Anda di halaman 1dari 2

Bimo Fajrie Alwaaritsi Kelas: 8E/16 Autobiografi

B. Indonesia

Tiga belas tahun yang lalu, tepatnya pada tanggal 19 November 1999 aku dilahirkan. Nama lengkapku Bimo Fajrie Alwaaritsi. Orang-orang memanggilku Bimo. Kalo diliat dari arti harfiahnya sih kurang lebih begini: Bimo artinya gagah, nama itu berasal dari kisah Mahabrata, ada geng yang bernama Pandawa Lima yang beranggotakan Arjuna, Gatotkaca, Nakula, Sadewa, dan Bima, ya, aku salah satu anggota dari geng tersebut, sedangkan Fajrie, modifikasi dari bahasa Arab yang artinya aku dilahirkan pada saat matahari terbit, dan terakhir adalah Alwaaritsi yang artinya pewaris, dari bahasa Arab juga tapi dikasih tambahan vokal a. Dulu aku sering diejek oleh kakak perempuanku kalo aku ini pendek, depresi berat aku dibuatnya, namun semenjak itu aku bertekad untuk melampaui tinggi kakak-kakakku. Mulai saat itu aku jadi sering berolahraga, terutama renang. Yap, memang waktu cepat berlalu, aku berhasil melampaui tinggi kakak perempuanku, ya, paling tidak lebih tinggi sedikit lah, aku 165cm, dan dia 161cm. Setelah tekadku itu tercapai, aku memutuskan untuk pensiun sementara dari dunia perolahragaan. Kalian jangan bertanya padaku apakah aku sudah melampaui tinggi kakakku yang laki-laki, bagiku itu akan menjadi rencana jangka panjang. Mungkin karena aku hanya fokus untuk meninggikan tubuhku saja, jadi ketika kemarin aku timbang berat badanku, aku kaget, 36 kg, sebentar dulu, kalian jangan menyebut aku kurus, aku lebih suka dengan kata langsing daripada kurus, cungkring, atau apapunlah itu. Setelah pensiun dari dunia olahraga, aku mulai mencari-cari hal apa yang membuatku merasa enjoy melakukannya. Video games, you know people, I love those game developers!!!, ups, maaf, aku kebanyakan main game akhir-akhir ini, gara-gara itu aku jadi sering keceplosan pake bahasa Inggris. Ya, lumayan lah buat ngobrol cas ces cos kalo-kalo ketemu bule di pinggir jalan. Okeh, balik lagi ke video games, aku paling senang kalo udah pulang sekolah, makan siang, terus tidur siang, terus bangun, terus duduk manis di depan komputerku dan memainkan game-game berat kayak pinball, solitare, mahyong, dan yang paling favorit nih, minesweeper. Itu game menurut aku udah paling keren, tegang banget soalnya kalo maenin itu game, bayangin aja, musti ngeklik kotak yang ga ada bomnya, dan sekalinya salah klik langsung game over, makanya butuh skill dan keberanian ngambil resiko kalo mau maenin game itu. Oh iya, satu lagi nih pengalaman yang ga bisa aku lupa, pengalaman ini bisa jadi gambaran buat yang belum pernah nyoba. Pengalaman yang paling menegangkan yang pernah aku alami. Pengalaman yang kayaknya setiap laki-laki muslim harus mengalaminya. Yap, sunat. Dulu, sebelum aku disunat, mendengar kata disunat aja jantung aku udah berdebar-debar setengah mati. Aku masih ingat ketika Papa bilang sama aku Bim, besok kamu Papa anter sunat ya, kamu kan udah gede.Aduh, si Papa mau ngeksekusi aku nih, sialnya lagi, kalimat itu tuh bikin aku gemeteran, meriang, terus keluar keringet dingin. Tapi ya sudah lah, aku ceritakan kronologisnya saja, aku dieksekusi pada hari terakhir libur panjang ketika aku masih duduk di kelas 6 SD. Aku diantar ke lokasi eksekusi pukul 4 pagi. Saat aku disana perasaan ku semerawut, yang jelas tidak karuan, dari mulai senang, terus ke sedih, dan berujung

menjadi takut, senangnya karena aku punya firasat kalo dokter sama susternya cantik-cantik, terus sedihnya karena aku sedih ngedenger jeritan anak-anak lain dari ruang eksekusi, dan tiba-tiba aku jadi takut sendiri, aku malah jadi mikir sendiri, wah aku bakalan mati nih sebentar lagi. Saat nama ku dipanggil dan disuruh masuk ke ruang pembiusan aku disuruh tidur dan membuka celanaku, aku pasrah saja pada saat itu. Setelahnya aku difoto lalu dibius. Lalu disuruh keruang bedah. Disana aku mendengar anak anak yang menjerit yang membuat nyali ku semakin ciut. Tapi aku berusaha tetap tenang dan langsung tiduran di ruang eksekusi. Beberapa menit kemudian dokternya datang mengatakan sunat tidak sakit, tidak sakit.. Pupus sudah harapanku, dokternya ternyata bapak-bapak, berkumis pula. Ya sudah lah, aku menutup mata. Sudah selesai nak dokternya berkata begitu padaku. Aku berpikir, loh, aku sudah di surga, oh, ternyata tidak, aku masih di bumi, masih di lokasi eksekusi. Dokter bedebah itu bilang padaku lagi, Sudah selesai nak, tunggu susternya sebentar ya. Oh ya, jangan tanyakan aku menangis atau tidak pada saat itu, itu aib yang akan aku rahasiakan selamanya, selama-lamanya. Oh ya, satu lagi, aku melampirkan gambar ketika aku difoto sebelum proses eksekusi dilakukan, aku sengaja menyensor gambar tersebut supaya kalian tidak menjerit histeris dan membuat kegaduhan. Tamat

Anda mungkin juga menyukai