Anda di halaman 1dari 11

B A B VI MA N US IA ,M OR A L , DA N H UK U M A.

TUJUAN INSTRUKSIONAI KIIUSUS

Pada akhir pokok bahasan ini mahasiswa mampu: 1. Menjelaskan tentang manusia dan moral 2. Menjelaskan manusia dan hukum. 3. Menguraikan hubungan hukum dan moral B. SUSUAN BAHAN AJAR Pembatasan mengenai manusia sebagai makhluk budaya pada bab ini meliputi: 1. Pengertian tentang Moral 2. Manusia dan Moral. J. Manusia dan Hukum. 4. Hubungan Hukum dan Moral C. URAIAIN POKOK BAHASAN

1. Manusia dan Moral

Meskipun tidak semua, banyak perbuatan manusia berkaitan dengan baik dan buruk, hal ini terjadi bukan hanya sekarang tetapi sejak masa lampau. Sejarah telah membuktikan bahwa dalam segala zaman ditemukan keinsyafan manusia tentang baik dan buruk tentang yang harus dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan, Tetapi tidak semua bangsa dan tidak semua zaman mempunyai pengertian yang sama tentang baik dan buruk. Namun demikian pengertian baik dan buruk merupakan sesuatu yang umum pada kehidupan manusia. Dengan kata lain, moralitas merupakan fenomena kemanusian yang universal. Banyak orang berpendapat (termasuk filsuf) bahwa perbedaan khas antara manusia dengan binatang adalah karena manusia memiliki rasio atau bakat untuk menggunakan batasan atau lebih luas menggunakan

simbol atau karena kesanggupan untuk tertawa, kesanggupan untuk membuat alat dan sebagainya. Tetapi ada lagi perbedaan manusia dengan binatang adalah manusia memiliki kesadaran moral. Oleh karena itu Magnis mengatakan bahwa : Kata Moral selalu mengacu pada baik buruknya manusia sebagai manusia. Bidang moral adalah bidang kehidupan manusia dilihat dari segi kebaikannya sebagai manusia. Norma moral adalah tolak ukur untuk menentukan betul salahnya sikap dan tindakan manusia dilihat dari segi baik buruknya sebagai manusia dan bukan sebagai pelaku peran tertentu dan terbatas. K. Bertens, mengemukakan bahwa moralitas merupakan ciri khas manusia yang tidak dapat ditemukan pada makluk lain di bawah tingkat manusiawi. Pada binatang tidak ada kesadaran tentang baik dan buruk, tentang yang boleh dan yang dilarang, tentang yang harus dilakukan dan tidak pantas dilakukanKeharusan dapat dibedakan antara keharusan alamiah dan keharusan moral.

Keharusan Alamiah adalah keharusan yang didasarkan atas hukum alam. Alam telah mengaturnya sedemikian rupa sehingga berjalan secara otomatis, tidak perlu ada instansi yang mengawasi agar hal itu terjadi, hal itu akan terjadi dengan sendirinya dan tidak mengandaikan adanya kebebasan (keharusan alamia inilah yang terjadi pada binatang). Keharusan moral dijalankan berdasarkan hukum moral . Hukum dan moral tidak berjalan dengan sendirinya, tetapi merupakan himbauan pada kemauan manusia dengan menyuruh untuk melakukan sesuatu. Jadi Hukum moral merupakan kewajiban. Keharusan moral didasarkan pada kenyataan bahwa manusia mengatur tingkah lakunya menurut kaidah kaidah atau norma norma (hukum), tetapi manusia sendiri

menaklukan dirinya pada norma-norma itu. Manusia harus menerima dan menjalankannya. (Keharusan moral semacam ini hanya ada pada manusia ) keharusan moral mengandaikan adanya kebebasan' Sejak dalam kandungan, bayi telah mampu bereaksi terhadap kejadian kejadian yang ada disekitarnya, khususnya yang telah berusia 7 bulan dalam kandungan bila diperdengarkan bunyi terjadilah gerakan seperti pindah dari kiri kekanan ,bahkan setelah lahir bayi yang normal akan menangis. Ketika mulai usia 17-20 bulan bayi telah mampu memberikan perhatian terhadap gerakan objek dan perilaku seseorang. Ketika telah bias berjalan mulai bisa nerusak benda disekitarnya seperti memecahkan mainan atau mengotori lantai bahkan memperhatikan kegelisahan dengan ungkapan 'ah, uh'. Bagi anak yang berusia 2 tahun, bahasa digunakan sebagai referensi standar suatu perbuatan, seperti pecah, kotor dan selanjutnya muncul kemampuan mengevaluasi seseorang atau kegiatan orang lain, seperti 'baik' dan buruk'. Sedangakan anak yang lebih besar mulai menghubungkan persoalan moralitas dengan persoalan-persoalan praktis yang menyangkut dirinya, bahkan mulai muncul keinginan untuk berhubungan dengan orang lain yang benar-benar esensial. Adanya keinginan untuk menjadi kelompok manusia yang memiliki Kesadaran dan kemampuan baru seperti ini, menunjukan adanya kapasitas untuk menjadi manusia yang bermoral' Berbicara soal moral berarti berbicara soal perbuatan manusia dan juga pemikiran serta pendirian mereka mengenai apa yang baik dan apa yang tidak baik, mengenai apa yang patut dan tidak patut unuk dilakukan.

Dahlan Thalib menyatakan bahwa: Dari aspek moral setiap perbuatan, pemikiran dan pendirian manusia yang dilakukan dengan sadar pasti mempunyai tujuan, Kalau di kaitkan dengan norma agama maka tujuan akhir hidup manusia adalah mengabdi kepada al-khalik pencipta manusia dalam rangka

mencapai kebahagiaan yang dalam prosesnya dilakukan secara baik dan patut melalui hubungan manusia dengan manusia dan manusia dengan Tuhan. Dengan demikian dapat dirumuskan bahwa moral adalah relasi antara manusia dengan perbuatan manusia dan tujuan akhir hidupnya. Karena dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara perbuatan moral manusia dianggab baik apabila perbuatan mendekatkan kepada tujuan akhir hidupnya. Moral itu akan dikatakan baik apabila : Sesuai dengan pedoman sebagaimana digariskan oleh kehendak Tuhan, Sesuai dengan hukum yang ditetapkan oleh pemerintah serta kepentingan dan kesejahteraan umum. Karena norma moral merupakan standar perilaku yang disepakati , maka moral bisa dipakai mengukur diri sendiri sekaligus dapat dipakai untuk mengukur perilaku orang lain. oleh karena itu Magnis mengatakan bahwa norma moral adalah tolok ukur yang dipakai masyarakat untuk mengukur kebaikan seseorang. Maka, dengan norma moral kita betul-betul dinilai apakah kita ini baik atau buruk yang menjadi permasalahan bidang moral. Meskipun Dahlan Thalib mengatakan orientasi moral berhubungan dengan al-khalik, namun Laurence Kohlberg mengatakan bahwa orientasi moral seseorang yang dijadikan dasar pertimbangan nuraninya berbeda beda bagi setiap orang. Ada 4 orientasi moral yang Kohlberg kemukakan yaitu: 1. Orientasi normatif yaitu mempertalrankan hak dan kewajiban dan tata pada aturan yang telah baku. 2. Orientasi kejujuran yartu menekankan kepada keadilan dengan fokus pada : Kebebasan, Kesanaan, pertukaran hak, dan Kesepakatan 3. Orientasi utilitarisme Fenekankan konsekuensi kesejahteraan dan kebahagian tindakan Soral seseorang pada orang lain.

4.

Orientasi perspeksionisme menekankan pencapaian a). martabat dan otonomi, b). Kesadaran dan motif yang faik, c). Keharmonisan dengan orang lain.

Orientasi moral ini dipandang penting karena akan menetukan arah keputusan dan tindakan seseorang. Sehingga Magnis Suseno mengatakan bahwa salah satu kebutuhan manusia yang paling fundamental adatah orientasi. Tujuan agar kita tidak hidup dengan cara ikut-ikutan saja terhadap berbagai pihak yang mau menetapkan bagaimana kita harus hidup, melainkan agar kita dapat mengerti sendiri mengapa kita harus begini atau begitu. oleh karena itu orientasi moral akan sangat berpengaruh terhadap moralitas dan pertimbangan moral seseorang, karena pertimbangan moral merupakan hasil proses penalaran yang dalam proses penalaran tersebut ada upaya memprioritaskan nilai-nilai tertentu berdasarkan orientasi moral serta pertimbangkan konsekuensinya.
ORIENTASI MORAL ARAH KEPUTUSAN & TIDAKAN SE2OR MORALITAS DAN PERTIMB. MORAL

PROSES PENALARAN

Karena banyaknya istilah noral, moralitas, im-Moral dan amoral akan lebih baik bila dipertegas lebih dahulu pengertian istilah tersebut. Kata dan istilah moral sering juga dijumpai dalem kehidupan sehari-hari baik lewat percakapan, tulisan maupun berita. Istilah moral ini bisa digunakan untuk maksud yang berbeda, tentu saja sesuai dengan kontek dan makna pembicaraan yang dimaksud. Akan tetapi bila ditelusuri asal usul katanya, istilah moral berasal dari bahasa latin Mos jamaknya Mores yang berarti adat, kebiasaan. Moral secara istilah adalah nilai-nilai atau norma yang menjadi pegangan

bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingakah lakunya. Moralitas adalah siliat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenan dengan baik dan buruk. Amoral berarti tidak berhubungan dengan konteks moral, di luar suasana etis atau non moral. Immoral berarti bertentangan dengan moralitas yang baik atau secara moral buruk atau tidak etis. Dalam kamus yang berkembang di Indonesia amoral berarti immoral dalan pengertian di atas dan pengertian immoral sendiri kurang dikenal.

2. Manusia dan Hukum Disepakati bahwa manusia adalah makluk sosial, makhluk yang selalu berinteraksi dan membutuhkan bantuan dari sesamanya. Dalam konteks hubungan dengan sesama seperti itulah perlu adanya keteraturan sehingga setiap individu dapat berhubungan secara harmonis dengan individu lain di sekitarnya. Untuk terciptanya keteraturan tersebut diperlukan aturan yang disebut oleh kita hukum. Hukum dalam masyarakat merupakan tuntutan, mengingat bahwa kita tidak mungkin menggambarkan hidupnya manusia tanpa atau di luar masyarakat maka manusia-masyarakat-dan hukum merupakan pengertian yang tidak dapat dipisahkan, sehingga pemio "Ubi societas ubi ius" (dimana ada masyarakat disana ada hukum) adalah tepat. Hukum diciptakan dengan tujuan yang berbeda-beda, ada yang menyatakan bahwa Tujuan hukum adalah keadilan, ada juga yang menyatakan kegunaan, ada yang menyatakan kepastian hukum dan lainlain. Akan tetapi dalam kaitannya dengan masyarakat, tujuan hukum yang utama dapat direduksi untuk ketertiban (order).

Mochtar Kusumaatmadja, mengatakan bahwa 'ketertiban adalah tujuan pokok dan pertama dari segala hukum, kebutuhan terhadap ketertiban ini merupakan syarat pokok fundamental bagi adanya suatu masyarakat manusia yang teratur. Ketertiban sebagai tujuan utama hukum, merupakan fakta objektif yang berlaku bagi segala masyarakat manusia dalam segala bentuknya ". Untuk mencapai ketertiban dalam masyarakat ini, diperlukan adanya kepastian dalam pergaulan antar manusia dalam masyarakat. Kepastian ini bukan saja agar kehidupan masyarakat menjadi teratur akan tetapi akan mempertegas lembaga-lembaga hukum mana yang melaksanakannya.
Banyak kaidah yang berkembang dan dipatuhi masyarakat, seperti kaidah-kaidah agama, kaidah susila, kesopanan, adat kebiasan dan kaidah. Kaidah moral dan kaidah hukum sebagai salah satu kaidah sosial tidak berarti meniadakan kaidah-kaidah lain tersebut bahkan antara kaidah hukum dangan kaidah lain saling berhubungan yang satu memperkuat yang lainnya, meskipun adakalanya kaidah hukum tidak sesuai atau tidak serasi dengan kaidah-kaidah tersebut. Dahlan Thaib mengatakan bahwa: Hukum itu sungguh-sungguh merupakan hukum apabila benarbenar dikehendaki diterima oleh kita sebagai anggota nasyarakat; apabila kita juga betul-betul berpikir demikian seperti yang dirumuskan dalam undang-undang dan terutama juga betul-betul menjadi realitas hidup dalam kehidupan orang-orang dalam masyarakat. Dengan demikian Hukum sebagai kaidah sosial, tidak lepas dari nilai (values) yang berlaku pada suatu masyarakat. Bahkan dapat dikatakan bahwa hukum itu merupakan percerminan dari nilai nilai yang berlalu dalam masyarakat. Selanjutnya Mochtar Kusumaatmadja mengatakan bahwa 'Hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup (the living law) dalam masyarakat, yang tentunya sesuai pula atau merupakan pencerminan dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat tersebut".

3. Hubungan Hukum Dan Moral Antara hukum dan moral terdapat hubungan yang erat sekali. Ada pepatah Roma yang mengatakan "Quid legas sine moribus Apa artinya undang-undang kalau tidak disertai moralitas? Dengan demikian hukum tidak akan berarti tanpa dijiwai moralitas, hukum akan kosong tanpa moralitas. Oleh karena itu kualitas hukum harus selalu diukur dengan norma-norma, perundang-undangan yang immoral harus diganti. Disisi lain, moral juga menbutuhkan hukum, sebab moral tanpa hukum

hanya angan-angan saja, kalau tidak diundangkan atau dilembagakan dalam masyarakat. Dengan demikian hukum bisa meningkatkan dampak sosial dari moralitas. Meskipun tidak semua harus diwujudkan dalam bentuk hukum, karena hal itu rnustahil. Hukum hanya membatasi diri dengan mengatur hubungan antar manusia yang relevan. Meskipun hubungan hukum dan moral begitu erat, namun hukum dan moral tetap berbeda, sebab dalam kenyatannya mungkin ada hukum yang bertentangan dengan moral atau ada undang-undang yang immoral, yang berarti terdapat ketidak cocokan antara hukum dengan mora1. Untuk itu dalam konteks ketatanegataan Indonesia dewasa ini apalagi dalam konteks pengambilan keputusan hukum membutuhkan moral, sebagaimana moral membutuhkan hukum. Apa artinya hukum jika tidak disertai moralitas. Hukum dapat memiliki kekuatan jiwa jika dijiwai oleh moralitas. Kualitas hukum terletak pada bobot moral yang menjiwainya.Tanpa moralitas, hukum tanpak kosong dan hampa.

Perbedaan Hukum dengan Moral (K.Bertens )


NO
1. 2. 3. 4.

HUKUM
Memiliki kepastian & lebih obyektif Mengatur tingkah laku lahiriah Dapat dipaksakan (sanksi fisik) Dasarnya : kehendak rakyat/negara

MORAL
Lebih bersifat subyektif(Etis/tidak etis) Mengatur sikap lahir batin Tidak dapat dipaksakan (sanksi batin) Dasarnya : norma moral

Dengan cara demokratis atau dengan cara lain masyarakat dapat mengubah hukum tapi tidak pernah masyarakat dapat mengubah atau membatalkan suatu norma moral. Moral dapat menilai hukum dan tidak sebaliknya. Perbedaan Hukum dan Moral (Gunawan Setiardja); N PERBEDA HUKUM MORAL O AN 1. Dasarya Yuridis, Konsensus dan Norma
Hukum alam

2. Otonomi Dari luar diri manusia Dari dalam diri 3. Pelaksanaan Secara lahiriah dapat Lahir batin tidak dapat
dipaksakan dipaksakan Sanksikodrati,batiniah, malu, menyesal Mengatur kehidupan mnusia sebagai manusia

4. 5. 6.

Sanksi Tujuan Waktu &Tempat

Bersifat yuridis; lahiriah Mengatur manusi dalm kehidupn bernegara dan tempat

Tergantung pada waktu Tidak tergantung

D. PERTANYAAN PENDALAMAN a. Apakah yang dimaksud dengan Moral ? b. Bagaimana peranan Moral dalam kehidupan manusia ? c. d. e. f. Sebutkan 4 orientasi Moral menurut Kohlberg ? Apakah fungsi hukum bagi kehidupan manusia. Bagqimana hubungan antara hukum d.an moral ? Bagaimana peranan moral hukum dalam pemberantasan korupsi.

E. DAFTAR PUSTAKA

Bartens K, 2000, r;fikq Gramedia Rrstaka Utama, Jakarta ' Darmodihardjo, Dardji, Lg7g, Panca,sila Suatu Orientasi Singkat, PN. Bnlai Fustaka, Jakarta. Frondizi, Risieri, 2OAL, Pengantar Fitsafat Etika" Pustaka Pelajar, Yoglakarta. Hadiwardoyo, Purwa, 1990, Moral dan MasaJalmgq, Kanisius, Yogyakarta'

Kaelan, 2003, Penlidikon Par\qsila Paradigma, Yoryakarta' Kama Abdul Hakam, 2OO2, Pendidikan Nilai, Value Press, Bandung. la,siyo, Lggg, Nitainilai Panf,a'sila sebagai Sistem Metafisika, Dirjen Dikti, Jakafia. Modul Acuan Proses Peqbelajaran MBB, 2OO3, IImu Sosial dan Eludaga Dasar, Ilma Kealaman Dasar, Depdiknas, Dikti, Jakarta Puspoprodjo, w, Lggg, Frbafoit Morat, Kesusilaan Dalam Teori dan holdel c' Pustaka Grafika, Bandung. Rasjidi, H.M., 1984, Pusoal,an-persoalan Filsafat, Bulan Bintang, Jakarta '
Catatan; Huntington, bahkan berteori bahwa setelah perang idiologi antara komunisme dan kapitalisme berakhir justru akan muncul "the clash of civilation" (perang antar peradaban). Dasar dari permusuhan antar "peradaban" dan "rasa permusuhan terhadap golongan lain yang berbeda identitasnya. Seperti tercermin dalam motto "there can be friends witlrout true enemies atau "unless we hate what we are not, we cannot love what we have". Tanpa musuh bersama kita tidak dapat mencintai teman tita sendiri. Manusia ternyata lebih mudah digerakkan oleh kebencian dari pada kasih sayang' Dalam pengertian yang demikian itu, kebutuhan akan adab berarti kebutuhan untuk masuk kedalam cara hidup yang mungkin oteh kebanyakan anggota masyarakat dianggap elit dan tidak egaliter. Menurut Damono, berbudaya atau tidaknya seseorang ditentukan oleh peradaban. Sudah disinggung bahwa orang beradab adalah yang 1) berakhlak, 2) berkesopanan dan 3) berbudi pekerti halus. Kita tentunya menggangap masyarakat kita ini beradab, namun sekarang juga menerima kenyataan bahwa di antara kita ada juga anggota masyarakat yang tidak atau belum beradab. Dengan kata lain, peradaban itu merupakan tahap tertentu dari kebudayaan masyarakat tertentu pula, yang telah mencapai kemajuan tertentu yang dicirikan oleh tingkat ilrnu psngetahuan, teknologi dan seni yang telah maju. Peradaban ini biasanya ada pada masyarakat kota yang telah memiliki sistem kenegaraan secara mapan. Dengan demikian, masyarakat manusia yang secara pengetahuan dan teknologinya masih sangat rendah, dikatakan belum ada pada tingkat peradaban tertentu. Di sini, lingkungan dipahami sebagai lingkungan hidup manusia, yaitu segala sesuatu yang ada di sekitar manusia yang berpengaruh terhadap sifat-sifat dan pertumbuhan manusia itu. Dengan denikian, dibedakan antara lingkungan sosial, lingkungan budaya dan lingkungan alam. sep er ti d iingatlan so eka nto ' pembatrasan mengenai hal tersebut patut dihindarkan dari prasangka bahwa individu menrpakan lawan kelompok sosial. Erat kaitarmya dengan itu, pertanyaqn mengenai manakah yang lebih diutamakan a.rlt:rra individu dan masyarakat dalam kehidupan sosial, juga tidak mendapatkan jawabarl tunggal. Beberapa ahli berpendapat bahwa individu harus diutamakan dari pada masyaraka! sebalilcrya berpandangan bahwa

individu har us tunduk p ada masyarakat. Pendapat tengahan mengatakan bahwa hubungan antaxa individu dan masyarakat seyoryanyq bersifat saling tergantung ' Ketiga, patut pula dihindarkan kerancuan pandangan yang menyamakan individq dengan individualisme. Kegiatan produktivitas tanpa acuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta tanpa patokan etika tidak mungkin dapat berhasil untuk mensejahterakan kehidupan masyarakatnya. Pedoman etika inilah yang tidak dipunyai oleh masyarakat Indonesia, yaitu sebuah pedoman yang memberikan aturan-aturan baku yang mengatur tindakan-tindakan pelaku dalam sebuah profesi yang di dalam pedoman tersebut terserap prinsip-prinsip moral dan nilai-nilai yang mendukung dan menjamin dilakukankannya kegiatan profesi si pelaku sebagaimana seharusnya sesuai dengan hak dan kewajibannya. Sehingga peranannya dalam suatu struktur kegiatan adalah fungsional dalam memproses masukan menjadi keluaran yang bermutu. Kalau kita perhatikan, kebudayaan sebagai pedoman bagi kehidupan manusia dan lebih lanjut bahwa inti dari pedoman bagi kehidupan itu adalah nilai-nilai budaya, adab dan etika atau prinsip prinsip moral maka tanpa adanya pedoman etika dalam kehidupan kita sebagai seorang Indonesia sebenamya kita tidak mempunyai etika atau tidak beradab terutama dalam kegiatan -kegiatan kerja dan kehidupan sosial. Multikultarisme sebagai sebuah idiologi yang mengagungkan kesederajatan dalam perbedaan yang menekankan perjuangan budaya supaya manusia bisa beradab. Perjuangan ini tidak akan berhasil bila tidak saling dukung mendukung dengan perjuangan menuju masyarakat yang demokratis dengan hukum yang menekankan keadilan dan kepentingan orang banyak, dan kehidupan yang menekankan pada kerja dan produktivilas untuk kesejahteraan masyarakat' keinginan untuk berhubungan dengan orang lain yang benar-benar esensial. Adanya keinginan untuk menjadi kelompok manusia yang memiliki Kesadaran dan kemampuan baru seperti ini, menunjukan adanya kapasitas untuk menjadi manusia yang bermoral' Berbicara soal moral berarti berbicara soal perbuatan manusia dan juga pemikiran serta pendirian mereka mengenai apa yang baik dan apa yang tidak baik, mengenai apa yang patut dan tidak patut unuk dilakukan Dalam konteks hubungan dengan sesama seperti itulah perlu adanya keteraturan sehingga setiap individu dapat berhubungan secara harmonis dengan individu lain di sekitarnya. Untuk terciptanya keteraturan tersebut diperlukan aturan yang disebut oleh kita hukum.

Anda mungkin juga menyukai