Anda di halaman 1dari 6

Tinjauan Pustaka

PENATALAKSANAAN DERMATITIS ATOPIK


Muh. Dali Amiruddin
Bagian SMF I.K. Kulit & Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin RS Dr. Wahidin Sudirohusodo, Makassar

SUMMARY
Atopic dermatitis is chronic recurrent infection disease that accompanied by itching in the skin. Particularly are experienced by child and infant, can be eliminated in the 50% puberty ages cases, but can be prolonged or even beginned on the adult ages. Nowaday atopic dermatitis pathogenesis has not been found exactly, so the management has not been successfully procured the patient. Up to now, the management atopic dermatitis required systemic and multidimensional approach. The aim of management are attended to preven skin hydration and inflammation to decrease pruritus, to identify trigger factor and to provide alternative therapy or phototherapy.(J Med Nus. 2005; 26:36-41)

RINGKASAN
Dermatitis atopik merupakan penyakit peradangan kronik yang sifatnya hilang timbul yang disertai rasa gatal pada kulit. Terutama terjadi pada bayi dan anak, dapat menghilang pada 50% kasus saat remaja, namun dapat menetap atau bahkan dimulai pada usia dewasa. Patogenesis dermatitis atopik sampai saat ini belum diketahui secara pasti sehingga belum ada pengobatan yang dapat memberikan kesembuhan total pada penderita. Saat ini, penatalaksanaan dermatitis atopik memerlukan pendekatan secara sistemik dan multidimensional. Penatalaksanaan bertujuan untuk mengatasi kekeringan kulit, mengatasi inflamasi, mengurangi pruritus dan mengidentifikasi faktor pencetus serta terapi alternatif atau fototerapi.(J Med Nus. 2005; 26:36-41)

PENDAHULUAN
Dermatitis atopik (DA) merupakan penyakit peradangan kronik hilang timbul yang disertai rasa gatal pada kulit. Kelainan ini terutama terjadi pada bayi dan anak, menghilang pada 50% kasus saat remaja tetapi dapat menetap atau bahkan dimulai pada masa dewasa.1-4 Gatal merupakan gejala yang sangat umum dijumpai pada DA padahal menggaruk akan menambah gambaran klinis bahkan memperberat keadaan dengan kemungkinan timbulnya infeksi sekunder.1,4 Dermatitis atopik dibagi 2 tipe yaitu1,5 : 1. Tipe 1 : murni tidak disertai keterlibatan saluran napas, ada 2 tipe yaitu : ! Intrinsik : tidak terdeteksi adanya sensitasi IgE spesifik dan tidak terdapat peningkatan IgE total serum. Ekstrinsik : terbukti dengan adanya sensitasi terhadap alergen hirup dan alergen makanan pada uji kulit dan pada serum. Patogenesis DA sampai saat ini masih banyak yang belum diketahui secara pasti sehingga belum ada pengobatan yang dapat memberikan kesembuhan total pada penderita DA. Penatalaksanaan DA saat ini ditujukan terutama untuk mengurangi tanda dan gejala penyakit, mencegah / mengurangi kekambuhan sehingga mengatasi penyakit dalam jangka waktu lama, serta mengubah perjalanan penyakit. Keberhasilan pengobatan DA memerlukan pendekatan sistematik dan holistik. Walaupun berbagai cara pengobatan dasar telah digunakan masih banyak kasus yang refrakter sehingga memerlukan pengobatan khusus. 1,6

PENATALAKSANAAN
Penanganan DA memerlukan pendekatan secara sistematik dan multidimensi oleh karena faktor penyebab tidak diketahui dengan pasti. Untuk itu diperlukan tindakan untuk mengatasi kekeringan kulit yang timbul, menghilangkan inflamasi, mengurangi gatal, mengidentifikasi dan

2.

Tipe 2 : bentuk campuran disertai gejala saluran napas dan terdapat sensitasi IgE.

36

J Med Nus Vol. 26 No. 1 Januari-Maret 2005

menghilangkan faktor pencetus dan berbagai pengobatan yang baru. 1,7 1. Hidrasi kulit Untuk mengatasinya dapat dilakukan : ! Hidrasi kulit berupa mandi atau berendam 2 3 kali sehari dengan air hangat yang dicampur dengan minyak selama paling sedikit 20 menit. Hidrasi dengan mandi air hangat atau balut basah dimaksudkan untuk dapat meningkatkan penetrasi kortikosteroid topikal di daerah transepidermal. Cara balut basah ini dianjurkan untuk DA yang berat atau kronik sebagai perawatan kulit kemudian diikuti dengan penggunaan emolient / minyak secara oklusif (emolient adalah produk untuk melembabkan dan melembutkan kulit), ini efektif dalam membantu mempersiapkan perbaikan kembali barier dari stratum korneum dan mengurangi keperluan steroid topikal. Akan tetapi kadang-kadang pula emolient oklusif ini tidak disukai karena mempengaruhi fungsi kelenjar keringat dan dapat menyebabkan berkembangnya folikulitis.1,5,78 Karena kulit penderita DA kering (xerosis), sebaiknya diberikan salap lipofilik (emulsi air dalam minyak) daripada krim hidrofilik (emulsi minyak dalam air). Krim dan lotion dapt mengiritasi kulit karena menguapnya air ataupun karena iritasi bahan tambahan dalam krim.1,5,7,8 Menghindari penggunaan berbagai bahan yang dapat menyebabkan iritasi kulit terutama oleh karena kulit penderita selalu dalam keadaan kering. Bahan yang dimaksudkan seperti sabun deterjen yang kuat, bahan pewangi, bahan pemutih pakaian.1,5,7,8 Kelembaban ruangan dipertahankan 50 60% untuk menghindari pengeringan kulit.1,7

Ada 7 golongan kortikosteroid berdasarkan potensinya yang tentu saja mempunyai potensi efek samping yang berbeda pada penggunaannya, terutama jika digunakan dalam jangka panjang. Untuk potensi yang sangat kuat maka hanya digunakan untuk yang sangat singkat dan hanya pada lokasi yang mengalami likenifikasi berat, tidak untuk wajah dan daerah lipatan. Sehingga untuk maintenancenya digunakan potensi rendah dan emolient untuk mencapai hidrasi kulit.1-3,5,7,8 Steroid potensi sedang dapat digunakan untuk periode yang lebih lama dan ditujukan penggunaannya untuk lesi di badan dan ekstremitas. Jangan menggunakan sediaan bentuk gel dengan basis propylene glycol karena akan menyebabkan iritasi sebab penggunaannya memberikan efek kekeringan kulit, sedangkan penggunaannya hanya terbatas kepala dan daerah berambut.1-3,5,7,8 Beberapa kortikosteroid topikal yang terbaru dianggap mampu untuk menghambat migrasi eosinofil ke jaringan inflamasi dan menghambat fungsi sel T dalam mengatur sitokin yang mempengaruhi eosinofil sehingga akan memblok reaksi hipersensitivitas yang ada pada DA. Karena pengobatan pada DA ini dapat berlangsung bertahun-tahun, sebaiknya hindari pemakaian kortikosteroid topikal berlama-lama, karena dapat menimbulkan komplikasi dan dapat terjadi superinfeksi bakteri dan virus pada lesi eksemanya. Pemakaian kortikosteroid bergantian dengan tanpa steroid pada pagi dan malam hari atau selang satu hari atau dua hari (interval therapy). Pada tandem therapy, sebaiknya digunakan bahan dasar yang sama.1,2,3,5,7,8 Kortikosterod sistemik juga dapat dipertimbangkan penggunaannya sebagai pilihan terakhir bila mengenai mukosa dan pada tipe dewasa dengan kasus eksaserbasi yang berat serta tidak berhasil dengan topikal, akan tetapi sangat jarang digunakan pada tipe bayi dan anak oleh karena efek sampingnya dan reaksi rebound bila penggunaannya dihentikan. Penggunaannya hanya dalam waktu yang singkat dan tappering.1-3,5,7,8 3. Anti pruritus Pengobatan pruritus pada DA secara primer harus ditujukan langsung pada penyebab dasarnya. Mengurangi inflamasi pada kulit dan kekeringannya dengan topikal kortikosteroid dan hidrasi kulit seringkali secara simtomatik juga akan mengurangi pruritus.1-3,5,7 Antihistamin sistemik secara primer bekerja dengan membloking reseptor H1 di dermis dan menempati reseptor itu secara kompetitif sehingga mengurangi gatal yang timbul oleh pelepasan histamin. Antihistamin yang sering digunakan adalah antihistamin klasik dengan efek sedatif dan antihistamin yang non sedatif.1,7 Pruritus ini biasanya lebih berat pada malam hari, sehingga anti histamin dengan efek sedatif akan 37

2. Kortikosteroid topikal Kortikosteroid topikal merupakan pilihan yang utama untuk mengurangi inflamasi pada penderita DA. Penggunaan steroid topikal, yaitu suatu bahan yang bekerja dan bersifat anti-inflamasi merupakan dasar terapi untuk pengobatan lesi-lesi eksematosa. Akan tetapi dalam penggunaannya akan tergantung pada lokasi dan keadaan lesi kulit serta aman untuk digunakan sehingga penderita harus diinstruksi secara hati-hati untuk menghindari potensi efek samping, terutama potensi kuat harus dihindarkan dari wajah, genitalia, dan daerah intertrigo dan secara umum preparat potensi ringan direkomendasikan pada daerah ini. Oleh karena itu penggunaan steroid topikal ini ditekankan hanya pada lesi DA saja sedangkan pada kulit yang tidak terlibat cukup dengan emolient untuk menghindari kulit kering dan proses inflamasi. Kegagalan kadang-kadang terjadi oleh karena tidak adekuatnya pemberian glukokortikoid ini.1,2,3,5,7,8 J Med Nus Vol. 26 No. 1 Januari-Maret 2005

sangat membantu bila digunakan pada saat tidur. Efek pemblokiran oleh antihistamin pada reseptoir histamin H1 dan H2 dapat diperoleh dengan menggunakan dosis oral 10 75 mg pada malam hari atau lebih 75 mg 2 kali sehari pada penderita dewasa. Pada anak jangan diberikan antihistamin yang non sedatif seperti cefterizine, loratadin, astemizol, terfenadin (bersama dengan eritromisin karena bisa menimbulkan aritmia).1,7 Bila pada lesi timbul papel eritem urtikaria dengan pruritus yang sangat berat biasanya menghilang dalam 1 2 jam. Papel akan bersatu membentuk yang lebih besar sehingga didiagnosis salah menjadi urtikaria kolinergik. Pengobatan antikolinergik dapat menolong pada anak dan diberikan oksiphencylamine 5 10 mg diberikan 2 3 kali/hari efektif untuk mengurangi pruritus. Makanan dengan cepat meningkatkan patogenesis pada DA khususnya pada bayi dan anak. Bukti makanan sebagai penyebabnya adalah dengan meningkatnya IgE pada reaksi tes kulit sedang pada patch test menginduksi lesi eksematosa apa beberapa penderita DA. Beberapa penelitian mrenganjurkan untuk menghindari makanan tertentu namun tidak pada penderita yang sembuh sempurna. Demikian pula untuk debu rumah, dermatophgoides pteronyssinus yang ada pada DA untuk dihindari. Dari penelitian juga ditemukan bahwa antihistamin cetirizin ini ternyata juga berfungsi sebagai anti-inflamasi dengan cara menghambat ekspresi dari molekul adhesi pada proses alergik yang diperantarai IgE dan peranan limfosit Th-2, sehingga pengumpulan sel radang dan infiltrasinya ke jaringan yang menyebabkan inflamasi pada DA menjadi terhambat.1,7 4. Identifikasi dan eliminasi faktor pencetus Berbagai faktor dapat menjadi pencetus DA dan bersifat individual, oleh karena itu perhatian harus ditujukan untuk mengidentifikasi dan mengeliminasi faktor-faktor tersebut. ! Faktor umum : Penderita DA lebih rentan terhadap iritan dibandingkan orang normal sehingga perlu diidentifikasi dan dieliminasi faktor yang memperberat dan mencetuskan siklus gatal-garuk, antara lain :1,2,7,9,10 " Gunting kuku untuk mengurangi abrasi pada kulit. " Sabun / deterjen : harus bersifat menghilangkan minyak seminimal mungkin, pH netral dan tidak bersifat iritan. " Bahan Kimia : alkohol dan astringen pada produk kosmetik dapat menyebabkan kulit kering. " Pakaian : baju harus dicuci terlebih dahulu untuk mengurangi formaldehid dan bahan kimia lainnya dan dibilas sebersih mungkin karena deterjen yang tersisa dapat bersifat iritan, begitu juga pakaian berbulu / kasar dapat menyebabkan iritasi. " Lingkungan : panas, kelembaban dan keringat juga dapat merangsang gatal. 38

" "

Olahraga : keringat dapat merangsang gatal. Sinar matahari : Walaupun sinar matahari dapat bermanfaat pada sebagian penderita DA sebaiknya menggunakan tabir surya yang non iritatif. Alergen Spesifik Yang telah terbukti dapat mencetuskan eksaserbasi DA antara lain:1,2,7,9,10 " Makanan : makanan sering dianggap berperan dalam patogenesis DA terutama pada bayi dan anak kecil. Makanan yang dicurigai berpotensi sebagai pencetus diidentifikasi melalui anamnesis dan pemeriksaan laboratorium / uji kulit, namuin hasilnya seringkali tidak berkorelasi dengan gejala klinis sehingga dikonfirmasi dengan eliminasi makanan namun hal ini dapat menimbulkan malnutisi. Masih diperdebatkan apakah pantang makanan tertentu pada DA bermanfaat. " Tungau debu rumah : pada penderita DA yang alergi dengan tungau debu rumah diupayakan untuk menghilangkannya. Anak yang lebih besar dan orang dewasa cenderung lebih sensitif terhadap aeroalergen lingkungan dibandingkan dengan bayi dan anak kecil.1,2,11-13

Stres Emosional Walaupun bukan penyebab tetapi stres emosional dapat menyebabkan kekambuhan. Stres ini mengakibatkan berbagai variasi perkembangan lingkungan anak sehingga konflik dengan orang tua, di sekolah dan tempat lainnya dapat memicu eksaserbasi gatal pada penderita, sehingga diperlukan diskusi masalah tersebut kepada pihak guru dan orang tua.1,2,7,9 Dari penelitian ditemukan bahwa pada kebanyakan anak penderita DA yang tidak sembuh dihubungkan denga faktor psikis dan dalam penanganan yang efektif dari keadaan ini maka faktor psikis harus mendapat perhatian. Pada kondisi dimana penderita sangat dipengaruhi oleh faktor stres emosional maka perlu dilakukan evaluasi psikologis ataupun konseling serta pemberian obat penenang yang mungkin dapat membantu.1,2,7,9 Infeksi Penderita DA rentan terhadap berbagai mikroba dan infeksi ini dapat menjadi pencetus atau memperberat penyakitnya. Infeksi yang dapat ditemukan adalah " Staphylococcus aureus : kuman ini terkolonisasi di kulit penderita DA dan sukar dihilangkan. Infeksi kuman ini menimbulkan kekambuhan, dalam keadaan seperti ini dapat diberikan1: a. Eritromisin dan makrolid lainnnya (azitromisin, klaritromisin) bermanfaat bila kumannya belum resisten.

J Med Nus Vol. 26 No. 1 Januari-Maret 2005

b. Penisilin yang resisten penisilinase (dikloksasilin, kloksasilin) diberikan bila resisten makrolid. c. Sefalosporin dapat untuk Staphylococcus maupun Streptococcus. d. Mupirosin topikal, diberikan pada lesi impetiginisata, bila luas berikan antibiotik sistemik. " Herpes simpleks : penderita DA rentan terhadap infeksi virus ini, bila ini terjadi kortikosteroid topikal untuk sementara diberikan dan diobati dengan anti virus (asiklovir 20 30 mg/kgBB/ hari).1 Dermatofitosis : dapat merupakan komplikasi dan dapat berperan dalam kekambuhan penyakit. Diobati dengan antijamur topikal maupun sistemik. 1,2

Kortikosteroid topikal merupakan pengobatan topikal utama untuk DA karena merupakan imunosupressan kuat dan anti inflamasi. Tetapi, steroid topikal memberikan efek lokal seperti atrofi dermal, striae, telangiektasis, dermatitis perioral, erupsi akne, biasanya efek sistemik seperti penekanan pusat kelenjar hipotalamus. Pengobatan imunosupresan topikal nonsteroid merupakan pengobatan lama dalam terapi DA. Kalsineurin topikal inhibitor adalah bagian penting dari pengobatan karena manjur untuk DA, berperan kuat pada percobaan klinik dan penggunaan ekstensif di klinik.10,14-16,18 Kalsineurin topikal inhibitors diberikan setelah adanya keperluan siklosporin A sistemik, berpotensial menekan sel T selain itu digunakan juga untuk pengobatan dermatitis eksematosa dan psoriasis. 10,14-16,18 Siklosporin A biasanya digunakan untuk pencegahan terhadap penolakan terhadap transplantasi organ setelah transplantasi organ padat dan sebagai imunosupresif sistemik untuk keadaan berat. Siklosporin A tidak digunakan sebagai pengobatan topikal, kemungkinan karena ukuran lesi yang luas, dimana hal tersebut menghalangi kemampuannya untuk penetrasi ke kulit. Pimecrolimus merupakan ascomysindengan kalsineurin inhibitor potensial diberikan khusus untuk mengobati keadaan kulit yang meradang, hal ini merupakan hasil penelitian dari ratusan perusahaan FK 506).10,14-16,18 a. Tacrolimus (prograf). Tacrolimus adalah lakton makrolid yang diisolasi dari Streptomyces tsukubaensis. Tacrolimus menghambat aktivasi beberapa sel yang terlibat pada DA termasuk sel T, sel Langerhans, sel mast dan keratinosit. Penggunaannya secara oral untuk mencegah penolakan transplantasi organ Obat ini dapat juga digunakan secara topikal. Penggunaan secara topikal efektif untuk terapi DA berat dengan efek samping yang ringan. Biopsi kulit setelah pengobatan dengan tacrolimus topikal menunjukkan adanya pengurangan sel T dan infiltrat eosinofil, biasanya juga disertai pengurangan jumlah sel langerhans inflamasi sel epidermal dendritik. Tacrolimus 0,03% dan 0,1% penggunaannya aman dan efektif pada anak-anak (lebih dari 2 tahun) dan umur dewasa dengan DA. Hasil penelitian pada 13.000 orang penderita menunjukkan data bahwa obat ini aman sampai dengan 4 tahun penggunaan tacrolimus ini.19,20 39

"

5. Pengobatan nonsteroid Pengobatan ini antimikrobal :1,4,5,7,14,15 ! dapat berupa antiflogistik

! ! ! ! ! !

Preparat Tar : "# Pix lithantracis (5 10%). "# Liquor carbones detergens (2 20%). "# Ichthamol 2 10%. Antiseptik. Antibiotik. Aminoglikosid : gentamisin, basitrasin. Makrolid : eritromisin, klindamisin. Klortetrasiklin 2 5%. Asam fusidat.

Harus diingat pengobatan dengan preparat tar jangan diberikan pada eksema yang eksudatif dan eksema dengan infeksi sekunder. Juga hindari paparan dengan sinar matahari. 6. Pengobatan lain Dengan berkembangnya pengetahuan mengenai patogenesis DA, banyak pengobatan yang telah dicoba digunakan dengan hasil yang bervariasi, namun pengobatan tersebut belum dapat dianjurkan untuk diberikan kepada sebagian besar penderita DA karena kortikosteroid topikal dan kelembababan kulit masih merupakan pengobatan utama.1 Beberapa imunomodulator diduga dapat berguna pada pengobatan DA seperti : ! Interferon-gamma (INF-$) Kasus terbaru yang ditemukan pada 24 penderita dengan DA yang diterapi dengan human INF- $ selama 2 tahun, menunjukkan keamanan dan berhasil untuk terapi DA.1,16,17 Immunosupression (FK 506) * Kalsineurin topikal inhibitors.

J Med Nus Vol. 26 No. 1 Januari-Maret 2005

b.

Derivat Macrolatum Ascomycin (SDZ ASM 981) Yang merupakan derivat macrolactam ascomycin adalah pimercrolimus (Elidel krim, SDZ ASM 981). Obat ini adalah turunan streptomyces hygroscopitus var ascomyceticus , merupakan penghambat sitokin inflamasi yang bekerja selektif, banyak digunakan pada penyakit-penyakit kulit inflamasi. Pimercrolimus bekerja dengan mempengaruhi stimulasi sel T yang kita ketahui banyak berperan dalam patogenesis DA. Stimulasi sel T melalui sel penyaji antigen dan menghambat sitokin sel Th-1 seperti IL2 dan INF-$ serta sitokin Th-2 seperti IL-4 dan IL-10. Selain itu pimercrolimus juga mencegah pelepasan mediator inflamasi sel mas yang teraktifasi.6,21,22 Hasil penelitian menunjukkan manfaat terapeutik yang signifikan dalam menghilangkan gatal dan eritem pada kelompok yang mendapat pimecrolimus. Dievaluasi konsentrasi pimercrolimus 1% dalam darah dan toleranbilitasnya selama pengobatan topikal didapatkan konsentrasi pimecrolimus dalam darah tetap rendah dan tidak terakumulasi oleh karena itu obat ini tidak dihubungkan dengan efek samping obat yang biasa ditemukan,19,20,23 obat ini juga tidak menimbulkan atropi kulit yang biasa ditemukan pada penggunaan kortikosteroid topikal.21 Dari hasil penelitian Stuetz A et al , pimecrolimus dapat digunakan pada pengobatan jangka pendek maupun jangka panjang pada orang dewasa, anak-anak maupun bayi berumur 3 bulan.22 Pimecrolimus dapat mengatasi gatal dalam 3 hari dan penderita tidak mengalami eritem dalam 6 12 bulan.21,23

50% sembuh pada usia 15 tahun. Sebagian besar menyembuh pada usia 30 tahun.1 Secara umum, bila ada riwayat DA di keluarga, bersamaan dengan asma bronkhial, masa awitan lambat, atau dermatitisnya berat maka penyakitnya lebih persisten. 1

KESIMPULAN
Dermatitis atopik adalah suatu kondisi inflamasi dari kulit yang tidak diketahui penyebabnya dan secara primer terjadi pada bayi dan anak-anak. Penyakit ini secara khas timbul pada individu-individu dengan riwayat atopi dalam keluarga ataupun adanya stigmata atopi pada individu sendiri.. Manifestasi klinis dari DA yaitu pruritus hebat, garukan menyebabkan lesi, makula eritematous, papel atau papulovesikel, daerah eksematosa yang berkrusta, likenifikasi dan ekskoriasi, kekeringan kulit dan infeksi sekunder. Tiga tipe DA yaitu tipe bayi, tipe anak, dan tipe dewasa. Penatalaksaan pada DA bertujuan mengatasi kekeringan kulit, mengatasi inflamasi, mengurangi pruritus, mengidentifikasi dan menghilangkan faktor pencetus, pengobatan alternatif dan atau fototerapi. Penderita DA sebagian besar sembuh pada usia 30 tahun, sebagian berlanjut dari bayi ke dewasa, bila ada riwayat DA dalam keluarga dan disertai asma bronkhial, masa awitan lambat, maka penyakitnya lebih persisten. DAFTAR RUJUKAN
1. Amiruddin M D. Dermatitis Atopik dan Penanganannya. Ilmu Penyakit Kulit. Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FKUH. Makassar : LkiS Yogyakarta, 2003 : 297-312. Arndt K A, Bowers K E, Alam M, Reynold R, Tsao S. Dermatitis (Eczema). Manual of Dermatologic Therapeutic with Essentials of Diagnosis. 6th ed. Philadelphia : Lippincott William & Wilkins. 1998 : 52-7. Anonyma. Atopic Dermatitis in Handout on Health. Avalaible at http://www.niams.nih.gov., Accessed on Juny 7 th ; 2004. Jacob TNA. Manifestasi klinis dermatitis atopik pada bayi dan anak. In : Boediardja SA, Sugito TL, Rihatmadja R, Eds. Dermatitis pada bayi dan anak. Jakarta BP-FKUI, 2004 : 589. Soebaryo RW. Etiologi dan patogenesis dermatitis atopik. . In : Boediardja SA, Sugito TL, Rihatmadja R, Eds. Dermatitis pada bayi dan anak. Jakarta BP-FKUI, 2004 : 45-6. Sugito TL. Penatalaksanaan terbaru dermatitis atopik. In : Boediardja SA, Sugito TL, Rihatmadja R, Eds. Dermatitis pada bayi dan anak. Jakarta BP-FKUI, 2004 : 79-104. Anonyma. A Rievew of Diagnosis and Treatment. Avalaible at : http://www.aafp.org. Accessed on May 26th ; 2004. Anonyma. Commond Skin Disorders in Children I-Atipic Dermatitis in National Skin Center, Avalaible at : http:// www.nsc.gov.sg. Accessed on March 6th; 2000.

2.

3. 4.

"

Azathioprin (imuran) mungkin efektif untuk penderita DA Terapi dengan imunosupressan ini mungkin lebih mahal dari terapi siklosporin dan tacrolimus.14,24

7. Fototerapi Fototerapi efektif untuk terapi DA yang sukar diatasi / rekalsitran. Terapi ini mungkin terdiri atas ultraviolet A ( U V- A ) , u l t r a v i o l e t B ( U V- B ) a t a u k o m b i n a s i . Fotokemoterapi psoralen ditambah UV-A (psoralen plus UV-A / PUVA) mungkin merupakan terapi pilihan pada penderita dengan DA berat.3,14,16,17,24

5.

6.

7. 8.

PROGNOSIS
Penderita DA yang bermula sejak bayi, sebagian (+ 40%) sembuh spontamn, sebagian berlanjut ke bentuk anak dan dewasa. Ada pula yang menyatakan bahwa 40 40

J Med Nus Vol. 26 No. 1 Januari-Maret 2005

9.

Moschella SL, Hurley HJ. Dermatitis and Eczema in Dermatology. 3th Ed. WB Philadelphia : Saunders Company, 1986 : 456-62.

10. Anonyma. Atopic Dermatitis. Avalaible at : http:// www.fpnotebook.com, accessed on May 26th ; 2004. 11. Motala C. Allergy Society of South Africa, Atopic Dermatitis. Avalaible at : http://www.allergyso.org/dermatitis.htm, Accessed on May 26th; 2004. 12. Rudikoff D, Lebwohl M G, Heyman W R, Jones J G, Callson I. Atopic Dermatitis. Treatment of Skin Disease Comprehensive Therapeutic Strategis. London : Mosby; 2002; 108-13. 13. Boguniewicz M, Eichnfield LF, Hultsch T. Current Management of Atopic Dermatitis and Interruption of The Atopic March. Available at : http://www.elsevierhealth.com. Accessed on May 31th; 2004. 14. Martin AG, Kobayashi GS. Atopic Dermatitis (Atopic Eczema). Dermatology in General Medicine. 5 th Ed. New York : McGraw-Hill Inc., 1999; 1473-6. 15. Leung DYM, Greaves MW. Atopic Dermatitis in Allergic Skin Disease A Multidiciplinary Approach. New York : Marcel Dekker Inc, 1999 : 145-156. 16. Schaner LA, Hansen RC. Pediatric Dermatology. Pediatric Dermatology. 2 th Ed. Volume I. New York : Churchill Livingstone; 1998 : 700-3. 17. Anonyma. Atopic Dermatitis-Treating in Consumer Information Center. Available at : http:// www.pueblo.gsa.gov. Accessed on March 6th; 2004. 18. Bornhovd E, Burgdorf WHC, Wollenberg A. Macrolactam Immunomodulators for Topical Treatment Diseases. Available at : http://www.eblue.org. Accessed on May 31th; 2004.

19. LF E, AW L, M B, et al. Keamanan dan Efikasi Krim Pimecrolimus (ASM 981) 1%. Pengobatan Dermatitis Atopi dan Evaluasi Pajanan Sistemik Setelah Pemakaian Topikal Berulang. Aalaible at : http://www.tempo.co.id. ccessed on May 30th; 2004. 20. Siegfried E, Korman N, Abrams K. Long Term Management With Pimecrolimus Cream 1% For Atopic Dermatitis Reduces Flare Frecuency an Corticosteroid Use. Available at : http:/ /www.eblue.org. Accessed on March; 2004. 21. Bornhovd E, Burgdorf WHC, Wollenberg A. Macrolactam immunomodulators for topical treatment of inflammatory skin diseases. J Am Acad Dermatol 2001; 45 : 736-43. 22. Stuetz A, Grassberger M, Meingassner JG. Pimercrolimus (Elides, SDZ ASM 981_ - preclinical pharmacologic profile and skin selectivity. Seminars in cutaneous medicine and surgery. 2001, Desember vol, 20 no.4 : 233-41. 23. Ellis C, Luger T. International consensus conference on atopic dermatitis II (ICCAD II) : clinical update and current treatment strategies. British J Dermatol 2003; 148 (suppl 63) : 1-9. 24. Rudikoff D, Lebwohl MG, Heyman WR, Jones JG, Callson I. Atopic Dermatitis. Treatment of Skin Disease Comprehensive Therapeutic Strategis. London : Mosby, 2002 : 108-13. 25. Rook A, Wilkinson DS, Ebling FJG. Atopic Dermatitis. Textbook of Dermatology. 3 th Ed. Volume 1. Oxford : Blackwell Scientific Publications, 1999 : 360-1. 26. Canizares O, Harman RRM. Atopic Dermatitis. Clinical Topical Dermatology. 2th Ed. Boston : Blackwell Scientific Publ., 1992; 457-8. 27. Champion RH, Burton JL, Ebling FOG. Atopic Dermatitis. Textbook of Dermatology. 5th Ed. Volume I. Oxford : Blackwell Scientific Publ. 1992 :607-10.

J Med Nus Vol. 26 No. 1 Januari-Maret 2005

41

Anda mungkin juga menyukai