Anda di halaman 1dari 12

Optimalisasi Ekstraksi Energi Angin Kecepatan Rendah di Indonesia dengan Aplikasi Konverter Boost Oleh: Ronald Nehemia Marulitua

Sinaga (Anggota tim WINDpAD Laboratorium Konversi Energi Elektrik Institut Teknologi Bandung (ITB) pada National Innovation Contest 2008 Himpunan Mahasiswa Mesin ITB) Energi angin merupakan salah satu potensi energi terbarukan yang dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap kebutuhan energi listrik domestik, khususnya wilayah terpencil. Pembangkit energi angin yang biasa disebut Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) ini bebas polusi dan sumber energinya yaitu angin tersedia di mana pun, maka pembangkit ini dapat menjawab masalah lingkungan hidup dan ketersediaan sumber energi. Dibandingkan dengan sumber energi alternatif lainya ekstraksi energi dari angin memiliki carbon footprint yang relatif rendah[1]. Carbon footprint yang dimaksud di sini adalah emisi CO2 yang dihasilkan dari keseluruhan proses produksi turbin sampai dengan operasi pemanfaatan sumber energi tersebut. Untuk Sistem Konversi Energi Angin (SKEA) carbon footprint meliputi proses pembuatan turbin, generator, konstruksi, dan operasi dari SKEA. Perbandingan carbon footprint dari SKEA dibandingkan dengan sistem konversi energi lainya dapat dilihat pada gambar 1 di bawah ini.

Gambar.1 Perbandingan Carbon Footprint dari Beberapa Sumber Energi Alternatif (Data dari UK Parliamentary Office of Science and Technology, November 2006) Keunggulan dari SKEA adalah:

Termasuk sumber energi yang menghasilkan emisi rendah dalam produksi listrik. Tersedia di seluruh wilayah Indonesia termasuk di daerah-daerah yang tidak terjangkau oleh jaringan transmisi (grid) listrik.

Pembangkitan energi angin terjadi berdasarkan prinsip perubahan energi kinetik angin sebelum dan setelah melewati turbin angin. Ketika melewati turbin angin, angin mengalami pengurangan energi kinetik (yang ditandai dengan berkurangnya kecepatan angin). Energi kinetik yang hilang ini dikonversikan menjadi energi mekanik yang memutar turbin angin, turbin angin ini terhubung dengan rotor dari generator. Generator mengubah energi mekanik menjadi energi listrik. Besar daya mekanik yang dihasilkan oleh turbin angin didefinisikan dalam persamaan 1 di bawah ini: (1)

Di mana adalah massa jenis air (kg/m3), Cp koefisien performansi turbin angin, A luas daerah sapuan turbin angin (m2), dan v1 adalah kecepatan angin sebelum melewati turbin angin (m/s). Dari persamaan 1 di atas dapat disimpulkan bahwa daya yang dapat dikonversikan oleh SKEA sangat bergantung pada kecepatan angin (kubik dari kecepatan). Misalkan untuk suatu SKEA tertentu yang memiliki daya nominal atau sering juga disebut daya rating (Prated) 1000 watt pada kecepatan angin nominal atau rating (Vrated) 10 m/s ketika angin yang berada di daerah SKEA memiliki kecepatan (V) 9 m/s, maka daya yang dihasilkan oleh SKEA tersebut dapat didefinisikan sebagai:

Sehingga untuk V= 9 m/s, maka daya yang dihasilkan oleh turbin angin adalah 0.729 kali Prated yang dalam kasus ini bernilai 729 W. Dari kasus ini dapat disimpulkan bahwa besar kecepatan angin memiliki peran yang sangat besar dalam pembangkitan energi oleh SKEA. Secara umum, skema SKEA yang umum diaplikasikan digambarkan dalam gambar 2 di bawah ini: Secara umum, skema SKEA yang umum diaplikasikan digambarkan dalam gambar 2 di bawah ini:

Gambar.2. Skema Sistem Konversi Energi Angin (SKEA) Angin adalah sumber energi yang tidak dapat dikendalikan keberadaanya dan memiliki fluktuasi yang dapat didekati dengan pendekatan probalistik. Untuk memprediksi keberadaan angin di suatu daerah dilakukan pengumpulan data kecepatan angin di suatu daerah, dan data-data tersebut setelah diolah dapat didekati dengan menggunakan distribusi Weibull. Secara umum distribusi Weibull adalah distribusi peluang yang digambarkan pada gambar 3.

Gambar.3 Distribusi Weibull Dari gambar 2 dapat dapat disimpulkan bahwa kecepatan angin dapat bernilai sangat besar atau sangat kecil, dan setiap nilai kecepatan memiliki peluang untuk terjadi. Umumnya dalam perancangan turbin angin, terdapat beberapa parameter yang patut diperhitungkan, yaitu kecepatan cut-in (Vcut), kecepatan rating (Vrated), dan kecepatan cut-off (Vcutoff) . Kecepatan cut-in adalah besar kecepatan angin ketika turbin angin mulai berputar, kecepatan rating adalah kecepatan rating, dan kecepatan cut-off adalah batas kecepatan di mana turbin angin belum mengalami kerusakan. Berdasarkan kecepatan angin yang ada, besar daya yang dihasilkan oleh turbin angin dapat dikelompokkan dalam 3 daerah, yaitu:

(3) Karakteristik daya terhadap kecepatan angin dari SKEA dapat digambarkan pada gambar 2 di bawah ini.

Gambar.4 Pembagian Daerah Kerja Turbin Angin Pada prakteknya, untuk mencegah kerusakan turbin angin, maka turbin angin dirancang agar memiliki kecepatan maksimal (cutoff) yang relatif besar untuk mengantisipasi kecepatan angin yang besar, yang meskipun digambarkan oleh kurva distribusi Weibull memiliki peluang terjadi kecil, namun tetap memiliki kemungkinan untuk terjadi. Secara mekanik, kompensasi dari perancangan turbin angin dengan nilai kecepatan maksimal (Vcutoff) adalah Vcut dan Vrated yang relatif besar pula. Hubungan antara kecepatan putar SKEA dengan tegangan keluaran generator dapat dirumuskan dengan melihat teori konversi energi mekanik menjadi elektrik pada generator sinkron. Di mana pada generator sinkron besar tegangan yang diinduksikan oleh rangkaian medan (field) pada jangkar (armature), EA, adalah: EA = K. .

Di mana K adalah konstanta yang dipengaruhi oleh konstruksi mesin, adalah besar flux magnetik yang menginduksi jangkar, dan yang merupakan kecepatan putar rotor. Dari persamaan di atas disimpulkan bahwa besar tegangan keluaran generator listrik pada SKEA sebanding dengan besar kecepatan putar dari rotor yang terkopel dengan turbin angin. Indonesia memiliki karakteristik kecepatan angin rata-rata (Vmean) yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara pengguna SKEA seperti Finlandia, Amerika Serikat, dan negara-negara lainya. Daerah-daerah di Indonesia umumnya memiliki Vmean antara 3-6 m/s, berbeda dengan negara-negara Eropa yang berkisar di antara 9-12 m/s. Keunikan karakter angin Indonesia menimbulkan masalah ketika teknologi SKEA, yang umumnya dirancang mengikuti karakteristik angin negara-negara Eropa, diaplikasikan di Indonesia. Adapun data kecepatan rata-rata angin di Indonesia dapat dilihat pada Gambar di bawah ini yang didapat dari NASA.

Gambar.5 Data Kecepatan Angin Rata-rata Indonesia Dari Gambar 5 dapat dilihat bahwa daerah yang memiliki kecepatan angin rata-rata terbesar adalah daerah Nusa Tenggara, 5,5-6,5 m/s. Sedangkan pulau-pulau besar di Indonesia, seperti Sumatera, Kalimantan, Jawa, Sulawesi dan Papua hanya memiliki kecepatan angin rata-rata antara 2,7 4,5 m/s. Kecepatan angin pada daerah-daerah di Indonesia memang relatif lebih kecil dari daerah-daerah konsumen energi angin seperti Finlandia, Belanda, dan Amerika Serikat. Sesuai dengan skema SKEA pada gambar 2, turbin angin menggerakkan generator listrik. Generator listrik mengkonversi energi mekanik (dari turbin angin) menjadi energi listrik. Prinsip

dasar rangkaian elektrik adalah arus listrik mengalir dari elemen bertegangan tinggi ke elemen yang bertegangan lebih rendah, seperti di

Gambar.6 Skema Aliran Daya SKEA Pada desain SKEA konvensional generator dirancang agar memiliki tegangan generator (VG) yang lebih besar dari tegangan beban (VB), dan untuk mencapai tegangan nominal, generator harus diputar pada kecepatan nominal. Ketika kecepatan putar tidak mencapai kecepatan nominal maka tegangan keluaran generator akan lebih kecil dari tegangan beban

. Saat maka tidak terjadi aliran daya dari generator ke beban, sehingga pada keadaan tersebut energi angin tidak dapat terekstraksi.

Gambar.7. Ekstraksi Daya pada SKEA Konvensional Sistem SKEA konvensional tidak dapat mengekstraksikan energi angin saat kecepatan angin lebih kecil dari kecepatan tertentu, besar kecepatan tertentu ini ditentukan oleh karakteristik turbin angin dan generator. Hal yang umum dilakukan untuk mengatasi masalah ini adalah dengan menaikkan putaran rotor generator dengan memanfaatkan gear (gigi) yang terkopel dengan sumbu turbin angin dan rotor generator. Namun, penggunaan gear ini menyebabkan rugi-rugi mekanik yang cukup besar. Untuk mengatasi hal ini diusulkan SKEA dengan menggunakan konverter daya DC-DC tipe boost. Konverter ini mampu meningkatkan ekstraksi energi angin pada SKEA. Skema dasar konverter yang digunakan dalam sistem SKEA yang diusulkan digambarkan pada gambar 6 di bawah ini. Konverter yang diungakan terdiri atas penyearah dioda tiga fasa (bila generator yang digunakan adalah generator arus searah bolak-balik (ABB) tiga fasa) dan konverter DC-DC Tipe Boost. Adapun cara kerja konverter tipe ini telah dipaparkan pada artikel sebelumnya pada blog ini. Dalam Gambar 6 baterai melambangkan beban.

Gambar.8 Topologi Konverter Daya yang digunakan Secara umum hubungan antara tegangan masukan konverter boost (Vs) dan tegangan keluarannya dapat dinyatakan dalam persamaan di bawah ini,

(5) Di mana D adalah duty cycle yang merupakan perbandingan antara waktu saklar ON (ton) terhadap perioda kerja saklar (T). Konverter daya di atas memastikan bahwa tegangan keluaran generator selalu lebih besar dari tegangan yang dibutuhkan beban, walaupun memang tetap ada keterbatasan berkaitan dengan rugi-rugi pada generator dan rugi-rugi generator. Namun dengan adanya konverter ini, maka aliran daya dapat terjadi pada kecepatan angin yang lebih rendah dibandingkan dengan sistem konvensional. Sehingga ekstraksi energi angin lebih optimal dibanding dengan sistem konvensional. Peningkatan ekstraksi energi ini digambarkan pada gambar 7 di bawah ini:

Gambar.9. Ekstraksi daya Sistem SKEA dengan Boost Converter Dengan membandingkan Gambar 7 dan gambar 9, dapat disimpulkan bahwa sistem SKEA yang diusulkan dapat mengekstrasi energi angin pada kecepatan generator yang lebih rendah. Pada gambar di atas, daya keluaran sistem konvensional digambarkan oleh grafik dengan garis putus-putus. Pada kecepatan yang sama, sistem SKEA yang diusulkan mampu menghasilkan transfer daya yang lebih besar, sehingga didapatkan peningkatan ekstraksi energi angin, yang dilambangkan dengan daerah pada Gambar 9 yang diarsir warna merah. Dampak dari aplikasi boost converter ini sangat signifikan di Indonesia karena rata-rata kecepatan Indonesia yang rendah (3 -6 m/s), berbeda dengan negara-negara produsen teknologi SKEA (9-12 m/s), akibatnya aplikasi teknologi SKEA produksi negara-negara tersebut tidak optimal di Indonesia. Pada kenyataanya, secara mekanis, perancangan turbin angin dengan kecepatan rendah membutuhkan biaya yang besar. Secara umum, aplikasi SKEA dengan boost converter adalah dengan Gambar 8 di bawah ini. Gambar.10. Sistem SKEA dengan Boost Converter Untuk aplikasi pada turbin angin dengan karakteristik kecepatan angin rendah umumnya di gunakan Generator Sinkron Permanen Magnet (GSMP). Dengan mengukur tegangan hasil keluaran penyearah dioda tiga-fasa maka sistem kendali melakukan pengaturan duty cycle konverter boost untuk memastikan bahwa tegangan keluaran konverter lebih besar dari tegangan beban (dalam Gambar 8 diwakili oleh Baterai 48 V). Jadi, dengan pengaplikasian konverter DC-DC Boost pada SKEA di Indonesia, ekstraksi energi angin dapat terjadi pada kecepatan yang relatif lebih rendah dari sistem konvensional. Dampak dari penggunaan konverter ini akan semakin maksimal dengan memadukannya dengan

generator yang mampu bekerja optimal pada kecepatan angin rendah (contohnya generator sinkron magnet permanen fluksi aksial) dan sistem kendali Maximum Power Point Tracker (MPPT). Penggunaan teknologi ini dapat meminimalkan penggunaan gear (gigi) yang memiliki rugi-rugi mekanis relatif besar. Dengan teknologi ini, ekstraksi energi angin di Indonesia yang memiliki kecepatan angin relatif rendah dapat dilakukan lebih optimal. Teknologi ini diharapkan dapat mendorong masyarakat Indonesia untuk memanfaatkan energi angin yang ramah lingkungan dan terbarukan untuk mewujudkan energy sustainability. Anggota WindPad: Fajar Sastrowidjoyo, Citra Pradipta, Ronald Nehemia REFERENSI [1]United Kingdom Parliementary Office of Science and Technology. Postnote on Carbon Footprint of Electricity Generation. November 2006. [2]Farret, Felix A., M. Godoy Simes. Integartion of Alternative Sources of Energy. John Wiley & Sons, Inc., New Jersey, 2006. [3]Chapman, Stephen J. Electric Machinery Fundamentals. McGraw-Hill, Singapore, 1991. [4]Mohan, Ned, Tore M. Undeland, William P. Robbins. Power Electronics: Converters, Applications, and Design. John Wiley & Sons, Inc., 2003

Anda mungkin juga menyukai