Anda di halaman 1dari 11

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Di jaman yang serba modern ini manusia dituntut untuk mengembangkan ilmu pengetahuanya.

Pengembangan ataupun mendapat ilmu pengetahuan yang baru memang sangat dibutuhkan dikarenakan situasi dan kondisi kehidupan dimasa sekarang yang menuntut hal tersebut. Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan memang bukan perkara yang mudah,perlu landasan berfikir baru untuk dapat mengembangkanya. Salah satu

landasan berfikir yang dapat digunakan adalah filsafat atau berfilsafat. Menurut asal katanya filsafat berasal dari kata filosofia. Filosofia merupakan kata majemuk yang terdiri dari kata filo dan sofia. Filo berarti cinta (yaitu ingin) dan sofia berarti kebijaksanaan. Dengan demikian filosofia dapat diartikan sebagai cinta kebijaksanaan.1 Filsafat dapat dipahami sebagai cara untuk memperoleh ilmu baru. Berfilsafat juga dapat diartikan berfikir secara mendalam suatu ilmu yang nantinya digunakan untuk

kepentingan ilmu yang dipelajari tersebut. Namun tidak semua kegiatan berfikir yang kita lakukan disebut berfilsafat. Berfikir dengan serius dan secara mendalam tentang suatu obyeklah yang dapat disebut berfilsafat. Sementara itu filsafat hukum bukanlah ilmu yang berdiri sendiri melainkan suatu cabang ilmu yangmerupakan bagian dari pohon filsafat. Filsafat hukum masuk dalam kelompok filsafat moral atau etika. Filsafat hukum masuk dalam kelompok filsafat moral atau etika karena hukum dipandang sebagai acuan mengatur kesusilaan yang baik atau buruk. Selain itu itu hukum dipandang sebagai aturan yang dapat menunjukan mana yang adil ataupun yang tidak adil. Objek filsafat hukum adalah hukum itu sendiri. Dalam mempelajari hukum dengan cara berfilsafat berarti seseorang harus mempelajarinya secara mendalam dan sungguh-sungguh sampai ke hakikat hukum yang dipelajari tersebut. Dengan berfilsafat, membuat seseorang tidak hanya blajar mengenai hukum yang dapat dilihat ataupun belajar hukum yang terjadi di

Lili Rasjidi,Dasar-dasar filsafat hukum,ALUMNI,Bandung,1985,hlm 5.

sekitar manusia. Dengan berfilsafat seseorang dapat mempelajari nilai-nilai yang terkandung dalam hukum itu sendiri Filsafat itu tiada lain merupakan hasil merupakan hasil pemikiran manusia tentang tempat sesuatu di alam semesta dan hubungan sesuatu tadi dengan isi alam semseta yang lain. Kata sesuatu dapat diartikan sebagai alam semesta beserta isinya2 Sementara itu untuk mengembangkan landasan berfikir dalam konteks filsafat hukum,digunakanlah paradigma. Paradigma dapat dipahami sebagi sumber dari ilmu pengetahuan yang meliputi awla mula dari ilmu pengetahuan tersebut sampai diharapakan bahwa ilmu tersebut dapat terus mengalir. Paradigma juga sering di pahami sebagi konsep yang membuat individu atau kelompok masyarakat untuk memahami dunia dengan segala isinya. Paradigma menurut Guba dan Lincoln merupakan perkembangan ilmu mengenai paradigma yang paling baru. Paradigma menurut Guba dan Lincoln dapat dipelajari karena pemahamnya lebih lengkap,mudah dipahami dan komprehensif. Menurut Guba dan lincoln paradigma tersusun dari sebuah pernyataan yang bersumber dari kesimpulan yang diambil scara logis melalui pertanyaan ontologi,epistemologi dan metodologis. Menurut Guba dan Lincoln paradigma adalah gabungan belief dasar yang memandu pemakai paradigma tersebut karena berkenaan dengan prinsip-prinsip utamanya. Guba dan Lincoln membaginya dalam 4 paradigma besar yaitu positivisme,post positivisme, critical

theory et al, kosntrusivisme. Paradigma juga turut andil dalam menentukan cara pandang orang dalam melihat seusuatu masalah. Guba dan Lincoln memaknakan paradigma sebagai sebuah sistem yang diibaratkan seperti filosofi payung. Filosofi payung tersebut tersusun dari ontologi, epistemologi dan metodologi yang tidak dapat ditukar dengan paradigma lain. Paradigma yang telah tersusun tersebut akan menempel kepada penganut paradigma tersebut .

Lili Rasyidi,Ibid,Hlm 6

Rumusan Masalah a) Bagaimanakah pengertian paradigma menurut Guba dan Lincoln yang memandu manusia dalam melihat persoalan didunia ini ? b) Bagaimanakah cara untuk mengetahui paradigma yang dianut seseorang ?

Tujuan penulisan a) Agar pembaca dapat memiliki gambaran tentang paradigma menurut Guba dan lincoln b) Agar pembaca dapat menngetahui apakah paradigma yang memandu dirinya

Metode Penelitian Metode penelitian yang dipakai penulis adalah metode studi kepustakaan. Studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan. Dalam memcari teori peneliti mengumpulkan informasi yang berhubungan dengan penelitian.seumber-sumber kepustakaan yang diperoleh bersumber dari buku, jurnal, majalah, hasil-hasil penelitian (tesis dan disertasi), dan sumber-sumber lainnya yang sesuai (internet, koran )3. Dari kajian studi pustaka ini didapatkan landasan teori untuk mengolah data sebagai acuan penelitian.

M.Nazir,Metode penelitian,Ghalia Indonesia,2003. Cetakan ke 5. Hal 27

BAB II PEMBAHASAN

A.

4 Set Belief paradigma utama menurut Guba dan Lincoln Guba dan Lincoln membagi set basic belief menjadi 4 paradigma utama yag bersumber

dari pertanyaan ontologi,epistemoligi dan metodologi. Ontologi adalah pertanyaan tentang bagaimana sifat dan bentuk dari relitas yang ada serta apa saja yang diketahui dari hal ini. Epistemologis adalah pertanyaan mengenai sifat hubungan antar obyek dan subyek peneliti serta apa yang dapat diketahui tentang hal ini Sedangkan yang dimaksud dengan metodologi adalah ilmu tentang cara atau

bagaimana cara si peneliti untuk menemukan jawaban atau bagaimanakah peneliti bisa menemukan apa saja yang diyakini dapat diketahui . Berikut adalah 4 set basic belief paradigma utama menurut Guba dan Lincoln :

a) Positivisme Ontologi paradigma positivisme ialah realisme naif. Orang yang berparadigma ini melihat realitas sebagai kenyataan yang harus diluar manusia, sesuatu yang mereka lihat harus terbebas dari situasi tertentu. Sedangkan epistemologis paradigma positivisme adalah dualis objektif, yaitu peneliti dan objek yang diteliti adalh dua entity independent. Penelity harus membuat jarak sejauh mungkin dengan objek yang diteliti. Untuk metodologi paradigma positivisme adalah eksperimental manipulatif yaitu setiap penelitian akan dikontrol dan metodenya bisa bebentuk kuantitatif. Dalam hal itu dijelaskan pula prinsip-prinsip pokok positivisme yang berbunyi demikian : ilmu ilmu yang yang hanya dapat mengajarkan kepada kiat tentang kenyataan adalah ilmu-ilmu yang positif. Ini adalah ilmu-ilmu pengetahuan(ilmu-ilmu pengetahuan alam dan ilmu-ilmu pengetahuan manusia)yang ditujukan pada pengamatan keadaan yang sesungguhnya,untuk mengenal keteraturan hukum yang ada di dalamnya. Disamping ilmuilmu positif ini (yang membicarakan kenyataan) postivisme mengakui juga ilmu-ilmu formal (di dalamnya tidak dilakukan putusan-putusan kenyataan)itu logika dan ilmu pasti.4

D.F Scheltens.Diterjemahkan oleh Bakri Siregar.Pengantar filsafat hukum.Erlangga,Jakarta.1984. hal 22

b) Postpositivisme Ontologi paradigma postpositivisme adalah realisme kritis . Orang yang berparadigma ini melihat relaitas ialah nyata tapi juga ada realita yang tidak dapat dilihat secara kasat mata. Terdapat realita yang tidak dapat dilihat secara kasat mata dikarenakan kemampuan manusia yang memang terbatas. Epistemologis dari paradigma postpositivisme adalah modifikasi dualis/objektif. Dalam paradigma ini temuan yang telah dilakukan oleh banyak peneliti dan hasilnya adalah sama maka oleh oorang yang berparadigma ini temuan tersebut dianggap sudah benar. Sedangkan metodologi paradigma postpositivisme ialah modifikasi eksperimental ataupun manipulatif yaitu pengamatan yang dilakukan orang berparadigma ini adalah natural dan metode yang biasa digunakan adalah kualitatif serta tergantung pula dengan teori yang ditetapkan.

c) Critical theory et al Ontologi paradigma critical theory et al adalh relisme krisis yaitu melihat relitas terbentuk dari sebuah sejarah melalui faktor faktor seperti sosial,politik,budaya,ekonomi dan gender sehingga seiring berjalanya waktu akan terkristalisasi dan dianggap sebuah realita. Epistemoligis paradigma critical theory et al adalah transaksional atau subjektif hubungan antara peneliti dan yang diteliti selau dikaitkan dengan nilai-nilai tertentu. Metodologi critical theory et al adalah dialogis atau dialektikal yaitu dalam melakukan penelitian selalu memperhatika aspek historis,sosial dan budaya. Peneliti selalu ingin

merubah ketidak pedulian masyarakat dalam memaknai realitas yang terbentuk dari sejarah, bahwa sebenarnya realitas itu bisa saja dirubah sehingga akan ada realita baru yang

terbentuk.

d) Konstruktivisme Ontologi paradigma konstruksivisme adalah relativisme. Orang berparadigma ini mneganggap realiras harus majemuk dan beragam yang didasrkan dari pengalaman baik lokal, individual dan spesifik. Bentuk dan isinya kembali lagi pada penganut atau pemegangnya. Realitas dipandang sebagai sebuah konstruksi sosial. Kebenaran dari sebuag realitas harus bersifat relatif dan harus sesuai dengan kriteria yang dianggap sesuai oleh pelaku sosial. Dalam paradigma konstruksivisme realitas sosial yang diamati seseorangtidak dapat digeneralisasikan pada semua orang.

Epistemologis dari paradigma konstrusivisme adalah transaksional atau subjektifitas yaitu dalam memahami realitas maupun hasil dari sebuah penelitian adalah produk dari interaksi antara peneliti dan yang diteliti. Metodologi konstruksivisme adalah hermeneutikal atau dialektikal yaitu mengutamakaninteraksi antar sesama penganut atau pemeganguntuk merekonstruksi realitasyang diteliti lewat metode kualitatif dan teknik hermeneutikal . Sejauh mana temuan penelitian tersebut merupakan bukti otentik dari realitas yang dipahami oleh pelaku sosial.

B. Salah satu Kasus yang menunjukan paradigma manusia Sejauh ini kita hanya dapat berspekulasi berdasarkan tanda-tandayang disinyalkan oleh krisis paradigma dewasa ini. Paradigma adalah ilmu yang pengetahuan yang bermanfaat bagi kehidupan yang layakdengan ungkapan itu dapat ditujukan bahwa revolusi ilmu pengetahuan yang muncul didalam masyarakat yang telah mengalami perubahan-perubahan ilmu pengetahuan sebelumnya.5 Berikut adalah kasus hukum mengenai pencurian kapuk Pengadilan Negeri Batang, Jawa Tengah,akhirnya memvonis empat terdakwa kasus pencurian biji kapuk masing-masing hukuman penjara selama 24 hari. Sebelumnya keempatnya dituntut 1 tahun 4 bulan masa percobaan karena dianggap melanggar pasal 363 KUHP .Salah seorang terdakwa langsung pingsan setelah mendengar keputusan itu. Menurut majelis hakim, keempat terdakwa terbukti melakukan pencurian buah kapuk di areal perkebunan kapuk. Namun karena para terdakwa sebelumnya sudah ditahan selama 24 hari, maka mereka tidak perlu lagi menjalani hukuman. Namun, terdakwa keberatan dengan putusan itu. Pihak keluarga dan kuasa hukum para terdakwa dari LBH Semarang kecewa atas vonis itu menilai majelis hakim tidak adil. Mereka juga masih memikirkan langkah hukum selanjutnya. Menurut kuasa hukum para terdakwa, Muhnuh, kasus itu berawal dari tuduhan pencurian kapuk oleh pemilik perkebunan kapuk kapas di Batang. Setelah itu, para terdakwa yang masih satu keluarga itu diringkus polisi. Padahal, kata Muhnuh, memungut sisa-sisa panen kapuk kapas di tempat itu sudah menjadi kebiasaan warga setempat. "Sebagian warga miskin di tempat itu melakukannya untuk tambahan rejeki," katanya.
5

Anton F susanto.Hukum dari consilience menuju paradigma hukum-konstruktif-transgresif.Refika Aditama.Bandung.2007.hal 48

Para terdakwa yang merupakan Warga Desa Kenconorejo, Batang, Jawa Tengah ini dituding mencuri buah randu sekitar 2 kg milik PT Segayung. Mereka sempat mendekam di Rutan Rowobelang sebagai tahanan Polres Batang. Namun setelah kasus ini ramai diberitakan media massa, penahanan Manisih sekeluarga ditangguhkan.

Para tetangga menyesalkan penahanan terhadap Manisih. Menurut mereka, apa yang dilakukan Manisih memang biasa dilakukan warga setempat. Apalagi, nilai buah randu yang dipungut keempatnya jika diuangkan tak lebih dari Rp 10.000. Analisis Dari kasus diatas dapat disimpulkan bahwa jaksa berparadigma positivisme hal ini dapat dilihat ketika jaksa langsung menjerat terdakwa dengan pasal 362 KUHP karena terdakwa dianggap terbukti melakukan pelanggaran terhadap pasal 363 KUHP. Penganut paradigma positivisme memandang bahwa hukum positif sepenuhnya telah mandiri dari setiap instansi lain daripada kehendak pembuat undang-undangdan dengan sendirinya harus diakui sebagai hukum yang sesungguhnya semata-mata Paradigma positivisme berarti menolak semua filsafat ,semua tteologi,semua pengetahuan yang tidak dapat diselidiki secara inderawi dan setiap pengetahuan normatif tentang etika. Penolakan terhadap etika memang mengherankan tapi dari perspektif yang positivisme dengan sendirinya juga. Bila satu-satunya yang dapat diketahui manusia adalah kenyataan yang dapat diselidiki melalui pengamatan indrawi maka jelas bahwa tak ada satupun norma etika dapat diberikan kepada kita. Disamping itu jelas pula bahwa suatu norma etika yang bertolak dari suatu pengalaman netral yang etis, tidak pernah dapat dibukakan. Konsekuensi yang hebat dari dalil ini yaitu penolakan secara radikal akan akal praktis atau akal sebagai pemberi arah kepada tindakan (pribadi,sosial dan politik) kelak akan dibicarakan lagi6. Sedangkan hakim bisa dikatakan berparadigma postpositivisme. Ini terlihat ketika hakim menjatuhkan putusan yaitu tidak semata mata menjatuhkan putusan sesuai yang dituntut. Hakim disini juga memperhatikan berbagai aspek untuk dijadikan pertimbangan. Mengambil barang milik oorang lain tanpa ijin adalah mencuri. Mungkin banyak yang berpikir apakah hukuman 24 hari itu sesuai dengan mencuri 2 kg kapuk ? terlalu berat atau terlalu ringan ?. atau seharusnya hakim memutus bebas ?.banyak pro dan kontra terhadap

D.F Scheltens.Ibid.hal 23

vonis tersebut, banyak simpatisan yang mnengharap terdakwa diputus bebas karena nilainya pun tidak lebih dari Rp 10.000. Namun hakim pasti memiliki pertimbangan lain untuk menjatuhkan vonis penjara 24 hari. Bukan masalah uang, melainkan sifat jahatnya yang harus dihukum. Hukum harus dijadikan sebagai kontrol sosial. Hukum adalah proses yang dilakukan untuk mempeeengaruhi orang orang agar bertingkah laku sesuai dengan harapan masyarakat. Sebagaimana diutarakan diatas maka pengontrolan oleh hukum dijalankan dengan berbaghai cara dan melalui pembentukan badan-badan yang dibutuhkan. Dalam hubungan ini maka hukum biasa disebut sebagai suatu sarana untuk melakukan kontrol sosial yang bersifat formal.7 Aspek pekerjaan hukum ini kelihatanya bersifat statis yaitu sekedar memecahkan masalah yang dihadapkan kepadanya secara konkret yaitu mengatur hubungan-hubungan sosial yang ada. Keadaan itu berbeda dengan hukum sebagai sarana yang orientasinya tidak ditujukan kepada pemecahan masalah yang ada,melainkan berkeinginan
8

untuk

menimbulkan perubahan-perubahan dalam tingkah laku anggota-anggota masyarakat.

Pertimbangan pertimbangan yang diputuskan oleh hakim telah menunjukan bahwa hakim berparadigma postpositivisme. Sesuai dengan ontologi paradigma postpositivisme yang realisme kritis . Orang yang berparadigma ini melihat relaitas ialah nyata tapi juga ada realita yang tidak dapat dilihat secara kasat mata. Melihat kenyataan dari bagian tubuh yang tak terlihat seperti hati nurani. Pertimbangan-pertimbangan yang dibutuhkan hakim dalam menjatuhkan vonis telah menunjukan bahwa hakim melihat realitya stidak hanya dengan kasat mata tapi juga hati nurani. Disini hakim telah berfikiran progersif, yaitu menjadikan dirinya bagian dari masyarakat akan selalu menanyakan apakah peran yang bisa saya berikan dalam masa reformasi ini ?.Apa yang saya inginkan bangasa dengan reformasi ini. Dengan demikian ia akan menolak bila dikatakan pekerjaanya itu hanya mengeja UU. Hakim progresif akan selalu meletakan telinga ke degup jantung rakyatnya.9 Pandangan dari hakim yang pospositivisme juga dapat sedikit membebaskan hukum dari kesan strukturnya yang kaku karena pandangan demikian itu dapat menampung

Satjipto Rahardjo,hukum dan perubahan sosial,ALUMNI,Bandung,1983.hal 126 Satjipto Rahardjo, ibid.hal 127 Satjipto Rahardjo,penegakan hukum progresif,KOMPAS,Jakarta.2010.hal192

gagasan yang paling tidak pernah dan tidak dapat diprediksi. Hakim dapat menggunakan hati nuraninya dalam membuat keputusan agar hukum tidak terkesan mengekang namun hakim dapat menghukum sifat jahat seseorang . sehingga masyarakat dapat berfikir baha hukum diciptakan untuk ketentraman hidup rakyatnya.

KESIMPULAN

Dalam hidup ini pasti setiap orang memiliki paradigmanya masing masing. Mayrakat tidak bisa menyalahkan paradigma orang lain yang berbeda paradigmanya dengan kita. Masyarakat tidak bisa memaksa seseorang untuk memiliki paradigma yang sama dengan kehendak mereka. Biarlah orang memilih paradigmanya sendiri-sendiri. Seorang polisi memiliki paradiga positivisme karena tuntutan pekerjaan pula yang mengharuskan dia berparadigma positivisme. Polisi akan selalu mengaitkan kejadian yang terjadi dengan hukum positif di indonesia karean begitulah kinerja mereka. Tidak perlu pula untuk terlalu mempertanyakan putusan hakim karena hakim pun akan bkerja dengan penuh pertimbangan dan juga sesuai dengan hati nuraninya karean mereka berparadigma positivisme. Dalam membuat keputusan hakim dapat kepada lapisan masyarakat yang susah,mengabdi pada kepentingan umum,memikirkan kepentingan publik dan pertimbangan untuk mengasihi. Dengan begitu diharapkan kan menjadikan hukum sebgai aturan kekeluargaan

DAFTAR PUSTAKA Rahardjo,Satjipto,Hukum dan Perubahan sosial,Alumni,Bandung.1983 Rasjidi,Lili,Dasar-dasar Filsafat Hukum,Alumni,Bandung.1979 Nazir,M,Metode Penelitian,Ghalia Indonesia.Cetakan ke 5.2003 Rahardjo,Satjipto.Penegakan hukum progrsif. Kompas,Jakarta. 2010 Susanto,Anton. Hukum dari consilience menuju paradigma hukum konstruktiftransgresif.Refika Aditama.2007
D.F Scheltens.Diterjemahkan oleh Bakri Siregar.Pengantar filsafat hukum.Erlangga,Jakarta.1984.

Anda mungkin juga menyukai