Anda di halaman 1dari 25

BAB I PENDAHULUAN

A. Pengertian Gagal serambi kiri atau kanan dari jantung mengakibatkan ketidak mampuan memberikan keluaran yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan dan menyebabkan terjadinya kongesti pulmonal dan sistemik. Karenanya diagnostik dan terapeutik berlanjut . GJK selanjutnya dihubungkan dengan morbiditas dan mortalitas. (Doengoes, 2000) Gagal jantung congesti adalah ketidakmampuan jantung untung memompa darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap oksigen dan nutrien dikarenakan adanya kelainan fungsi jantung yang berakibat jantung gagal memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolism jaringan dan atau kemampuannya hanya ada bila disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri. (Suzanne C. dan Bare, 2002) Sedangkan pengertian menurut Mansjoer, Arif dkk. (2001) gagal jantung didefinisikan sebagai kondisi dimana jantung gagal untuk mengeluarkan isinya secara adekuat. B. Klasifikasi gagal jantung Gagal jantung kongestif (CHF) dibagi menjadi 4 klasifikasi menurut NYHA yaitu : KELAS I DEFINISI ISTILAH ventrikel yang

Klien dengan kelainan jantung tetapi Disfungsi tanpa pembatasan aktifitas fisik kiri asimtomatik

II

Klien dengan kelainan jantung yang Gagal menyebabkan sedikit pembatasan ringan

jantung

aktifitas fisik III Klien dengan kelainan jantung yang Gagal menyebabkan aktifitas fisik IV Klien dengan kelainan jantung yang Gagal jantung berat segala bentuk aktifitas fisiknya akan menyebabkan keluhan C. Etiologi Gagal jantung kongestif dapat disebabkan oleh banyak hal. Secara epidemiologi cukup penting untuk mengetahui penyebab dari gagal jantung, di negara berkembang penyakit arteri koroner dan hipertensi merupakan penyebab terbanyak, sedangkan di negara berkembang yang menjadi penyebab terbanyak adalah penyakit jantung katup dan penyakit jantung akibat malnutrisi. Pada beberapa keadaan sangat sulit untuk menentukan penyebab dari gagal jantung. Menurut Cowie MR, Dar O (2008), penyebab gagal jantung dapat diklasifikasikan dalam 6 kategori utama (Anurogo, 2009), yakni : 1. Kegagalan yang berhubungan dengan abnormalitas miokard, dapat disebabkan oleh hilangnya miosit (infark miokard), kontraksi yang tidak terkoordinasi (left bundle branch block), berkurangnya kontraktilitas (kardiomiopati). 2. Kegagalan yang berhubungan dengan overload (hipertensi). 3. Kegagalan yang berhubungan dengan abnormalitas katup. 4. Kegagalan yang disebabkan abnormalitas ritme jantung (takikardi) 5. Kegagalan yang disebabkan abnormalitas perikard atau efusi perikard (tamponade) 6. Kelainan kongenital jantung. banyak pembatasan sedang jantung

D. Patofisiologi atau pathway

E. Manifestasi klinik 1. Peningkatan volume intravaskular (gambaran dominan) 2. Kongesti jaringan terjadi akibat tekanan arteri dan vena meningkat akibat gagal jantung 3. Peningkatan desakan vena pulmonal dapat menyebabkan cairan mengalir dari kapiler paru kealveoli, akibatnya terjadi edema paru, ditandai oleh batuk dan sesak nafas, 4. Peningkatan desakan vena sistemik seperti yang terlihat pada edema perifer umum dan penambahan berat badan. 5. Penurunan curah jantung dengan disertai pening, kekacauan mental, keletihan, intoleransi jantung terhadap latihan, ekstremitas dingin dan oliguria.

6. Tekanan perfusi ginjal menurun mengakibatkan pelepasan rennin dari ginjal menyebabkan sekresi aldosteron, retensi Na dan cairan, serta peningkatan volume Gagal jantung ada dua yaitu gagal jantung kanan dan gagal jantung kiri, ventrikel kanan dan ventrikel kiri dapat mengalami kegagalan terpisah. 1. Gagal jantung kiri Ventrikel kiri tidak mampu memompa darah dari paru sehingga terjadi peningkatan tekanan sirkulasi paru mengakibatkan cairan terdorong ke jaringan paru, menimbulkan edema paru akut. Tandanya : (dispnea, batuk, mudah lelah, takikardi, bunyi jantung S3, cemas, gelisah). Dispnea karena penimbunan cairan dalam alveoli, ini bisa terjadi saat istirahat / aktivitas. Ortopnoe : kesulitan bernafas saat berbaring, biasanya yang terjadi malam hari (paroximal nocturnal dispnea / PND) Batuk : kering / produktif, yang sering adalah batuk basah disertai bercak darah Mudah lelah : akibat curah jantung menurun sehingga menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga meningkatnya energi yang digunakan. Gelisah dan cemas : akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan bernafas. 2. Gagal jantung kanan Sisi jantung kanan tidak mampu mengosongkan volume darah dengan adekuat sehingga dapat mengakomodasi darah secara normal kembali dari sirkulasi vena. Manifestasi klinis yang nampak adalah : edema ekstremitas (pitting edema), penambahan BB, hepatomegali, distensi vena leher, asites (penimbunan cairan dalam rongga peritoneum), anoreksia, mual, muntah, nokturia dan lemah.

a. Edema ; mulai dari kaki dan tumit, bertahap keatas tungkai dan paha akhirnya kegenalia eksterna dan tubuh bagian bawah. Derajat edema : 1) Derajat I : Menekan sedalam 2 mm akan kembali dengan cepat 2) Derajat II : menekan lebih dalam 4 mm dan akan kembali dalam waktu 10-15 detik 3) Derajat III : menekan lebih dalam (6 mm) akan kembali dalam waktu > 1 menit, tampak bengkak 4) Derajat IV : menekan lebih dalam lagi (8 mm) akan kembali dalam waktu 2-5 menit, tampak sangat bengkak yang nyata

b. Pitting edema : edem dengan penekanan ujung jari c. Hepatomegali : nyeri tekan pada kanan atasabdomen karena pembesaran vena dihepar. d. Asites : pengumpulan cairan dalam rongga abdomen dapat mengakibatkan tekanan pada diafragma dan distress pernafasan. e. Anoreksia dan mual : terjadi karena desakan vena dan stasis vena dalam rongga abdomen f. Nokturia : ingin kencing malam hari terjadi karena ferfusi renal didukung oleh posisi penderita saat berbaring. Diuresis terbaik pada malam hari karena curah jantung akan membaik dengan istirahat. g. Lemah : karena menurunnya curah jantung, gangguan sirkulasi dan pembuangan produk sampah katabolisme yang tidak adekuat dari jaringan.

F. Faktor Risiko Risiko terjangkit Gagal Jantung Kongestif meningkat apabila: 1. Seorang Perokok Merokok merupakan faktor risiko utama untuk penyakit arteri perifer (PAD). PAD.adalah suatu kondisi dimana plak menumpuk di arteri

yang membawa darah ke kepala, organ, dan anggota badan. Orang yang memiliki PAD berada pada peningkatan risiko untuk penyakit jantung, serangan jantung dan stroke.Pada seorang yang merokok, asap rokok akan merusak dinding pembuluh darah. Kemudian nikotin yang terkandung dalam asap rokok akan merangsang hormon adrenalin yang akibatnya akan mengubah metabolisme lemak dimana kadar HDL akan menurun. Adrenalin juga akan menyebabkan perangsangan kerja jantung dan menyempitkan pembuluh darah (spasme). Disamping itu adrenalin akan menyebabkan terjadinya pengelompokan trombosit. Sehingga semua proses penyempitan akan terjadi. Jadi asap rokok yang tampaknya sederhana itu dapat menjadi penyebab penyakit jantung koroner. 2. Memiliki Hipertensi Hipertensi terjadi karena menyempitnya pembuluh darah yang diakibatkan oleh mengendapnya kalsium (darah dalam kondisi terlalu basa) dan kolesterol di dinding pembuluh darah. Ditambah dengan konsentrasi darah yang kental karena tingginya natrium berakibat aliran darah kurang lancar sehingga menghambat suplai makanan dan oksigen ke jaringan dan sel tubuh.Kondisi tersebut memacu jantung untuk bergerak dan bekerja lebih keras, akibatnya tekanan darah menjadi tinggi. Dalam jangka waktu tertentu bisa menyebabkan serangan jantung. Dan bila penyempitan pembuluh darah terjadi di otak maka akan mengakibatkan terjadinya stroke. 3. Memiliki Kerusakan Jantung Kongenital Penyakit jantung kongenital mempengaruhi setiap bagian dari jantung seperti otot jantung, katup, dan pembuluh darah.Penyakit jantung kongenital mengacu pada masalah dengan struktur jantung dan fungsi karena pengembangan jantung yang tidak normal sebelum kelahiran. 4. Menderita infeksi virus 5. Sebelumnya pernah menderita Infark Miokard Gagal jantung kiri merupakan komplikasi mekanis yang paling sering terjadi setelah infark miokardium.Infark miokardium mengganggu

fungsi miokardium karena menyebabkan menurunnya kekuatan kontraksi, menimbulkan abnormalitas gerakan dinding dan mengubah daya kembang ruang jantung. Dengan berkurangnya kemampuan ventrikel kiri untuk mengosongkan diri, maka besar volume sekuncup berkurang sehingga volume sisa ventrikel meningkat. Hal ini menyebabkan peningkatan tekanan jantung sebelah kiri. Kenaikan tekanan ini disalurkan ke belakang ke vena pulmonali. Bila tekanan hidrostatik dalam kapiler paru melebihi tekanan onkotik vaskular maka terjadi proses transudasi ke dalam ruang interstisial. Bila tekanan ini masih meningkat lagi, terjadi edema paru-paru akibat perembesan cairan ke dalam alveoli. Penurunan volume sekuncup akan menimbulkan respon simpatis kompensatorik. Kecepatan denyut jantung dan kekuatan kontraksi meningkat untuk mempertahankan curah jantung. Terjadi vasokonstriksi perifer untuk menstabilkan tekanan arteri dan redistribusi aliran darah dari organ-organ yang tidak vital seperti ginjal dan kulit demi mempertahankan perfusi organ-organ vital. Venokonstriksi akan meningkatkan aliran balik vena ke jantung kanan, sehingga akan meningkatkan kekuatan kontraksi (sesuai hukum jantung Starling). Pengurangan aliran darah ginjal dan laju fltrasi glomerulus akan mengakibatkan pengaktifan sistem reninangiotensin-aldosteron, dengan terjadinya retensi natrium dan air oleh ginjal. Hal ini akan lebih meningkatkan aliran balik vena. Gagal jantung kiri dapat berkembang menjadi gagal jantung kananakibat meningkatnya tekanan vaskular paru hingga membebani ventrikel kanan. Selain secara tak langsung melalui pembuluh paru tersebut, disfungsi ventrikel kiri juga berpengaruh langsung terhadap fungsi ventrikel kanan melalui fungsi anatomis dan biokimiawinya. Kedua ventrikel mempunyai satu dinding yang sama (yaitu septum interventrikularis) yang terletak dalam perikardium. Selain itu, perubahanperubahan biokimia seperti berkurangnya cadangan noreprinefrin miokardium selama gagal jantung dapat merugikan kedua ventrikel. Yang terakhir, infark ventrikel kanan jelas merupakan faktor predisposisi terjadinya gagal jantung kanan. Kongesti vena sistemik akibat gagal

jantung kanan bermanifestasi sebagai pelebaran vena leher, hepatomegali, dan edema perifer. 6. Sedang menderita Apnea Tidur 7. Sedang menderita Aritmia Aritmia merupakan gangguan irama jantung. jantung yang berdenyut sangat cepat untuk periode yang lama dapat menjadi lemah dan mengarah pada gagal jantung kongestif. 8. Sedang menderita Emfisema Emfisema merupakan bagian dari penyakit paru obstruktif yang disertai dengan kerusakan pada alveolus hingga kebutuhan oksigen pada tubuh tidak mencukupi sehingga berpengaruh pada organ tubuh lainnya. 9. Sedang menderita Obesitas Obesitas dapat memicu tekanan darah tinggi, gangguan lemak dan kencing manis, peningkatan radikal bebas dan peradagangan pembuluh darah jantung, di mana semua faktor ini meningkatkan risiko gagal jantung. 10. Sedang menderita Penyakit Arteri Koroner Melemahnya miokardium atau otot jantung akibat penyakit arteri koroner adalah salah satu penyebab paling umum dari gagal jantung kongestif. Penyakit jantung koroner ditandai dengan terbatasnya aliran darah ke jantung karena penumpukan plak arteri. Meskipun hal ini menyebabkan otot jantung melemah, sehingga meningkatkan risiko gagal jantung kongestif, penebalan otot jantung karena tekanan darah tinggi juga dapat menyebabkan efek yang sama. Penyakit arteri koroner juga meningkatkan risiko serangan jantung. Serangan jantung adalah suatu kondisi yang mengancam jiwa di mana penyumbatan arteri koroner menyebabkan kerusakan pada bagian dari otot jantung. Sesak napas, batuk terus-menerus, nyeri dada dan edema adalah gejala karakteristik dari gagal jantung kongestif.

Gagal jantung dapat terjadi pada salah satu sisi bagian jantung, misalnya gagal jantung bagian sisi kiri atau gagal jantung bagian sisi kanan. Jika gagal jantung terjadi pada pompa bilik kiri jantung, maka darah akan mengumpul dan menumpuk di paru (kongesti). Kongesti inilah yang menimbukan sesak napas dan batuk. Akibatnya, kantung udara sebagai tempat pertukaran oksigen dan karbon dioksida bisa terisi dengan cairan, sehingga mengganggu fungsi paru-paru. 11. Telah didiagnosa mengidap Diabetes Mellitus 12. Telah didiagnosa mengidap Diabetes Mellitus Tipe 2 Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit kronis progresif yang menyebabkan komplikasi mikrovaskular dan makrovaskular. DM merupakan faktor resiko independen terjadinya gagal jantung. Rangsangan neurohormonal memegang peranan pada patofisiologi terjadinya resistensi insulin, cardiovascular event, dan progresifitas gagal jantung. Penelitian Framingham menyatakan resiko terjadinya gagal jantung pada DM 2,4 kali pada laki-laki dan 5 kali lebih besar pada wanita. Kontrol glukosa yang buruk menurut United Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS) meningkatkan resiko gagal jantung pada DM tipe II. (Fonarow, 2005). Hubungan antara DM dan gagal jantung multifaktor dan kemungkinan berupa hubungan timbal balik, diabetes meningkatkan risiko terkena gagal jantung dan tampaknya meningkatkan risiko diabetes. Kardiomiopati diabetik merupakan penyebab utama gagal jantung pada penderita DM tipe I dan II (Roman, 2005; Kamalesh, 2007). 13. Telah didiagnosa mengidap Hipertiroidisme 14. Telah didiagnosa mengidap Penyakit Ginjal Jika seseorang menderita gagal ginjal kronis (CKD), dimana pengeluaran cairan tubuh terganggu, air kencing sedikit keluar sehingga terjadi penimbunan cairan dalam tubuh (volume overload). Peningkatan kadar ureum dan kreatinin, peningkatan kadar kolesterol serta penumpukan zat racun lainnya.

Berdasarkan penelitian sekitar 70% penyebab kematian penderita gagal ginjal yakni akibat penyakit jantung.Gagal ginjal akan menyebabkan terjadinya penyempitan dini pembuluh koroner, otot jantung akan mengalami gangguan akibat volume cairan tubuh yang meningkat (volume overload), tekanan darah yang meningkat (pressure overload), adanya anemi pada penderita gagal ginjal akan mengganggu otot jantung dengan segala akibatnya. Begitu juga dengan adanya kadar ureum yang tinggi, kreatinin yang tinggi, kolesterol yang tinggi, gangguan elektrolit seperti kalium, natrium, kalsium, fosfor, serta menumpuknya zat-zat sisa metabolisme tubuh lainnya akan berakibat buruk untuk jantung. Jadi, gagal ginjal akan mengakibatkan terjadinya penyakit jantung koroner lebih dini, dapat terjadi aritmia (gangguan irama jantung), gangguan otot jantung yang berlanjut menjadi pembengkakan jantung, gagal jantung dan mati mendadak. Penyebab terjadinya gagal ginjal diantaranya karena infeksi, batu ginjal, hipertensi, reaksi autoimun, kelainan bawaan, penyempitan atau penyumbatan pembuluh arteri ginjal (arteri renalis) dan sebagainya. Sebaliknya, jika seseorang telah menderita gagal jantung, dimana kemampuan otot jantung menurun sehingga jumlah darah yang dipompakan tidak mencukupi untuk keperluan tubuh, terdapat penurunan jumlah darah ke ginjal. Jika hal ini berlangsung lama maka fungsi ginjal juga akan terganggu. Jadi, kedua organ ini mempunyai hubungan yang sangat erat dan saling mempengaruhi. Oleh karena itu, bagi mereka yang menderita gagal ginjal haruslah juga menilai kondisi jantungnya agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan begitu juga sebaliknya.

G. Komplikasi Gagal Jantung Kongestif dapat menyebabkan komplikasi sebagai berikut: 1. Dapat menyebabkan perkembangan Aritmia

2. Dapat menyebabkan perkembangan Penyakit Jantung Valvular (katup) 3. Dapat menyebabkan perkembangan Stroke 4. Kerusakan hati 5. Mungkin memiliki resiko yang lebih tinggi untuk Infark Miokard H. Pemeriksaan Diagnostik 1. EKG : hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia, dan kerusakan pola mungkin terlihat. Disritmia, misalnya takikardia, fibrilasi atrial. Kenaikan segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah infark miokard menunjukan adanya aneurisma ventrikuler (dapat menyebabkan gagal atau disfungsi jantung). 2. Sonogram : dapat menunjukan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam fungsi/struktur katup atau area penurunan kontraktilitas ventrikuler. 3. Scan Jantung : tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan dinding. 4. Rontgen dada : dapat menunjukan pembesaran jantung, bayangan mencerminkan dilatasi/hipertrofi bilik, atau perubahan dalam pembuluh darah mencerminkan peningkatan tekanan pulmonal abnormal, misalnya : pulgus pada pembesaran jantung kiri dapat menunjukkan aneurisma ventrikel. 5. Elektrolit : mungkin berubah karena perpindahan cairan/ penurunan fungsi ginjal, terapi diuretik. 6. Oksimetri nadi : saturasi oksigen mungkin rendah, terutama jika gagal jantung kiri akut memperburuk PPOM atau GJK kronis. 7. AGD : gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis respiratorik ringan (dini) atau hipoksemia dengan peningkatan PCO2 akhir 8. BUN, kreatinin : peningkatan BUN menandakan penurunan perfusi ginjal, kenaikan baik BUN maupun kreatinin merupakan indikasi gagal ginjal. I. Penatalaksanaan medis 1. Non Farmakologi a. Pembatasan natrium ditujukan untuk mencegah, mengatur atau mengurangi edema seperti pada hipertensi atau gagal jantung.

b. Batasi cairan ditujukan untuk mencegah, mengatur atau mengurangi edema. c. Manajemen stress ditujukan untuk mengurangi stress karena stress emosi dapat menghasilkan vasokontriksi yang meningkatkan tekanan darah dan meningkatkian kerja jantung. d. Pembatasan aktifitas fisik untuk mengurangi beban kerja jantung. 2. Farmakologi a. Diuretik : diberikan untuk memacu eksresi natrium dan air melalui ginjal, penggunaan harus hati-hati karena efek samping hiponatremia dan hipokalemia. b. Digoxin : meningkatkan kontraktilitas dan memperlambat frekuensi jantung. Obat ini tidak digunakan untuk kegagalan diastolik yang mana dibutuhkan pengembangan ventrikel untuk relaksasi, c. Isobarbide dinitrat : mengurangi preload dan afterload untuk disfungsi sistolik, hindari vasodilator pada disfungsi sistolik. d. Terapi vasodilator : digunakan untuk mengurangi tekanan terhadap penyemburan darah oleh ventrikel. J. Proses keperawatan 1. Pengkajian Keperawatan Pengkajian merupakan tahap awal pada proses asuhan keperawatan dimana pengkajian mencakup data-data pasien sehingga dapat mengidentifikasi, menganalisa masalah kebutuhan kesehatan dan keperawatan fisik, mental, sosial dan lingkungan (Doenges, 2000). a. Aktivitas/istirahat Gejala : Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari, insomnia, nyeri dada dengan aktivitas, dispnea pada saat istirahat atau aktifitas. Tanda : Gelisah, perubahan status mental misalnya letargi, tandatanda vital berubah pada aktivitas. b. Sirkulasi

Gejala : Riwayat hipertensi, IM baru/akut, episode GJK sebelumnya, penyakit jantung, bedah jantung, endokarditis, anemia, syok septik, bengkak pada kaki, telapak kaki, abdomen. Tanda : TD : mungkin rendah (gagal pemompaan), tekanan nadi : mungkin sempit, menunjukan penurunan volume sekuncup, irama jantung : disritmia, misal fibrilasi atrium, kontraksi ventrikel prematur/takikardia, blok jantung, frekuensi jantung : takikardia, nadi apikal : PMI mungkin menyebar dan merubah posisi secara inferior ke kiri, bunyi jantung : S3 (gallop) adalah diagnostik, S4 dapat terjadi, S1 dan S2 mungkin melemah, murmur sistolik dan diastolik dapat menandakan adanya stenosis katup atau insufisiensi, nadi : nadi perifer berkurang, perubahan dalam kekuatan denyutan dapat terjadi nadi sentral mungkin kuat, misal nadi jugularis, karotis, abdominal terlihat, warna : kebiruan, pucat, atau sianotik, punggung kuku pucat atau sianotik dengan pengisian kapiler lambat, hepar : pembesaran/dapat teraba, refleks hepatojugularis, bunyi napas : krekels, ronkhi, edema mungkin dependen, umum atau pitting khususnya pada ekstremitas. c. Integritas Ego Gejala : Ansietas, khawatir dan takut, stres yang berhubungan dengan penyakit/keperihatinan finansial (pekerjaan/biaya perawatan medis). Tanda : Berbagai manifestasi perilaku, misalnya : ansietas, marah, ketakutan dan mudah tersinggung. d. Eliminasi Gejala : Penurunan berkemih, urine berwana gelap, berkemih malam hari (nokturia), diare/konstipasi. Tanda : Abdomen keras, asites. e. Makanan/cairan

Gejala : Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambahan berat badan signifikan, pembengkakan pada ekstremitas bawah, pakaian/sepatu terasa sesak, diet tinggi garam/makanan yang telah diproses, lemak, gula dan kafein, penggunaan diuretik. Tanda : Penambahan berat badan cepat, distensi abdomen (asites) serta edema (umum, dependen, tekanan dan pitting). f. Hygiene

Gejala : Keletihan/kelemahan, kelelahan selama aktivitas perawatan diri. Tanda : Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal. g. Neurosensori Gejala : Kelemahan, pening, episode pingsan. Tanda : Letargi, kusut pikir, disorientasi, perubahan perilaku, mudah tersinggung. h. Nyeri/Kenyamanan Gejala : Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas, sakit pada otot. Tanda : Tidak tenang, gelisah, fokus menyempit (menarik diri), perilaku melindungi diri. i. Pernapasan

Gejala : Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan bantal, batuk dengan/tanpa pembentukan sputum, riwayat penyakit kronis, penggunaan bantuan pernapasan, misal oksigen. Tanda: Pernapasan : takipnea, napas dangkal, penggunaan otot aksesori pernapasan, batuk : kering/nyaring/non produktif atau mungkin batuk terus menerus dengan/tanpa pembentukan sputum, sputum : mungkin bersemu darah, merah muda/berbuih (edema

pulmonal), bunyi napas : mungkin tidak terdengar, fungsi mental : mungkin menurun, kegelisahan, letargi, warna kulit : pucat atau sianosis. j. Keamanan

Gejala : Perubahan dalam fungsi mental, kehilangan kekuatan/tonus otot, kulit lecet. Tanda : Kehilangan keseimbangan. k. Interaksi sosial Gejala : Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa dilakukan. Tanda : Tidak mau bergaul, mengurung diri di rumah. l. Pembelajaran/pengajaran

Gejala : Menggunakan/lupa menggunakan obat-obat jantung, misalnya: penyekat saluran kalsium. Tanda: Bukti tentang ketidakberhasilan untuk meningkatkan. 2. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan merupakan tahap kedua dari proses keperawatan yang mana didukung oleh penyebab serta tanda-tanda dan gejalanya. Diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan CHF menurut Doenges (2001) yaitu : a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas miokardial/ perubahan inotropik, perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik, perubahan struktural. b. Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antar suplai oksigen, kelemahan umum, tirah baring lama/ immobilisasi.

c. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus (menurunnya curah jantung)/ meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air. d. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler-alveolus e. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama, edema dan penurunan perfusi jaringan. f. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi dan program pengobatan berhubungan dengan kurang pemahaman/ kesalahan persepsi tentang hubungan fungsi jantung/ penyakit/ gagal jantung. 3. Intervensi Keperawatan Merupakan tahap ketiga proses keperawatan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan klien berdasarkan diagnosa keperawatan yaitu prioritas masalah, menetapkan tujuan, menetapkan kriteria hasil, mengidentifikasi tindakan keperawatan yang tetap untuk mencapai tujuan. a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas miokardial/perubahan inotropik, perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik, perubahan struktural. Tujuan Kriteria hasil : Tidak terjadi penurunan curah jantung. : Tanda vital dalam batas yang dapat diterima

(disritmia terkontrol atau hilang) dan bebas gejala gagal jantung, melaporkan penurunan episode dispnea, angina, ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung. Intervensi :

1) Auskultasi nadi apikal, kaji frekuensi dan irama jantung. Rasional : biasanya terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat) untuk mengkompensasi penurunan kontraktilitas ventrikel. 2) Catat bunyi jantung. Rasional : S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa. Irama Gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran

darah ke serambi yang distensi. Murmur dapat menunjukkan inkompetensi/ stenosis katup. 3) Palpasi nadi perifer. Rasional : penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya nadi radial, popliteal, dorsalis, pedis dan posttibial. Nadi mungkin cepat hilang atau tidak teratur untuk dipalpasi dan pulsus alternan. 4) Pantau TD. Rasional : pada GJK dini, sedang atau kronis tekanan darah dapat meningkat. Pada HCF lanjut tubuh tidak mampu lagi mengkompensasi dan hipotensi tidak dapat normal lagi. 5) Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis. Rasional : pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer sekunder terhadap tidak adekuatnya curah jantung, vasokontriksi dan anemia. Sianosis dapat terjadi sebagai refraktori GJK. Area yang sakit sering berwarna biru atau belang karena peningkatan kongesti vena. 6) Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker dan obat sesuai indikasi (kolaborasi). Rasional : meningkatkn sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard untuk melawan efek hipoksia/ iskemia. Banyak obat dapat digunakan untuk meningkatkan volume sekuncup, memperbaiki kontraktilitas dan menurunkan kongesti. 7) Berikan obat sesuai indikasi : diuretik, vasodilator, antikoagulan. Rasional : tipe dan dosis diuretik tergantung pada derajat gagal jantung dan status fungsi ginjal. Penurunan preload paling banyak digunakan dalam mengobati pasien dengan curah jantung relative normal ditambah dengan gejala kongesti. Diuretik mempengaruhi reabsorpsi natrium dan air. Vasodilator digunakan untuk meningkatkan curah jantung, menurunkan volume sirkulasi dan tahanan vaskuler sistemik, juga kerja ventrikel. Antikoagulan digunakan untuk mencegah pembentukan thrombus/emboli pada adanya faktor risiko seperti statis vena, tirah baring, disritmia jantung.

8) Pemberian cairan IV. Rasional : karena adanya peningkatan tekanan ventrikel kiri, pasien tidak dapat mentoleransi peningkatan volume cairan (preload). Pasien GJK juga mengeluarkan sedikit natrium yang menyebabkan retensi cairan dan meningkatkan kerja miokard. 9) Pantau seri EKG dan perubahan foto dada. Rasional : depresi segmen ST dan datarnya gelombang T dapat terjadi karena peningkatan kebutuhan oksigen miokard, meskipun tak ada penyakit arteri koroner. Foto dada dapat menunjukan pembesaran jantung. 10) Pantau pemeriksaan laboratorium, contoh BUN, kreatinin. Rasional : peningkatan BUN/ Kreatinin menunjukan hipoperfusi/ gagal ginjal. b. Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antar suplai oksigen, kelemahan umum, tirah baring lama/ immobilisasi. Tujuan Kriteria hasil : Klien dapat melakukan aktifitas yang di inginkan : Berpartisipasi pada aktivitas yang di inginkan,

memenuhi perawatan diri sendiri, mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan oleh menurunnya kelemahan dan kelelahan. Intervensi :

1) Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila klien menggunakan vasodilator, diuretik dan penyekat beta. Rasional : hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat (vasodilasi), perpindahan cairan (diuretik) atau pengaruh fungsi jantung. 2) Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, disritmia, dispnea berkeringat dan pucat. Rasional : penurunan/ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas dapat menyebabkan peningkatan segera frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen juga peningkatan kelelahan dan kelemahan.

3) Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas. Rasional : dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung daripada kelebihan aktivitas. 4) Implementasi program rehabilitasi jantung/aktivitas (kolaborasi) Rasional : peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja jantung/konsumsi oksigen berlebihan. Penguatan dan perbaikan fungsi jantung dibawah stress, bila fungsi jantung tidak dapat membaik kembali. c. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus (menurunnya curah jantung)/meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/ air. Tujuan Kriteria hasil : Tidak terjadi kelebihan volume cairan : Klien akan mendemonstrasikan volume cairan

stabil dengan keseimbangan masukan dan pengeluaran, bunyi nafas bersih/ jelas, tanda vital dalam rentang yang dapat diterima, berat badan stabil dan tidak ada edema, menyatakan pemahaman tentang pembatasan cairan individual. Intervensi :

1) Pantau pengeluaran urine, catat jumlah dan warna saat hari dimana diuresis terjadi. Rasional : pengeluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena penurunan perfusi ginjal. Posisi terlentang membantu diuresis sehingga pengeluaran urine dapat ditingkatkan selama tirah baring. 2) Pantau/ hitung keseimbangan pemasukan dan pengeluaran selama 24 jam. Rasional: terapi diuretik dapat disebabkan oleh kehilangan cairan tiba-tiba/ berlebihan (hipovolemia) meskipun edema/ asites masih ada. 3) Pertahakan duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler selama fase akut. Rasional : posisi tersebut meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan produksi ADH sehingga meningkatkan diuresis.

4) Pantau TD dan CVP (bila ada). Rasional : hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan cairan dan dapat menunjukkan terjadinya peningkatan kongesti paru, gagal jantung. 5) Kaji bising usus, catat keluhan anoreksia, mual, distensi abdomen dan konstipasi. Rasional : kongesti viseral (terjadi pada GJK lanjut) dapat mengganggu fungsi gaster/ intestinal. 6) Pemberian obat sesuai indikasi (kolaborasi) : diuretik, tiazid. Rasional : diuretik meningkatkan laju aliran urine dan dapat menghambat reabsorpsi natrium/klorida pada tubulus ginjal. Tiazid meningkatkan diuresis tanpa kehilangan kalium berlebihan. 7) Konsultasi dengan ahli diet. Rasional : perlu memberikan diet yang dapat diterima klien yang memenuhi kebutuhan kalori dalam pembatasan natrium. d. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler-alveolus. Tujuan Kriteria hasil : Tidak terjadi gangguan pertukaran gas : Klien akan mendemonstrasikan ventilasi dan

oksigenisasi adekuat pada jaringan ditunjukkan oleh oksimetri dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernapasan, berpartisipasi dalam program pengobatan dalam batas kemampuan/situasi. Intervensi :

1) Pantau bunyi nafas, catat krekles. Rasional: menyatakan adanya kongesti paru/pengumpulan secret menunjukkan kebutuhan untuk intervensi lanjut. 2) Ajarkan/ anjurkan klien batuk efektif, nafas dalam. Rasional : membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran oksigen. 3) Dorong perubahan posisi. Rasional : membantu mencegah atelektasis dan pneumonia. 4) Kolaborasi : Pantau/ gambarkan seri GDA, nadi oksimetri.

Rasional : hipoksemia dapat terjadi berat selama oedem paru. 5) Kolaborasi : Berikan obat/ oksigen tambahan sesuai indikasi Rasional : meningkatkan konsentrasi oksigen alveolar, yang dapat memperbaiki/ menurunkan hipoksemia jaringan. e. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama, edema dan penurunan perfusi jaringan. Tujuan Kriteria hasil : Tidak terjadi kerusakan integritas kulit. : Klien akan mempertahankan integritas kulit,

mendemonstrasikan perilaku/teknik mencegah kerusakan kulit. Intervensi :

1) Pantau kulit, catat penonjolan tulang, adanya edema, area sirkulasinya terganggu/ pigmentasi atau kegemukan/ kurus. Rasional : kulit beresiko karena gangguan sirkulasi perifer, imobilisasi fisik dan gangguan status nutrisi. 2) Pijat area kemerahan atau yang memutih. Rasional: meningkatkan aliran darah, meminimalkan hipoksia jaringan. 3) Ubah posisi sering ditempat tidur/ kursi, bantu latihan rentang gerak pasif/ aktif. Rasional: memperbaiki sirkulasi waktu satu area yang mengganggu aliran darah. 4) Berikan perawatan kulit, minimalkan dengan kelembaban/ ekskresi. Rasional: terlalu kering atau lembab merusak kulit/ mempercepat kerusakan. 5) Hindari obat intramuskuler. Rasional : edema interstisial dan gangguan sirkulasi memperlambat absorbsi obat dan predisposisi untuk kerusakan kulit/ terjadinya infeksi. f. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi dan program pengobatan berhubungan dengan kurang pemahaman tentang hubungan fungsi jantung/ penyakit/ gagal jantung.

Tujuan Kriteria hasil

: Pengetahuan klien bertambah : Mengidentifikasi hubungan terapi untuk menurunkan

episode berulang dan mencegah komplikasi, mengidentifikasi faktor resiko dan beberapa teknik untuk menangani, melakukan perubahan pola hidup/ perilaku. Intervensi :

1) Diskusikan fungsi jantung normal. Rasional: pengetahuan proses penyakit dan harapan dapat memudahkan ketaatan pada program pengobatan. 2) Kuatkan rasional pengobatan. Rasional : klien percaya bahwa perubahan program pasca pulang dibolehkan bila merasa baik dan bebas gejala atau merasa lebih sehat yang dapat meningkatkan resiko eksaserbasi gejala. 3) Rujuk pada sumber di masyarakat/ kelompok pendukung suatu indikasi. Rasional : dapat menambahkan bantuan dengan pemantauan sendiri/penatalaksanaan dirumah.

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN Setelah dilakukan asuhan keperawatan pada klien Ny. T ada beberapa masalah yang belum teratasi, ada pula yang sebagian teratasi. Diagnosa pertama yaitu nyeri akut belum teratasi. Faktor penghambat untuk tercapainya kriteria hasil yang telah ditetapkan adalah terbatasnya waktu yang ditetapkan untuk mengurangi dan mengontrol nyeri pasien. Masalah nyeri akut di bagian abdomen kuadran kanan atas juga merupakan diagnosa aktual yang baru terjadi di pasien, sehingga pasien belum mendapatkan terapi pengobatan analgetik dari dokter. Diagnosa kedua yaitu infeksi juga sebagian sudah teratasi dengan kriteria hasil tidak ada tanda- tanda infeksi di IV line (seperti bengkak, kemerahan, demam), namun terakhir kali pasien mengeluh tempat luka tusukan infus terasa sedikit nyeri. Luka di bagian tumit kiri sudah mengering dan terlihat baik, sedangkan luka di kaki kanan masih terlihat sedikit pus. Faktor pendukung antara lain perawat yang mempertahankan teknik aseptik ketika merawat luka di kaki pasien. Juga tidak banyak orang yang menungggu pasien, sehingga kontaminasi silang antara pengunjung dan perawat kepada pasien berkurang. Diagnosa ketiga yaitu masalah defisit perawatan diri yang sebagian teratasi. Faktor penghambat tercapainya kriteria hasil antara lain faktor pasien yang lemah badannya dan sulit untuk menggerakkan anggota badannya karena oedem ekstremitas. Faktor lain adalah keluarga pasien yang menunggu pasien hanyalah suami saja, sehingga dalam merawat dan menjaga personal hygiene pasien tidak selalu secara komprehensif. Faktor yang lain adalah ketidaktahuan pasien dan keluarga pasien pentingnya menjaga personal hygiene pasien secara

komprehensif.

DAFTAR PUSTAKA
Anurogo, Dito. 2009. Misteri Gagal Jantung. http://netsains.com/2009/08/misteri-gagal-jantung/. Diakses tanggal 12 Desember 2013 Cowie, M.R., Dar, Q. 2008. The Epidemiology and Diagnosis of Heart Failure. In: Fuster, V., et al., eds. Hursts the Heart. 12 th ed. Volume 1. USA: McGraw- Hill Doengoes, Marlyn E, Moorhouse, Mary F dan Geissler, Alice C. 2000. Rencana Keperawatan Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3. Jakarta : EGC. Fonarow, GC. 2005. An Approach to Heart Failure and Diabetes Mellitus. Am J Cardiol Harbanu H Mariyono, Anwar Santoso. 2007. Gagal Jantung. Jurnal Penyakit Dalam. Volume 8 No. 3. September Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2), Jakarta : EGC.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. T DENGAN CHF (CONGESTIVE HEART FAILURE) DAN DIABETES MELLITUS DI BANGSAL ANGGREK 1 RSUP Dr. SARDJITO
Disusun untuk Memenuhi Tugas Praktik Klinik Keperawatan Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah II

Disusun Oleh : Vinda Astri Permatasari P07120112080

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA JURUSAN KEPERAWATAN 2013

Anda mungkin juga menyukai