Seminar Henri
Seminar Henri
ANALISIS PENGARUH PENGGUNAAN ABU CANGKANG KELAPA SAWIT SEBAGAI BAHAN TAMBAH TERHADAP KARAKTERISTIK CAMPURAN AC-BC
Diajukan Kepada Universitas Islam Indonesia Yogyakarta Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Derajat Sarjana Strata Satu (S1) Teknik Sipil
1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara penghasil minyak kelapa sawit (CPO) terbesar di dunia. Produksi CPO meningkat menjadi 21,0 juta pada tahu 2010 dari tahun sebelumnya 19,4 juta ton. Pada tahun 2011 diperkirakan akan naik sebesar 4,7 % menjadi sekitar 15,65 juta ton (ICN, 2011). Aktifitas produksi minyak kelapa sawit pada perusahaan pengolahan kelapa sawit (PKS) menghasilkan limbah dalam volume yang sangat besar. Limbah yang dihasilkan dapat berupa padatan maupun cair. Untuk sebuah PKS dengan 100 ribu ton tandan buah segar ( TBS ) per tahun akan dihasilkan sekitar 6 ribu ton cangkang, 12 ribu ton serabut dan 23 ribu ton tandan buah kosong (TBK). Untuk itu saya mencoba mengembangkan pemanfaatan limbah kelapa sawit, yaitu menggunakan abu Cangkang Kelapa Sawit (CKS) sebagai bahan tambah pada campuran Asphalt Concrete Binder Course (AC-BC)
1.2 Apakah Rumusan Masalah 1. abu Cangkang Kelapa Sawit (CKS) ini dapat digunakan sebagai bahan tambah pada campuran AC-BC yang memenuhi persyaratan Bina Marga, 2010? 2. Berapa kadar optimum penggunaan abu Cangkang Kelapa Sawit (CKS) sebagai bahan pada campuran AC-BC? 3. Bagaimanakah karakteristik Marshall campuran Asphalt Concrete Binder Course (AC-BC) yang menggunakan abu Cangkang Kelapa Sawit (CKS) sebagai bahan tambah ? 4. Bagaimanakah durabilitas berdasarkan pengujian Immersiont campuran Asphalt Concrete Binder Course (AC-BC) yang menggunakan abu Cangkang Kelapa Sawit (CKS) sebagai bahan tambah ? 5. Bagaimanakah kuat tarik tidak langsung berdasarkan Indirect Tensile Strength Test campuran Asphalt Concrete Binder Course (AC-BC) yang menggunakan abu Cangkang Kelapa Sawit (CKS) sebagai bahan tambah ?
4. Mendapatkan kadar optimum penggunaan abu Cangkang Kelapa Sawit (CKS) sebagai bahan tambah pada campuran Asphalt Concrete Binder Course (AC-BC). 5. Mengetahui sifat-sifat dan karakteristik Marshall campuran Asphalt Concrete Binder Course (AC-BC) yang menggunakan abu Cangkang Kelapa Sawit (CKS) sebagai bahan tambah. 6. Mengetahui durabilias berdasarkan pengujian Immersion campuran Asphalt Concrete Binder Course (AC-BC) yang menggunakan abu Cangkang Kelapa Sawit (CKS) sebagai bahan tambah. 7. Mengetahui kuat tarik tidak langsung berdasarkan Indirect Tensile Strength Test campuran Asphalt Concrete Binder Course (AC-BC).
8. Agregat kasar yang digunakan yaitu tertahan saringan No. 8 (2,36 mm) bersal dari Clereng, Kulon Progo, agregat halus yang digunakan yaitu lolos saringan no. 8 (2,36 mm) berasal dari Clereng serta pasir merapi, dan abu Cangkang Kelapa sawit sebagai bahan Tambah yang digunakan yaitu lolos saringan No. 200 (0,075 mm). (Bina Marga, 2010).
7. Syaifullah, 2009 dalam penelitian tugas akhir Karakteristik Marshall Campuran Hot Rolled Sheet (HRS) Yang Mengandung Cangkang Kelapa Sawit Sebagai Agregat Kasar 8. Suparma dan Panggabean, 2012 dalam penelitian Pemanfaatan Abu Cangkang Kelapa Sawit Sebagai Filler Pada Campuran HRS-Base
3. Sentosa, 2005 dalam penelitan Campuran HRA dengan Abu Sawit sebagai Filler 4. Sabuayo, 2011 dalam penelitan tugas akhir Pemanfaatan Abu Cangkang Kelapa Sawit Sebagai Bahan Pengganti Filler pada Campuran AC WC (Asphalt Concrete Wearing Course) dengan Pengujian Marshall
5. Alfian Saleh (2011) dalam penelitian Tugas Akhir Analisis Pengaruh Penambahan Abu Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) Terhadap Karakteristik Beton Aspal.
Stabilitas Stabilitas yaitu kemampuan lapisan perkerasan untuk menerima beban lalu. Lintas tanpa terjadi perubahan bentuk tetap, seperti gelombang, alur atau bleeding. Stabilitas yang tinggi menyebabkan lapisan perkerasan menjadi kaku dan cepat mengalami retak karena volume antar agregat berkurang sehingga akan menyebabkan kadar aspal yang dibutuhkan rendah. Stabilitas terjadi dari gaya gesek atau geseran antar butiran agregat, penuncian antar partikel dan daya ikat yang baik dari lapisan aspal. Keawetan (Durability) Adalah daya tahan atau keawetan terhadap kemampuan lapis permukaan untuk menahan terjadinya keausan karena pengaruh cuaca,air, perubahan temperatur, akibat beban kendaraan dan gesekan roda kendaraan. Durabilitas dapat ditingkatkan dengan jumlah aspal yang tinggi, gradasi yang rapat, serta pemadatan yang memenuhi syarat. Yang mempengaruhi keawetan yaitu VITM dan VFWA.
3.1.2
3.1.4
3.1.5
3.1.7
Agregat
Aspal
ACBC
Additive
Maks. 10%
9 10
(%)
Nilai setara pasir Kadar lempung Angularitas (kedalaman dari permukaan < 10 cm) Angularitas (kedalaman dari permukaan < 10 cm)
SNI 03-6877-2002
Min. 40
Sand Equivalent
(%)
> 50
% Lolos
100 95 82 73 55,50 41,80 33,15 24,35 16,85 8,50
% Tertahan
0 5 18 27 44,50 58,20
12,5 mm 9,5 mm
66,85
75,65 83,15 91,50 94
No. 200
0,075 mm
4-8
Tabel 3.4 Kandungan Komposisi Abu CKS No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Unsur / Senyawa Kalium (K) Natrium (Na) Kalsium (Ca) Magnesium (Mg) Klor (Cl) Karbonat (CaO3) Nitrogen (N) Pospat (P) Silika (SiO2) Komposisi (%) 7,5 1,1 1,5 2,8 1,3 1,9 0,05 0,9 61
1. Stabilitas. Yaitu kemampuan lapis keras untuk menahan deformasi akibat beban lalu lintas. Naiknya stabilitas bersamaan dengan bertambahnya kadar aspal optimum dan akan turun setelah melampaui batas optimum, hal ini karena aspal sebagai bahan ikat antara yang dapat menjadi pelicin setelah melebihi batas optimum 2. Kelelehan/flow. Menyatakan besarnya penurunan (deformasi benda uji) campuran dengan kelelhan tinggi serta stabilitas yang rendah diatas batas maksimum akan cenderung bersifat plastis. Tetapi bila campuran dengan angka kelelehan rendah dan stabilitas yang tinggi dibawah batas optimum maka akan cenderung bersifat getas dan mudah retak bila ada pembebanan. 3. VITM (Void In the Total Mix). Merupakan persentase dari rongga udara dengan volume total campuran setelah dipadatkan. Nilai VITM akan semakin kecil bila kadar aspal semakin besar, VITM yang semakin tinggi akan menyebabkan kelelehan semakin cepat, berupa alur retak. 4. VFWA (Void Filled with Asphalt). Merupakan persentase rongga dalam campuran yang terisi aspal pada campuran setelah mengalami proses pemadatan. Bila rongga dalam campuran telah terisi penuh oleh aspal, maka nilai persentase kadar aspal mengisi rongga adalah
Tabel 3.4 Persyaratan Laston AC-BC Sifat-sifat Campuran Jumlah tumbukan per bidang Rongga VITM dalam campuran / (%) Laston AC-BC 75 3,5 - 5
(%)
(%) (kg) (mm) (kg/mm)
> 14
> 63 > 800 >3 > 250
Pada penelitian ini pengambilan sampel dilakukan secara nonprobability sampling, untuk mendapatkan perkiraan yang baik harus mempunyai sampel yang dapat mewakili populasi (representative). Pengambilan sampel termasuk dalam kelompok purposive sampling. Yaitu pengambilan sampel berdasarkan tujuan. Dibuat secara triplo. Dalam pengambilan data dilakukan pengelompokan benda uji guna mempermudah pengisian dan pembacaan hasil pengujian dengan tahapan yang telah ditentukan dan sesuai dengan prosedur spesifikasi Bina Marga 2010.
Variasi Proporsi Agregat Halus Kadar Aspal 100 % Clereng + 0 % Merapi 0 % Clereng + 100 % Merapi 50 % Clereng + 50 % Merapi
4,5 %
5,0 %
3
3
3
3
3
3
5,5 %
6,0 % 6,5 % Jumlah
3
3 3
3
3 3 45 Buah
3
3 3
1%
2% 3% 4%
3
3 3 3
3
3 3 3
3
3 3 3 45 Buah
Lama Perendaman KAO + AO 0,5 jam 24 jam 48 jam ITS TOTAL 3 3 3 3 3 3 3 3 36 Buah PM PC
PMC (50 % : 50 %) 3 3 3 3
Mulai
Studi Literatur
Pemeriksaan Bahan
Abu CKKS
Pembuatan Benda Uji Agregat Kasar Clereng + Agregat Halus Clereng pada Kadar Aspal 4,5 % ; 5%, 5,5%, 6%, dan 6,5 %
Pembuatan Benda Uji Agregat Kasar Clereng + Agregat Halus Merapi pada Kadar Aspal 4,5 % ; 5%, 5,5%, 6%, dan 6,5 %
Pembuatan Benda Uji Agregat Kasar Clereng + agregat halus dengan Proporsi (50 % Clereng : 50 % Merapi) pada Kadar Aspal 4,5 % ; 5%, 5,5%, 6%, dan 6,5 %
Uji Marhall untuk Mencari Kadar Abu CKKS optimum pada KAO (Variasi Abu 0%, 1%, 2%, 3%, dan 4%)
Pembuatan Benda Uji untuk Uji Marshall, Immersion, Indirect Tensile Strength dengan Proporsi Agregat Halus Clereng dan Merapi (100% : 0 %, 50 % : 50% , 0% : 100%) pada KAO dan AO
Selesai