Anda di halaman 1dari 8

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007

ANALISIS FINANSIAL USAHA ITIK DI PETERNAK DALAM RANGKA MENUNJANG PENYEDIAAN PROTEIN HEWANI DI BALI
(Financial Analysis of Duck Farming in Supporting Supply of Animal Protein in Bali)
SUMANTO dan E. JUARINI
Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002

ABSTRACT A study was conducted in Bali province from August to September 2006. The aim of this study was to get the financial anlysist information of duck farming system in some district of production center (Tabanan, Denpasar and Klungkung). Survey was conducted using structured quesionaire to interview selected farmers to collect information on the duck rearing system covering various data: hatchery system, duck layer production, the management system, the labour paid and amount of buying and selling product. Technical and economical data were tabulated and analyzed using simple financial analysis. Result showed that the breeding stock of the layer still depend on another farmer who rear duckling and produce pullet while the DOD comes from the hatchery farm. Farmers commonly do not select their replacement stock. Most farmer rear duck using semi intensive system. For hatchery they used hull, some combined with hatching machine using electicity or karosen. The R/C ratio of 1000 duck layer farm was 1.64. The R/C ratio of 1000 duckling reared from DOD up to 2 month of age was 1.13. The R/C ratio of 1000 growing duck reared from 2 month of age to pullet was 1.38 and R/C ratio of hatchery producing1000 DOD was 1.76. Key Words: Duck, Farming, Financial Anlysis ABSTRAK Ternak itik merupakan salah satu komiditas konsumsi yang sudah populer di masyarakat pedesaan dan perkotaan dan umumnya masih dipelihara dengan cara sederhana/tradisional. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi analisis finansial dan efisiensi usaha itik di Bali. Informasi tersebut dilakukan dengan survei lapang disertai dengan daftar pertanyaan terstruktur terhadap beberapa usaha-usaha penghasil telur, pembesaran itik dan penetasan itik. Informasi teknis dan ekonomi dikumpulkan, mencakup berbagai faktor seperti bibit, penetasan telur, pemeliharaan, tenaga kerja, harga beli dan jual produk. Data teknis dan ekonomis disajikan dengan cara tabulasi dan deskriptif. Masing-masing tipe usaha ternak dilakukan analisis finansial sederhana. Secara garis besar hasil penelitian terhadap usaha pembibitan itik di lokasi penelitian, memberikan gambaran: a). sistem pengadaan bibit itik masih tergantung pada pedagang penjual DOD yang mengambil dari peternak yang khusus menghasilkan DOD secara tradisional, sehingga kualitas bibit yang dihasilkan kurang menjamin; b). Seleksi terhadap induk-induk unggul masih jarang dilakukan oleh peternak; c). Model membesaran itik hingga siap bertelur umumnya dilakukan secara semi-terkurung, dengan demikian faktor keberadaan lahan pangonan masih sangat dominan diperlukan. Hal ini dilakukan karena untuk menekan harga bibit siap bertelur; d) Model penetasan itik umumnya menggunakan sekam yang diletakkan dalam gerombong dan sudah ada yang mengkombinasikan dengan mesin tetas listrik; e). Secara garis besar usaha peritikan cukup efisien, namun tampaknya masih perlu diusahakan lebih baik lagi khususnya pada usaha pembesaran DOD hingga umur 1,5 2 bulan. Secara rinci masing-masing nilai keuntungan adalah: 1). Nilai keuntungan usaha budidaya telur itik per skala usaha 1000 ekor/tahun adalah Rp. 102.474.500 (R/C: 1,64); 2). Nilai keuntungan usaha pembesaran itik dari DOD hingga umur 2 bulan per skala usaha 1000 ekor/periode adalah Rp. 1.203.000 (R/C: 1,13); 3). Nilai keuntungan itik dari umur 2 bulan 5 bulan (siap bertelur) per skala usaha 1000 ekor/periode adalah Rp. 10.518.000 (R/C : 1,38); 4). Nilai keuntungan usaha pembesaran itik dari DOD hingga umur 5 bulan per skala usaha 1000 ekor/periode adalah Rp. 11.721.000 (R/C: 1.32) dan 5). nilai keuntungan usaha penetasan telur itik per skala usaha 1000 butir/periode adalah Rp. 1.000.500 (R/C: 1,76). Kata Kunci: Peternakan, Itik, Analisis Finansial

650

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007

PENDAHULUAN Ternak itik merupakan salah satu komoditas ternak yang sudah populer di masyarakat pedesaan dan perkotaan yang umumnya masih dipelihara dengan cara sederhana/ tradisional. Namun demikian sumbangan sebagai penghasil protein hewani untuk masyarakat dan pendapatan dalam usaha ternak tersebut cukup nyata. Dalam perkembangannya, usaha itik dapat merupakan usaha pokok bagi sebagian masyarakat dan tidak lagi sebagai usaha sambilan (JUARINI et al., 2004). Hal ini juga dapat dilihat dari hasil laporan yang menyebutkan bahwa 50% peternak di Cirebon, 44% di Tegal dan 12% di Indramayu menyandarkan pendapatannya dari usaha itik. Dalam hal produksi telur, kontribusi jumlah telur itik terhadap produksi telur secara nasional mencapai sekitar 24,9% Akan tetapi untuk produksi daging kontribusi itik terhadap produksi daging nasional masih relatif sangat rendah (2,3%) (SETIOKO dan SINURAT, 1992). Peta sentra produksi itik di Jawa bermuara di Wilayah Pulau Jawa (Misalnya di Cirebon, Brebes, Indramayu, Mojokerto, Blitar) dan Luar Pulau Jawa (misalnya: Kalsel dan Bali). Profil dan analisa efisiensi untuk usaha itik di Cirebon, Brebes Blitar dan tempat lainya telah dilakukan (SUMANTO et al., 2000; JUARINI, et al., 2002; 2003; 2004; 2005), dimana usaha tersebut masih dianggap layak untuk dapat dikerjakan oleh peternak perdesaan. Sedangkan analisis finansial usaha itik di Kalsel dan Bali masih jarang disentuh dan yang paling banyak diungkapkan adalah mengenai aspek produksi dan pemasaran (jalur pasar) (ISKANDAR et al., 1993). Disamping itu hasil-hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa sampai saat ini sistem pengadaan bibit itik di sebagian besar daerah sentra produksi itik masih tergantung pada pedagang penjual DOD yang mengambil dari peternak yang khusus menghasilkan DOD secara tradisional (RAHARJO et al., 1989; SINURAT et al., 1992, ISKANDAR et al., 1993; SUMANTO et al., 2000), sehingga kualitas bibit yang dihasilkan tidak terjamin. Kegiatan ini dilaksanakan dengan tujuan untuk melengkapi informasi analisis finansial dan efisiensi usaha itik di Bali dan sebagai perbandingan untuk usaha itik jenis dan pada wilayah lainnya.

MATERI DAN METODE Penelitian ini dilakukan di wilayah Propinsi Bali, dimana lokasi yang dipilih telah didiskusikan terlebih dahulu dengan Dinas Peternakan Propinsi Bali. Lokasi terpilih adalah merupakan sentra produksi itik, baik sebagai pembibit atau penghasil telur, penetasan telur maupun pemeliharaan dengan tujuan untuk pembesaran DOD sampai itik siap bertelur. Responden yang dipilih adalah dengan kriteria sebagai berikut: 1). Telah cukup lama berpengalaman sebagai peternak itik ( 5 tahun) dan 2). Skala usaha itik saat survei adalah: a). Untuk penghasil telur: 500 ekor induk, b). Untuk Penetas telur: 1000 butir, dan c). Untuk pembesaran itik mulai dari DOD hingga umur 5 bulan: 300 ekor. Jumlah masing-masing responden yang diwawancarai adalah 5 peternak. Daftar pertanyaan yang diajukan kepada responden secara umum meliputi: Perbibitan (Bangsa itik yang dipelihara, cara mendapatkan dan pemilihan bibit), penetas telur (Sumber telur tetas, alat yang digunakan untuk penetasan), kapasitas (per unit alat tetas), rutinitas penetasan, seleksi telur tetas dan kriteria pemilihan telur tetas (ukuran, bentuk dan warna telur), teknik penetasan (candling, pengeluaran telur infertil, embrio mati dan pemutaran telur) dan paska penetasan (Sexing, daya tetas dan ratio jantan dan betina). Pemeliharaan mencakup jumlah dan nilai kepemilikan induk dan cara pemeliharaan/manajemen (Pembesaran dari DOD s/d 35 hari, umur 35 hari s/d siap telur, penggantian itik afkir). Pakan yang diberikan meliputi: jenis pakan konsentrat/komersial yang diberikan, jenis pakan lokal yang tersedia, frekuensi pemberian pakan dan cara pemberian pakan. Sumberdaya manusia ayang terlibat meliputi jumlah tenaga keluarga (Umur, pengalaman, pendidikan dan kegiatan lain diluar pemeliharaan itik), jumlah dan upah tenaga kerja dari luar/bukan keluarga yang terlibat, pemasaran DOD jantan/betina dan harga jual produk. Data teknis dan ekonomis disajikan dengan cara tabulasi dan deskriptif. Analisis pendapatan dilakukan dengan analisis finansial sederhana menurut SUKARTAWI et al. (1984).

651

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007

HASIL DAN PEMBAHASAN Profil usaha peternakan itik Umumnya usaha budidaya itik di Propinsi Bali tidak jauh berbeda dengan model usaha budidaya di tempat-tempat lainnya, baik yang ada sentra-sentra produksi di Pulau Jawa maupun di luar Pulau Jawa (misalnya di Kalsel) (JUARINI et al., 2005). Profil peternak itik meliputi: a). Peternak pembibit, b). Penetasan telur dengan memakai mesin tetas atau dengan gerombong dan c). Pembesaran itik hingga siap telur. Peternak pembibit Wilayah pembibitan itik di Bali hanya terjadi di beberapa desa saja, misalnya di Desa Lepang, Kec. Banjarangkang, Kab. Klungkung, salah satu peternak yang diwawancari adalah Bapak Tanggu, yang mulai beternak tahun 1992 dengan skala awal 200 ekor dengan cara diangon. Namun pada tahun 2006, skala ternak menjadi: 2600 ekor (induk), tersekat dalam beberapa blok kandang (12 unit kandang), dimana masing masing unit kandang adalah 210 ekor. Masing-masing unit terdiri dari 10 jantan dan 200 betina. Lahan seluas 30 are yang digunakan adalah hasil sewa seharga Rp. 16 juta selama 5 tahun. Biaya pembuatan kandang Rp. 25 juta. Tenaga kerja yang terlibat sebanyak 3 orang yang masih ada hubungan keluarga, yang digaji sekitar Rp. 700.000/bulan/ orang. Telur tetas dijual Bapak Mulya Dewa dengan harga Rp. 1100/butir (terseleksi), sedangkan telur konsumsi dengan harga Rp. 800 900/butir dijual kepada pedagang pengumpul yang datang ke lokasi. Harga telur pecah Rp. 400/butir. Peternak kurang berminat untuk berusaha pada penetasan sendiri, karena disamping perlu modal, perputaran uangnya dianggap terlalu lama. Pakan ternak terdiri dari pakan konsentrat jadi dan dedak dengan perbandingan 1 : 4, artinya 1 kg konsentrat dicampur 4 kg dedak. Peternak telah menyediakan pakan dalam jumlah yang besar, dimana diharapkan dapat sebagai stok pakan selama 3 bulan mendatang dan, bahan dedak biasanya didatangkan dari Sumbawa. Biaya pakan untuk 2600 ekor/hari adalah Rp. 700.000, dimana produksi telur sekitar 1800 butir/hari.

Ternak yang sudah produksi 8 bulan akan diganti dengan yang baru, dimana harga ternak itik siap telur Rp. 40.000/ekor. Sedangkan itik afkirnya bisa dijual Rp. 35.000/ekor. Peternak lain, Bapak Made Warte (mulai usaha tahun 1985) yang melakukan usaha pembibitan itik dengan menyediakan telur tetas dan sekaligus melakukan penetasan dari Desa`Banjar Selat, Kec. Banjar Rangkan, Klungkung. Luas lahan sebanyak 30 are dengan Skala Usaha 1000 induk. Saat ini itik induk telah bertelur selama 6 bulan. Produksi rataan 500 butir/hari, setelah melalui seleksi yang akan ditetaskan sebanyak 300 butir/hari. Pakan yang digunakan adalah campuran pakan konsentrat sebanyak 50 kg dan dedak 175 kg untuk kebutuhan selama 3 3,5 hari. Peternak penetasan Usaha penetasan telur dengan menggunakan gerombong gabah (21 buah), dengan kapasitas 28.000 butir telur dilakukan oleh PD Mulia Dewa, Mengwi pada lahan 50 are. Tenaga pengelola usaha ini sebanyak 5 orang dan masih usaha keluarga. Sebelum masuk ke gerombong, telur tetas dipanaskan di matahari dan kemudian diseleksi mana telur yang kosong atau tidak kosong. Kemudian telur tetas yang tidak kosong tersebut ditaruh/diolah dalam gerombong selama 15 hari, dengan pembalikan setiap 2 jam sekali. Setelah umur telur di gerombong 15 hari, kemudian telur tersebut dipindahkan ke tempat balai penetasan selama 13 hari dengan kapasitas 8 ribu butir dan juga telur di bolak-balik dalam selang 2 jam sekali yang diselimuti oleh kain penutup. Penutup ini bertujuan agar panas telur dapat dipertahankan lebih lama dan stabil. Hasil penetasan dengan gerombong ini sebanyak 40% telur kosong, 10% telur mati dari yang fertil. Harga telur kosong sekitar Rp. 700 1000/butir dan umumnya digunakan untuk telur asin dengan harga jual Rp. 850 1100/butir. Harga jual DOD betina Rp. 4000 dan jantan Rp. 3500. Untuk jenis DOD jambul putih dihargai Rp. 6000/ekor. Sebagaimana telah disebutkan bahwa peternak Made Warte selain menyediakan telur tetas juga melakukan penetasan sendiri, terdapat 4 penetasan di tempat ini dengan menggunakan mesin tetas listrik, kapasitas

652

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007

4000 butir/mesin dan 2 balai penetasan dengan kapasitas 12.000 ribu butir. Peralatan mesin tetas tersebut diletakkan di ruangan yang tertutup. Telur masuk ke mesin tetas sebanyak 3500 butir/3 hari. Tenaga pengelola sebanyak 3 orang yang dilakukan dalam usaha keluarga. Meskipun demikian tenaga pengelola tersebut mendapat gaji sebanyak Rp. 1 juta/bulan. Telur ditetaskan dalam mesin tetas listrik selama 18 hari dengan perlakuan setiap 2 jam sekali dibolak-balik dari pukul 05:00 hingga pukul 10:00 malam. Telur tetas setelah 18 hari di inkubator, kemudian dialihkan ke tempat balai penetasan selama 10 hari dan dilakukan pembalikan telur 2 jam sekali seperti yang dilakukan di mesin tetas. Biaya listrik dari penetasan ini kurang lebih Rp. 1,2 juta/bulan. Dari 3500 telur tetas yang masuk ke mesin tetas, sebanyak 900 butir kosong. Dari telur yang dibuahi, dapat menetas sebanyak 2000 ekor dengan ratio jantan : betina sebesar 1: 1. Harga DOD betina Rp. 3500/ekor dan jantan Rp. 3000/ekor. DOD jambul putih Rp. 5000/ butir. Telur konsumsi atau telor kosong dijual dengan harga Rp. 700/butir dan dipasarkan di pasar Klungkung. Usaha penetasan lainnya terdapat di UD. Setia Ternak, Desa Kediri, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan. Disamping usaha poultry shop, juga dikelola penetasan itik. Harga telur tetas Rp. 1000/butir. Model pengelolaannya mirip seperti di Bapak Mulia Dewa, tetapi pada hari pertama dan kedua telur tetas tersebut dimasukkan dulu ke mesin listrik, yang kemudian diseleksi mana yang telur kosong atau tidak kosong. Telur-telur yang tidak kosong lalu dimasukkan ke gerombong gabah selama 13 hari dengan perlakuan setiap 2 jam telur dibalik-balikkan. Kemudian telur tetas di pindah ke balai-balai penetasan selama 13 hari dengan perlakuan sama. Daya tetas telur sekitar 50 55% dari sejak telur dimasukkan ke mesin tetas listrik. Harga DOD Rp. 3500/ ekor, jantan dan betina sama. Permintaan DOD saat ini tidak tergantung musim, dimana pembeli datang sendiri ke tempat lokasi. Usaha pembesaran itik DOD dari usaha penetasan seperti PD. Mulia Dewa banyak yang dijual ke pasar Beringkit Kecamatan Mengwi, Kabupaten

Badung. Selain itu ada juga pedagang yang datang ke lokasi penetasan. Umumnya peternak usaha penetasan DOD juga melakukan kemitraan dengan peternak pembesaran DOD, kurang lebih sebanyak 20 orang. Skala DOD kemitraan di peternak tersebut tidak tentu, rataan sebanyak 300-400 ekor/peternak, tergantung dari kemampuan peternaknya atau persediaan DODnya. Disamping diberi modal DOD, peternak plasma mendapat pakan itik untuk kebutuhan 30 hari yang dipelihara secara terkurung hingga umur 1,5 2 bulan. Model pemeliharaan itik untuk dibesarkan dari 2 bulan hingga umur itik siap telur (5 bulan) umumnya dilakukan secara semi-terkurung, artinya disamping dipelihara di kandang, itik tersebut juga digembalakan dibekas persawahan padi. Analisis finansial masing-masing usaha budidaya itik Hasil pengamatan di sentra produksi itik di beberapa tempat di Bali memberikan suatu gambaran berupa pandangan teknis dan hargaharga input dan output untuk masing-masing jenis usaha (petelur, pembesaran dan penetasan itik) yang nantinya dapat digunakan untuk menghitung analisis finansial. Kajian terhadap aspek finansial dalam usaha tersebut akan difokuskan pada perhitungan antara biaya dan hasil produksi. Komponen biaya yang dimaksud meliputi pakan, DOD, itik siap telur, tenaga kerja, depresiasi kandang dan peralatan. Untuk komponen hasil produksi adalah jumlah telur, hasil DOD (betina/jantan) dan itik afkir. Dalam perhitungannya menggunakan harga rata-rata yang terjadi dalam kurun waktu satu tahun. Skala usaha yang akan dianalisis adalah 1000 ekor dengan pertimbangan bahwa skala usaha tersebut mampu dikerjakan oleh satu tenaga kerja. Usaha budidaya itik petelur Kinerja teknis usaha Budidaya Itik Petelur di Bali disajikan pada Tabel 1 dan 2. Perhitungan biaya dan pendapatan usaha budidaya itik petelur dengan skala usaha 1000 ekor selama satu tahun di Bali diperlihatkan pada Tabel. 2.

653

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007

Tabel 1. Koefisien teknis dan ekonomis pada usaha budidaya itik petelur di Bali Informasi Koefisien

Harga itik siap telur/ekor (Rp) 40.000 Biaya pakan/ekor/hari (Rp) 239 Tenaga kerja/bulan/orang/1000 ekor 807.692 (Rp) Biaya alat/tahun/1000 ekor 1.500.000 Biaya lahan/kandang/tahun/1000 ekor 3.153.846 Biaya lain-lain/tahun/1000 ekor 7.630.769 Kematian itik (%) 5,0 Harga telur tetas/butir 1000 Harga telur konsumsi/butir 800 Harga itik afkir/ekor 30.000 Produktivitas telur (%)/tahun 69,2 Tabel 2. Analisis usaha budidaya itik petelur di Bali Informasi Biaya Itik siap telur Pakan Susut kandang/alat Tenaga kerja Lain-lain Total biaya Penerimaan Penjualan telur Itik afkir (mortalitas 5%) Total penerimaan Pendapatan/tahun Pendapatan/bulan R/C Ratio Rp 40.000.000 98.269.200 4.653.800 9.692.300 7.630.700 160.246.100 234.220.500 28.500.000 262.720.500 102.474.500 8.539.542 1,64

melalui tahapan. Tahap pertama (itik umur DOD hingga 2 bulan ) dilakukan dengan cara terkurung dan pada tahap kedua (umur 2 5 bulan) dilakukan dengan cara semi gembala. Usaha pembesaran DOD hingga itik umur 2 bulan Kinerja usaha pembesaran itik petelur dari DOD hingga umur 2 bulan di masing-masing lokasi kajian disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Koefisien teknis dan ekonomis pada usaha pembesaran DOD s/d itik umur 2 bulan di Bali Informasi Harga DOD/ekor (Rp) Biaya pakan/ekor/umur sampai 2 bulan (Rp) Tenaga kerja/bulan/orang/1000 ekor Biaya kandang/alat/22 minggu/ekor Obat-obatan/ekor/22 minggu Lain-lain/22 minggu/1000 ekor Kematian (%) Harga itik betina umur 2 bulan/ekor Koefisien 4.000 4.448 300.000 500 150 451.87 7 11.500

Perhitungan biaya dan pendapatan usaha pembesaran DOD hingga itik umur 2 bulan dengan skala usaha 1000 ekor /tahun di Bali di sajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Analisis usaha pembesaran itik petelur DOD 2 bulan di Bali pada skala 1000 ekor Informasi Biaya DOD Pakan Susut kandang/alat Tenaga kerja Lain-lain Total Penerimaan Penjualan itik (Rp. 11.500/ekor) Pendapatan/tahun Pendapatan/bulan R/C Ratio 10.695.000 1.203.000 100.250 1,13 4.000.000 4.174.000 205.000 600.000 513.000 9.492.000 Rp

Dari hasil perhitungan Tabel 2 terlihat bahwa usaha itik petelur memberikan keuntungan cukup baik, yaitu Rp. 102.474.500/ 1000 ekor/tahun atau Rp. 8.539.542/1000 ekor/bulan. Tabel diatas juga menunjukkan bahwa usaha budidaya itik petelur tersebut sudah efisien dengan ditunjukkan oleh nilai efisiensi usaha (R/C ratio) : 1,64. Usaha pembesaran DOD hingga itik petelur umur 5 bulan Dalam usaha pembesaran DOD hingga itik siap telur, umumnya peternak melaksanakan dengan cara budidaya yang hampir sama, yaitu

654

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007

Dari hasil perhitungan Tabel 4 terlihat bahwa usaha pembesaran itik DOD hingga umur 2 bulan memberikan keuntungan yaitu Rp. 1.203.000/1000 ekor/tahun atau Rp. 100.250/1000 ekor/bulan. Tabel 4 juga menunjukkan bahwa usaha ini masih menguntungkan, dimana nilai R/C ratio = 1,13. Usaha pembesaran itik umur 2 5 bulan (siap bertelur) Kinerja usaha pembesaran itik petelur dari umur 2 5 bulan di Bali disajikan pada Tabel 5 dan 6.
Tabel 5. Koefisien teknis dan ekonomis pada usaha pembesaran itik umur 2 5 bulan di empat lokasi Informasi Koefisien Harga itik umur 2 bulan/ekor (Rp) 11.500 Biaya pakan/ekor/umur 2 5 bulan 4.448 (Rp) Tenaga kerja/bulan/orang/1000 ekor 500.000 Biaya kandang/alat/lahan/ 1000 ekor 250.000 Obat-obatan/3 bulan/1000 ekor 89.000 Lain-lain/3 bulan/1000 ekor 1.308.000 Kematian (%) 5 Harga itik betina umur 5 bulan/ekor 40.000

Tabel 6 menunjukkan bahwa usaha pembesaran itik dari 2 bulan sampai umur 5 bulan (selama 3 bulan, sampai umur siap telur) di Bali memberikan nilai efisiensi usaha sebesar 1,38 dan nilai pendapatan Rp. 10.518.000/1000 ekor/tahun atau Rp. 875.500/1000 ekor/bulan. Usaha pembesaran itik umur 0 5 bulan (umur siap bertelur) Perhitungan biaya dan pendapatan usaha pembesaran itik umur 0 5 bulan dengan skala usaha 1000 ekor di lokasi penelitian ini merupakan perpaduan kegiatan pembesaran itik mulai dari DOD sampai umur 2 bulan (Tabel 4) dan umur itik 2 bulan sampai umur 5 bulan (Tabel 6) yang di sajikan pada Tabel 7 berikut ini.
Tabel 7. Analisis usaha pembesaran itik petelur 0 5 bulan/1000 ekor Informasi Biaya Itik bakalan Pakan Susut kandang/alat Tenaga kerja Obat-obatan/lain-lain Total Perimaan Penjualan itik 48.695.000 11.721.000 976.750 1.32 Pendapatan/periode Pendapatan /bulan R/C Ratio 15.500.000 16.964.000 500.000 2.100.000 1.910.000 36.974.000 Rp

Perhitungan biaya dan pendapatan usaha pembesaran itik umur 2 5 bulan (selama 3 bulan) dengan skala usaha 1000 ekor di lokasi penelitian di sajikan pada Tabel 6 berikut ini.
Tabel 6. Analisis usaha pembesaran sistem di angon itik petelur 2 5 bulan di empat lokasi skala 1000 ekor Informasi Biaya Itik bakalan Pakan Susut kandang/alat Tenaga kerja Obat-obatan/lain-lain Total Perimaan Penjualan itik Pendapatan/periode Pendapatan /bulan R/C Ratio Rp. 11.500.000 12.790.000 295.000 1.500.000 1.397.000 27.482.000 38.000.000 10.518.000 875.500 1,38

Usaha penetasan telur itik Profil usaha penetasan itik di lokasi kajian disajikan pada Tabel 8. Dari koefisien teknis dan ekonomis yang diperoleh baik dari wawancara dengan peternak maupun dari hasil pengamatan langsung di lapangan maka dilakukan analisis finansial untuk usaha penetasan di Bali.

655

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007

Tabel 8. Kondisi, koefisien teknis dan ekonomis usaha penetasan itik di Bali Informasi Jumlah peternak responden Pengalaman penetasan Jenis mesin/alat yg digunakan Jlh mesin (rata-rata pemilikan) Kapasitas rata-rata Sumber panas yg digunakan Sumber telur Fertilitas (%) Daya tetas (%) Menetas sehat (%) Sex ratio Pemasaran DOD Harga telur tetas/butir (Rp) Harga telur infertil/butir(Rp) Harga DOD betina/ekor (Rp) Harga DOD jantan/ekor (Rp) Koefisien 4 5 15 tahun Sekam dalam gerombong, lemari 5 15 10.000 20.000 butir Sekam panas matahari, listrik Pengumpul, sendiri 85 76 90 50 : 50 pengumpul 1.000 700 3.500 3.000

Perhitungan biaya dan pendapatan usaha penetasan itik dengan skala usaha 1000 butir/tahun di lokasi penelitian di sajikan pada Tabel 9.
Tabel 9. Analisis usaha penetasan itik dengan skala 1000 butir/periode di Bali Informasi Biaya Telur tetas Listrik/sekam/minyak tanah Susut tempat tetas/alat Tenaga kerja Lain-lain Total A Penerimaan Telur infertil DOD betina + jantan Total B Pendapatan/periode R/C Ratio 105.000 2.223.000 2.328.000 1.003.000 1,76 1.000.000 75.000 50.000 200.000 1.325.000 Rp

KESIMPULAN 1. Di Bali menunjukkan bahwa sampai saat ini sistem pengadaan bibit itik di sebagian besar daerah sentra produksi itik masih tergantung pada pedagang penjual DOD yang mengambil dari peternak yang khusus menghasilkan DOD secara tradisional, sehingga secara umum kualitas bibit yang dihasilkan belum terjamin. 2. Model penetasan itik umumnya secara gerombong sekam dan diperoleh caranya secara turun-temurun. 3. Kenyataannya penyediaan bibit dan cara pengembangan itik di Bali sudah cukup efisien, namun masih perlu diperbaiki untuk usaha pembesaran itik dari DOD sampai umur 1,5 2 bulan. 4. Secara rinci masing-masing nilai keuntungan adalah: 1). Nilai keuntungan usaha budidaya telur itik per skala usaha 1000 ekor/tahun adalah Rp. 102.474.500 (R/C: 1,64); 2). Nilai keuntungan usaha penetasan telur itik per skala usaha 1000 butir/periode adalah Rp. 1.003.000 (R/C: 1.76); 3). Nilai keuntungan usaha pembesaran itik dari DOD hingga umur 2 bulan per skala usaha 1000 ekor/periode adalah Rp. 1.203.000 (R/C: 1,13); 4). Nilai

Tabel 9 menunjukkan bahwa efisiensi usaha penetasan itik di Bali adalah 1,76 dan dapat memberikan pendapatan Rp. 1.003.000/ 1000 butir/periode.

656

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007

keuntungan itik dari umur 2 bulan 5 bulan (siap bertelur) per skala usaha 1000 ekor/periode adalah Rp. 10.518.000 (R/C : 1,38) dan 5). Nilai keuntungan usaha pembesaran itik dari DOD hingga umur 5 bulan per skala usaha 1000 ekor/ periode adalah Rp. 11.721.000 (R/C: 1,32).
DAFTAR PUSTAKA ISKANDAR, S., T. ANTAWIJAYA, D. ZAINUDDIN, A. LASMINI, T. MURTISARI, B. WIBOWO, ABUBAKAR, T. SUSANTI, E. BASUNO, E. MASBULAN dan SUPRIYADI. 1993. Studi Produk-Produk Inkonvensional dari Berbagai Jenis Unggas Air di Jawa, Bali dan Kalimantan Selatan. Kerjasama antara Proyek Pembangunan Penelitian Pertanian Nasional Badan Litbang Pertanian dengan Balai Penelitian Peternakan, Bogor. JUARINI E., SUMANTO, B. W.IBOWO dan L.H. PRASETYO. 2004, Evaluasi Bibit Itik Niaga Petelur. Ditingkat Peternak. Laporan Akhir. Balai Penelitian Ternak. JUARINI, E., SUMANTO, B. WIBOWO dan L.H. PRASETYO. 2002, Ujimultilokasi Bibit Itik Niaga Petelur. Laporan Akhir. Balai Penelitian Ternak. JUARINI, E., SUMANTO, B. WIBOWO dan L.H. PRASETYO. 2003, Evaluasi Bibit Itik Niaga Petelur. Ditingkat Peternak. Laporan Akhir. Balai Penelitian Ternak, Bogor.

JUARINI, E., SUMANTO, B. WIBOWO dan L.H. PRASETYO. 2005. Pemantapan sistem Pembibitan Itik Unggul di Sentra Produksi. Petelur. Laporan Akhir. Balai Penelitian Ternak, Bolgor. RAHARJO, Y.C., T. ANTAWIJAYA, A.R. SETIOKO, S. SASTRODIHARDJO, S. PRAWIRODIGDO, U. WIJAYA, W. DIRDJOPRANOTO, T. SARTIKA dan D. GULTOM. 1989. Kerjasama antara Balai Penelitian Ternak Bogor dengan PT Bina Cipta Warna Karya Jakarta. SETIOKO, A.R. dan A.P. SINURAT. 1993. Prospek dan Kendala Penerapan Teknologi Usaha Ternak Itik. Pros. Pengolahan dan Komunikasi HasilHasil Penelitian Peternakan di Pedesaan,. Ciamis Jawa Barat. SINURAT A.P., B. WIBOWO, MITFAH dan T. PASARIBU 1992. Pemanfaatan Itik Jantan Lokal untuk Produksi Daging. Kerjasama Applied Agriculture Research Project dan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian dengan Balai Penelitian Ternak, Bogor SUKARTAWI, A. SUHARJO, J.A. DILLON dan J.B. HARDAHER. 1984. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. Penerbit Universitas Indonesia. SUMANTO, E.JUARINI, B.WIBOWO, L.H. PRASETYO dan M. PURBA. 2000. Analisis Ekonomi Bibit Itik Niaga. Laporan Penelitian. Balai Penelitian Ternak, Ciawi, Bogor.

DISKUSI Pertanyaan: 1. Itik di IB dengan pejantan entok, semen yang di IB diencerkan dulu atau langsung di IB? 2. PA lebih tinggi dari PM sedangkan EPA lebih rendah produktivitasnya dibandingkan dengan EPM. 3. Apakah secara ekonomi sudah dievaluasi dari semua parameter tersebut? Jawaban: 1. Serum ditampung dengan vagina buatan, kemudian diencerkan dengan larutan fisiologis 2 x seminggu berdasarkan rekomendasi hasil penelitian. 2. Ya, walaupun produksi telur lebih tinggi tetapi daya reproduksinya PA lebih rendah termasuk EPA jadi EPM lebih tinggi. 3. Belum, masih aspek teknis. Dari pengalaman peternak di DKI, maka dengan sistem pemeliharaan cukup ekonomis.

657

Anda mungkin juga menyukai