Anda di halaman 1dari 23

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan penyusunan laporan kasus ini yang berjudul Abortus. Laporan kasus ini kami susun untuk melengkapi tugas di Kepaniteraan Klinik Obstetri dan Ginekologi RSUD Karawang. Kami mengucapkan banyak terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr.Saleh, Sp.OG yang telah membimbing dan membantu kami dalam melaksanakan kepaniteraan dan dalam menyusun laporan kasus ini. Kami menyadari masih banyak kekurangan baik pada isi maupun format laporan kasus ini. Oleh karena itu, segala kritik dan saran kami terima dengan tangan terbuka. Akhir kata kami berharap laporan kasus ini dapat berguna bagi rekan-rekan serta semua pihak yang ingin mengetahui sedikit banyak tentang Abortus.

Karawang, September 2012

Penulis

BAB I PENDAHULUAN

Berjuta-juta wanita setiap tahunnya mengalami kehamilan yang tidak diinginkan. Beberapa kehamilan berakhir dengan kelahiran tetapi beberapa diantaranya diakhiri dengan abortus. Abortus harus diduga bila seorang wanita dalam masa reproduksi mengeluh perdarahan pervaginam setelah mengalami keterlambatan haid, sering terdapat rasa mules. Sehingga untuk mendiagnosa suatu keadaan abortus, kita perlu mengetahui etiologi, patofisisologi, dan gejala klinis yang dapat menjadi dasar pertimbangan dan tatalaksana apakah kehamilan dapat terus dipertahankan serta untuk mengetahui prognosisnya. Selain mendiagnosis abortus , perlu dipikirkan kemungkinan diagnosis lain, seperti kehamilan ektopik yang terganggu, mola hidatidosa dan kehamilan dengan kelainan pada serviks.1 Setiap tahun diperkirakan 210 juta perempuan di dunia ini mengalami kehamilan tetapi hanya 130 juta diantaranya kemudian akan berakhir dengan kelahiran lahir hidup. Sekitar 80 juta diantara kehamilan tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya, sehingga sekitar mengalami abortus dan celakanya diperkirakan 46 juta diantaranya merupakan kehamilan yang tidak direncanakan sehingga akhirnya digugurkan atas indikasi non medis. Kasus safe abortus dilaksanakan pada 27 juta kasus, sedangkan sisanya (19 juta) dilaksanakan secara tidak aman. Di Indonesia, 11 persen dari kematian maternal akibat aborsi yang tidak aman. 1 Lebih dari 80% abortus terjadi dalam 12 minggu pertama masa gestasi dan 50% diantaranya akibat adanya kelainan anomali. Setelah trisemester pertama baik anomali menurun.1 Risiko abortus spontan meningkat seiring dengan usia maternal dan paternal. Frekuensi abortus meningkat dari 12% pada kelompok usia 20 hingga 26 tahun menjadi 26% pada kelompok usia diatas 40 tahun. Mengingat pengaruh abortus terhadap kematian maternal sangat tinggi maka diagnosis dan penatalaksanaan sedini mungkin sangat penting.1 insiden abortus karena

BAB II KASUS

II.1 IDENTITAS Pasien Nama Umur Agama Pendidikan Pekerjaan Suku Alamat Masuk RS No. RM : : : Ny. I 37 th Islam SD IRT Sunda Jatiborus,Ketajaya 11 September 2012 (Pk 11.00) 460832 VK Suami Tn. K 40 th Islam SD Petani Sunda

II.2 ANAMNESIS Autoanamnesis dilakukan di Cilamaya Lama tanggal 13 September 2012, pukul 16.00 A. Keluhan Utama Keluar darah dari jalan lahir sejak 10 hari SMRS

B. Keluhan Tambahan Mules-mules

C. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien G5P2A2 datang ke VK IGD RSUD Karawang dengan rujukan dari Puskesmas dengan keterangan Abortus Inkomplit hamil 16-17minggu. Pasien mengeluh keluar darah dari kemaluan sejak 10 hari SMRS.Awalnya,perdarahan cuma sedikit,dan pasien tidak mengendahkannya karena disangka cuma perdarahan biasa.7 hari SMRS,pasien ke dokter umum untuk diperiksa,dan setelah di USG,dokter menyatakan janinnya sudah tidak ada.Sehari SMRS,pasien mengaku keluar darah merah segar dalam jumlah yang

banyak,berbau anyir,disertai gumpalan darah berwarna gelap dan mules-mules.Pasien kemudiannya dibawa oleh bidan ke RSUD Karawang ntuk mendapatkan pemeriksaan lanjut. Sebelumnya,pasien pernah mengalami perdarahan seperti ini sewaktu hamil yang kedua dan keempat,13 dan 5 tahun yang lalu.Nyeri perut, riwayat trauma dan coitus sebelumnya, keputihan, demam disangkal. BAK dan BAB seperti biasa. Pasien berasa hamil 8 bulan. Pasien memeriksakan kehamilannya di Puskesmas(bidan).

D. Riwayat Menstruasi Menarche 14 tahun, siklus haid teratur 28 hari lamanya 4 hari, banyaknya 2 x ganti pembalut/hari, nyeri haid (+). HPHT : 22-5-12 TP : 29-2-13, UK : 16-17 minggu

E. Riwayat Pernikahan Menikah 3 kali, pada umur 15tahun, 21tahun ,24 tahun, lamanya pernikahan terakhir 13 tahun.

F. Riwayat Obstetri 1. Laki-laki/ 15 tahun/paraji 2. Abortus saat hamil 4 bulan 3. Perempuan/13 tahun/paraji 4. Abortus ssat haml 3 bulan 5. Hamil ini

G. Riwayat Kehamilan Sekarang Mual-mual (+) dan muntah (+) di 2-3 bulan awal, masih bisa makan minum. TT: 2x USG: 2x

H. Riwayat KB KB suntik per 3 bulan terakhir 1 tahun yang lalu.

I. Riwayat Penyakit

Darah tinggi, penyakit jantung, kencing manis, asma, alergi obat-obatan, trauma/ kecelakaan disangkal.

J. Riwayat Operasi Kuretase 2x.

K. Riwayat Penyakit Keluarga Darah tinggi (+) ibu pasien. Kencing manis, penyakit jantung, asma, alergi disangkal.

L. Riwayat Kebiasaan Merokok, alkohol, jamu, dan narkoba disangkal.

II.3 PEMERIKSAAN FISIK A. Status generalis KU/kes TD N P S TB/BB : tampak sakit sedang / Compos Mentis

: 110/80 mmHg : 90 x/menit : 20 x/m : 36,6 oC : 158 cm/ 50 kg

Kepala : normocephali, rambut hitam, tidak mudah dicabut Mata : konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik Mulut : tonsil T1-T1, faring tidak hiperemis, gigi geligi dbn Leher : KGB dan kelenjar tiroid tidak teraba membesar Toraks : mammae : simetris, retraksi putting (-) Cor Pulmo Abdomen Anogenital Extremitas : S1-S2 reguler, murmur (-), Gallop (-) : SN vesikuler, rhonki dan wheezing tidak ada

: lihat status ginekologis : lihat status ginekologis : akral hangat, edema tungkai (-)

B. Status Ginekologis Abdomen: Inspeksi Palpasi : datar, simetris, striae gravidarum (-) : supel, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), defans muskular (-), TFU: 2 jari diatas simfisis pubis, Leopold sulit dilakukan. Perkusi Auskultasi : timpani, nyeri ketok (-) : bising usus (+) normal

Anogenital I Io VT : vulva/uretra tidak ada kelainan, perdarahan (+), jaringan (+) di vagina : tidak dilakukan : portio lunak, nyeri goyang portio (-), ostium uteri externum tertutup, cavum Dauglasi

tidak menonjol II.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG A. Laboratorium : 10,4 g/dL : 8.700 ul : 341.000 : 30 % BT / CT HBsAg Gol. Darah : 2 / 12 : (-) : O (+)

Darah : Hb Leukosit Trombosit Ht B.

Tes kehamilan : (+)

USG 12/9/12: kavum uteri terdapat sisa konsepsi

II.5 RESUME Pasien Ny.I, 37 thn, G5P2A2 datang dengan keluhan perdarahan dari kemaluan sejak 10 jam SMRS. Darah merah segar,banyak, berbau anyir,disertai gumpalan berwarna gelap dan mulas . Pasien mengaku hamil 4 bulan. ANC di Puskesmas.Pasien pernah mengalami hal yang sama sewaktu hamil yang kedua dan keempat. HPHT : 22-5-2-13, UK : 16-17 minggu

Tanda-tanda Vital KU/kes : tampak sakit sedang / Compos Mentis

TD N P S

: 110/80 mmHg : 90 x/menit : 20 x/m : 36,6 oC : dbn

Status generalis Status ginekologis : Abdomen: Inspeksi

: datar, simetris,

striae gravidarum (-)

Palpasi : supel, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), defans muskular (-), TFU: 2 jari diatas simfisis pubis, Leopold sulit dilakukan Perkusi : timpani, nyeri ketok (-)

Auskultasi : bising usus (+) normal

Anogenital I VT : vulva/uretra tidak ada kelainan, perdarahan (+), jaringan (+) : plasenta di vagina, nyeri goyang portio (-), ostium uteri externum tertutup, cavum Dauglasi tidak menonjol Lab : Darah : dbn

USG 12/9/12 : kavum uteri terdapat sisa konsepsi

II.6 DIAGNOSIS Abortus inkomplit pada G5P2A2 Gravida 16-17 minggu

II.7 PENATALAKSANAAN 1. 2. 3. Dipasang laminaria stiff Ceftriaxon 1x1g Rencana kuret

II.8 PROGNOSIS Dubia ad bonam

BAB III ANALISA KASUS


Diagnosis abortus inkomplit kasus ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pertama-tama pasien ini dipastikan sedang hamil atau tidak dengan tanda-tanda kehamilan dan tes kehamilan. Didapatkan tes kehamilan yang positif. Keluhan utama pada abortus adalah perdarahan pervaginam, dimana pada pasien ini sesuai, Ny. I, 37 tahun datang dengan keluhan perdarahan pervaginam sejak 10 hari SMRS yang disertai dengan keluar airair terlebih dahulu dan mules. Darah yang keluar merah segar, tidak terdapat gumpalan darah maupun gumpalan daging. Pada pasien ini didapatkan HPHT : 22/05/2012 TP : 29/02/13, UK : 19-20 minggu. Pada pemeriksaan fisik abdomen pasien didapatkan fundus uteri teraba 2 jari diatas simfisis yang diperkirakan usia kehamilan kurang dari 20 minggu.Usia kehamilan pada pasien ini masuk dalam kriteria abortus berdasarkan definisinya yaitu pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan, dengan usia kurang dari 20 minggu dan atau berat janin belum mencapai 500 gr. Abortus inkomplit ditegakkan karena pasien mengaku keluar darah merah segar disertai gumpalan berwarna gelap, ditambah hasil USG: sisa konsepsi. Penyebab abortus secara garis besar terbagi menjadi dua berdasarkan faktor maternal dan faktor hasil konsepsi. Pada pasien ini penyebabnya masih perlu dicari. Dari faktor konsepsi yaitu kelainan kromosom, dari beberapa penelitian tampak bahwa 50-60% dari abortus dini spontan berhubungan dengan anomali kromosom pada saat konsepsi. Pada pasien ini adanya kelainan kromosom pada janinnya yang menjadi penyebab abortus tidak dapat dibuktikan sebab tidak dilakukan pemeriksaan. Faktor maternal yang memungkinkan menjadi penyebab abortus, antara lain adalah infeksi. Pada pasien ini tidak didapatkan riwayat keputihan dan hasil pemeriksaan lab leukosit dalam batas normal. Faktor-faktor lain yang bisa menjadi penyebab abortus, seperti adanya gangguan endokrin, riwayat penyakit kronis, penggunaan obat-obatan maupun riwayat trauma tidak ditemukan pada pasien ini.

Kasus ini dapat didiagnosa banding dengan jenis abortus yang lain, namun dari hasil USG didapatkan sisa konsepsi, diagnosis lainnya dapat disingkirkan. Keluhan utama pasien berupa perdarahan pervaginam pada kehamilan kurang dari 20 minggu perlu dicurigai adanya KET ataupun mola hidatidosa sebagai diagnosis banding lainnya. KET, gejala awalnya berupa amenore seperti pada kehamilan biasa dan kemudian terjadi perdarahan pervaginam, Tetapi hal ini dapat disingkirkan sebab tidak terdapatnya tandatanda akut abdomen yang merupakan tanda klasik pada KET dan pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan nyeri goyang portio ataupun penonjolan cavum Douglasi sehingga diagnosis banding KET dapat disingkirkan. Untuk penatalaksanaan,pada abortus inkomplit,perlu dilakukan kuretase untuk

mengeluarkan sisa konsepsi. Obat uterotonika--untuk mempertahankan kontraksi otot uterus dan berikan antibiotik untuk mencegah infeksi. Sesuai dengan pasien ini dimana pasien diberikan Ceftriaxone 1 gr IV dan drip oxytocin.

BAB IV ABORTUS

IV.1 DEFINISI Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan atau keluarnya hasil konsepsi pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu, dimana hasil konsepsi belum dapat hidup di luar kandun karena berat badan kurang dari 500 gr .1

IV.2 ETIOLOGI Mekanisme pasti abortus tidak selalu jelas tetapi dalam 3 bulan pertama kehamilan, kematian embrio atau fetus selalau mengawali ekspulsi spontan dari ovum. Upaya menemukan penyebab abortus dini dapat menentukan penyebab kematian janin. 2,4 1. Genetik Sebagian besar terjadinya abortus spontan disebabkan oleh kelainan kariotip embrio. Paling sedikit 50 % kejadian abortus pada trimester pertama merupakan kelainan sitogenetik. Bagaimanapun kelainan ini belum termasuk kelainan yang disebabkan oleh gangguan gen tunggal (misalnya kelainan Mendelian) atau mutasi pada beberapa locus (misal gangguan poligenetik atau multifaktor) yang tidak terdeteksi pada pemeriksaan kariotip. Kejadian tertinggi kelainan sitogenetik konsepsi biasanya berupa aneuploidi yang disebabkan oleh kejadian sporadis, misalnya nondisjuncton meosis atau poliploidi dari fertilitas abnormal. Separuh dari abortus karena kelainan sitogenetik pada trimester pertama berupa trisomi autosom. 2. Anatomik Defek anatomik uterus diketahui sebagai penyebab komplikasi obstetrik, seperti abortus berulang, prematuritas, serta malpresentasi janin. Insidensi kelainan bentuk uterus berkisar 1/200 sampai1/600 perempuan. Pada perempuan dengan riwayat abortus ditemukan anomali uterus pada 27 % pasien. Studi oleh Acien (1996) terhadap 170 pasien hamil dengan malformasi uterus, mendapatkan hasil hanya 18,8 % yang bisa bertahan sampai melahirkan cukup bulan, sengakan 36,5 % mengalami persalinan abnormal (sungsang, prematur). Penyebab

terbanyak abortus pada kelainan anatomik uterus adalah septum uterus (40-80 %), uterus bikornis atau didelfis atau unikornis (10-30 %). Mioma uteri bisa menyebabkan abortus berulang juga selain infertilitas. Resiko terjadinya berkisar 10-30 % pada perempuan produktif. Sebagian mioma tidak menimbulkan gejala, hanya yang berukuran besar atau yang memasuki cavum uteri (submukosum) yang menimbulkan gangguan. Sindroma Asherman bisa menimbulkan gangguan tempat implantasi serta pasokan darah pada permukaan endometrium. Resiko abortus antara 25-80 %, tergantung pada berat ringannya gangguan. Untuk mendiagnosis kelainan ini bisa digunakan histerosalpingografi (HSG) dan ultrasonografi (USG).

3. Autoimun Terdapat hubungan antara penyakit autoimun dengan abortus berulang. Misalnya, pada Systematic Lupus Erythematosus (SLE) dan Antiphospholipid Antibodies (aPA). aPA merupakan antibodi spesifik yang didapati pada perempuan dengan SLE. Kejadian abortus spontan diantara pasien SLE sekitar 10 %, dibanding populasi umum. Bila digabung dengan peluang terjadinya peakhiran kehamilan trimester 2 dan 3, maka diperkirakan 75 % pasien dengan SLE akan berakhir dengan terhentinya kehamilan. Sebagian besar kematian janin dihubungkan dengan adanya aPA adalah antibodi yang berikatan dengan sisi negatif dari fosfolipid. Paling sedikit ada 3 bentuk aPA yang diketahui mempunyai arti klinis yang penting, yaitu Lupus Anticoagulat (LAC), Anticardiolipin antibodies (aCLs), dan biologically false-positive untuk syphilis (FP-STS). APS (antiphospholipid

syndrome)nsering juga ditemukan pada beberapa keadaan obstetrik, misalnya pada preeklampsia, IUGR dan prematuritas. Beberapa keadaan lain yang berhubungan dengan APS yaitu trombosis arteri-vena, trombositopeni autoimun, anemia hemolitik, korea, dan hipertnsi pulmonum.

4. Infeksi mikroba Teori peran mikroba infeksi terhadap kejadian abortus mulai diduga sejak 1917, ketika DeForest dkk mengadakan pengamatan kejadian abortus berulang pada perempuan yang ternyata terpapar Brucellosis. Beberapa jenis organisme tertentu diduga berdampak pada kejadian abortus antara lain:

Bakteri Listeria Virus Sitomegalovirus, Rubela, Herpes simpleks virus (HSV), Human imunodeficiency virus (HIV), dan parvovirus. Parasit Toksoplasmosis gondii dan Plasmodium falsiparum. Spiroketa Treponema pallidum Berbagai teori diajukan untuk mencoba menerangkan peran infeksi terhadap resiko abortus, diantaranya sebagai berikut: Adanya metabolik toksik, endotoksin, eksotoksin, atau sitokin yang berdampak langsung pada janin atau unit fetoplasma. Infeksi janin bisa berakibat kematian janin atau cacat berat sehingga janin sulit bertahan hidup. Infeksi plasenta berakibat insufisiensi plasenta dan bisa berlanjut pada kematian janin. Infeksi kronis endometrium dari penyebaran kuman genitalia bawah (misal micoplasma hominis, Klamidia, Ureaplasma urealitikum, HSV) yang bisa mengganggu proses implantasi. Amnionitis (oleh kuman Gram positf dan Gram negatif, Listeria monositogenesis). Memacu perubahan genetik dan anatomik embrio, umumnya oleh karena virus selama kehamilan awal (misalnya Rubella, parvovirus B19, sitomegalovirus, koksakie virus B, varicela zooster, kronik Sitomegalovirus, CMV, HSV). 5. Lingkungan Diperkirakan 1-10 % malformasi janin akibat dari paparan obat, bahan kimia, atau radiasi dan umumnya berakhir dengan abortus, misalnya paparan terhadap buangan gas anestesi dan tembakau. Sigaret rokok diketahui mempunyai efek vasoaktif sehingga menghambat sirkulasi uteroplasenta. Karbon monoksida juga menurunkan pasokan oksigen ibu dan janin serta memacu neurotoksin. Dengan adanya gangguan pada sirkulasi fetoplasenta dapat terjadi gangguan pertumbuhan janin yang berakibat terjadinya abortus. monositogenesis, Klamidia tracomatis, Ureaplasma urealitikum,

Mikoplasma homonis, dan Bakterial vaginosis.

6. Hormonal Ovulasi, implantasi, serta kehamilan dini bergantung pada koordinasi yang baik pada pengaturan hormon maternal. Oleh karena itu, perlu perhatian langsung terhadap sistem hormon secara keseluruhan, fase luteal, dan gambaran hormon setelah konsepsi terutama kadar progesteron. Diabetes melitus Perempuan dengan diabetes yang dikelola dengan baik resiko abortusnya tidak lebih jelek dibandingkan dengan perempuan tanpa diabetes. Akan tetapi perempuan diabetes dengan kadar HbA1c tinggi pada trimester pertama, resiko abortus dan malformasi meningkat signifikan. Diabetes jenis insulin dependen dengan kontril glukosa tidak adekuat punya peluang 2-3 kali lipat mengalami abortus. Kadar progesteron yang rendah Progesteron punya peran penting dalam mempengaruhi receptivitas endometrium terhadap implantasi embrio. Pada tahun 1929, Allen dan Corner memplublikasikan tentang proses fisiologi korpus luteum, dan sejak itu diduga bahwa kadar progesteron yang rendah berhubungan langsung dengan abortus. Support fase luteal punya peran kritis pada kehamilan sekitar 7 minggu, yaitu saat dimana trofoblas harus menghasilkan cukup steroid untuk menunjang kehamilan. Pengangkatan korpus luteum sebelum usia kehamilan 7 minggu akan menyebabkan abortus. Dan bila progesteron diberikan pada pasien ini, kehamilan bisa diselamatkan. Defek fase luteal Jones (1943) yang pertama kali mengungkapkan konsep insufisiensi progesteron saat fase luteal, dan kejadian ini dilaporkan pada 23-60 % perempuan dengan abortus berulang. Sayangnya belum ada metode yang bisa dipercaya untuk mendiagnosis gangguan ini. Pada penelitian terhadap perempuan yang mengalami abortus lebih dari atau sama dengan 3 kali, didapatka 17 % kejadian defek fase luteal. Dan, 50 % perempuan dengan histologi defek fase luteal punya gambaran progesteron yang normal. Pengaruh hormonal terhadap imunitas desidua Perubahan endometrium jadi desidua mengubah semua sel pada mukosa uterus. Perubahan morfologi dan fungsional ini mendukung proses implantasi juga proses

migrasi trofoblas dan mencegah invasi yang berlebihan pada jaringan ibu. Disini berperan penting interaksi antara trofoblas ekstravillous dan infiltrasi leukosit pada mukosa uterus. Sebagian besar sel ini berupa Large Granular Lynphocites (LGL)dan makrofag, dengan sedikit sel T dan sel B. Sel NK dijumpai dalam jumlah banyak, terutama pada endometrium yang terpapar progesteron. Peningkatan sel NK pada tempat implantasi saat trimester pertama mempunya peran penting dalam kelangsungan prosen kehamilan karena ia akan mendahului membunuh sel target dengan sedikit atau tanpa ekspresi HLA. Trofoblas ekstravillous (dengan pembentukan cepat HLA1) tidak bisa dihancurkan oleh sel NK desidua, sehingga memungkinkan normal. 7. Hematologik Beberapa kasus abortus berulang ditandai dengan defek plasentasi dan adanya mikrotrombi pada pembuluh darah plasenta. Berbagai komponen koagulasi dan fibrinolitik memegang peran penting pada implantasi embrio, ivasi trofoblas, dan plasentasi. Pada kehamilan terjadi keadaan hiperkoagulasi dikarenakan: - Peningkatan kadar faktor prokoagulan - Penurunan faktor antikoagulan - Penurunan aktivitas fibrinolitik terjadinya invasi optimal untuk plasentasi yang

IV.3 PATOFISIOLOGI Abortus spontan terjadi segera setelah kematian janin yang kemudian diikuti dengan perdarahan ke dalam desidua basalis, lalu terjadi perubahan-perubahan nekrosis pada daerah implantasi, infiltrasi sel-sel peradangan akut, dan akhirnya terjadi perdarahan pervaginam. Buah kehamilan terlepas seluruhnya atau sebagian yang diinterpretasikan sebagai benda asing dalam cavum uteri. Hal ini menyebabkan kontraksi uterus dimulai, dan segera setelah itu terjadi pendorongan benda asing tersebut keluar cavum uteri (ekspulsi). Perlu di tekankan pada abortus spontan, kematian embrio biasanya terjadi paling lama 2 minggu sebelum terjadinya perdarahan. Pada kehamilan sebelum minggu ke-10 hasil konsepsi biasanya dikeluarkan seluruhnya karena villi korialis belum nemembus desidua secara mendalam sehingga telur mudah terlepas seluruhnya. Pada

kehamilan minggu 10-12 villi korialis tumbuh dengan cepat dan menembus desidua lebih dalam, sehingga pada saat terjadi abortus sering terdapat sisa-sisa korion (plasenta) yang tertinggal. 3

IV.4 KLASIFIKASI Abortus dapat digolongkan atas : 2,3 A. Abortus spontan, adalah keluarnya hasil konsepsi tanpa intervensi medis ataupun mekanis. B. Abortus provokatus (abortus provocatus), terdiri dari: 1) Abortus medicinalis (abortus therapeuticus) Indikasi abortus ini untuk kepentingan ibu, misalnya pada ibu yang mempunyai penyakit jantung, hipertensi esensial, dan karsinoma serviks. Keputusan ini ditentukan oleh tim ahli yang terdiri dari dokterahli kebidanan, penyakit dalam dan psikiatri atau psikolog. 2) Abortus kriminalis Abortus kriminalis merupakan penguguran kehamilan tanpa alasan medis yang sah atau oleh orang yang tidak berwenang dan dilarang oleh hukum. Kemungkinan adanya abortus kriminalis harus di pertimbangkan bila ditemukan abortus febrilis. Bahaya dari abortus provokatus kriminalis adalah infeksi, infertilitas sekunder, dan kematian.

Abortus Spontan Secara garis besar, ada 6 jenis abortus non elektif. Diagnosis yang akurat biasanya ditegakkan melalui pemeriksaan fisis meliputi pemeriksaan spekulum dan ultrasonografi. 2 1. Threatened Abortion atau abortus iminens (abortus yang mengancam) merupakan jenis abortus yang paling sering dijumpai. Diagnosis ini dipertimbangkan pada pasien yang datang dengan perdarahan pervaginam di awal kehamilan atau umur kehamilan kurang dari 20 minggu, ostium uteri tampak tertutup dan kehamilan tampak baik dalam kandungan dan sesuai usia gestasional pada pemeriksaan ultrasonografi.2 Penderita mengeluh mulas sedikit atau tidak ada keluhan sama sekali kecuali perdarahan pervaginam. Besar uterus masih sesuai dengan umur kehamilan dan tes kehamilan pada urin yang diperiksa masih positif.

Untuk menentukan prognosis abortus imminens dapat dilakukan dengan melihat kadar hCG pada urin dengan cara melakukan tes kehamilan pada urin yang diencerkan 1/10 dan yang tanpa pengenceran bila hasil dari kedua urin tersebut positif maka prognosisnya adalah baik, tapi bila pengenceran 1/10 hasilnya negative maka prognosisnya dubia ad malam. Pengelolaan pada pasien ini tergantung pada inform concent yang diberikan. Bila ibu masih menghendaki kehamilan tersebut, pengelolaan harus maksimal untuk mempertahankan kehamilan ini. Pemeriksaan USG diperlukan untuk mengetahui pertumbuhan janin dan mengetahui keadaan plasenta apakah sudah terjadi pelepasan atau belum. Diperhatikan ukuran biometri janin/kantong gestasi apakah sesuai dengan umur kehamilan berdasarkan HPHT. Denyut jantung janin dan gerakan janin diperhatikan disamping ada tidaknya hematom retroplasenta atau pembukaan kanalis servikalis. Penderita harus tirah baring sampai perdarahan berhenti. Bisa diberi spasmolitik agar uterus tidak berkontraksi atau diberi tambahan hormon progesteron atau derivatnya untuk mencegah terjadinya abortus. Penderita boleh dipulangkan, dengan syarat tidak boleh coitus selama kurang lebih 2 minggu. 2

2. Missed Abortion, abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah meninggal dalam kandungan sebelum umur kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi seluruhnya masih tertahan dalam kavum uteri. Penderita tidak mengeluh apapun kecuali pertumbuhan kehamilan tidak seperti yang diharapkan. Tapi bila kehamilannya di atas 14-20 minggu penderita justru mengeluh rahimnya semakin mengecil dengan tanda-tanda kehamilan sekunder pada payudara mulai menghilang. Pada tes kehamilan pada urinnya hasilnya negatif setelah 1 minggu setelah berhentinya pertumbuhan kehamilan. Pada pemeriksaan USG akan didapatkan uterus mengecil, kantong gestasi mengecil dan bentuknya tidak beraturan disertai gambaran fetus yang tidak ada tanda-tanda kehidupan. Bila missed abortion berlangsung lebih dari 4 minggu harus diperhatikan kemungkinan adanya gangguan pembekuan darah oleh karena hipofibrinogenemia sehingga perlu diperiksa koagulasi sebelum dilakukan tindakan evakuasi dan kuretase.

Pengelolaan missed abortus perlu diutarakan pada pasien dan keluarganya karena penatalaksanaan berupa operasi ataupun kuret ini dapat menimbulkan komplikasi perdarahan dan tidak bersihnya evakuasi sehingga harus dilakukan berulang kali. Pada umur kehamilan kurang dari 12 minggu tidakan evakuasi dilakukan secara langsung dengan cara melakukan dilatasi dan kuretase bila serviks uteri memungkinkan. Bila umur kehamilan lebih dari 12 minggu sampai kurang dari 20 minggu dengan serviks yang masih kaku dianjurkan untuk melakukan induksi terlebih dahulu untuk mengeluarkan janin atau mematangkan kanalis servikalis. Bebrapa cara dapat dilakukan antara lain dengan pemberian infus oksitosin dimulai dengan 10 unit dalam dekstrose 5 % 500cc sebanyak 20 tetes permenit dan dapat diulangi sampai total oksitosin 50 unit dengan tetesan tetap. Jika tidak berhasil penderita diistirahatkan lagi dan besoknya induksi diulang biasanya maksimal 3 kali setelah jaringan keluar maka dilakukan kuretase. Pada decade belakangan ini dapat di gunakan prostaglandin atau sintesisnya untuk melakukan induksi pada missed abortion. Salah satunya adalah dengan pemberian misoprostol sublingual sebanyak 400 mg yang dapat diulang 2 kali dalam jangka waktu enam jam. Dengan ini akan terjadi pengeluaran hasil konsepsi atau terjadi pembukaan ostium serviks sehingga evakuasi dan kuretase dapat dikerjakan untuk mengosongkan kavum uteri. Setelah kuretase perlu diberikan oksitosin dan antibiotik. 2

3. Inevitable abortion (abortus insipien), diagnosis abortus ini ditegakkan bila dijumpai serviks telah mendatar dan ostium uteri telah membuka tetapi hasil konsepsi masih dalam cavum uteri dan dalam proses pengeluaran. Penderita akan merasa mulas karena kontraksi yang sering dan kuat, perdarahannya bertambah sesuai dengan pembukaan serviks uteri dan umur kehamilan. Besar uterus masih sesuai dengan usia kehamilan berdasarkan HPHT dan dengan tes kehamilan pada urin positif. Pada pemeriksaan USG akan didapati pembesaran uterus sesuai dengan umur kehamilan, gerak janin dan denyut jantung janin masih jelas walaupun sudah mulai tidak normal, lalu terlihat penipisan serviks uterus atau pembukaannya. Perhatikan ada tidaknya pelepasan dari plasenta dari dinding uterus. Pengelolaan pada penderita ini harus memperhatikan keadaan umum dan perubahan hemodinamik yang terjadi dan segera lakukan tindakan evakuasi hasil konsepsi disusul

dengan kuretase bila perdarahan banyak. Pada umur kehamilan diatas 12 minggu, uterus sudah melebihi telur angsa tindakan evakuasi dan kuretase harus hati-hati, kalau perlu dilakukan evakuasi secara digital kemudian disusul dengan kuretase sambil diberikan uterotonika. Pasca tindakan perlu perbaikan keadaan umum, pemberian uterotonika, dan antibiotika profilaksis.2 4. Incomplete Abortion. Sebagian hasil konsepsi telah keluar dari caum uteri dan masih ada yang tertinggal. Umur kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Sebagian hasil konsepsi masih tertinggal dalam kavum uteri, dimana pada pemeriksaan vagina kanalis servikalis masih terbuka dan teraba jaringan dalam kavum uteri yang menonjol pada ostium uteri eksternum. Perdarahan masih terjadi, jumlahnya bisa banyak atau sedikit tergantung dari jaringan yang tersisa, yang menyebabkan sebagian plasental site masih terbuka sehingga perdarahan masih berjalan terus. Pasien dapat jatuh dalam keadaan anemia atau syok hemoragik sebelum sisa jaringan konsepsi dikeluarkan. Pengelolaan pasien ini harus diawali dengan perbaikan keadaan umum dan mengatasi gangguan hemodinamik yang terjadi, setelah itu dilakukan kuretase. Pemeriksaan USG hanya dilakukan bila kita ragu dengan diagnosis secara klinis. Besar uterus sudah lebih kecil dari umur kehamilan dan kantong gestasi sudah sulit dikenali, di kavum uteri tampak massa hiperekoik yang bentuknya tidak beraturan. Bila terjadi perdarahan hebat, dianjurkan segera melakukan pengeluaran hasil konsepsi secara manual agar jaringan yang menghambat kontraksi uterus dapat segera dikeluarkan, kontraksi uterus dapat berlangsung dengan baik dan perdarahan berhenti. Selanjutnya dilakukan kuretase, lalu pasca kuret diberikan uterotonika.2

5. Complete Abortion. Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri pada kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang daro 500 gram. Semua hasil konsepsi telah keluar, ostium uteri menutup, uterus sudah mengecil sehingga perdarahan sedikit. Besar uterus tidak sesuai umur kehamilan. Pemeriksaan USG tidak perlu dilakukan jika pemeriksaan secara klinis sudah memadai atau jika tidak yakin bisa dilakukan USG akan didapatkan hasil kavum uteri telah kosong. Tes kehamilan pada urin masih positif sampai 7-10 hari setelah abortus.

Pengelolaan penderita tidak perlu tindakan khusus atau pengobatan. Biasanya diberikan roboransia atau hematenik bila diperlukan. Uterotonika tidak perlu diberikan. 2, 4 6. Abortus habitualis, adalah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturut-turut. Penderita umumnya tidak sulit untuk hamil kembali, tetapi kehamilannya berakhir dengan kuguguran berturut-turut. Kejadian abortus habitualis ini terjadi 0,41 % dari seluruh kehamilan. Penyebab abortus habitualis selain faktor antomis banyak yang mengaitkannya dengan reaksi imunologik yaitu kegagalan reaksi terhadap antigen lymphosyte trofoblst cross reaction (TLX). Bila reaksi terhadap antigen ini rendah atau tidak ada, maka akan terjadi abortus. Kelainan ini dapat diobati dengan tranfusi leukosit atau heparinisasi. Akan tetapi, dekade terakhir menyebutkan perlunya mencari penyebab abortus ini secara lengkap sehingga dapat diobati penyebabnya. Salah satu penyebabnya yang paling sering dijumpai adalah inkompentensia serviks yaitu keadaan dimana serviks uterus tidak bisa menerima beban untuk tetap bertahan menutup setelah kehamilan melewati trimester pertama, dimana ostium serviks akan membuka tanpa mulas/kontraksi dan akhirnya terjadi pengeluaran janin. Diagnosis keadaan ini tidak sulit. Dengan inspekulo didapatkan diamter kanalis servikalis melebihi 8 mm saat memasuki trimester kedua. Dan juga didapatkan selaput ketuban mulai menonjol pada trimester dua tersebut. Untuk itu penting pada ibu hamil untuk rutin mengontrol kehamilannya, terlebih bila mempunyai riwayat abortus dan inkompentensia serviks. Bila dicurigai terjadi inkompentensia serviks harus dilakukan tindakan untuk memberikan fiksasi pada serviks agar dapat menerima beban berkembangnya umur kehamilan. Operasi dilakukan pada umur kehamilan 12-14 minggu dengan cara Shidokar atau Mcdonald dengan melingkarkan kanalis dengan benang sutera yang tebal dan simpul dibuka bila kehamilan aterm.

IV.5 DIAGNOSA BANDING Kehamilan ektopik terganggu ( KET ) Pada KET ditemukan amenore, perdarahan pervaginam, biasanya sedikit sedangkan pada abortus biasanya perdarahan cukup banyak, nyeri bagian bawah perut dan pembesaran di belakang uterus. Tetapi nyerri pada KET biasanya lebih hebat. Pemeriksaan

seperti kuldosintesis dan USG dapat dikerjakan untuk menyingkirkan diagnosis banding ini. Sebelum timbul KET, suatu kehamilan ektopik hanya berupa kehamilan ektopik yang belum terganggu. Pada keadaan ini yang ditemui berupa gejala gejala hamil muda atau abortus imminens. Mola Hidatidosa Pada mola hidatidosa, uterus biasanya membesar lebih cepat dibandingkan dengan masa kehamilannya, dan kadang disertai dengan adanya hiperemis gravidarum. Ini disebabkan oleh adanya kadar HCG yang tinggi di dalam darah. Pada pemeriksaan USG akan didapatkan gambaran seperti badai salju ( snowform like appearance ) Kelainan serviks Karsinoma serviks uteri ,polipus serviks dan sebagainya. Perdarahan yang

disebabkan oleh hal ini dapat menyerupai abortus imminens. Pemeriksaan dengan spekulum, pemeriksaan sitologik dan biopsi dapat membantu dalam menegakan diagnosis.

IV.6 KOMPLIKASI Komplikasi yang berbahaya pada abortus adalah : Perdarahan masif Dapat diatasi dengan membersihkan uterus dari sisa sisa hasil konsepsi dan jika perlu pemberian transfusi darah Perforasi Perforasi uterus dapat terjadi terutama pada uterus dalam hiperetrofleksi . Jika ditemukan tanda tanda abdomen akut perlu segera dilakukan laparotomi, dan tergantung luas dan bentuk perforasi, penjahitan luka operasi atau perlu dilakukan histerektomi. Infeksi Infeksi dalam uterus atau sekitarnya dapat terjadi pada abortus. Dapat menyebar ke miometrium, tuba, parametrium dan peritonium. Apabila terjadi peritonitis umum atau sepsis dapat disertai dengan terjadinya syok. Penanganan bisa diberikan antibiotik pilihan dan dilakukan laparotomi. Syok

Syok pada abortus biasanya bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan karena infeksi berat (syok septik).

BAB V KESIMPULAN

Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan atau keluarnya hasil konsepsi pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu, dimana hasil konsepsi belum dapat hidup di luar kandun karena berat badan kurang dari 500 gr . Etiologi dari abortus berupa genetik, anatomik, autoimun, infeksi, lingkungan, hormonal, dan hematologik. Klasifikasi abortus dibagi menjadi 2 yaitu abortus spontan dan provokatus. Pengelolaan pada tiap pasien dengan diagnosa abortus disesuaikan dengan jenis abortusnya.

DAFTAR PUSTAKA 1. Cunningham, F.G. Abortus , in Williams Obstetrics. 21th Edition. Prentice Hall International, USA : 2001. 2. Prawirohardjo S. Buku ilmu kebidanan ,Sarwono Prawirohardjo. Penerbit Prawirohardjo, Jakarta, 2009. 3. Sastrawinata S. obstetrik patologi. Bagian Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung. Bandung, 2003. 4. Wiknjosastro G, Wibowo N.Kelainan pada Lamanya Kehamilan. Didapatkan dari URL : http://www.geocities.com/Yosemite/Rapids/1744/cklobpt5.html. September 2009. Diunduh pada 08

Anda mungkin juga menyukai