Teori birokrasi menurut Weber (1948) ialah hubungan antara organisasi dengan masyarakat yang disusun secara ideal. Sementara menurut Ludwig Von Mises (1944) bahwa birokrasi merupakan formalisasi aturan, struktur, dan proses dalam organisasi. Lebih lanjut Ludwig Von Mises (1944) mengatakan bahwa birokrasi akan memberikan manfaat apabila dijalankan sesuai dengan prosedural. Secara umum, gambaran birokrasi merupakan tipe organisasi yang dimaksudkan untuk mencapai tugas administrasi dengan cara
mengkoordinasi secara sistematis teratur pekerjaan dari banyak organisasi. Michael G. Roskin, et al. meneyebutkan bahwa sekurang-kurangnya ada 4 fungsi birokrasi di dealam suatu pemerintahan modern. Fungs-fungsi tersebut adalah : 1. Administraasi Fungsi administrasi pemerintahan modern meliputi administrasi, pelayanan, pengaturan, perizinan, dan pengumpul informasi. Dengan fungsi administrasi dimaksudkan bahwa fungsi sebuah birokrasi adalah mengimplementasikan undangundang yang telah disusun oleh legislatif serta penafsiran atas UU tersebut oleh eksekutif. 2. Pelayanan Birokrasi sessungguhnya diarahkan untuk melayani masyarakat atau kelompokkelompok khusus. Badan metereologi dan Geofisika (BMG) di Indonesia merupakan contoh yang bagus untuk hal ini, di mana badan tersebut ditujukan demi melayani kepentingan masyarakat yang akan melakukan perjalanan atau mengungsikan diri dari kemungkinan bencana alam. 3. Pengaturan (regulation) Fungsi pengaturan dari suatu pemerintahan biasanya dirancang demi mengamankan kesejahteraan masyarakat. Dalam menjalankan fungsi ini, badan birokrasi biasanya dihadapkan anatara dua pilihan: Kepentingan individu versus kepentingan masyarakat banyak. 4. Pengumpul Informasi (Information Gathering)
Informasi dibutuhkan berdasarkan dua tujuan pokok: Apakah suatu kebijaksanaan mengalami sejumlah pelanggaran atau keperluan membuat kebijakan-kebijakan baru yang akan disusun oleh pemerintah berdasarkan situasi faktual. Badan birokrasi, oleh sebab itu menjadi ujung tombak pelaksanaan kebijaksanaan negara tentu menyediakan data-data. Pemerintah sebenarnya, menurut Rousseau, merupakan hasil adanya kontrak sosial, dimana masyarakat sepakat memberikan sebagian hakhaknya kepada pemerintah yang dibentuk dan pemerintah yang mendapatkan hak atau kekuasaan dari masyarakat berkewajiban untuk melayani masyarakat. Karena itu pemerintah dianggap sebagai public servant yaitu pelayan masyarakat. Untuk menuju atau menciptakan birokrasi yang responsif, kompetitif , dan adaptif dalam memberikan pelayanan public maka organisasi birokrasi harus : 1. 2. 3. Strukturnya dan proses birokrasinya harus jelas tegas dan fleksibel Para birokrat harus mengetahui apa yang menjadi tujuan birokrasi. Para birokrat punya kejelian dan kemampuan dalam mengenali dan
mengidentifikasi masalah dan kebutuhan masyarakat. 4. Para birokrat harus membuka kesempatan yang seluas-luasnya pada warga masyarakat untuk berkonsultasi. 5. Para birokrat harus mampu berani mengambil keputusan sesuai dengan kompetensi mereka. 6. Para birokrat harus senantiasa mendorong dan mengajak partisipasi aktif warga masyarakat Dalam konteks pemerintahan Indonesia, birokrasi dalam sistem pemerintahan tentang kinerja pemerintahan. Bagi kalangan akademik, biasanya baik atau buruknya suatu pemerintahan dapat dilihat dan diukur dari seberapa jauh performance birokrasi itu sendiri berjalan. Di kehidupan sehari-hari, kita tentu membutuhkan yang namanya institusi, karena institusi merupakan penyedia jasa pelayanan publik. Institusi dipilih dan legalitasnya dibentuk melalui proses-proses sosial politik dan bahkan melalui pemilihan umum. Institusi itu adalah pemerintahan sebagai pelayanan publik. Mereka inilah yang bekerja menyediakan dan memberikan pelayanan yang dibutuhkan masyarakat umum.
Konteks daerah, penyelenggaraan pelayanan publik Mengacu pada dengan UU 32 2004 tentang pemerintahan daerah pasal 22 haruslah bisa diwujudkan di dalam rencana kerja pemerintahan daerah karena merupakan kewajiban daerah yang nantinya akan dijabarkan dalam bentuk APBD.
Pelayanan publik dimulai dari akte kelahiran, surat identitas diri, pelayanan kesehatan dasar, pendidikan, keamanan dan ketertiban, hak-hak untuk hidup secara adil, surat-menyurat merupakan kebutuhan dasar. Yang menjadi persoalan ialah seringkali pada saat kita membutuhkan layanan yang cepat, yang didapatkan malah sebaliknya. Lamban, berbelit-belit dan dalam situasi seperti inilah yang membuat kita merasakan bahwa birokrasi itu buruk dan tidak baik terkait permasalahan kebutuhan pelayanan publik. Sebenarnya yang menjadi persoalan di sini ada pada pelaksananya yakni para birokrat itu sendiri. Artinya, dalam hal pelaksanaan sumber daya yang kurang memadai mengisi ditataran birokrat untuk pencapaian tugas administratif.
Secara akademik, fungsi birokrasi adalah penyelesai masalah, namun dalam prakteknya ini bagian dari masalah (parts of the problems), hal ini kemudian yang menyebabkan malasnya masyarakat berurusan dengan birokrasi/pemerintahan.
Sekilas memotret pelayanan publik yang terjadi di Indonesia masih menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat. Sebagai salah satu contoh yang terjadi di Provinsi Jawa Timur seperti diberitakan Kompas edisi kamis 15 Oktober 2010, dikemukakan Gubernur Jatim Soekarwo diantara seluruh instansi pelayanan publik di Jawa Timur, Badan Pertanahan Nasional (BPN) dinilai sebagai instansi pelayanan publik terburuk. Di sana, masyarakat yang mengurus administrasi pertanahan harus melalui birokrasi yang panjang (berbelit-belit). Beberapa realitas pelayanan publik yang lamban dan buruk menimbulkan kejenuhan masyarakat. Beberapa langkah yang harus diambil oleh pihak pemerintah adalah mengambil langkah strategis untuk dapat mengefektifkan kembali pelayanan yang ideal dengan mengambil langkah : 1. Sederhana, mengandung arti prosedur/tata cara pelayanan diselenggarakan secara mudah,cepat, tidak berbelit-belit.
2. Efektif, lebih mengutamakan pada pencapaian apa yang menjadi tujuan dan sasaran dari visi-misi kepala daerah. 3. Kejelasan dan kepastian, mengenai tata cara, rincian biaya layanan dan tata cara pembayaran serta jadwal waktu penyelesaian layanan tersebut. 4. Keterbukaan, masyarakat bisa mengetahui seluruh informasi yang mereka butuhkan secara mudah dan gamblang meliputi informasi mengenai tata cara, persyaratan, waktu penyelesaian dan lain-lain. 5. Efisien, persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal yang berkaitan langsung dengan tetap memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dan produk pelayanan. 6. Pelatihan secara khusus kepada birokrat yang menjalankan tugasnya sebagai pelayan publik. Sehingga tidak lagi terjadi keluhan dari masyarakat terhadap instansi yang melaksanakan pelayanan publik, dan nantinya terwujud suatu tatanan pemerintahan yang baik dalam proses pencapaian tujuan dari birokrasi dalam hal pelayanan yang efektif dan efesien baik pusat maupun daerah. Ini adalah sedikit curahan untuk Pemerintah Kabupaten Nunukan agar bisa menjadi lebih baik dan maju dalam hal pelayanan publik. Organisasi publik di era sekarang ini harus mampu dan dapat bekerja secara efisien, efektif ,kompetitif responsive dan adaptif. Icklis ( 1981 ) dalam Rondinelly ( 1990 ) menegaskan bahwa dalam organisasi birokrasi pembangunn yang berusaha untuk menjadi kompetitif, responsive dan adaptif tujuan utama harus tertuju pada upaya untuk mendorong semangat kerja sendiri diantara kliennya atau masyrakat yang berhubungan dan Disamping itu organisasi publik harus punya struktur Berdasarkan pendapat Thomas dan Brinkerhoff ( 1977 ) organisasi birokrasi yang responsive adalah adanya delegasi tugas-tugas terstruktur pada unit-unit organisasi yang lebih kecil. Karena dengan delegasi ini memungkinkan otoritas kebijaksanaan,inisiatif dan ide-ide inovatif untuk mengikuti barus dari dalam dan dan keluar maupun dari atas kebawah. Dilain pihak masyarakat sebagai unsur utama yang dilayani belum memberikan kontrol yang efektif untuk menjadi unsur pendorong dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan publik. Oleh sebab itu, diperlukan upaya-upaya peningkatan pelayanan publik melalui pembenahan yang menyeluruh meliputi aspek kepegawaian (SDM), sarana dan prasarana, proses pelayanan dan layout kantor, sehingga diharapkan dapat menghasilkan pelayanan publik yang prima yaitu pelayanan yang cepat, tepat, murah, aman, berkeadilan dan akuntabel.
Birokrasi pemerintahan yang seharusnya lebih menekankan pada pelayanan masyarakat ternyata tidak dapat dilakukan secara efektif oleh birokrasi di Indonesia. Secara struktural, kondisi tersebut merupakan implikasi dari sistem politik Order Baru yang telah menempatkan birokrasi lebih sebagai instrumen politik kekuasaan daripada sebagai agen pelayanan publik, sedangkan secara kultural, kondisi tersebut lebih disebabkan akar sejarah cultural feodalistik birokrasi, seperti masih diadopsinya budaya priyayi yang sangat bersifat paternalistic. Menurut Koentjaraningrat (1987), sebutan priyayi dalam masyarakat jawa khususnya menunjukkan suatu status sosial yang sangat tinggi, bahkan cenderung sangat eksklusif. Aktualisasi dari sistem nilai priyayi (borjuis) membawa efek psikologis pada aparat birokrasi. Birokrasi beserta aparatnya cenderung mengasumsikan sebagai pihak yang harus dihormati oleh masyarakat. Birokrasi tidak merawa berkewajiban untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat karena birokrasi bukan sebagai pelayan. Akan tetapi, justru sebaliknya, masyarakatlah yang harus melayani dan mengerti keinginan birokrasi.
Dalam memberikan pelayanan umum ini pemerintah tidak hanya mempunyai kewajiban, melainkan memiliki pula hak-hak atau kekuasaan untuk mengatur serta menguasai masyarakat, dalam arti masyarakat harus tunduk terhadap peraturan-peraturan sebagai wujud dari kemauan pemerintah. Namun demikian pemerintah pun harus tunduk pada setiap peraturan yang telah dibuatnya, bahkan tindakan-tindakan pemerintah harus selalu ada dasar hukumnya. Siapapun yang bertindak melawan hukum, baik swasta maupun pemerintah harus terkena sanksi. Inilah salah satu cerminan negara hukum yang juga menjadi pilihan bangsa Indonesia saat membentuk negara Republik Indonesia. Di samping itu ada juga fungsi pemerintah yang dibagikan kepada semua lembaga yang ada agar melaksanakannya seperti pelayanan publik. Dalam Rancangan Undangundang Pelayanan Publik disebutkan bahwa Penyelenggara pelayanan publik yang selanjutnya disebut Penyelenggara adalah penyelenggara negara, penyelenggara ekonomi negara, dan korporasi penyelenggara pelayanan publik, serta lembaga independen yang dibentuk oleh pemerintah. Penyelenggara ini akan memiliki aparatnya yaitu para pejabat, pegawai, dan setiap orang yang bekerja di dalam organisasi penyelenggara.