, dan simple. Semua ciri tersebut harus menjadi bagian yang integral dari sistem dan prosedur kepabeanan, jika DJBC ingin berperan dalam upaya pembangunan ekonomi secara umum dalam era persaingan yang semakin tajam, era liberalisasi perdagangan dan investasi serta globalisasi dalam arti seluas-luasnya. Sejalan dengan itu, semakin beragamnya sentra-sentra pelayanan baik dari segi perlindungan terhadap Intellectual Property Rights, anti dumping, anti subsidi, self Assessment, maka secara ringkas DJBC diharapkan dapat do more with less ( berbuat lebih banyak dengan biaya lebih rendah ). DJBC juga dituntut untuk melakukan pelayanan yang time sensitive, predictable, available (saat dibutuhkan ) dan adjustable. Totalitas pelayanan ini kerangka dasarnya bersumber pada fenomena speed dan flexibility sebagai formula penting. Hal yang terpenting adalah bagaimana mengubah visi masa lalu yang amat dominan bahwa revenue collection dan law enforcement akan selalu mengakibatkan terhambatnya arus barang sehingga akan menimbulkan High Cost Economy yang pada konsekuensi selanjutnya mengakibatkan produk-produk dalam negeri tidak mampu bersaing di area perdagangan internasional. Selain itu, perlu juga diketahui bahwa bussiness operation akan semakin tergantung pada performance Customs dimanapun. Effisiensi usaha mereka juga tergantung pada mutu dan kecepatan pelayanan Customs.

Kegagalan Bea dan Cukai dalam menekan High Cost Economy tidak saja akan mengakibatkan kegagalan ekonomi Indonesia untuk menjerat oppotunity, mengubah keuntungan komparatif menjadi keuntungan kompetitif, tetapi juga secara substansial dapat mengakibatkan larinya para investor yang semula akan melakukan investasinya di Indonesia dengan segala implikasi ekonomis negatif lainnya. Keinginan dan tuntutan dari para pengguna jasa internasional tersebut adalah syarat mutlak yang harus dipenuhi, dan sudah menjadi kewajiban moral bagi DJBC untuk melakukan berbagai perubahan yang cukup mendasar, baik dari segi penyempurnaan organisasi dan tatalaksana DJBC, simplifikasi dan sekaligus transparansi sistem dan prosedur Kepabeanan, serta pengembangan kualitas sumber daya manusia, sehingga diharapkan nantinya terdapat suatu keselarasan dengan jiwa dan kepentingan dari UU Kepabeanan itu sendiri. Sebagai produk hukum nasional yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945, maka bentuk UU Kepabeanan yang bersifat proaktif dan antisipatif ini sangatlah sederhana namun memiliki jangkauan yang lebih luas dalam mengantisipasi terhadap perkembangan perdagangan internasional. Hal-hal baru berupa kemudahan di bidang kepabeanan juga diatur, seperti penerapan sistem self Assessment, dan Post entry Audit yang merupakan back-up sistem atas sistem self Assessment. Post audit yang tidak lain bertujuan untuk mengetahui tingkat kepatuhan dari para pengguna jasa, ternyata juga mampu berperan ganda yaitu mengoptimalkan penerimaan negara dan meningkatkan kelancaran arus barang. Disamping itu, untuk memberikan alternatif kepada para pengguna jasa dalam penyerahan pemberitahuan pabean, diterapkan pula EDI-system atau yang lebih dikenal dengan Electronic Data Interchange. Adanya kemudahan-kemudahan di bidang kepabeanan ini juga telah menunjukkan kesungguhan DJBC untuk benar-benar serius dalam melakukan reposisi peran dan fungsinya dalam meningkatkan kualitas kualitas pelayanan, khususnya kepada para pengguna jasa kepabeanan.

2.2 Tugas Pokok dan Fungsi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
A. TUGAS POKOK Melaksanakan sebagian tugas pokok Kementerian Keuangan di bidang kepabeanan dan cukai, berdasarkan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Menteri dan mengamankan kebijaksanaan pemerintah yang berkaitan dengan lalu lintas barang yang masuk atau keluar Daerah Pabean dan pemungutan Bea Masuk dan Cukai serta pungutan negara lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. B. FUNGSI Untuk menyelenggarakan tugas pokok tersebut, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mempunyai fungsi : 1. Perumusan kebijaksanaan teknis di bidang kepabeanan dan cukai, sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Menteri dan peraturan perundang-undangan yang berlaku ; 2. Perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, evaluasi dan pengamanan teknis operasional kebijaksanaan pemerintah yang berkaitan dengan pengawasan atas lalu lintas barang yang masuk atau keluar daerah pabean, sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Menteri dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 3. Perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, evaluasi dan pengamanan teknis operasional di bidang pemungutan bea masuk dan cukai serta pungutan lainnya yang pemungutannya dibebankan kepada Direktorat Jenderal berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 4. Perencanaan, pembinaan dan bimbingan di bidang pemberian pelayanan, perijinan, kemudahan, ketatalaksanaan dan pengawasan di bidang kepabeanan dan cukai berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pencegahan pelanggaran peraturan perundang-undangan kepabeanan dan cukai dan penindakan di bidang kepabeanan dan cukai serta penyidikan tindak pidana kepabeanan dan cukai sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. 7

www.bppk.depkeu.go.id/webbc/index Telah diketahui bersama bahwa Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) mengemban 4 fungsi utama yang dijalankannya. Fungsi-fungsi tersebut berkaitan dengan tugas-tugas sebagai: (i) revenue collector yaitu mengamankan dan memungut penerimaan Negara yang berasal dari bea masuk, pajak dalam rangka impor, cukai, dsb; (ii) trade facilitator yaitu mendukung terciptanya penciptaan iklim usaha yang kondusif dengan pemberian berbagai fasilitas di bidang kepabeanan dan cukai; (iii) industrial assistance yaitu mendukung terciptanya penciptaan iklim usaha yang kondusif dengan pemberian berbagai fasilitas di bidang kepabeanan dan cukai; dan (iv) community protector yaitu mencegah dan mengawasi masuknya barang-barang yang dilarang atau dibatasi yang dapat menimbulkan efek negatif bagi keamanan masyarakat dan Negara.

2.3 Visi, Misi dan Strategi


VISI, MISI, STRATEGI, DAN LIMA KOMITMEN HARIAN DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI Visi

Menjadi administrasi kepabeanan dan cukai dengan standar internasional.

Misi

Mengamankan hak keuangan negara, memfasilitasi perdagangan, mendukung industri dan melindungi masyarakat.

Strategi

Profesionalisme sumber daya manusia, efisiensi dalam organisasi dan pelayanan.

Lima Komitmen harian 1. 2. 3. 4. 5. Tingkatkan Pelayanan; Tingkatkan transparansi keadilan dan konsistensi; Pastikan pengguna jasa bekerja sesuai ketentuan; Hentikan perdagangan ilegal; Tingkatkan Integritas.

LOGO DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

DASAR HUKUM : KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN RI No : 52/KMK.05/1996 TANGGAL 29 JANUARI 1996 LUKISAN

segi lima dengan gambar laut, gunung, dan angkasa di dalamnya; Tongkat dengan ulir berjumlah 8 di bagian bawahnya; Sayap yang terdiri dari 30 sayap kecil dan 10 sayap besar; Malai padi berjumlah 24 membentuk lingkaran.

MAKNA

Segi lima melambangkan negara R.I. yang berdasarkan Pancasila; Laut, gunung dan angkasa melambangkan Daerah Pabean Indonesia, yang merupakan wilayah berlakunya Undang-undang Kepabeanan dan Undangundang Cukai; Tongkat melambangkan hubungan perdagangan internasional R.I. dengan mancanegara dari/ke 8 penjuru angin; Sayap melambangkan Hari Keuangan R.I. 30 Oktober dan melambangkan Bea dan Cukai sebagai unsur pelaksana tugas pokok Kementerian Keuangan di bidang Kepabeanan dan Cukai; Lingkaran Malai Padi melambangkan tujuan pelaksanaan tugas Bea dan Cukai adalah kemakmuran dan kesejahteraan bangsa Indonesia. 9

WARNA Disesuaikan dengan warna dasar dan penggunaanya.

A. EKSPOR Pemberitahuan pabean ekspor adalah pernyataan yang dibuat oleh orang dalam rangka melaksanakan kewajiban kepabeanan dibidang ekspor dalam bentuk tulisan di atas formulir atau data elektronik Dasar Hukum

Undang-undang No.17 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-Undang No.10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan

Peraturan

Menteri

Keuangan

Nomor

145/PMK.04/2007

tentang

Ketentuan

Kepabeanan di Bidang Ekspor

Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-40/BC/2008 jo. P-06/BC/2009 jo. P-30/BC/2009 jo. P-27/BC/2010 tentang Tata Laksana Kepabeanan di Bidang Ekspor

Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-41/BC/2008 Pemberitahuan Pabean Ekspor

tentang

Pengertian Ekspor

Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean. Barang ekspor adalah barang yang dikeluarkan dari daerah pabean. Eksportir adalah orang yang melakukan kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean.

Pemberitahuan pabean ekspor adalah pernyataan yang dibuat oleh orang dalam rangka melaksanakan kewajiban kepabeanan dibidang ekspor dalam bentuk tulisan di atas formulir atau data elektronik. Bentuk dan isi pemberitahuan pabean ekspor ditetapkan oleh Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Bea dan Cukai.

10

Nota Pelayanan Ekspor yang selanjutnya disingkat dengan NPE adalah nota yang diterbitkan oleh Pejabat Pemeriksa Dokumen Ekspor atau Sistem Komputer Pelayanan atas PEB yang disampaikan, untuk melindungi pemasukan barang yang akan diekspor ke Kawasan Pabean dan/atau pemuatannya ke sarana pengangkut.

Kantor Pabean adalah Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai dan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean.

Kawasan Pabean adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu lintas barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

Prosedur Kepabeanan Ekspor

Eksportir wajib memberitahukan barang yang akan diekspor ke kantor pabean pemuatan dengan menggunakan PEB disertai Dokumen Pelengkap Pabean.

PEB disampaikan paling cepat 7 hari sebelum tanggal perkiraan ekspor dan paling lambat sebelum barang ekspor masuk Kawasan Pabean.

Dokumen PelengkapPabean:
o o o o

Invoice dan Packing List. Bukti Bayar PNBP. Bukti Bayar Bea Keluar (dalam hal barang ekspor dikenai Bea Keluar) < Dokumen dari intansi teknis terkait (dalam hal barang ekspor terkena ketentuan larangan dan/atau pembatasan).

Penyampaian PEB dapat dilakukan oleh eksportir atau dikuasakan kepada Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK).

Pada Kantor Pabean yang sudah menerapkan sistem PDE (Pertukaran Data Elektronik) kepabeanan, eksportir/PPJK wajib menyampaikan PEB dengan menggunakan sistem PDE Kepabeanan.

11

Sanksi

Mengekspor tanpa menyerahkan pemberitahuan pabean dipidana penjara paling singkat 1 tahun paling lama 10 tahun dan pidana denda paling sedikit lima puluh juta rupiah paling banyak lima miliar rupiah.

Menyampaikan pemberitahuan pabean yang tidak benar, palsu atau dipalsukan dipidana penjara paling singkat 2 tahun paling lama 8 tahun dan pidana denda paling sedikit seratus juta rupiah paling banyak lima miliar rupiah.

Tidak menyampaikan atau terlambat menyampaikan pembatalan ekspornya dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar lima juta rupiah.

Salah memberitahukan jenis dan/atau jumlah barang dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit 100% dari pungutan negara di bidang ekspor yang kurang dibayar dan paling banyak1.000% dari pungutan negara di bidang ekspor yang kurang dibayar.

B. IMPOR Dasar Hukum

UU Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 17 Tahun 2006;

Kep. Menkeu No. 453/KMK.04/2002 tentang Tatalaksana Kepabeanan di Bidang Impor, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Kep. Menkeu No. 112/KMK.04/2003;

Kep. DJBC No. KEP-07/BC/2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tatalaksana Kepabeanan di Bidang Impor yang telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan DJBC No. P-42/BC/2008.

12

Kepabeanan Kepabeanan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan pengawasan atas lalulintas barang yang masuk atau keluar Daerah Pabean serta pemungutan bea masuk dan bea keluar. Impor Kegiatan memasukan barang ke dalam Daerah Pabean. Daerah Pabean Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Kepabeanan. Barang yang dimasukkan ke dalam Daerah Pabean diperlakukan sebagai BARANG IMPOR dan terutang Bea Masuk. Kawasan Pabean Kawasan Pabean adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di di pelabuhan laut,Bandar udara, atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu lintas barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Impor untuk di pakai :

Memasukkan barang ke dalam Daerah Pabean dengan tujuan untuk dipakai; atau Memasukkan barang ke dalam Daerah Pabean untuk dimiliki atau dikuasai oleh orang yang berdomisili di Indonesia.

Syarat Pengeluaran barang Impor untuk dipakai setelah diserahkan :


Pemberitahuan Pabean dan dilunasi Bea Masuk dan PDRI; Pemberitahuan pabean dan Jaminan; atau Dokumen pelengkap pabean dan jaminan. 13

Penjaluran

JALUR MERAH, adalah proses pelayanan dan pengawasan pengeluaran Barang Impor dengan dilakukan pemeriksaan fisik, dan dilakukan penelitian dokumen sebelum penerbitan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB);

JALUR HIJAU, adalah proses pelayanan dan pengawasan pengeluaran Barang Impor dengan tidak dilakukan pemeriksaan fisik, tetapi dilakukan penelitian dokumen setelah penerbitan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB);

JALUR KUNING, adalah proses pelayanan dan pengawasan pengeluaran Barang Impor dengan tidak dilakukan pemeriksaan fisik, tetapi dilakukan penelitian dokumen sebelum penerbitan SPPB;

JALUR MITA Non-Prioritas; JALUR MITA Prioritas.

Kriteria jalur Merah :


Importir baru; Importir yang termasuk dalam kategori risiko tinggi (high risk importir); Barang impor sementara; Barang Operasional Perminyakan (BOP) golongan II; Barang re-impor; Terkena pemeriksaan acak; Barang impor tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah; Barang impor yang termasuk dalam komoditi berisiko tinggi dan/atau berasal dari negara yang berisiko tinggi.

Kriteria jalur Hijau :

Importir dan importasi yang tidak termasuk dalam kriteria sebagaimana dimaksud dalam kriteria jalur merah

14

Kriteria jalur Prioritas :

Importir yang ditetapkan sebagai Importir Jalur Prioritas

Pemeriksaan Pabean :

Jalur Merah dilakukan penelitian dokumen dan pemeriksaan fisik barang; Jalur Hijau hanya dilakukan penelitian dokumen; Jalur Prioritas tidak dilakukan Pemeriksaan Pabean sebagaimana yang dilakukan terhadap jalur merah atau hijau.

Pemeriksaan Fisik :

Pemeriksaan Biasa
o

P-07/BC/2007 tentang Pemeriksaan Fisik barang Impor

Pemeriksaan dengan alat Hi-co scan X-ray


o

KEP 97/BC/2003

Penegasan DJBC (terlampir) Pemeriksaan di lapangan/gudang importir


o

P-07/BC/2007 tentang Pemeriksaan Fisik barang Impor

Pemeriksaan Fisik Barang

terdapat 4 tingkatan pemeriksaan fisik :


o o o o

Mendalam barang diperiksa 100% Sedang barang diperiksa 30 % Rendah barang diperiksa 10% Sangat rendah barang diperiksa di gudang importir (importir jalur prioritas)

pemeriksaan fisik dilakukan dengan memeiksa barang secara merata sesuai dengan % pemeriksaan terhadap keseluruhan barang.

15

Pembayaran
Pembayaran Biasa :

semua pembayaran dilakukan di Bank Devisa Persepsi Pembayaran di Bea dan Cukai hanya diperbolehkan dalam hal
o o

Tidak terdapat bank devisa persepsi Untuk barang impor awak sarana pengangkut, pelintas batas dan barang penumpang.

Pemberitahuan Pabean

PEMBERITAHUAN IMPORTIR/PPJK

IMPOR

BARANG

(PIB),

dibuat

dengan

MODUL

DOKUMEN PELENGKAP PABEAN :


o o o o o o

Invoice Packing List Bill of Lading/ Airway bill Polis asuransi Bukti Bayar BM dan PDRI (SSPCP) Surat Kuasa , Jika Pemberitahu PPJK

Perijinan / Tata Niaga

Jenis
o o

Melekat kepada subjek (importir), misalnya NPIK Melekat kepada objek (barang) misalnya ijin ML (makanan luar) dari BPOM

Prinsip umum : Perijinan harus ada pada saat importir mengajukan PIB Untuk Jalur Prioritas, karena tidak dilakukan pemeriksaan dokumen dan fisik didepan, maka ijin dianggap telah dipenuhi.

16

C. KIRIMAN DAN PAKET

Barang kiriman dengan nilai pabean paling banyak FOB USD 50,00 (lima puluh US Dollar) untuk setiap orang per kiriman, diberikan pembebasan bea masuk dan tidak dipungut pajak dalam rangka impor. Ketentuan Pembebasan Bea Masuk dan Tidak Dipungut Pajak Dalam Rangka Impor

Barang kiriman dengan nilai pabean paling banyak FOB USD 50,00 (lima puluh US Dollar) untuk setiap orang per kiriman, diberikan pembebasan bea masuk dan tidak dipungut pajak dalam rangka impor;

Dalam hal pabean melebihi batas pembebasan bea masuk, maka barang kiriman dipungut bea masuk dan pajak dalam rangka impor dengan dasar nilai pabean penuh dikurangi dengan nilai pabean yang mendapatkan pembebasan bea masuk.

Tatacara Pengeluaran Barang Kiriman POS dan PJT

Atas barang kiriman pos wajib diberitahukan kepada Pejabat Bea dan Cukai dikantor Pabean dan hanya dapat dikeluarkan dengan persetujuan Pejabat Bea dan Cukai;

Impor barang kiriman dilakukan melalui pos atau PJT dan dilakukan pemeriksaan pabean yang meliputi penelitian dokumen dan pemeriksaan fisik barang oleh Pejabat Bea dan Cukai;

Pemeriksaan fisik barang disaksikan oleh petugas pos atau petugas PJT; Barang kiriman melalui pos yang telah ditetapkan tarif dan nilai pabeannya diserahkan kepada penerima barang kiriman melalui pos setelah bea masuk dan pajak dalam rangka impor dilunas;

17

Pejabat Bea dan Cukai menetapkan tarif dan nilai pabean serta menghitung bea masuk dan pajak dalam rangka impor yang wajib dilunasi atas barang kiriman melalui pos dan PJT;

Penetapan tarif didasarkan pada tarif bea masuk dari jenis barang yang bersangkutan, apabila barang impor lebih dari 3 jenis barang, pejabat bea dan cukai menetapkan hanya satu tarif bea masuk berdasarkan tarif barang tertinggi.

D. BARANG PENUMPANG

Barang pribadi penumpang adalah barang yang dibawa oleh setiap orang yang melintasi perbatasan wilayah negara dengan menggunakan sarana pengangkut, tidak termasuk barang yang dibawa awak sarana pengangkut atau pelintas batas. Pengertian

Barang pribadi penumpang adalah barang yang dibawa oleh setiap orang yang melintasi perbatasan wilayah negara dengan menggunakan sarana pengangkut, tidak termasuk barang yang dibawa awak sarana pengangkut atau pelintas batas.

Barang pribadi penumpang yang tiba sebelum atau setelah kedatangan penumpang, dapat dibuktikan kepemilikannya dengan menggunakan paspor dan boarding pass yang bersangkutan.

Barang awak sarana pengangkut adalah barang yang dibawa oleh setiap orang yang karena sifat dan pekerjaannya harus berada dalam sarana pengangkut dan datang bersama sarana pengangkutnya.

Customs Declaration (CD) adalah pemberitahuan pabean atas barang impor yang dibawa penumpang atau awak sarana pengangkut.

18

Pembebasan Bea Masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor serta Pembebasan Cukai diberikan terhadap :

Barang pribadi penumpang yang nilai pabeannya tidak melebihi FOB USD 250.00 untuk setiap orang atau FOB USD 1.000.00 untuk setiap keluarga.

Barang pribadi penumpang dewasa yang merupakan barang kena cukai paling banyak 200 batang sigaret, 25 batang cerutu atau 100 gram tembakau iris dan 1 liter minuman mengandung etil alkohol.

Barang awak sarana pengangkut yang nilai pabeannya tidak melebihi FOB USD 50.00 untuk setiap kedatangan.

Barang awak sarana pengangkut yang merupakan barang kena cukai dengan jumlah paling banyak 40 batang sigaret, 10 batang cerutu atau 40 gram tembakau iris dan 350 mililiter minuman mengandung etil alkohol.

Tatacara Pengeluaran Barang Penumpang dan Awak Sarana Pengangkut

Atas nama barang pribadi penumpang yang tiba bersama penumpang wajib diberitahukan kepada pejabat bea dan cukai dengan menggunakan CD.

CD wajib diisi dengan lengkap dan benar dan pemberitahuan dapat dilakukan secara lisan pada tempat-tempat tertentu yang ditentukan Direktur Jenderal Bea dan Cukai.

Penumpang atau awak sarana pengangkut dapat memilih mengeluarkan barang impor melalui : a. Jalur MERAH, dalam hal Penumpang Membawa Barang Impor :

Dengan nilai pabean melebihi batas pembebasan bea masuk yang diberikan dan / atau barang kena cukai melebihi ketentuan pembebasan cukai.

Berupa hewan, ikan , dan tumbuhan termasuk produk yang berasal dari hewan, ikan dan tumbuhan. 19

Berupa narkotika, psikotropika, obat - obatan, senjata api, senjata angin, senjata tajam , amunisi, bahan peledak, benda / publikasi pornografi.

Berupa film sinematografi, pita video berisi rekaman, video laser disc atau piringan hitam. Berupa uang dalam Rupiah atau dalam mata uang asing senilai Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) atau lebih.

b. Jalur HIJAU, dalam hal Penumpang atau Awak Sarana Pengangkut Tidak Membawa Barang Impor sebagaimana dimaksud pada huruf (a), setelah menerima pemberitahuan tersebut, Pejabat Bea dan Cukai :

Memberikan persetujuan pengeluaran barang dalam hal penumpang melalui jalur hijau, atau Melakukan pemeriksaan fisik, dalam hal penumpang melalui jalur merah.

Dalam hal terdapat kecurigaan, pejabat Bea dan Cukai dapat melakukan. Pemeriksaan terdapat barang bawaan penumpang atau barang bawaan awak sarana pengangkut yang dikeluarkan melalui jalur hijau.

2.4 CUKAI Dasar Hukum 1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagai mana telah diubah dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai; 2. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 62/PMK.011/2010 tentang Tarif Cukai Etil Alkohol, Minuman Yang Mengandung Etil Alkohol, Dan Konsentrat Yang Mengandung Etil Alkohol; 3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.011/2009 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau; 20

4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.011/2010 tentang Perubahan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.011/2009 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau; 5. Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor: P-43/BC/2009 tentang Tata Cara Penetapan Tarif Cukai Hasil Tembakau; 6. Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor: P - 22/BC/2010 tentang Tata Cara Pemungutan Cukai Etil Alkohol, Minuman Mengandung Etil Alkohol, dan Konsentrat Mengandung Etil Alkohol. Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam Undang-undang Cukai : Cukai dikenakan terhadap Barang Kena Cukai yang terdiri dari: a. etil alkohol atau etanol, dengan tidak mengindahkan bahan yang digunakan dan proses pembuatannya; b. minuman yang mengandung etil alkohol dalam kadar berapa pun, dengan tidak mengindahkan bahan yang digunakan dan proses pembuatannya, termasuk konsentrat yang mengandung etil alkohol; c. hasil tembakau, yang meliputi sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris, dan hasil pengolahan tembakau lainnya, dengan tidak mengindahkan digunakan atau tidak bahan pengganti atau bahan pembantu dalam pembuatannya. Barang Kena Cukai Barang kena cukai adalag barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik, yang : 1. konsumsinya perlu dikendalikan. 2. peredarannya perlu diawasi. 3. pemakaiannya dapat menimbulkan efek negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup. 4. atau pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan.

21

Sehubungan dengan penetapan jenis barang kena cukai sebagaimana disebutkan di atas sesuai Undang-Undang 11 Tahun 1995 Tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tentang Cukai, maka saat ini untuk sementara waktu kita baru mengenal tiga jenis barang kena cukai secara umum, yaitu etil alkohol, minuman yang mengandung etil alkohol, dan hasil tembakau. Tidak menutup kemungkinan perubahan jenis Barang Kena Cukai.

22

http://sintak.unika.ac.id/staff/blog/uploaded/5812001246/files/tarif_ppnbm_non_kendaraan_p er_62_2010.htm

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 62/PMK.011/2010 TENTANG TARIF CUKAI ETIL ALKOHOL, MINUMAN YANG MENGANDUNG ETIL ALKOHOL, DAN KONSENTRAT YANG MENGANDUNG ETIL ALKOHOL

ETIL ALKOHOL ATAU ETANOL. TARIF CUKAI (PER LITER) GOLONGAN KADAR ETIL ALKOHOL PRODUKSI DALAM NEGERI Rp 20.000,00 IMPOR Rp 20.000,00

Dari semua jenis etil alkohol, kadar, dan golongan

II

MINUMAN YANG MENGANDUNG ETIL ALKOHOL. TARIF CUKAI (PER LITER) GOLONGAN KADAR ETIL ALKOHOL Sampai dengan 5 % Lebih dari 5 % sampai dengan 20 % Lebih dari 20 % PRODUKSI DALAM NEGERI Rp 11.000,00 Rp 40.000,00 Rp 75.000,00 IMPOR Rp 11.000,00 Rp 40.000,00 Rp 130.000,00

A B C

III

KONSENTRAT YANG MENGANDUNG ETIL ALKOHOL. TARIF CUKAI (PER LITER) GOLONGAN KADAR ETIL ALKOHOL PRODUKSI DALAM NEGERI IMPOR

Dari semua jenis konsentrat, kadar, dan golongan, sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan Minuman Yang Mengandung Etil Alkohol

Rp 100.000,00

Rp 100.000,00

23

http://www.sjdih.depkeu.go.id/fullText/2010/190~PMK.011~2010PerLamp. PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 190/PMK.011/2010 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN N0MOR 181/PMK.011/2009 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU BATASAN HARGA JUAL ECERAN DAN TARIF CUKAI PER BATANG ATAU GRAM HASIL TEMBAKAU BUATAN DALAM NEGERI

No. Urut

Golongan pengusaha pabrik hasil tembakau Jenis Golongan

Batasan harga jual eceran per batang atau gram

Tarif cukai per batang atau gram Rp 325 Rp 315 Rp 295 Rp 245 Rp 210 RP 170 Rp 325 Rp 295 Rp 245 Rp 215 Rp 175 RP 110 Rp 235 Rp 180 Rp 155 Rp 110 Rp 100

Lebih dari Rp 660 I Lebih dari Rp 630 sampai dengan Rp 660 Paling rendah Rp 600 sampai dengan Rp 630 Lebih dari Rp 430 II Lebih dari Rp 380 sampai dengan Rp 430 Paling rendah Rp 374 sampai dengan Rp 380 Lebih dari Rp 600 I Lebih dari Rp 450 sampai dengan Rp 600 Paling rendah Rp 375 sampai dengan Rp 450 Lebih dari Rp 300 II Lebih dari Rp 254 sampai dengan Rp 300 Paling rendah Rp 217 sampai dengan Rp 254 Lebih dari Rp 590 I 3. SKT atau SPT Lebih dari Rp 550 sampai dengan Rp 590 Paling rendah Rp 520 sampai dengan Rp 550 Lebih dari Rp 379 II Lebih dari Rp 349 sampai dengan Rp

1.

SKM

2.

SPM

379 Paling rendah Rp 336 sampai dengan Rp 349 III Paling rendah Rp 234 Lebih dari Rp 660 I SKTF atau SPTF II Lebih dari Rp 630 sampai dengan Rp 660 Paling rendah Rp 600 sampai dengan Rp 630 Lebih dari Rp 430 Lebih dari Rp 380 sampai dengan Rp 430 Paling rendah Rp 374 sampai dengan Rp 380 Lebih dari Rp 250 5. TIS Tanpa Golongan Lebih dari Rp 149 sampai dengan Rp 250 Paling rendah Rp 40 sampai dengan Rp 149 Lebih dari Rp 250 6. 7. KLB KLM Tanpa Golongan Paling rendah Rp 180 sampai dengan Rp 250 Tanpa Golongan Paling rendah Rp 180 Lebih dari Rp 100.000 Lebih dari Rp 50.000 sampai dengan Rp 100.000 8. CRT Tanpa Golongan Lebih dari Rp 20.000 sampai dengan Rp 50.000 Lebih dari Rp 5.000 sampai dengan Rp 20.000 Paling rendah Rp 275 sampai dengan Rp 5.000 9. HPTL Tanpa Golongan Paling rendah Rp 275 RP RP 90 65

Rp 325 Rp 315 Rp 295 Rp 245 Rp 210 RP 170 Rp Rp Rp Rp Rp Rp 21 19 5 25 18 17

4.

Rp 100.000 Rp 20.000 Rp 10.000 Rp Rp Rp 1.200 250 100

25

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa karena atas rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyusun makalah ini tepat pada waktu dan harapan yang telah ditentukan. Makalah ini berjudul Beacukai dan kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kami membuka diri untuk menerima saran, kritik dan masukan yang konstruktif demi kesempurnaan tugas yang akan datang.

Semoga makalah ini berguna dan bermanfaat bagi kami khususnya dan para pembaca, pihak Universitas pada umumnya demi menambah wawasan dan pengetahuan yang lebih luas dalam rangka menambah khasanah budaya nasional kita.

Bandung, 13 November 2013

BAB III SETUDI KASUS

Penyelundupan Narkotika Senilai Rp8 Miliar Digagalkan Jumat, 01 November 2013 15:58 WIB | Daerah | Dibaca 226 kali Oleh: Achmad Irfan Tangerang (AntaraBanten) - Kantor Bea Cukai Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, berhasil menggagalkan penyelundupan narkotika jenis sabu senilai Rp8 miliar lebih dari empat kasus. "Tiga kasus terungkap dalam satu hari dan satu kasus terungkap satu pekan berikutnya dengan nilai estimasi narkotika Rp8 miliar lebih," kata Plh Kantor Bea Cukai Soekarno - Hatta, Purwidi di Tangerang, Jumat.

Ia mengatakan tiga kasus yang terjadi pada hari Jumat (18/10) satu kasus pada Jumat (25/10), berhasil diamankan sembilan orang tersangka yang merupakan Warga Negara Indonesia dan Asing dengan total narkotika jenis sabu sebanyak 6.184 gram. Modus penyelundupan narkotika yang dilakukan pelaku yakni dengan disembunyikan di dalam dinding koper, alas sepatu dan saku jaket pakaian. Paket narkotika tersebut dibawa pelaku dari negara Hongkong, Filipina dan Peking. Pelaku yang diamankan juga ada empat orang wanita. "Ada yang bekerja sebagai TKI hingga pekerja salon," ujarnya.

Purwidi merincikan, kasus pertama dengan pelaku WN China berinisial LC (28 tahun), diperoleh 2.070 gram sabu senilai RP2,7 Miliar lebih yang disembunyikan di dalam dinding koper. Kasus kedua, dengan pelaku WNI berinisial AJ (31 tahun) diperoleh sabu seberat 106 gram atau RP143 juta yang disembunyikan di dalam tas sepatu. Kasus ketiga, dengan tersangka WNI berinisial IT (32 tahun), B (39 tahun) dan ID (31 tahun) diperoleh sabu dengan berat 2.236 gram atau RP 3 Miliar lebih yang disembunyikan di dalam saku jaket. Kasus keempat, dengan tersangka tiga WNI berinisial DHS (39 tahun), CI (34 tahun) dan A serta WN Nigeria berinisial E. Dari keempat tersangka diperoleh 1.772 gram sabu dengan nilai RP2,2 Miliar yang disembunyikan di dalam dinding koper. 26

Untuk kasus pertama dan ketiga, tersangka berikut barang bukti diserahkan kepada Polres Bandara Soekarno - Hatta. Sedangkan kasus kedua dan keempat, diserahkan ke penyidik BNN. "Kita masih lakukan pengembangan terhadap ungkapan penyelundupan narkotika ini. Sebab, masih ada tersangka lainnya," kata Humas BNN, Surya Sumirat. Sesuai UU No. 35 tahun 2009 tentang narkotika sesuai pasal 113 ayat 1 dan 2 maka pelaku dijerat dengan ancaman pidana 15 tahun dan dengan RP10 Miliar. Karena barang bukti melebihi lima gram maka dipidana seumur hidup dan dengan RP10 Miliar ditambah 1/3.

27

PENUTUPAN
Kesimpulan

Anda mungkin juga menyukai