Anda di halaman 1dari 6

Direct Meeting Dr. Fachmi Idris, M.Kes, Komisaris PT.

Askes 3 Bulan Menuju Implementasi SJSN

Bismillahirrahmanirrahim Alhamdulillah, pada tanggal 21 September 2013 kemarin, kami dari Pengurus Harian Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia FK Unsri dan perwakilan dari FK Universitas Sriwijaya berkesempatan untuk bertemu langsung dengan Komisaris PT. Askes, Dr Fachmi Idris, dengan tujuan untuk mengklarifikasi beberapa poin penting dalam SJSN yang memang masih membingungkan pihak-pihak yang akan berkecimpung secara langsung dalam sistem ini, terutama mahasiswa kedokteran. Sebagaimana yang kita tahu, Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) ini akan segera diimplementasikan dalam sistem kesehatan di Indonesia, tepatnya per 1 Januari 2014.

Dengan pelaksanaan SJSN ini, tentunya kita selaku Mahasiswa Kedokteran, Calon Dokter masa depan perlu mengerti seluk beluk SJSN ini, karena SJSN ini sangat berhubungan dengan sistem yang akan kita jalani saat kita menjadi dokter nantinya. Berikut ini akan saya paparkan beberapa poin penting yang sempat kami bahas bersama Dr. Fachmi Idris, M.Kes.

1. Kapitasi
Kapitasi adalah sejumlah dana yang dibayarkan oleh peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) per bulannya, keputusan terakhir pemerintah memutuskan jumlah kapitasi adalah Rp. 19.500/bulan/orang, tapi tidak menutup kemungkinan jumlah ini akan mengalami kenaikan maupun penurunan dikemudian hari. Khusus untuk peserta yang termasuk Penerima Bantuan Iuran (PBI) maka kapitasi ini akan ditanggung pemerintah. Kapitasi ini akan digunakan untuk pengobatan peserta JKN nantinya. Pembayaran Kapitasi ini bersifat wajib untuk seluruh peserta JKN. Nantinya, peserta JKN tidak akan dipungut biaya apapun dalam menjalani proses pengobatan, dan akan diberikan pelayanan yang sama dengan seluruh peserta JKN lainnya.

Kapitasi ini sendiri akan dibagikan berdasarkan presentase yang sudah ada kepada dokter layanan primer maupun kepada dokter spesialis. (Penjelasan mengenai dokter layanan primer dan clinical doctor akan di sampaikan pada poin selanjutnya). Best practice pembagian Kapitasi adalah 30 % untuk dokter layanan primer (General Practitioner/GP) , dan sisanya untuk clinical doctor. Besaran kapitasi ini sangat bergantung pada jumlah Iuran yang

dibayarkan oleh peserta, jika ingin mendapatkan kapitasi yang sesuai, maka diperlukan besaran iuran yang sesuai pula.

Individual Prevention, Promotion dan Kapitasi Prinsip utama sistem kapitasi ini adalah bagaimana caranya untuk menjaga orang jangan sampai sakit. Dengan sistem kapitasi yang diberikan di depan, praktisi kesehatan (dokter) tidak akan mendapatkan dana lagi selain yang sudah diberikan di depan. Hal ini mendorong kita semua untuk menerapkan sistem preventive & promotive medicine, bagaimana caranya sehingga peserta-peserta tersebut tidak sakit dan tetap mempertahankan kesehatannya, sistem ini hanya bisa berjalan jika menggunakan Prospective Payment System, yaitu Kapitasi. Karena dengan semakin banyaknya warga yang sakit, maka akan semakin banyak pula biaya pengobatan yang akan dikeluarkan oleh dokter pelayanan primer terkait, dimana seluruh biaya tersebut akan ditanggung oleh dokter tersebut. Sistem ini juga bertujuan untuk mengubah paradigma serta cara kerja asuransi sekarang, dimana asuransi sekarang menggunakan jumlah orang yang sakit sebagai skala keberhasilan. Semakin banyak orang yang sehat >> sedikit orang yang berobat >> sedikit pengeluaran untuk pengobatan >> Uang pendapatan dari kapitasi semakin besar ---Sistem Berhasil Kapitasi & APBN Kesehatan Jumlah kapitasi sejumlah Rp. 19.500 tersebut berbanding lurus dengan Anggaran Kesehatan yang diberikan pemerintah. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia telah jelas bahwa jumlah untuk APBN Kesehatan setidaknya 5% dari total APBN Negara. Tapi hal ini masih sangat jauh dari kenyataan. Anggaran Total negara tahun 2013 adalah sebesar 1800 Trilyun, dimana 5 % nya sekitar Rp. 90 Trilyun, akan tetapi anggaran yang ada sekarang hanya sebesar Rp. 25 Trilyun

2. Kepesertaan SJSN
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) ini wajib diikuti oleh seluruh fasilitas pemerintah dimanapun berada, dari sabang sampai merauke, semuanya wajib turut serta dalam SJSN. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku untuk pihak-pihak swasta ( Rumah Sakit Swasta, Klinik Swasta). Pihak swasta tidak wajib mengikuti program SJSN. Pihak swasta dapat memilih, apakah ingin ikut serta dalam SJSN, atau tetap dengan sistem sendiri.

3. Indonesia Case Based Groups (INA-CBGs)


Dalam implementasinya, Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) akan menggunakan sistem pendanaan berbasis kasus. Setiap penyakit akan dikelompokkan berdasarkan jenis dan karakteristik penyakit, sehingga dapat menghemat biaya pengeluaran dan dengan mudah mendapatkan data yang riil mengenai kasus-kasus penyakit. Contohnya saja, jika seseorang terserang demam tiphoid, maka pasien tersebut akan mendapatkan paket pengobatan yang sudah terstandarisasi berdasarkan poin-poin yang ada di INA-CBGs, Di rumah sakit manapun (yang ikut serta dalam SJSN) pasien tersebut akan mendapatkan paket perawatan yang sama. Indonesia Now Namun, dalam perjalanannya sekarang, masih terdapat kekurangan. Salah satunya adalah perhitungan biaya yang per prosedur, bukan per kasus. Saat pasien pertama kali datang dihitung visitasi 1x. Ketika dokternya lupa, pasien dipanggil lagi, dihitung dokter visitasi 2x. Jika nanti belum selesai juga, dihitung lagi, dokter visitasi 3x. dst. Inilah yang akan berubah saat implementasi SJSN, semuanya akan berdasarkan kasus, sampai kasus itu selesai maka sudah ada budget yang diberikan, harus sembuh dengan budget tersebut, jika tidak, maka dokter tersebut akan mengeluarkan uang lebih (diluar budget/kapitasi) yang tentunya akan merugikan dokter tersebut. Inilah yang nantinya mendorong dokter untuk mengutamakan universal precaution, dan mendorong dokter dan Rumah Sakit terkait untuk menggunakan obat yang efektivitas dan ecovalensi yang optimal. Apabila dalam praktik di lapangan terjadi kesalahan oleh dokter, dan berakibat pada rusaknya peralatan, maka yang wajib mengganti peralatan tersebut adalah rumah sakit / dokter yang bersangkutan, dan tidak dibebankan ke pasien.

4. Standar Dokter untuk mengikuti SJSN


BPJS akan melihat, apakah kompetensi yang diperlukan hanya sampai dokter intern (dokter umum) ? Jika iya, maka akan digunakan dokter intern, sampai terbentuknya standar minimal General Practitioner / Family Doctor/ Dokter Layanan Primer. Untuk sementara, BPJS hanya mensyaratkan hal-hal yang memang sudah menjadi dasar dokter di Indonesia, diantaranya adalah : 1. Memiliki STR 2. Memiliki SIP 3. Menguasai seluruh kompetensi dasar kedokteran berdasarkan keputusan KKI ( kompetensi 4A dan 4B) 4. Menguasai seluruh 155 penyakit kompetensi 4A dan 4B dan tidak boleh melakukan rujuk, jika melakukan rujuk, maka akan dikenakan penalty berupa denda. 5. Jumlah rujukan (155 penyakit 4A & 4B) tidak boleh melebihi batas yang telah ditentukan Untuk dokter-dokter yang memiliki kompetensi lebih (Spesialis, konsultan dll), sangat diperbolehkan untuk ikut dalam SJSN.

5. SJSN dan Sistem Pendidikan Dokter di Indonesia (Intern, General Practitioner & Clinition Doctor)
Dalam implementasinya, SJSN ini akan menggunakan Dokter Layanan Primer/ General Practitioner (GP) sebagai lini utama dalam menjaga kesehatan masyarakat dengan menggunakan prinsip preventif dan promotif. Kedepannya, GP ini akan dijadikan sebagai spesialisasi baru pada bidang kedokteran. Dimana saat Mahasiswa Kedokteran lulus dari Fakultas Kedokteran, melalui Koas, dan internship, mereka akan mendapatkan amanah sebagai dokter intern (sekarang lazim disebut dokter umum di Indonesia). Nantinya, dokter intern ini akan langsung diarahkan menuju salah satu dari 2 cabang profesi kedokteran, sebagai GP atau sebagai klinis*. Ini sekaligus merombak sistem penddikan di Kedokteran Indonesia dimana dokter Intern dijadikan tempat menunggu sebelum akhirnya melanjutkan pendidikan spesialis. Lamanya Internship nantinya akan dilihat dari proses saat Koas/Clerkship. Jika kompetensi saat menjalani Koas dianggap sudah matang, maka jangka waktu internship akan dipersingkat, begitu pula sebaliknya, jika saat menjalani Koas dinilai kurang kompeten, maka masa internship akan diperpanjang untuk memastikan kompetensi dokter yang terjun ke masyarakat sudah mapan. *Klinisi adalah dokter yang bekerja di Rumah sakit, bertugas sebagai layanan sekunder/tersier, sebagai pusat rujukan GP untuk kasus-kasus yang memerlukan perawatan khusus.

GP

Mahasiswa Kedokteran

Clerkship/ Koas

Internship

Intern Clinition

Kurang kompeten saat Koas

Penambahan waktu Internship

Residence

Demikianlah Catatan ini dibuat, mohon maaf atas kekurangan yang ada. Kritik dan saran kalian sangat kami nantikan

Best Regards Muhamad Ikhsan Nurmansyah Pengurus Harian Bidang Kajian Strategis Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia Wilayah 1 PDU FK Unsri 2012

Anda mungkin juga menyukai