Tata Kelola Wilayah Perbatasan
Tata Kelola Wilayah Perbatasan
Tata kelola wilayah perbatasan kini menjadi salah satu isu penting dalam pengembangan wilayah. Wilayah perbatasan ini umumnya memiliki kecenderungan terpinggirkan dan kurang diperhatikan dalam konteks pengembangan wilayah. Kita tau bahwa dalam konteks pengembangan wilayah, umumnya wilayah pusat (core/center) selalu memiliki porsi fokus perhatian lebih besar dikarena menjadi titik pertumbuhan dibandingkan dengan wilayah perbatasan. Untuk itulah isu akan pentingnya kerjasama antardaerah muncul saat ini sebagai salah satu bentuk pengelolaan bersama wilayah-wilayah perbatasan yang pada dasarnya menjadi tanggungjawab antar dua unit politik yang berbeda yang saling berdekatan. Tulisan ini dibuat bertujuan untuk menjelaskan secara singkat peluang dan tantangan yang dihadapi saat ini dalam mengelola wilayah perbatasan dimana seharusnya menjadi unit wilayah penting yang harus diperhatikan keberadaannya. Beberapa literatur mendefiniskan wilayah perbatasan (frontier) sebagai unit wilayah teritori yang terbentuk atas dua atau lebih unit politik yang berbeda. Secara sederhana batasannya dapat terbentuk oleh batasan alam (laut, sungai, danau, atau lainnya), batasan buatan (batu, tugu, atau gerbang, atau lainnya), dan juga batasan budaya. Oleh sebab itu, konteks perbatasan ini bisa terbentuk secara fungsional atau juga bisa secara legal dalam artian administratif. Dalam konteks administatif inilah mulai muncul isu-isu penting yang menumbuhkan adanya ego daerah apabila tidak terjadi kerjasama yang baik. Secara administratif, wilayah perbatasan ini akan menggabungkan wilayah dari dua atau lebih unit politik yang berbeda seperti negara, provinsi, atau kota/kabupaten. Wilayah perbatasan akan mencerminkan adanya homogenitas baik ditinjau dari sudut pandang spasial, maupun dalam konteks lainnya seperti budaya, etnis, atau ekologi namun menjadi terpisah akibat adanya heterogenitas dalam struktur politik dan ekonomi Dari adanya wilayah perbatasan ini maka memunculkan adanya model-model tata kelola yang bisa dikembangkan atau muncul secara tidak sengaja di wilayah perbatasan tersebut. Dari modelmodel yang ada, terdapat tiga model tata kelola yang memiliki perbedaan signifikan seperti berikut ini: 1. Tata kelola setara, biasanya terbentuk dari sistem yang sama. Bentuk tata kelola wilayah perbatasan pada konteks umumnya mudah terjadi karena antara unit politik yang berbatasan memiliki sistem yang sama sehingga wilayah perbatasan menjadi tidak terasa keberadaannya. 2. Tata kelola asimetris, sebagai gambaran tata kelola yang terjadi dipengaruhi oleh kekuatan masing-masing unit politik. Perbedaan ini tidak melebur menjadi satu kesatuan sehingga pada
Bahan bacaan yang menjadi referensi: Guo, Rongxing. 2005. Cross-Border Resource Management Theory and Practice. Amsterdam: Elsevier. Chapter 1: Some basic concepts dan Chapter 5: Institutions for cross-border resource management. Perkmann, Markus. 2003. Cross-border regions in Europe significance and drivers of regional crossborder co-operation. European Urban and Regional Studies, 10(2): 153-171.