Anda di halaman 1dari 7

BAB I PENDAHULUAN

Salah satu buangan proses industri adalah berupa air limbah industri. Secara konvesional, air limbah industri diolah dengan metode lumpur aktif, namun metode ini memiliki beberapa kekurangan yaitu (Irfan, 2009) : 1. Lumpur aktif meningkatkan intensitas warna akibat pembentukan intermediat selama proses oksidasi. 2. Dibutuhkan pengolahan lebih lanjut untuk menghilangkan unsure hara. 3. Lahan tempat untuk menampung lumpur tersebut akan mengalami kontaminasi. 4. Adanya kandungan biomassa dalam jumlah tinggi dalam tangki aerasi dan menjadikan waktu penampungan lebih lama. Teknologi elektrokimia memberikan suatu manfaat bagi pengolahan limbah industri namun tetap ramah lingkungan karena secara teoritis reagen utama yang berperan disini adalah electron yang dapat disebut dengan clean reagent (Aulice & Viswanathan, 2003). Teknologi elektrokimia bagi pengolahan limbah difokuskan pada proses elektro-oksidasi. Oksidasi elektrokimia telah diketahui dapat mengurangi kandungan senyawa organik dan senyawa bernitrogen yang sulit diurai. Oksidasi polutan secara elektrokimia dapat dilakukan dalam dua mekanisme yaitu secara langsung dan tidak langsung (Anglada et al., 2009).

Dalam proses OET, oksidator dihasilkan secara elektrokimia. Oksidator disini pada tahap selanjutnya disebut dengan mediator, sebab senyawa tersebut yang mengoksidasi senyawa organik. Berkaitan dengan fungsi OET untuk mendestruksi senyawa organik, mediator yang digunakan dapat berupa logam transisi yang memiliki valensi banyak ataupun senyawa aktif penyuplai elektron lainnya (Soloman et al., 2009). Ada banyak parameter operasional terkait dengan proses OET. Diantaratnya adalah rapat arus, laju alir larutan, jenis dan konsentrasi mediator, jenis dan konsentrasi medium pelarut, suhu, jenis elektrode, dan desain sel (Cournoyer & Smith, 1999). Terkait dengan tipe mediator yang digunakan, suatu oksidasi elektrokimia yang menggunakan campuran hydrogen peroksida dan garam fero sulfat (reagen Fenton) sebagai mediatornya dapat disebut dengan proses Fenton (Canizares et al, 2007). Proses ini berprinsip pada perolehan ion radikal hidroksi (OH) sebagai hasil reaksi dari hidrogen peroksida dengan katalis ion fero (Fe2+) dibawah suasana asam, sebagaimana reaksi berikut (Tezcan et al., 2013) : Fe2+ +H2O2 Fe3+ +OH +OH (1)

Ion Fe3+ yang dihasilkan dapat bereaksi dengan hidrogen peroksida dan radikal hidroksiperoksi sehingga mendorong adanya regenerasi ion Fe2+ (reaksi (2) dan (3)). Regenerasi Fe2+ juga dapat terjadi sebagai hasil dari reaksi ion Fe3+ dengan intermediat senyawa organik radikal (reaksi (4))

Fe3+ + H2O2 Fe3+ + HO2 Fe3+ + R

Fe2+ + HO2 +H+ Fe2+ + O2 +H + Fe2+ + R+

(2) (3) (4)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Oksidasi Elektrokimia Termediasi Pengolahan air limbah industri dengan berdasar pada teknologi elektrokimia telah banyak dikaji oleh para peneliti pada beberapa tahun belakangan. Hal tersebut berkaitan dengan adanya beberapa kekurangan pada pengolahan limbah secara biologi menggunakan mikroorganisme dan lumpur aktif. Adapun kekurangan tersebut meliputi kebutuhan akan lahan yang luas untuk aerasi, melepaskan polutan sekunder dan bau di sekitar lahan operasional, biaya operasional yang cukup tinggi dan terdapat beberapa senyawa organik yang tidak dapat terurai dengan metode ini (UNEP, 1997). Teknologi elektrokimia memberikan suatu manfaat bagi pengolahan air limbah industri namun tetap ramah lingkungan karena secara teoritis reagen utama yang berperan disini adalah electron yang dapat disebut dengan clean reagent (Aulice & Viswanathan, 2003). Teknologi elektrokimia bagi pengolahan limbah difokuskan pada proses elektro-oksidasi. Oksidasi elektrokimia telah diketahui dapat mengurangi kandungan senyawa organik dan senyawa bernitrogen yang sulit diurai. Oksidasi polutan secara elektrokimia dapat dilakukan dalam dua mekanisme (Anglada et al., 2009):

(i)

Oksidasi anodik langsung dimana polutan akan bereaksi dengan permukaan anode secara langsung

(ii)

Oksidasi anodik tidak langsung dimana terdapat mediator seperti HClO, H2S2O8 ataupun senyawa lain yang dihasilkan secara elektrokimia untuk menjalankan proses oksidasi. Oksidasi Elektrokimia Termediasi atau untuk selanjutnya disingkat

OET, pada dasarnya adalah suatu proses oksidasi yang dilakukan oleh mediator terhadap senyawa organik. Saat arus listrik dialirkan pada anode akan terjadi reaksi oksidasi mediator. Mediator yang telah dioksidasi tersebut akan mengoksidasi substrat dan menghasilkan senyawa organik yang lebih sederhana, seperti gas karbon dioksida dan air (Lubis,2009). Skema dari proses OET itu dapat digambarkan sebagai berikut (Martinez, 2004) :

Gambar 2.1 Skema Proses OET Dalam proses OET, oksidator dihasilkan secara elektrokimia. Oksidator disini pada tahap selanjutnya disebut dengan mediator, sebab senyawa tersebut yang mengoksidasi senyawa organik (Soloman et al., 2009).

Ada banyak parameter operasional terkait dengan proses OET. Diantaratnya adalah rapat arus, laju alir larutan, jenis dan konsentrasi mediator, jenis dan konsentrasi medium pelarut, suhu, jenis elektrode, dan desain sel (Cournoyer & Smith, 1999).

2.2 Mediator dalam proses oksidasi elektrokimia termediasi Mediator logam yang baik digunakan dalam OET adalah logam transisi yang memiliki valensi banyak. Hal ini berkaitan dengan kemampuan logam tersebut untuk dapat menyuplai electron untuk mendestruksi senyawa organik. Mediator logam yang umum digunakan dalam proses OET adalah Ag2+/Ag+, Fe2+/Fe3+, Mn3+/Mn2+, Co3+/Co2+ dan Ce4+/Ce3+ (Matheswaran et al., 2006). Berkaitan dengan fungsi OET untuk mendestruksi senyawa organik, mediator yang digunakan dapat berupa logam transisi yang memiliki valensi banyak ataupun senyawa aktif penyuplai elektron lainnya (Soloman et al., 2009).

2.3 Reagen Fenton Terkait dengan tipe mediator yang digunakan, suatu oksidasi elektrokimia yang menggunakan campuran hidrogen peroksida dan garam fero sulfat (reagen Fenton) sebagai mediatornya dapat disebut dengan proses Fenton (Canizares et al, 2007). Proses ini berprinsip pada perolehan ion radikal hidroksi (OH) sebagai hasil reaksi dari hidrogen peroksida dengan katalis ion fero (Fe2+) dibawah suasana asam, sebagaimana reaksi berikut (Tezcan et al., 2013) :

Fe2+ +H2O2 Fe3+ +OH +OH

(1)

Ion Fe3+ yang dihasilkan dapat bereaksi dengan hidrogen peroksida dan radikal hidroksiperoksi sehingga mendorong adanya regenerasi ion Fe2+ (reaksi (2) dan (3)). Regenerasi Fe2+ juga dapat terjadi sebagai hasil dari reaksi ion Fe3+ dengan intermediat senyawa organik radikal (reaksi (4)) Fe3+ + H2O2 Fe3+ + HO2 Fe3+ + R Fe2+ + HO2 +H+ Fe2+ + O2 +H + Fe2+ + R+ (2) (3) (4)

Proses Fenton sangat tergantung pada pH. Proses hanya terjadi pada rentang pH 2-4 (optimum pada pH 2,8), karena adanya kemungkinan dari feri okso-hidroksida, FeO(OH) untuk mengendap. Proses Fenton dapat

dioperasikan pada pH tinggi apabila ligan organik tertentu ditambahkan pada garam fero sulfat (Lehmonen, 2012). Hidrogen peroksida memiliki beberapa kelebihan untuk dijadikan reagen redok pada proses oksidasi elektrokimia termediasi diantaranya: mudah didapat, tidak menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan (karena hanya H2O dan O2 yang dihasilkan pada tahap akhir), kelarutan tinggi pada larutan berair, potensial redoks tinggi (E0 H2O2/H2O = +1,776 V dalam medium asam dan E0 H2O2/H2O = +0,88 V dalam medium basa) (Korneiko, 2002).

Anda mungkin juga menyukai