Anda di halaman 1dari 44

LABORATORIUM

KIMIA FISIKA









Percobaan : BINARY LIQUID

Kelompok : VII A

Nama :
1. May Saktianie N. NRP. 2313 030 029
2. Evi Maya Odelia NRP. 2313 030 039
3. DickyDwiRandika NRP. 2313 030 045
4. Bun Yan Marshush A. W. NRP. 2313 030 077
5. BrimaDewantoro NRP. 2313 030 085


TanggalPercobaan : 18 November 2013
TanggalPenyerahan : 25 November 2013
DosenPembimbing : NurlailiHumaidah, S.T., M.T



PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2013
i

ABSTRAK
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui cara menentukan titik azeotrop pada
campuran kloroform dan aseton serta mengetahui titik azeotropnya, dan menghasilkan komposisi
yang sama antara fasa uap dan fasa cairnya.
Praktikum ini dimulai dari pemasangan peralatan destilasi lengkap. Setelah itu menyiapkan 20
buah botol ukuran 10 ml untuk wadah sampel dan memberi label yaitu 1L hingga 10L untuk tempat
residu dan 1V sampai 10V untuk tempat destilat. Pada setiap percobaan, volume sampel yang diambil
pada residu dan destilat masing-masing sebanyak 2 ml. Memasukkan 50 ml aseton murni kedalam
labu, kemudian mendidihkannya, pengambilan destilat (1V) dan residu (1L) pada suhu sekitar 56,5C
dan melanjutkannya hingga proses destilasi hingga suhu konstan dan mengambil sampai sampel
residu (10L) dan destilat (10V). Kemudian menghitung indeks bias masing-masing dari sampel.
Kesimpulan dari praktikum binary liquid kali ini yaitu indeks bias tertinggi residu pada 10L
dengan temperatur 64C yaitu 1,454 sedangkan indeks bias residu terendah pada 2L pada suhu 58C
yaitu 1,354. Titik azeotrop campuran kloroform dan aseton pada percobaan adalah 64,8 C.
Komposisi campuran azeotrop pada percobaan kami adalah 28% kloroform dan72% aseton.

ii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ...................................................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................................... iii
DAFTAR GRAFIK ......................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ........................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang ........................................................................................ I-1
I.2 Rumusan Masalah ................................................................................... I-2
I.3 Tujuan ...................................................................................................... I-2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Dasar Teori .............................................................................................. II-1
BAB III METODOLOGI PERCOBAAN
III.1 Variabel Percobaan ................................................................................. III-1
III.2 Alat yang Digunakan ............................................................................... III-1
III.3 Prosedur Percobaan ................................................................................. III-1
III.4 Diagram Alir ........................................................................................... III-3
III.5 Gambar Alat ............................................................................................ III-6
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil .......................................................................................................... IV-1
IV.2 Pembahasan .............................................................................................. IV-1
BAB V KESIMPULAN
V.1 Kesimpulan ............................................................................................... V-1
NOTASI
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN :
LAPORAN SEMENTARA
LEMBAR REVISI





















iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar II.2 Alat destilasi sederhana ............................................................................. II-4
Gambar II.3 Kurva Saturated Vapor dan Saturated Liquid ........................................... II-5
Gambar II.4 Kurva Kesetimbangan ................................................................................ II-6
Gambar II.6 Destilator .................................................................................................... II-9
Gambar III.6 Gambar Alat .............................................................................................. III-6




























v
DAFTAR TABEL
Tabel IV.1 Tabel Hasil Percobaan ....................................................... IV-1

iv
DAFTAR GRAFIK
Grafik IV.1 Grafik Titik Azeotrop Residu-Destilat ....................................................... IV-3
Grafik IV.2 Grafik Hubungan Fraksi Mol Dengan Suhu .............................................. IV-4




























I-1

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang
Dewasa ini konsep pembelajaran kimia dan fisika sangat berguna bagi kehidupan kita
sehari-hari. Oleh karenanya, pemahaman akan kimia dan fisika begitu penting mengingat
segala hal terjadi berkaitan dengan konsep dan hukum kimia fisika. Banyak manfaat yang
dapat diperoleh. Penting halnya melakukan praktikum ini karena dalam dunia industri, hampir
semua hal mengaplikasikan konsep praktikum kimia fisika.
Diantara beberapa bab-bab kimia fisika terdapat bab tertentu yang harus dibahas dan
dipelajari, salah satunya adalah distilasi biner. Distilasi biner begitu penting karena agar kita
dapat mengetahui dan menentukan titik azeotrop pada sistem biner antara kloroform dan
aseton.
Secara pengertian distilasi sendiri. Distilasi atau penyulingan adalah suatu metode
pemisahan bahan kimia berdasarkan perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap
(volalitas) suatu bahan. Dalam penyulingan, campuran zat didihkan hingga menguap dan uap
ini kemudian didinginkan kembali kedalam bentuk cairan. Zat yang memiliki titik didih lebih
rendah akan menguap lebih dulu. Metode ini termasuk sebagai unit operasi kimia jenis
perpindahan massa. Distilasi biner, dimana zat yang digunakan adalah campuran kloroform
dan aseton dengan komposisi yang variasi.

1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara menghitung menentukan dan mengetahui titik azeotrop pada sistem biner
antara kloroform dan aseton?

1.3. Tujuan Percobaan
1. Untuk mengetahui cara menentukan dan mengetahui titik azeotrop pada sistem biner
antara kloroform dan aseton.

II-1


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Dasar Teori
II.1.1 Macam-macam Metode Pemisahan
Proses pemisahan dapat diklasifikasikan menjadi proses pemisahan secara mekanis
atau kimiawi. Pemilihan jenis proses pemisahan yang digunakan bergantung pada kondisi
yang dihadapi. Pemisahan secara mekanis dilakukan kapanpun memungkinkan karena biaya
operasinya lebih murah dari pemisahan secara kimiawi. Untuk campuran yang tidak dapat
dipisahkan melalui proses pemisahan mekanis (seperti pemisahan minyak bumi), proses
pemisahan kimiawi harus dilakukan(Sinaga, 2010).
Proses pemisahan suatu campuran dapat dilakukan dengan berbagai metode. Metode
pemisahan yang dipilih bergantung pada fase komponen penyusun campuran. Suatu campuran
dapat berupa campuran homogen (satu fase) atau campuran heterogen (lebih dari satu fase).
Suatu campuran heterogen dapat mengandung dua atau lebih fase: padat-padat, padat-cair,
padat-gas, cair-cair, cair-gas, gas-gas, campuran padat-cair-gas, dan sebagainya. Pada
berbagai kasus, dua atau lebih proses pemisahan harus dikombinasikan untuk mendapatkan
hasil pemisahan yang diinginkan(Sinaga, 2010).
Untuk proses pemisahan suatu campuran heterogen, terdapat beberapa prinsip utama
proses pemisahan, yaitu:
1. Sedimentasi merupakan suatu proses pengendapan material yang ditransport oleh
media air, angin,es, atau gletser di suatu cekungan.Deltayang terdapat di mulut-
mulut sungai adalah hasil dan proses pengendapan material-material yang diangkut oleh
air sungai, sedangkan bukit pasir (sand dunes) yang terdapat di gurun dan di
tepi pantai adalah pengendapan dari material - material yang diangkut oleh angin.
2. Filtrasi adalah pembersihan partikel padat dari suatu fluida dengan melewatkannya pada
medium penyaringan, atau septum, yang di atasnya padatan akan terendapkan. Range
filtrasi pada industri mulai dari penyaringan sederhana hingga pemisahan yang kompleks.
Fluida yang difiltrasi dapat berupa cairan atau gas; aliran yang lolos dari saringan
mungkin saja cairan, padatan, atau keduanya. Suatu saat justru limbah padatnyalah yang
harus dipisahkan dari limbah cair sebelum dibuang. Di dalam industri, kandungan
padatan suatu umpan mempunyai range dari hanya sekedar jejak sampai persentase yang
besar. Seringkali umpan dimodifikasi melalui beberapa pengolahan awal untuk


II-2

Bab II Tinjauan Pustaka

Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS

meningkatkan laju filtrasi, misalnya dengan pemanasan,kristalisasi, atau memasang
peralatan tambahan pada penyaring seperti selulosa atau tanah diatomae.
(Education, 2011).
Proses pemisahan suatu campuran homogen, prinsipnya merupakan pemisahan
dari terbentuknya suatu fase baru sehingga campuran menjadi suatu campuran heterogen
yang mudah dipisahkan. Fasa baru terjadi / terbentuk dari adanya perbedaan sifat fisik
dan kimiawi masing-masing komponen. Berbagai metode tujuh digunakan untuk
terjadinya suatu fase baru sehingga campuran homogen dapat dipisahkan adalah:
a. Absorpsi atau penyerapan dalam kimia adalah suatu fenomena fisik atau suatu
proses sewaktu atom, molekul atau ion yang memasuki suatu fase limbak (bulk) lain
yang bisa berupa gas, cairan, ataupun padatan. Proses ini berbeda
dengan adsorpsi karena pengikatan molekul dilakukan melalui volume dan bukan
permukaan.
b. Adsorpsi atau penjerapan adalah suatu proses yang terjadi ketika
suatu fluida, cairan maupun gas yang terikat kepada suatu padatan atau cairan (zat
penjerap, adsorben) dan akhirnya membentuk suatu lapisan tipis atau film (zat
terjerap, adsorbat) pada permukaannya. Berbeda dengan absorpsi yang merupakan
penyerapan fluida oleh fluida lainnya dengan membentuk suatu larutan.
c. Kromatografi adalah suatu teknik pemisahanmolekul berdasarkan perbedaan pola
pergerakan antara fase gerak dan fase diam untuk memisahkan komponen (berupa
molekul) yang berada pada larutan. Molekul yang terlarut dalam fase gerak, akan
melewati kolom yang merupakan fase diam. Molekul yang memiliki ikatan yang kuat
dengan kolom akan cenderung bergerak lebih lambat dibanding molekul yang
berikatan lemah. Dengan ini, berbagai macam tipe molekul dapat dipisahkan
berdasarkan pergerakan pada kolom.
d. Distilasi atau penyulingan adalah suatu metode pemisahan bahan kimia berdasarkan
perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap (volatilitas) bahan.
Dalam penyulingan, campuran zat dididihkan sehingga menguap, dan uap ini
kemudian didinginkan kembali ke dalam bentuk cairan. Zat yang memiliki titik didih
lebih rendah akan menguap lebih dulu.
e. Ekstraksi adalah proses pemisahan suatu zat berdasarkan perbedaan kelarutannya
terhadap dua cairan tidak saling larut yang berbeda, biasanya air dan yang
lainnya pelarut organik.


II-3

Bab II Tinjauan Pustaka

Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS

Proses ekstraksi dapat berlangsung pada:
1. Ekstraksi parfum, untuk mendapatkan komponen dari bahan yang wangi.
2. Ekstraksi cair-cair atau dikenal juga dengan nama ekstraksi solven. Ekstraksi jenis
ini merupakan proses yang umum digunakan dalam skala laboratorium maupun
skala industri.
3. Leaching, adalah proses pemisahan kimia yang bertujuan untuk memisahkan
suatu senyawa kimia dari matriks padatan ke dalam cairan.
f. Sublimasi memiliki beberapa arti:
Sublimasi (kimia), perubahan dari benda padat ke gas, tanpa berubah dahulu menjadi
cair. Sublimasi (psikologi), transformasi emosi. Sublimasi warna, pemindahan gambar
cetakan menjadi substrat sintetis dengan aplikasi panas.
(Wikipedia, 2013)

II.1.2 Pengertian Destilasi
Distilasi atau penyulingan adalah suatu metode pemisahan bahan kimia berdasarkan
perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap (volatilitas) bahan atau didefinisikan juga
teknik pemisahan kimia yang berdasarkan perbedaan titik didih. Dalam penyulingan,
campuran zat dididihkan sehingga menguap, dan uap ini kemudian didinginkan kembali ke
dalam bentuk cairan(Wikipedia, 2013) .
Destilasi merupakan teknik pemisahan yang didasari atas perbedaan perbedaan titik
didik atau titik cair dari masing-masing zat penyusun dari campuran homogen. Dalam proses
destilasi terdapat dua tahap proses yaitu tahap penguapan dan dilanjutkan dengan tahap
pengembangan kembali uap menjadi cair atau padatan. Atas dasar ini maka perangkat
peralatan destilasi menggunakan alat pemanas dan alat pendingin (Gambar II.2).



II-4

Bab II Tinjauan Pustaka

Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS



Gambar II.2. Alat destilasi sederhana
(Chemist, 2011)
Pada operasi destilasi, terjadinya pemisahan didasarkan pada gejala bahwa bila
campuran zat cair dalam keadaan setimbang dengan uapnya, maka fasa uapnya akan lebih
banyak mengandung komponen yang lebih mudah menguap, sedangkan faksi cairanya akan
mengandung lebih sdikit komponen yang mudah menguap. Apabila uap tersebut kemudian
dikondensasikan, maka akan didapatkan cairan yang berbeda komposisinya dari cairan yang
pertama. Cairan yang didapatkan dari kondensasi tersebut mengandung lebih banyak
komponen yang lebih mudah menguap (volatile) dibandingkan dengan cairan yang tidak
teruapkan.(Perry, 1988).
Bila cairan yang berasal dari kondensasi diuapkan lagi sebagian, maka akan
didapatkan uap dengan komponen volatile yang lebih tinggi. Keberhasilan suatu operasi
destilasi tergantung pada keadaan setimbang yang terjadi antara fasa uap dan fasa cair dari
suatu campuran biner yang terdiri dari komponen volatile dan non-volatile (Perry, 1988).

II.1.3. Titik Azeotrop
Azeotrop adalah campuran dari dua atau lebih komponen yang memiliki titik
didih yang konstan. Azeotrop dapat menjadi gangguan yang menyebabkan hasil destilasi
menjadi tidak maksimal. Komposisi dari azeotrop tetap konstan dalam pemberian atau
penambahan tekanan. Akan tetapi ketika tekanan total berubah, kedua titik didih dan
komposisi dari azeotrop berubah. Sebagai akibatnya, azeotrop bukanlah komponen
tetap,yang komposisinya harus selalu konstan dalam interval suhu dan tekanan, tetapi


II-5

Bab II Tinjauan Pustaka

Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS

lebih ke campuran yang dihasilkan dari saling memengaruhi dalam kekuatan
intramolekuler dalam larutan(Wikipedia, 2013).
Azeotrop dapat didestilasi dengan menggunakan tambahan pelarut tertentu,
misalnya penambahan benzena atau toluena untuk memisahkan air. Air dan pelarut akan
ditangkap oleh penangkap Dean-Stark. Air akan tetap tinggal di dasar penangkap dan
pelarut akan kembali ke campuran dan memisahkan air lagi. Campuran azeotrop
merupakan penyimpangan dari hukum Raoult(Wikipedia, 2013). Untuk lebih jelasnya,
perhatikan ilustrasi berikut :









Gambar II.3 Kurva Saturated Vapor dan Saturated Liquid
(Segalaada, 2011)
Titik A pada pada kurva merupakan boiling point

).
Kondensat kemudian dididihkan, didinginkan, dan seterusnya hingga mencapai titik azeotrop.
Pada titik azeotrop, proses tidak dapat diteruskan karena komposisi campuran akan selalu
tetap. Pada gambar di atas, titik azeotrop digambarkan sebagai pertemuan antara kurva
saturated vapor dan saturated liquid(Wikipedia, 2013).
Dalam pemisahan campuran propanol-athyl acetate, digunakan metode pressure swing
distillation. Prinsip yang digunakan pada metode ini yaitu pada tekanan yang berbeda,
komposisi azeotrop suatu campuran akan berbeda pula. Berdasarkan prinsip tersebut, distilasi
dilakukan bertahap menggunakan 2 kolom distilasi yang beroperasi pada tekanan yang
berbeda. Kolom distilasi pertama memiliki tekanan operasi yang lebih tinggi dari kolom
distilasi kedua. Produk bawah kolom pertama menghasilkan ethyl acetate murni sedangkan
produk atasnya ialah campuran propanol-ethyl acetate yang komposisinya mendekati


II-6

Bab II Tinjauan Pustaka

Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS

komposisi azeotropnya. Produk atas kolom pertama tersebut kemudian didistilasi kembali
pada kolom yang bertekanan lebih rendah (kolom kedua). Produk bawah kolom kedua
menghasilkan propanol murni sedangkan produk atasnya merupakan campuran propanol-
ethyl acetate yang komposisinya mendekati komposisi azeotropnya. Berikut ini gambar kurva
kesetimbangan uap cair campuran propanol-ethyl acetate pada tekanan tinggi dan rendah.
(Wikipedia, 2013)


Gambar II.4 Kurva Kesetimbangan
(Segalaada, 2011)
Dari gambar pertama dapat dilihat bahwa feed masuk kolom pada temperatur 108,2 C
dengan komposisi propanol 0,33. Pada kolom pertama (P=2,8 atm), komposisi azeotrop yaitu
sebesar 0,5 sehingga distilat yang diperoleh berkisar pada nilai tersebut sedangkan bottom
yang diperoleh berupa ethyl acetate murni(Segalaada, 2011)
Untuk memperoleh propanol murni, distilat kemudian didistilasi lagi pada kolom
kedua (P=1,25 atm). Distilat ini memasuki kolom kedua pada temperatur 82,6 C. Komposisi
azeotrop pada kolom kedua yaitu 0,38 sehingga kandungan propanol pada distilat berkisar
pada nilai tersebut(Segalaada, 2011).

II.1.4 Macam-macam Destilasi
Selain pembagian macam destilasi, dalam referensi lain menyebutkan macam
macam destilasi, yaitu :
1. Destilasi sederhana
Pada distilasi sederhana, dasar pemisahannya adalah perbedaan titik didih yang
jauh atau dengan salah satu komponen bersifat volatil. Jika campuran dipanaskan
maka komponen yang titik didihnya lebih rendah akan menguap lebih dulu. Selain


II-7

Bab II Tinjauan Pustaka

Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS

perbedaan titik didih, juga perbedaan kevolatilan, yaitu kecenderungan sebuah
substansi untuk menjadi gas. Distilasi ini dilakukan pada tekanan atmosfer. Aplikasi
distilasi sederhana digunakan untuk memisahkan campuran air dan alkohol.
2. Destilasi bertingkat ( fraksional )
Distilasi fraksionasi adalah memisahkan komponen-komponen cair, dua atau
lebih, dari suatu larutan berdasarkan perbedaan titik didihnya. Distilasi ini juga dapat
digunakan untuk campuran dengan perbedaan titik didih kurang dari 20 C dan bekerja
pada tekanan atmosfer atau dengan tekanan rendah. Aplikasi dari distilasi jenis ini
digunakan pada industri minyak mentah, untuk memisahkan komponen-komponen
dalam minyak mentah
.

Perbedaan distilasi fraksionasi dan distilasi sederhana adalah adanya kolom
fraksionasi. Di kolom ini terjadi pemanasan secara bertahap dengan suhu yang
berbeda-beda pada setiap platnya. Pemanasan yang berbeda-beda ini bertujuan untuk
pemurnian distilat yang lebih dari plat-plat di bawahnya. Semakin ke atas, semakin
tidak volatil cairannya.
3. Destilasi uap
Destilasi uap digunakan pada campuran senyawa-senyawa yang memiliki titik
didih mencapai 200 C atau lebih. Distilasi uap dapat menguapkan senyawa-
senyawa ini dengan suhu mendekati 100 C dalam tekanan atmosfer dengan
menggunakan uap atau air mendidih. Sifat yang fundamental dari distilasi uap adalah
dapat mendistilasi campuran senyawa di bawah titik didih dari masing-masing
senyawa campurannya. Selain itu distilasi uap dapat digunakan untuk campuran
yang tidak larut dalam air di semua temperatur, tapi dapat didistilasi dengan air.
Aplikasi dari distilasi uap adalah untuk mengekstrak beberapa produk alam seperti
minyak eucalyptus dari eucalyptus, minyak sitrus dari lemon atau jeruk, dan untuk
ekstraksi minyak parfum dari tumbuhan.
4. Destilasi vakum
Distilasi vakum adalah distilasi yang tekanan operasinya 0,4 atm (300 mmHg
absolut). Distilasi yang dilakukan dalam tekanan operasi ini biasanya karena
beberapa alasan yaitu :
a. Sifat penguapan relatif antar komponen biasanya meningkat seiring dengan
menurunnya boiling temperature. Sifat penguapan relatif yang meningkat
memudahkan terjadinya proses separasi sehingga jumlah stage teoritis yang


II-8

Bab II Tinjauan Pustaka

Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS

dibutuhkan berkurang. Jika jumlah stage teoritis konstan, rasio refluks yang
diperlukan untuk proses separasi yang sama dapat dikurangi. Jika kedua
variabel di atas konstan maka kemurnian produk yang dihasilkan akan
meningkat.
b. Distilasi pada temperatur rendah dilakukan ketika mengolah produk yang
sensitif terhadap variabel temperatur. Temperatur bagian bawah yang
rendahmenghasilkan beberapa reaksi yang tidak diinginkan seperti dekomposisi
produk, polimerisasi, dan penghilangan warna.
c. Proses pemisahan dapat dilakukan terhadap komponen dengan tekanan uap yang
sangat rendah atau komponen dengan ikatan yang dapat terputus pada titik
didihnya.
d. Reboiler dengan temperatur yang rendah yang menggunakan sumber energi
dengan harga yang lebih murah seperti steam dengan tekanan rendah atau air
panas.
5. Refluks / destruksi
Refluks/destruksi ini bisa dimasukkan dalam macam macam destilasi walau pada
prinsipnya agak berkelainan. Refluks dilakukan untuk mempercepat reaksi dengan
jalan pemanasan tetapi tidak akan mengurangi jumlah zat yang ada. Dimana pada
umumnya reaksi- w
perlu dipanaskan tetapi biasanya pemanasan akan menyebabkan penguapan baik
pereaksi maupun hasil reaksi. Karena itu agar campuran tersebut reaksinya dapat
cepat, dengan jalan pemanasan tetap jumlahnya tetap reaksinya dilakukan secara
refluks.
6. Destilasi kering
Prinsipnya memanaskan material padat untuk mendapatkan fasa uap dan cairnya.
Contohnya untuk mengambil cairan bahan bakar dari kayu atau batu bata.
(Ayumustika, 2012)
Senyawa senyawa yang terdapat dalam campuran akan menguap pada saat mencapai
titik didih masing masing.






II-9

Bab II Tinjauan Pustaka

Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS











Gambar II.6 Destilator
(Ayumustika, 2012)
Gambar di atas merupakan alat destilasi atau yang disebut destilator. Yang terdiri dari
thermometer, labu didih, steel head, pemanas, kondensor, dan labu penampung destilat.
Thermometer Biasanya digunakan untuk mengukur suhu uap zat cair yang didestilasi selama
proses destilasi berlangsung. Seringnya thermometer yang digunakan harus memenuhi syarat:
a. Berskala suhu tinggi yang diatas titik didih zat cair yang akan didestilasi.
b. Ditempatkan pada labu destilasi atau steel head dengan ujung atas reservoir HE sejajar
dengan pipa penyalur uap ke kondensor. Labu
didih berfungsi sebagai tempat suatu campuran zat cair yang akan didestilasi.
Steel head berfungsi sebagai penyalur uap atau gas yang akan masuk ke alat pendingin
( kondensor ) dan biasanya labu destilasi dengan leher yang berfungsi sebagai steel head.
Kondensor memiliki 2 celah, yaitu celah masuk dan celah keluar yang berfungsi untuk aliran
uap hasil reaksi dan untuk aliran air keran. Pendingin yang digunakan biasanya adalah air
yang dialirkan dari dasar pipa, tujuannya adalah agar bagian dari dalam pipa lebih lama
mengalami kontak dengan air sehingga pendinginan lebih sempurna dan hasil yang diperoleh
lebih sempurna. Penampung destilat bisa berupa erlenmeyer, labu, ataupun tabung reaksi
tergantung pemakaiannya. Pemanasnya juga dapat menggunakan penangas, ataupun mantel
listrik yang biasanya sudah terpasang pada destilator(kimiamagic, 2010).

II.1.5 Destilasi Biner
Distilasi biner campuran azeotrop propanol-ethyl acetate dengan metode Pressure
Swing Distillation. Prinsip yang digunakan pada metode ini yaitu pada tekanan yang berbeda,


II-10

Bab II Tinjauan Pustaka

Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS

komposisi azeotrop suatu campuran akan berbeda pula. Berdasarkan prinsip tersebut, distilasi
dilakukan bertahap menggunakan 2 kolom distilasi yang beroperasi pada tekanan yang
berbeda. Kolom distilasi pertama memiliki tekanan operasi yang lebih tinggi dari kolom
distilasi kedua(Addien, 2008).
Metode ini termasuk sebagai unit operasi kimia jenis perpindahan massa. Penerapan
proses ini didasarkan pada teori bahwa pada suatu larutan, masing-masing komponen akan
menguap pada titik didihnya. Model ideal distilasi didasarkan pada Hukum Raoult dan
Hukum Dalton.Distilasi campuran biner, dimana zat yang digunakan adalah campuran alcohol
dan aseton dengan komposisi yang variasi (Addien, 2008).
Campuran azeotrop adalah campuran suatu zat dimana zat tersebut memiliki titik didih
minimal atau titik didih maksimal. Susunan campuran azeotrop tergantung dari tekanan yang
dipakai untuk membuat larutan- larutan dengan konsentrasi tertentu. Azeotrop merupakan
campuran 2 atau lebih komponen pada komposisi tertentu dimana komposisi tersebut tidak
bisa berubah hanya melalui distilasi biasa. Ketika campuran azeotrop dididihkan, fasa uap
yang dihasilkan memiliki komposisi yang sama dengan fasa cairnya. Campuran azeotrop ini
sering disebut juga constant boiling mixture karena komposisinya yang senantiasa tetap jika
campuran tersebut dididihkan (Addien, 2008).

II.1.6. Hukum-hukum pada destilasi
Hukum-hukum yang mendasari dari proses destilasi adalah Hukum Raoult dan Hukum
Dalton.
Hukum Raoult dapat didefinisikan sebagai fugasitas dari tiap komponen dalam larutan
yang sama dengan hasil kali dari fungsitasnya dalam keadaan murni pada temperatur
dan tekanan yang sama, serta fraksi molnya dalam larutan tersebut.
Hukum ini mengasumsikan bahwa komponen memberikan kontribusi terhadap total
tekanan uap campuran dalam sebanding dengan persentase campuran dan tekanan uap
ketika murni, atau dengan ringkas: tekanan parsial sama dengan fraksi mol dikalikan
dengan tekanan uap ketika murni. Jika salah satu perubahan komponen komponen lain
yang tekanan uap, atau jika volatilitas komponen tergantung pada persentase dalam
campuran, hukum akan gagal.
Hukum Dalton menyatakan bahwa tekanan uap total adalah jumlah dari tekanan uap
masing-masing komponen dalam campuran. Ketika multi-komponen cair dipanaskan,
tekanan uap setiap komponen akan meningkat, sehingga menyebabkan tekanan uap


II-11

Bab II Tinjauan Pustaka

Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS

total meningkat. Ketika tekanan uap total mencapai tekanan yang mengelilingi cair,
mendidih terjadi dan berubah ke gas cair di seluruh sebagian besar cairan. Perhatikan
bahwa campuran dengan komposisi tertentu memiliki satu titik didih pada tekanan
tertentu, ketika komponen saling larut(Addien, 2008).
Keterangan :

: Fraksi mol A

: Fraksi mol B

:Tekanan uap A murni

: Tekanan uap B murni







III-1

BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

III.1 Variabel Percobaan
1. Variabel bebas yaitu suhu. Suhu yang digunakan C; C; C; C;
C; C; C; 62 C; C C
2. Variabel terikat yaitu indeks bias
3. Variabel kontrol
a. Volume kloroform
b. Volume aseton
III.2 Alat Percobaan
1. Gelas ukur 100 ml
2. Pipet volume 25 ml
3. Pipet tetes
4. Corong
5. Dua puluh botol kecil
6. Refraktometer
7. Termometer
8. Labu destilat

III.3 Bahan Percobaan
1. Kloroform
2. Aseton
III.4 Prosedur Percobaan
1. Menyiapkan peralatan destilasi lengkap
2. Menyiapkan 20 buah tabung reaksi untuk wadah sampel dan memberi label yaitu
1L hingga 10L untuk tempat residu dan 1V sampai 10V untuk tempat destilat.
Volume sampel yang diambil adalah sebanyak 2 ml.
3. Memasukkan 50 ml aseton murni kedalam labu, mendidihkannya, dan mencatat
titik didihnya yang besarnya harus sekitar 56,5
o
C pada 760 mmHg. Selanjutnya
mengumpulkan sampel sebanyak 2 ml sebagai 1L dan 1V.
4. Menghentikan proses destilasi dan mendinginkan labu, kemudian mengembalikan
sisa destilasi tahap c kedalam labu, menambahkan 20 ml kloroform dan memulai
III-2

BAB III Metodologi Percobaan

LaboratoriumKimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
proses destilasi kembali. Mengambil 2 ml sampel berupa residu dan destilat ketika
suhunya telah mencapai 58
o
C dan memasukkannya kedalam tabung reaksi berlabel
2L dan 2V.
5. Melanjutkan proses distilasi dan mengambil 2 ml sampel berupa residu dan destilat
ketika suhunya telah mencapai 60
0
C dan memasukkannya ke dalam tabung reaksi
berlabel 3L dan 3V.
6. Meneruskan proses destilasi hingga suhu 61
0
C mendinginkannya kemudian
menambahkan 15 ml kloroform dan 25 ml aseton.
7. Meneruskan proses destilasi hingga suhu 65
0
C, kemudian mengambil 2 ml sampel
berupa residu dan destilat dan memasukkannya kedalam tabung berlabel 4L dan
4V.
8. Mendinginkan labu, kemudian menambahkan 15 ml kloroform dan 25 ml aseton.
Selanjutnya mengambil 2 ml sampel berupa residu dan destilat ketika suhunya telah
mencapai 63
0
C dan memasukkannya ke dalam tabung reaksi berlabel 5L dan 5V.
9. Melanjutkan proses destilasi kembali hingga titik didihnya tidak berubah, kemudian
mengambil 2 ml sampel berupa residu dan destilat lalu memasukkannya kedalam
tabung reaksi berlabel 6L dan 6V.
10. Mencuci labu dan membilasnya dengan sedikit kloroform kemudian
mengeringkannya. Selanjutnya labu diisi dengan 50 ml kloroform, mendidihkannya
hingga suhu sekitar 56,5
0
C dan mengambil 2 ml sampel berupa residu dan destilat
lalu memasukkannya kedalam tabung reaksi berlabel 7L dan 7V.
11. Mendinginkan labu, mengembalikan destilat dari tahap j dan menambahkan 20 ml
campuran destilat dan residu dari tahap g, h, dan i. Melanjutkan proses destilasi
kembali pada suhu 62
0
C, kemudian mengambil 2 ml sampel berupa residu dan
destilat lalu memasukkannya ke dalam tabung reaksi berlabel 8L dan 8V.
12. Mendinginkan labu, menambahkan destilat dari tahap k dan menambahkan 50 ml
campuran destilat dan residu dari tahap e dan f, kemudian meneruskan proses
destilasi hingga suhu 64
0
C dan mengambil 2 ml sampel berupa residu dan destilat
lalu memasukkannya ke dalam tabung reaksi berlabel 9L dan 9V.
13. Melanjutkan proses destilasi hingga suhu konstan dan mengambil 2 ml sampel
berupa residu dan destilat lalu memasukkannya ke dalam tabung reaksi berlabel
10L dan 10V.
14. Menghitung indeks bias masing-masing dari sampel.
III-3

BAB III Metodologi Percobaan

LaboratoriumKimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
III.5. Diagram Alir Percobaan


Menyiapkan 20 buah tabung reaksi untuk wadah sampel dan memberi label yaitu 1L
hingga 10L untuk tempat residu dan 1V sampai 10V untuk tempat destilat. Volume
sampel yang di ambil sebanyak 2 ml

Melanjutkan proses destilasi dan mengambil 2 ml sampel berupa residu dan destilat
dan destilat ketika suhunya telah mencapai 60 dan memasukkannya ke dalam
tabung reaksi berlabel 3L dan 3V

Memasukkan 50 ml aseton murni ke dalam labu, mendidihkannya, dan mencatat
titik didihnya yang besarnya harus sekitar 56,5 pada 760 mmHg. Selanjutnya
mengumpulkan sampel sebanyak 2 ml sebagai 1L dan 1V

Menghentikan proses destilasi dan mendinginkan labu, kemudian mengembalikan
sisa destilasi tahap c ke dalam labu, menambahkan 20 ml kloroform dan memulai
proses destilasi kembali. Mengambil 2 ml sampel berupa residu dan destilat ketika
suhunya telah mencapai 58 dan memasukkannya ke dalam tabung reaksi berlabel
2L dan 2V

Mulai
Meneruskan proses destilasi hingga suhu 61 mendinginkannya kemudian
menambahkan 15 ml kloroform dan 25 ml aseton

A

III-4

BAB III Metodologi Percobaan

LaboratoriumKimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS











































Meneruskan proses destilasi hingga suhu 65, kemudian mengambil 2 ml sampel
berupa residu dan destilat dan memasukkannya kedalam tabung berlabel 4L dan 4V

Mendinginkan labu, kemudian menambahkan 15 ml kloroform dan 25 ml aseton.
Selanjutnya mengambil 2 ml sampel berupa residu dan destilat ketika suhunya telah
mencapai 63 dan memasukkannya ke dalam tabung reaksi berlabel 5L dan 5V

Melanjutkan proses destilasi kembali hingga titik didihnya tidak berubah, kemudian
mengambil 2 ml sampel berupa residu dan destilat kemudian memasukkannya ke
dalam tabung reaksi berlabel 6L dan 6V

Mencuci labu dan membilasnya dengan sedikit kloroform kemudian
mengeringkannya. Selanjutnya labu diisi dengan 50 ml kloroform, mendidihkannya
hingga suhu sekitar 56,5 dan mengambil 2 ml sampel berupa residu dan destilat
lalu memasukkannya kedalam tabung reaksi berlabel 7L dan 7V

Mendingikan labu, mengembalikan destilat dari tahap j dan menambahkan 20 ml
campuran destilat dan residu dari tahap g, h, dan i. Melanjutkan proses destilasi
kembali pada suhu 62 , kemudian mengambil 2 ml sampel berupa residu dan
destilat lalu memasukkannya, kedalam tabung reaksi berlebel 8L dan 8V

Mendinginkan labu, menambahkan destilat dari tahap k dan menambahkan 50 ml
campuran destilat dan residu dari tahap e dan f, kemudian meneruskan proses
destilasi hingga suhu 64 dan mengambil 2 ml sampel berupa residu dan destilat lalu
memasukkannya ke dalam tabung reaksi berlebel 9L dan 9V

A

A

III-5

BAB III Metodologi Percobaan

LaboratoriumKimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS











































Melanjutkan proses destilasi hingga suhu konstan dan mengambil 2 ml sampel berupa
residu dan destilat lalu memasukkannya kedalam tabung reaksi berlebel 10L dan 10V

Menghitung indeks bias masing-masing dari sampel

Selesai
A
III-6

BAB III Metodologi Percobaan

LaboratoriumKimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
III.6. Gambar Alat Percobaan





















Gelas ukur










Botol kecil




Termometer


corong

Pipet volume











Labu destilat
refaktometer






Pipet tetes

IV-1
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1. Hasil Percobaan
Tabel IV.1.1 Indeks bias residu (L) Fraksi mol pada campuran aseton-kloroform
No.
Tabung
reaksi
C)
Fraksi mol
Aseton
Fraksi Mol
Kloroform
Indeks bias
1. 1L 56,5 1,00 0 1,356
2. 2L 58 0,8309 0,1686 1,354
3. 3L 60 0,839 0,160 1,355
4. 4L 65 0,7549 0,245 1,383
5. 5L 63 0,7844 0,2155 1,386
6. 6L 70 0,797 0,202 1,392
7. 7L 56,5 0,5625 0,283 1,439
8. 8L 62 0,572 0,427 1,430
9. 9L 64 0,59 0,40 1,434
10. 10L 64 0,577 0,422 1,445

Tabel IV.1.1 Indeks bias destilat (V) Fraksi mol pada campuran aseton-kloroform
No.
Tabung
reaksi
C)
Fraksi mol
Aseton
Fraksi Mol
Kloroform
Indeks bias
1. 1V 56,5 1 0 1,356
2. 2V 58 0,7611 0,2426 1,384
3. 3V 60 0,7730 0,3751 1,375
4. 4V 65 0,8947 0,6513 1,386
5. 5V 63 0,7730 0,3751 1,389
6. 6V 70 0,8947 0,6513 1,390
7. 7V 56,5 0,6732 0,3267 1,439
8. 8V 62 0,7730 0,3571 1,421
9. 9V 64 0,8947 0,6513 1,440
10. 10V 64 0,7730 0,3751 1,454

IV.2. Grafik dan Pembahasan
Tujuan percobaan untuk mengukur indeks bias suatu larutan menggunakan alat
refraktometer dengan benar serta membuat diagram titik didih terhadap komposisi
berdasarkan data percobaan.
Azeotrop merupakan teori tentang campuran 2 atau lebih komponen pada komposisi
tertentu dimana komposisi tersebut tidak bisa berubah hanya melalui destilasi biasa.
Pada dasarnya azeotrop dibagi menjadi 2 jenis. Yaitu:
1. Azeotrop positif


IV-2

BAB IV Hasil dan Pembahasan

Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS

Jika titik didih campuran azeotrop kurang dari titik didih salah satu larutan
konstituennya. Contoh: campuran 95,63 etanol dan 4,37 air, etanol mendidih pada
suhu 78,4 C sedangkan air mendidih pada suhu 100
o
C, tetapi campurannya atau
azeotropnya mendidih pada suhu 78,2 C.
2. Azeotrop Negatif
Jika titik didih campuran azeotrop lebih dari titik didih konstituennya atau salah satu
konstituennya. Contoh: campuran asam klorida pada konsentrasi 20,2 % dan 79,8 %
air.
Pada praktikum kali ini zat yang digunakan yaitu aseton dan kloroform. Campuran zat
tersebut memiliki titik didih yang hamper berdekatan, sehingga biasa disebut campuran
azeotrop. Campuran azeotrop merupakan campuran dua atau lebih komponen pada komposisi
tertentu dimana komposisi tersebut tidak bisa berubah hanya melalui distilasi biasa. Oleh
karena itu, pemisahan dilakukan dengan cara kolom fraksionasi. Distilasi fraksionasi
merupakan suatu metode pemisahan zat berdasarkan perbedan titik didih yang bedekatan.
Adapun prinsip kerja dari pemisahan dengan distilasi fraksionasi yaitu pemisahan suatu
campuran dimana komponen- komponennya diuapkan dan diembunkan secara bertingkat.
Karena zat yang dianalisa merupakan 2 buah campuran zat dengan variasi konsentrasi tertentu
dengan titik didih aseton sebesar 56,53
o
C dan kloroform memilki titik didih sebesar 76
o
C
sehingga campuran tersebut
sering disebut azeotrop.
Pada proses distilasi campuran biner yang pertama keluar sebagai distilat adalah aseton.
Hal ini disebabkan karena aseton memiliki titik didih yang lebih rendah yaitu sebesar 56,53
o
C
dibandingkan dengan kloroform yaitu 76
o
C, sehingga aseton menguap terlebih dahulu. Pada
penentuan titik didih campuran, titik didih dilihat pada saat terjadinya tetesan pertama, hal ini
menunjukkan telah tercapai nya titik didih campuran.
Fraksi mol kloroform terhadap titik didih menunjukkan bahwa semakin kecil fraksi mol
zat dengan titik didih lebih rendah menyebabkan titik didih campuran menjadi lebih besar. Ini
dapat dijelaskan dengan hukum raoult.







IV-3

BAB IV Hasil dan Pembahasan

Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS


1,356
1,354 1,355
1,383
1,386
1,392
1,439
1,43
1,434
1,445
1,356
1,384
1,375
1,386
1,389 1,39
1,439
1,421
1,44
1,454
1,3
1,32
1,34
1,36
1,38
1,4
1,42
1,44
1,46
1,48
56,5 58 60 65 63 70 56,5 62 64 64
I
n
d
e
k
s

B
i
a
s
Suhu (
0
C)
Liquid
Vapor

Berdasarkan Grafik IV.1 dapat dilihat bahwa titik azeotrop dari percobaan ini adalah
56,5 dan komposisi kloroform diatas menunjukkan sebesar 28%. Padahal suhu standartnya
64,7 C, dan jauh mencapai 72% untuk menjadi 100%. Dari gambar dapat dilihat bahwa
kolom pada suhu 64,8 C dengan komposisi kloroform 0,28. Untuk memperoleh kloroform
murni, distilat kemudian di distilasi lagi pada kolom kedua (P=1,25 atm). Hal itu tidak sesuai
dengan pernyataan bahwa bahwa semakin besar fraksi mol menyababkan titik didih larutan
menjadi lebih rendah. Hal ini menunjukkan bahwa percobaan ini termasuk dalam azeotrop
positif karena kurang dari titik didih salah satu larutan konstituennya. Indeks bias tertinggi
adalah indeks bias residu 10 L pada suhu 64 C yaitu 1,445. Sedangkan indeks bias terendah
adalah indeks bias residu 2 L pada suhu 58 C yaitu 1,354. Titik azeotrop campuran kloroform
dan aseton pada percobaan adalah 64,8 C.


Grafik IV.1. Grafik Titik Azeotrop Residu-Destilat.

Grafik Titik Azeotrop Residu-Destilat.


IV-4

BAB IV Hasil dan Pembahasan

Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS

1, 56.5
0.8309, 58
0.839, 60
0.7549, 65
0.7844, 63
0.797, 70
0.5625, 56.5
0.572, 62
0.59, 64
0.577, 64
0, 56.5
0.1686, 58
0.16, 60
0.245, 65
0.2155, 63
0.202, 70
0.283, 56.5
0.427, 62
0.4, 64
0.422, 64
50
52
54
56
58
60
62
64
66
68
70
72
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
S
u
h
u

(

C
)
Fraksi Mol
Grafik Fraksi Mol
Y-Values

Grafik IV.2. Grafik Hubungan Fraksi Mol Dengan Suhu

Grafik di atas adalah grafik hubungan antara suhu dengan fraksi mol kloroform
dan aseton. Terdapat fluktuasi antara kedua grafik tersebut dikarenakan kebocoran di
beberapa titik pada alat labu destilat sehingga menguap dan menghasilkan data yang
tidak valid. Adanya zat terlarut dengan titik didih lebih tinggi di dalam suatu pelarut
dapat menurunkan tekanan uap pelarut. Mengenai besarnya indeks bias, dapat dilihat
ditabel pengamatan bahwa indeks bias residu sebelum dan setelah dipanaskan dengan
komposisi yang sama memiliki hasil yang berbeda. Indeks bias sebelum pemanasan
lebih kecil dibandingkan indeks bias setelah dipanaskan. Hal ini dikarenakan pada saat
melakukan pemanasan, aseton menguap lebih cepat sehingga yang tersisa dalam
residu yaitu sebagian aseton yang tidak menguap dan kloroform. Sehingga indeks bias
menjadi naik, sesuai dengan indeks bias etanol yang besar. Hubungan indeks bias
terhadap kemurnian tidak bisa diukur dengan kuantitatif, yang dapat dihitung adalah
selisih indeks bias antara distilat terhadap zat murninya. Makin besar selisihnya
menunjukkan makin kecil kemurniannya




V-1

BAB V
KESIMPULAN

1. Indeks bias yang terjadi adalah fluktuatif, kami mengasumsikan bahwa hal ini dapat
terjadi karena terdapat beberapa titik alat labu destilat yang menguap pada saat proses
distilasi.
2. Indeks bias tertinggi adalah indeks bias residu 10L pada temperature 64C yaitu 1,454.
Sedangkan indeks bias terendah adalah indeks bias residu 2L pada suhu 58C yaitu
1,354.
3. Komposisi campuran azeotrop pada percobaan kami adalah 28% kloroform dan 72%
aseton. Titik azeotrop campuran kloroform dan aseton pada percobaan adalah 64,8C.
4. Pada percobaan binary liquid ini kami menyimpulkan bahwa komposisi campuran
azeotrop ini termasuk azeotrop positif karena titik didih campuran azeotrop kurang dari
titik didih salah satu larutan konstituennya.
5. Fraksi mol aseton yang tertinggi pada 1L yaitu 1,00 sedangkan yang terendah pada 7L
yaitu 0,5625. Fraksi mol kloroform yang tertinggi pada 7L yaitu 0,283 sedangkan yang
terendah pada 1L yaitu 0.


NOTASI
LAMBANG SATUAN KETERANGAN
T

C Suhu
L - Liquid
V - Vapour
Mr Berat molekul zat
gram/cc Massa jenis
X - Fraksi mol
P Pa atau 10
-5
Tekanan uap

viii
DAFTAR PUSTAKA

D. Andrian. (2012). http://farmacyku.blogspot.com/2012/03/makalah-destilasi.html .
Himka Polban. (2012). http://himka1polban.wordpress.com/laporan/kimia-fisika/laporan-
destilasi-biner/ .
Perry's. (1988). Chemical Engineering Handbook .
Petrokimia SMK. (2013). http://petrokimiaesemka.blogspot.ca/2013/05/destilasi.html .
Primasiswa. (2013). http://primasiswa.com/posts/105/semester-2-bab-2-pemisahan-
campuran .
Sukardjo. (1985). Kimia Fisika.
Wikipedia. (2013). http://id.wikipedia.org/wiki/Proses_pemishan .
Primasiswa. (2013). Primasiswa. Retrieved September 21, 2013, from Primasiswa.com:
http://primasiswa.com/posts/105/semester-2-bab-2-pemisahan-campuran
Wikipedia. (2013). wiki. Retrieved September 21`, 2013, from wikipedia.org:
http//:id.wikipedia.org/wiki/Proses_Pemisahan.




APENDIKS
Rumus :
Berat Aseton = X V
Mol =


X (fraksi mol) =




1. Aseton : 50mL, Kloroform : 0mL
Berat Aseton = 0,789 X 50
= 39,5 gr
Mol =


= 0,68
Berat Kloroform = 0,79 X 0
= 0 gr
Mol =


= 0
X aseton =


= 1
X kloroform =


= 0
2. Aseton : 48mL, Kloroform : 20mL
Berat Aseton = 0,79 X 48
= 37,92 gr
Mol =


= 0,6538
Berat Kloroform = 0,789 X 20
= 15,78 gr
Mol =


= 0,1326
X aseton =


= 0,8309
X kloroform =


= 0,1686
3. Aseton : 46mL, Kloroform : 18mL
Berat Aseton = 0,79 X 46
= 36,34 gr
Mol =


= 0,626
Berat Kloroform = 0,789 X 18
= 14,202 gr
Mol =


= 0,1193
X aseton =


= 0,839
X kloroform =


= 0,160
4. Aseton : 60mL, Kloroform : 40mL
Berat Aseton = 0,79 X 60
= 47,4 gr
Mol =


= 0,8172
Berat Kloroform = 0,789 X 40
= 31,56 gr
Mol =


= 0,2652
X aseton =


= 0,7549
X kloroform =


= 0,245
5. Aseton : 85mL, Kloroform : 48 mL
Berat Aseton = 0,79 X 85
= 67,15 gr
Mol =


= 1,1577
Berat Kloroform = 0,789 X 48
= 37,872 gr
Mol =


= 0,3182
X aseton =


= 0,7844
X kloroform =


= 0,2155
6. Aseton : 84 ml, kloroform : 44 ml
Berat Aseton = 0,79 X 84
= 66,36 gr
Mol =


= 1,144
Berat Kloroform = 0,789 X 44
= 34,71 gr
Mol =


= 0,291
X aseton =


= 0,797
X kloroform =


= 0,202
7. Aseton : 82 ml, kloroform : 131 ml
Berat Aseton = 0,79 X 82
= 64,78 gr
Mol =


= 1,116
Berat Kloroform = 0,789 X 131
= 103,359 gr
Mol =


= 0,868
X aseton =


= 0,5625
X kloroform =


= 0,283
8. Aseton : 88 ml, kloroform : 135 ml
Berat Aseton = 0,79 X 88
= 69,52 gr
Mol =


= 1,198
Berat Kloroform = 0,789 X 135
= 106,51 gr
Mol =


= 0,895
X aseton =


= 0,572
X kloroform =


= 0,427
9. Aseton : 89 ml, kloroform : 127 ml
Berat Aseton = 0,79 X 89
= 70,31 gr
Mol =


= 1,212
Berat Kloroform = 0,789 X 127
= 100,203 gr
Mol =


= 0,842
X aseton =


= 0,59
X kloroform =


= 0,40
10. Aseton : 83 ml, kloroform : 125 ml
Berat Aseton = 0,79 X 83
= 65,57 gr
Mol =


= 1,13
Berat Kloroform = 0,789 X 125
= 98,625 gr
Mol =


= 0,828
X aseton =


= 0,577
X kloroform =


= 0,422
DESTILAT (V)
1. Aseton : 2 ml, kloroform : 0 ml
Berat Aseton = 0,79 X 2
= 1,58 gr
Mol =


= 0,0272
Berat Kloroform = 0,789 X 0
= 0 gr
Mol =


= 0
X aseton =


= 1
X kloroform =


= 0
2. Aseton : 3 ml, kloroform : 2 ml
Berat Aseton = 0,79 X 3
= 2,37 gr
Mol =


= 0,0408
Berat Kloroform = 0,789 X 2
= 1,578 gr
Mol =


= 0,0132
X aseton =


= 0,7611
X kloroform =


= 0,2426
3. Aseton : 3 ml, kloroform : 3 ml
Berat Aseton = 0,79 X 3
= 2,37 gr
Mol =


= 0,0408
Berat Kloroform = 0,789 X 3
= 2,367 gr
Mol =


= 0,0198
X aseton =


= 0,7730
X kloroform =


= 0,3751
4. Aseton : 2 ml, kloroform : 2 ml
Berat Aseton = 0,79 X 2
= 1,58 gr
Mol =


= 0,0272
Berat Kloroform = 0,789 X 2
= 1,578 gr
Mol =


= 0,0132
X aseton =


= 0,8947
X kloroform =


= 0,6513
5. Aseton : 3 ml, kloroform : 3 ml
Berat Aseton = 0,79 X 3
= 2,37 gr
Mol =


= 0,0408
Berat Kloroform = 0,789 X 3
= 2,367 gr
Mol =


= 0,0198
X aseton =


= 0,7730
X kloroform =


= 0,3751
6. Aseton : 2 ml, kloroform : 2 ml
Berat Aseton = 0,79 X 2
= 1,58 gr
Mol =


= 0,0272
Berat Kloroform = 0,789 X 2
= 1,578 gr
Mol =


= 0,0132
X aseton =


= 0,8947
X kloroform =


= 0,6513
7. Aseton : 1 ml, kloroform : 1 ml
Berat Aseton = 0,79 X 1
= 0,79 gr
Mol =


= 0,0136
Berat Kloroform = 0,789 X 1
= 0,789 gr
Mol =


= 0,0066
X aseton =


= 0,6732
X kloroform =


= 0,3267
8. Aseton : 3 ml, kloroform : 3 ml
Berat Aseton = 0,79 X 3
= 2,37 gr
Mol =


= 0,0408
Berat Kloroform = 0,789 X 3
= 2,367 gr
Mol =


= 0,0198
X aseton =


= 0,7730
X kloroform =


= 0,3571
9. Aseton : 2 ml, kloroform : 2 ml
Berat Aseton = 0,79 X 2
= 1,58 gr
Mol =


= 0,0272
Berat Kloroform = 0,789 X 2
= 1,578 gr
Mol =


= 0,0132
X aseton =


= 0,8947
X kloroform =


= 0,6513
10. Aseton : 3 ml, kloroform : 3 ml
Berat Aseton = 0,79 X 3
= 2,37 gr
Mol =


= 0,0408
Berat Kloroform = 0,789 X 3
= 2,367 gr
Mol =


= 0,0198
X aseton =


= 0,7730
X kloroform =


= 0,3751

Anda mungkin juga menyukai