Anda di halaman 1dari 72

1

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lebih dari 90% anak yang lahir di dunia ini tiap tahunnya hidup di negara berkembang. 35000 dari mereka meninggal setiap hari, sebagian besar karena problem yang umum dan mudah di cegah. Kesehatan dan sakit anak ini adalah akibat dinamika kompleks faktor-faktor lingkungan, sosial, politik, ekonomi. Tidak ada intervensi tunggal yang secara sukses memotong siklus morbiditas dan mortalitas yang membayangi mereka

(www.lifestyle.okezone.com). Kesepakatan global berupa Millenium Development Goals (MDGS) yang terdiri dari 8 tujuan, 18 target dan 48 indikator, menegaskan bahwa pada tahun 2015 setiap negara menurunkan kemiskinan dan kelaparan separuh dari kondisi pada tahun 1990. Untuk Indonesia, indikator yang digunakan adalah presentase anak berusia di bawah 5 tahun (balita) yang mengalami gizi buruk (severe underweight) dan presentase anak-anak berusia 5 tahun (balita) yang mengalami gizi kurang (moderate underweight) (Ariani, 2007). Kurang gizi atau gizi buruk dinyatakan sebagai penyebab tewasnya 3, 5 juta anak di bawah usia lima tahun (balita) di dunia. Mayoritas kasus fatal

gizi buruk berada di 20 negara, yang merupakan negara target bantuan untuk masalah pangan dan nutrisi. Negara tersebut meliputi wilayah Afrika, Asia Selatan, Myanmar, dalam Korea Utara, jurnal dan Indonesia. Hasil penelitian yang Inggris The Lanchet ini

dipublikasikan

kesehatan

mengungkapkan, kebanyakan kasus fatal tersebut secara tidak langsung menimpa keluarga miskin yang tidak mampu atau lambat untuk berobat, kekurangan vitamin A dan zinc selama ibu mengandung balita, serta menimpa anak pada usia dua tahun pertama. Angka kematian balita karena gizi buruk ini terhitung lebih dari sepertiga kasus kematian anak di seluruh dunia (Malik, 2008). Malnutrisi adalah penyebab utama morbitas dan mortalitas serta faktor yang mempersulit penyakit lainnya. nutrisi mikro, Malnutrisi protein, kalori dan

50% anak menderita kerdil sedang sampai dengan berat, Karena terhadap

bersamaan dengan kurangnya perkembangan kognitif. penyakit menular meningkat.

infeksi akut dan kronik sering menjadi

penyebab kematian anak. Anoreksia dan ketidak mampuan perawatan tersier menyebabkan resusitas gizi sukar atau tidak mungkin. Di samping tidak

tersedianya makanan, malnutrisi kadang-kadang akibat dari praktek budaya makan. Menggunakan makanan dengan protein dan kandungan kalori rendah seperti makan sapihan, pengubahan pola makan bayi dari ASI yang terlalu cepat ( seringkali karena kepercayaan bahwa bayi tidak boleh di susui, jika ibunya sedang hamil ), dan kegagalan untuk memulai atau penghentian dini

ASI adalah penyebab umum malnutrisi primer. Pendididikan wanita, KB, dan jarak kelahiran adalah beberapa di antara strategi paling efektif mencegah malnutrisi. (www.lifestyle.okezone.com). Di provinsi Banten jumlah kasus gizi buruk pada balita mengalami kenaikan dari tahun 2008 ke tahun 2009. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan provinsi Banten, jumlah kasus gizi buruk pada balita di kabupaten Tangerang pada tahun 2008 yaitu terdapat 803 balita yang mengalami gizi buruk, dan pada tahun 2009 jumlah kasus gizi buruk pada balita meningkat menjadi 1. 113 balita yang mengalami gizi buruk (Dinkes Tangerang,2010). Pada daerah kabupaten Tangerang dalam tiga tahun terakhir jumlah kasus gizi buruk pada balita mengalami perubahan yang berfluktuasi. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang bagian UKM dan Gizi, jumlah kasus gizi buruk pada balita di Kabupaten Tangerang pada tahun 2008 yaitu 107 kasus balita yang mengalami gizi buruk dan mengalami peningkatan menjadi 139 balita yang mengalami gizi buruk pada tahun 2009, serta terjadi penurunan pada tahun 2010 yaitu 108 balita yang mengalami gizi buruk. Berdasarkan data yang diperoleh dari 8 desa di kecamatan jayanti pada tahun 2011, Dangdeur merupakan desa yang jumlah gizi buruknya

tertinggi di wilayah jayanti. Dari 467 balita, di antaranya di temukan 17 balita mengalami Gizi Buruk dan 25 balita gizi kurang.

B. Rumusan Masalah Jumlah gizi buruk pada tahun 2010 di desa Dangdeur sebanyak 15 balita, dan 20 gizi kurang. Serta pada tahun 2011 mengalami peningkatan sebanyak 17 balita gizi buruk dan 25 balita gizi kurang . Namun belum diketahui faktorfaktor yang berhubungan dengan tingkat pengetahuan ibu tentang gizi buruk pada balita.

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum. Mengetahui Faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat pengetahuan ibu tentang gizi buruk pada balita di Desa Dangdeur 2011. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui distribusi frekuensi mengenai gizi buruk berdasarkan tingkat pengetahuan di Desa Dangdeur 2011.

b. Mengetahui hubungan mengenai tingkat pengetahuan ibu tentang gizi buruk berdasarkan pendidikan ibu di Desa Dangdeur 2011. c. Mengetahui hubungan mengenai tingkat pengetahuan ibu tentang gizi buruk berdasarkan pekerjaan ibu di Desa Dangdeur 2011. d. Mengetahui distribusi hubungan mengenai tingkat pengetahuan ibu tentang gizi buruk Dangdeur 2011. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Penulis Dapat menambah wawasan dan dapat mengaplikasikan tentang faktor- faktor yang berhubungan dengan kejadian gizi buruk pada balita di Desa Dangdeur. 2. Bagi Lembaga Pendidikan Menambah referensi atau bahan bacaan bagi mahasiswa STIKIM. berdasarkan kultur (budaya) ibu di Desa

3.

Bagi Tempat Penelitian Sebagai bahan pertimbangan dan masukan dalam merencanakan

peningkatan pelayanan . E. Ruang Lingkup Penelitian ini melihat faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat pengetahuan ibu tentang gizi buruk yang dilakukan pada bulan November 2011 di desa Dangdeur, dengan objek penelitian ibu yang melakukan penimbangan balita di posyandu pada bulan ini. Penelitian ini menggunakan metode penelitian survey analitik. Mengingat keterbatasan waktu, maka peneliti membatasi ruang lingkup penelitian dengan menggunakan variable independent: (1) tingkat pendidikan, (2) kultur (budaya), (3) pekerjaan yang dihubungkan dengan variabel dependennya yaitu tingkat pengetahuan ibu tentang gizi buruk.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengetahuan 1. Definisi Pengetahuan adalah hasil tahu dari manusia. notoatmodjo menjelaskan, pada dasarnya pengetahuan terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan seseorang untuk dapat memecahkan masalah yang dihadapinya. Selanjutnya ia mengatakan, pengetahuan diperoleh

manusia melalui pengalaman langsung maupun pengalaman orang lain (Notoatmodjo, 2010). Sementara itu, dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia karangan dijelaskan bahwa pengetahuan adalah hal

Poerwadarminta (2006),

mengetahui sesuatu;segala sesuatu yang diketahui; kepandaian. Berdasar pada penjelasan yang disampaikan kedua ahli tersebut, penulis dapat menyimpulkan bahwa pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui oleh manusia dari hasil pengalamannya langsung maupun pengalaman orang lain, yang berfungsi untuk memecahkan masalah berdasarkan fakta dan teori yang relevan dengan masalahnya.

2. Cara Memperoleh Pengetahuan Pada prosesnya pengetahuan yang dimiliki manusia tidak semertamerta begitu saja langsung dikuasai, akan tetapi melalui proses yang panjang dan dilakukan dengan berbagai cara. Notoatmodjo (2005) mengelompokkan 2 (dua) cara yang dilakukan manusia dalam memperoleh kebenaran pengetahuan, yaitu cara tradisional atau non ilmiah dan cara modern atau cara ilmiah. a. Cara Tradisional intuk Memperoleh Pengetahuan 1) Cara coba- salah (Trial and Error) Cara yang paling tradisional yang digunakan oleh manusia dalam memperoleh pengetahuan adalah melalui cara coba-coba atau yang disebut trial and error . Cara coba-coba digunakan manusia sebelum adanya kebudayaan bahkan mungkin belum adanya peradaban. Cara coba-coba dilakukan dengan mrnggunakan kemungkinan-kemungkinan dalam

memecahkan masalah,

apabila kemungkinan tersebut tidak

berhasil, maka dicoba kemungkinan yang lain, dan seterusnya. Metode Trial and Error sampai hari ini masih digunakan, terutama oleh mereka yang belum atau tidak mengetahui suatu cara tertentu dalam menghadapi masalah yang dihadapi.

2) Cara kekuasaan atau otoritas Pengetahuan yang diperoleh berdasarkan pada otoritas atau kekuasaan, baik tradisi, otoritas pemerintah, otoritas pemimpin agama, maupun ahli ilmu pengetahuan. Prinsip cara ini adalah orang lain menerima pendapat yang dikemukakan oleh orang yang mempunyai otoritas, tanpa terlebih dahulu menguji atau membuktikan kebenarannya, baik berdasarkan fakta empiris maupun berdasarkan penealaran sendiri. a) Berdasarkan pengalaman sendiri Pengalaman adalah guru yang baik, hal ini menyiratkan bahwa pengalaman itu merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman itu merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Dengan demikian, pengalaman

pribadi pendapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang

kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapinya.

10

b) Melalui jalan pikiran Cara berpikir manusia yang berkembang sejalan dengan perkembangan kebudayaan telah mampu menggunakan penalarannya dalam memperoleh pengetahuan. Dengan kata lain, dalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia telah menggunakan jalan pikirannya, baik melalui pemikiran induksi maupun pemikiran deduksi. 3) Cara modern dalam memperoleh pengetahuan Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada masa sekarang ini bersifat lebih sistematis, logis, dan ilmiah. Cara baru ini disebut metode penelitian ilmiah, atau lebih

populer disebut metodologi penelitian (research metodologi). 3. Tingkat Pengetahuan Menurut notoatmodjo (2003), pengetahuan yang dicakup didalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu :

11

a) Know (Tahu) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, Tahu ini adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain: menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya. b) Comprehension (Memahami) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat

menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpilkan, meramalkan dan

sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

12

c) Application ( aplikasi) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). d) Analysis (Analisis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam

suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. e) Syntesis (Sintesis) Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. f) Evalution (Evaluasi) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

13

4. Pengukuran Pengetahuan Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang diukur dari subyek penelitian atau responden. Kedalam penegtahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkat-tongkat tersebut (Soekidjo, 2001 dalam skripsi Trissiana 2010).

Mengungkap informasi yang tidak adekuat,

adanya salah

penegertian atau mispersepsi, menanyakan kembali informasi yang telah diberikan, melakukan instruksi yang tidak adekuat, hasil tes tidak sesuai yang diharapkan dan tidak terampil dalam

mendemonstrasikan (Nur hayati dwi H, 2001 dalam skripsi Trissiana 2010). Menurut Skinner seperti dikutip oleh Soekidjo (2001, dalam skripsi Trissiana 2010) bila seorang mendapat pertanyaan-pertanyaan mengenai suatu bidang tertentu dengan lancar dan baik secara lisan atau tulisan, maka dapat dikatakan bahwa seseorang tersebut

mengetahui bidang itu. Pertanyaan (Test) yang dapat dipergunakan untuk pengukuran pengetahuan secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

14

a) Pertanyaan subjektif misalnya pertanyaan essay Pertanyaan essay merupakan pertanyaan subjektif sehingga oleh penilaiannya melibatkan faktor subjektif yang menyebabkan nilainya akan berbeda-beda dari seorang penilai dibandingkan dengan yang lain dari waktu ke waktu. b) Pertanyaan objektif, misalnya pertanyaan pilihan ganda (multiple choice), benar salah dan pertanyaan menjodohkan. Pertanyaan ini dapat dinilai secara pasti oleh penilaiannya tanpa melihat melihat subjektif dari penilai. Dari kedua pertanyaan diatas pertanyaan objektif dengan pilihan ganda paling banyak digunakan sebagai alat ukur karena lebih mudah disesuaikan dengan pengetahuan yang akan diukur dan lebih cepat dinilai tetapi pertanyaan essay lebih sukar

mengukurnya.

Pengetahuan kesehatan akan mempengaruhi

perilaku sebagai hasil jangka menengah dari pendidikan kesehatan (Nototatmodjo, 2010). Menurut Arikunto (2002) klasifikasi pngetahuan dalam sebuah penelitian dapat dikategorikan menjadi tiga kategori tingkat pengetahuan, yaitu :

15

1) Seseorang dikatakan baik jika mampu menjawab > 75% dari soal yang disajikan. Berarti orang tersebut mengetahui hal tersebut dengan baik (tahu). 2) Cukup baik jika mampu menjawab 60%-75% dari soal yang disajikan. Berarti orang tersebut cukup mengetahui hal tersebut dengan baik (cukup tahu). 3) Kurang baik jika mampu menjawab < 60% dari soal yang disajikan. Berarti orang tersebut kurang mengetahui hal

tersebut dengan baik (kurang tahu).

B. Pengertian gizi buruk Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi, atau nutrisinya berada di Bawah Garis Merah (BGM) pada Kartu Menuju Sehat. Status gizi buruk dibagi menjadi tiga bagian, yakni gizi buruk karena kekurangan protein (disebut kwashiokor), karena kekurangan karbohidrat atau kalori (disebut marasmus), dan kekurangan kedua-

duanya. Gizi buruk ini biasanya terjadi pada anak balita (bawah lima tahun) dan ditampakkan oleh membusungnya perut (busung lapar). Gizi buruk adalah suatu kondisi di mana seseorang di nyatakan kekurangan nutrisi, atau dengan ungkapan lain status nutrisinya berada di Bawah Garis Merah (BGM) pada Kartu Menuju Sehat. Nutrisi yang dimaksud bisa

16

berupa protein, karbohidrat dan kalori. Gizi buruk (severe malnutrition) adalah suatu istilah teknis yang umumnya dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun (Nency, 2005). a. Patofisiologi gizi buruk Patofisiologi gizi buruk pada balita yaitu anak sulit makan atau anorexia bisa terjadi karena penyakit akibat defisiensi gizi, psikologik seperti suasana makan, pengaturan makanan dan

lingkungan. Rambut mudah rontok dikarenakan kekurangan protein, vitamin A, vitamin C dan vitamin E. Karena keempat elemen ini merupakan nutrisi yang penting bagi rambut. Pasien juga mengalami rabun senja. Rabun senja terjadi karena defisiensi vitamin A dan protein. Pada retina ada sel sel batang dan sel kerucut. Sel batang hanya bisa membedakan cahaya terang dan gelap. sel batang atau rodopsin ini terbentuk dari vitamin A dan suatu protein. Jika cahaya terang mengenai sel rodopsin, maka sel tersebut akan terurai. Sel tersebut akan mengumpul lagi pada cahaya yang gelap. Inilah yang disebut adaptasi rodopsin. Adaptasi ini butuh waktu. Jadi, rabun senja terjadi karena kegagalan atau kemunduran adaptasi rodopsin. Turgor atau elastisitas kulit jelek karena sel kekurangan air (dehidrasi). Reflek patella negatif terjadi karena kekurangan aktin myosin pada tendo patella dan degenerasi saraf motorik akibat dari

17

kekurangan protein, Cu dan Mg seperti gangguan neurotransmitter. Sedangkan, hepatomegali terjadi karena kekurangan protein. Jika terjadi kekurangan protein, maka terjadi penurunan pembentukan lipoprotein. hal ini membuat penurunan VLDL dan LDL. Karena penurunan VLDL dan LDL, maka lemak yang ada di hepar sulit ditransport ke jaringan-jaringan, pada akhirnya penumpukan lemak di hepar. Yang khas pada penderita kwashiokor adalah pitting edema. pitting edema adalah edema yang jika ditekan, sulit kembali seperti semula. Pitting edema disebabkan oleh kurangnya protein, sehingga tekanan onkotik intravaskular menurun. Jika hal ini terjadi, maka terjadi ektravasasi plasma ke intertisial. Plasma masuk ke intertisial, tidak ke intrasel, karena pada penderita kwashiorkor tidak ada kompensasi dari ginjal untuk reabsorpsi natrium. Padahal natrium berfungsi menjaga keseimbangan cairan tubuh. Pada penderita kwashiorkor, selain defisiensi protein juga defisiensi multinutrein. Ketika ditekan, maka plasma pada intertisial lari ke daerah sekitarnya karena tidak terfiksasi oleh membran sel. Untuk kembalinya membutuhkan waktu yang lama karena posisi sel yang rapat. Edema biasanya terjadi pada ekstremitas bawah karena pengaruh gaya gravitasi, tekanan hidrostatik dan onkotik (Sadewa, 2008).

18

b. Gejala klinis gizi buruk Gejala klinis gizi buruk secara garis besar dapat dibedakan sebagai marasmus, kwashiorkor, atau marasmic-kwashiorkor. tanpa mengukur atau melihat berat badan bila disertai edema yang bukan karena penyakit lain adalah KEP berat/gizi buruk tipe kwashiorkor. 1) Kwashiorkor a) Edema, umumnya seluruh tubuh, terutama pada punggung kaki. b) Wajah membulat c) Pandangan mata sayu d) Rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa rasa sakit atau rontok e) Perubahan status mental, apatis, dan rewel f) Pembesaran hati g) Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk. h) Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi coklat kehitaman dan terkelupas. i) Sering disertai : penyakit infeksi, anemia, diare. 2) Marasmus a) Tampak sangat kurus b) Wajah seperti orang tua c) Cengeng, rewel

19

d) Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada. e) Sering disertai : Penyakit infeksi (umumnya kronis berulang) f) Diare kronis atau konstipasi / susah buang air 3) Marasmik-Kwashiorkor Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor dan marasmus, dengan BB/U <60% baku median WHO-NCHS disertai edema yang tidak mencolok. c. Dampak gizi buruk Gizi Buruk bukan hanya menjadi stigma yang ditakuti, hal ini tentu saja terkait dengan dampak terhadap sosial ekonomi keluarga maupun negara, di samping berbagai konsekuensi yang diterima anak itu sendiri. Kondisi gizi buruk akan mempengaruhi banyak organ dan sistem, karena kondisi gizi buruk ini juga sering disertai dengan defisiensi (kekurangan) asupan mikro/makro nutrein lain yang sangat diperlukan bagi tubuh. Gizi buruk akan memporak porandakan sistem pertahanan tubuh terhadap mikroorganisme maupun pertahanan mekanik sehingga mudah sekali terkena infeksi. Secara garis besar, dalam kondisi akut, gizi buruk bisa mengancam jiwa karena berbagai disfungsi yang di alami, ancaman yang timbul antara lain hipotermi (mudah kedinginan) karena jaringan lemaknya tipis, hipoglikemia (kadar gula dalam darah yang dibawah

20

kadar normal) dan kekurangan elektrolit dan cairan tubuh. Jika fase akut tertangani dan namun tidak di follow up dengan baik akibatnya anak tidak dapat catch up dan mengejar ketinggalannya maka dalam jangka panjang kondisi ini berdampak buruk terhadap pertumbuhan maupun perkembangannya. Akibat gizi buruk terhadap pertumbuhan sangat merugikan performance anak, akibat kondisi stunting (postur tubuh kecil pendek) yang diakibatkannya. Yang lebih memprihatinkan lagi, perkembangan anak pun terganggu. Efek malnutrisi terhadap perkembangan mental dan otak tergantung dengan derajat beratnya, lamanya dan waktu pertumbuhan otak itu sendiri. Dampak terhadap pertumbuhan otak ini menjadi vital karena otak adalah salah satu aset yang vital bagi anak. Beberapa penelitian menjelaskan, dampak jangka pendek gizi buruk terhadap perkembangan anak adalah anak menjadi apatis, mengalami gangguan bicara dan gangguan perkembangan yang lain. Sedangkan dampak jangka panjang adalah penurunan skor tes IQ, penurunan perkembangan kognitif, penurunan integrasi sensori, gangguan pemusatan perhatian, gangguan penurunan rasa percaya diri dan tentu saja merosotnya prestasi anak (Nency, 2005).

d. Pencegahan

21

Menimbang begitu pentingnya menjaga kondisi gizi balita untuk pertumbuhan dan kecerdasannya, maka sudah seharusnya para orang tua memperhatikan hal-hal yang dapat mencegah terjadinya kondisi gizi buruk pada anak. Berikut adalah beberapa cara untuk mencegah terjadinya gizi buruk pada anak : 1) Memberikan ASI ekslusif (hanya ASI) sampai anak berumur 6 bulan. Setelah itu, anak mulai dikenalkan dengan makanan tambahan sebagai pendamping ASI yang sesuai dengan tingkatan umur, lalu disapih setelah berumur 2 tahun. 2) Anak diberikan makanan yang bervariasi, seimbang antara kandungan protein, lemak, vitamin dan mineralnya. Perbandingan komposisinya:untuk lemak minimal 10% dari total kalori yang dibutuhkan, sementara protein 12% dan sisanya karbohidrat. 3) Rajin menimbang dan mengukur tinggi anak dengan mengikuti program posyandu. Cermati apakah perumbuhan anak sesuai dengan standar di atas. Jika tidak sesuai, segera konsultasikan hal itu ke dokter. 4) Jika anak dirawat di rumah sakit karena gizinya buruk, bisa ditanyakan kepada petugas pola dan jenis makanan yang harus diberikan setelah pulang dari rumah sakit. 5) Jika anak telah menderita karena kekurangan gizi, maka segera berikan kalori yang tinggi dalam bentuk karbohidrat, lemak, dan

22

gula. Sedangkan untuk proteinnya bisa diberikan setelah sumbersumber kalori lainnya sudah terlihat mampu meningkatkan energi anak. Berikan pula suplemen mineral dan vitamin penting lainnya. Penanganan dini sering kali membuahkan hasil yang baik. Pada kondisi yang sudah berat, terapi bisa dilakukan dengan

meningkatkan kondisi kesehatan secara umum. Namun, biasanya akan meninggalkan sisa gejala kelainan fisik yang permanen dan akan muncul masalah intelegensia di kemudian hari. e. Tindakan pemerintah untuk menanggulangi gizi buruk Menurut Menteri Kesehatan RI, tanggung jawab pemerintah pusat dalam hal ini Depkes adalah merencanakan dan menyediakan anggaran bagi keluarga miskin melalui Jaminan Kesehatan

Masyarakat, membuat standar pelayanan, buku pedoman serta melakukan pembinaan dan supervisi program ke provinsi, kabupaten dan kota. Dalam kaitannya dengan gizi buruk, Depkes pada tahun 2005 telah mencanangkan Rencana Aksi Nasional (RAN) Pencegahan dan Penanggulangan Gizi Buruk 2005-2009. Menkes menambahkan, pemerintah berusaha meningkatkan aktivitas pelayanan kesehatan dan gizi yang bermutu melalui penambahan anggaran penanggulangan gizi kurang dan gizi buruk menjadi Rp. 600 milyar pada tahun 2008 dari yang sebelumnya 63 milyar pada tahun 2001. Anggaran tersebut ditujukan untuk:

23

1) Meningkatkan

cakupan

deteksi

dini

gizi

buruk

melalui

penimbangan bulanan balita di posyandu. 2) Meningkatkan cakupan dan kualitas tatalaksana kasus gizi buruk di Puskesmas/RS dan rumah tangga. 3) Menyediakan Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P) kepada balita kurang gizi dari keluarga miskin. 4) Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan ibu dalam

memberikan asuhan gizi kepada anak (ASI/MP-ASI). 5) Memberikan suplementasi gizi (kapsul Vitamin A) kepada semua balita. Adapun strategi dan kegiatan Depkes dan organ-organnya, untuk memenuhi tujuan-tujuan tersebut antara lain : Strategi : 1) Revitalisasi posyandu untuk mendukung pemantauan pertumbuhan 2) Melibatkan peran aktif tokoh masyarakat, tokoh agama, pemuka adat dan kelompok potensial lainnya. 3) Meningkatkan cakupan dan kualitas melalui peningkatan

keterampilan tatalaksana gizi buruk. 4) Menyediakan sarana pendukung (sarana dan prasarana) 5) Menyediakan dan melakukan KIE 6) Meningkatkan kewaspadaan dini KLB gizi buruk. Kegiatan :

24

1) Deteksi dini gizi buruk me lalui bulan penimbangan balita di posyandu 2) Melengkapi kebutuhan sarana di posyandu (dacin, KMS/Buku KIA) 3) Orientasi kader 4) Menyediakan biaya operasional 5) Menyediakan materi KIE 6) Menyediakan suplementasi vitamin A f. Tatalaksana kasus gizi buruk 1) Menyediakan biaya rujukan khusus untuk gizi buruk gakin baik di Puskesmas/RS. 2) Kunjungan rumah tindak lanjut setelah perawatan di puskesmas/RS. 3) Menyediakan paket PMT bagi pasien pasca perawatan 4) Meningkatkan keterampilan petugas puskesmas/RS dalam

tatalaksana gizi buruk.

g. Pencegahan gizi buruk 1) Pemberian makanan tambahan pemulihan (MP-ASI) kepada balita gakin yang berat badannya tidak naik atau gizi kurang. 2) Penyelenggaraan PMT penyuluhan setiap bulan di posyandu. 3) Konseling kepada ibu-ibu yang anaknya mempunyai gangguan pertumbuhan.

25

h. Surveilans gizi buruk 1) Pelaksana pemantauan wilayah setempat gizi (PWS-Gizi) 2) Pelaksanaan sistem kewaspadaan dini kejadian luar biasa gizi buruk. 3) Pemantauan status gizi (PSG) i. Advokasi, sosialisasi dan kampanye penanggulangan gizi buruk 1) Advokasi kepada pengambil keputusan (DPR, DPRD, LSM, dunia usaha dan masyarakat). 2) Kampanye penanggulangan gizi buruk melalui media efektif. j. Manajemen program : 1) Pelatihan petugas 2) Bimbingan Teknis Pemda,

C.

Faktor-faktor penyebab gizi buruk Gizi buruk disebabkan oleh beberapa faktor 1. Faktor Anak atau Balita a) Pengadaan makanan serta konsumsi makanan yang kurang mencukupi suatu wilayah tertentu. Hal ini bisa jadi disebabkan oleh kurangnya potensi alam atau kesalahan distribusi. Serta kurangnya

26

ketersediaan pangan dirumah tangga dan pola asuh yang salah. Hal ini mengakibatkan kurangnya asupan gizi dan balita sering terkena infeksi penyakit (Mardiansyah, 2008). Tidak tersedianya makanan yang adekuat terkait langsung dengan kondisi sosial ekonomi. kadang-kadang bencana alam, perang maupun kebijaksanaan politik maupun ekonomi yang memberatkan rakyat akan menyebabkan hal ini. kemiskinan sangat identik dengan tidak tersedianya makanan yang adekuat. Data Indonesia dan negara lain menunjukan bahwa adanya hubungan timbal balik antara kurang gizi dan kemiskinan. Kemiskinan merupakan penyebab pokok atau akar masalah gizi buruk. Proporsi anak malnutrisi berbanding terbalik dengan pendapatan. Makin kecil pendapatan penduduk, makin tinggi

persentasi anak yang kekurangan gizi. Anak tidak cukup mendapatkan makanan bergizi seimbang, Makanan alamiah terbaik bagi bayi yaitu Air Susu Ibu, dan sesudah usia 6 bulan anak tidak mendapat Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang tepat, baik jumlah dan kualitasnya akan berkonsekuensi terhadap status gizi bayi. MP-ASI yang baik tidak hanya cukup mengandung energi dan protein, tetapi juga mengandung zat besi, vitamin A, asam folat, vitamin B serta vitamin dan mineral lainnya. MP-ASI yang tepat dan baik dapat disiapkan sendiri di rumah. Pada keluarga dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan yang rendah seringkali

27

anaknya harus puas dengan makanan seadanya yang tidak memenuhi kebutuhan gizi balita karena ketidaktahuan. Pola makan yang salah, Pola pengasuhan anak berpengaruh pada timbulnya gizi buruk. b) Suasana makan : Pada saat inilah suasana makan sangat berpengaruh terhadap asupan makanan pada anak balita, karena asupan makanan sangat dipengaruhi oleh dimana anak tersebut di beri makan dan ini sangat berpengaruh terhadap psikologis pada anak. c) Pola Asuh : Anak yang diasuh Ibunya sendiri dengan kasih sayang, apalagi Ibunya berpendidikan, mengerti soal pentingnya ASI, manfaat posyandu dan kebersihan, meskipun sama-sama miskin, ternyata anaknya lebih sehat. Unsur pendidikan perempuan berpengaruh pada kualitas pengasuhan anak. Sebaliknya sebagian anak yang gizi buruk ternyata diasuh oleh nenek atau pengasuh yang juga miskin. d) Sering sakit (frequent infection) Menjadi penyebab terpenting kedua kekurangan gizi, apalagi di negara-negara terbelakang dan yang sedang berkembang seperti Indonesia, dimana kesadaran akan kebrsihan / personal hygiene yang masih kurang, serta ancaman endemisitas penyakit tertentu, khususnya infeksi kronik seperti misalnya tubercolosis (TBC)

28

masih sangat tinggi. Kaitan infeksi dan kurang gizi seperti layaknya lingkaran setan yang sukar diputuskan, karena keduanya saling terkait dan saling memperberat. Kondisi infeksi kronik akan

menyebabkan kurang gizi dan kondisi malnutrisi sendiri akan memberikan dampak buruk pada sistem pertahanan tubuh. Infeksi adalah masuknya, bertumbuh dan berkembangnya agent penyakit menular dalam tubuh manusia atau hewan. Infeksi tidaklah sama dengan penyakit menular karena akibatnya mungkin tidak kelihatan atau nyata. Adanya kehidupan agent menular pada permukaan luar tubuh, atau pada barang, pakaian atau barang-barang lainnya,

bukanlah infeksi, tetapi merupakan kontaminasi pada permukaan tubuh atau benda (oor, 1997). Infeksi berat dapat memperjelek keadaan gizi melalui gangguan masukan makanannya dan meningkatnya kehilangan zat-zat gizi esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi walaupun ringan berpengaruh negatif terhadap daya tahan tubuh terhadap infeksi (Pudjiadi, 2003). Ada hubungan yang sangat erat antara infeksi (bakteri, virus dan parasit) dengan malnutrisi. Mereka menekankan interaksi yang

sinergis antara malnutrisi dengan penyakit infeksi, dan juga infeksi akan mempengaruhi status gizi dan mempercepat malnutrisi. Mekanisme patologisnya dapat bermacam-macam, sendiri-sendiri maupun bersamaan, yaitu : baik bicara

29

1) Penurunan asupan zat gizi akibat kurangnya nafsu makan, menurunnya absorpsi, dan kebiasaan mengurangi makan pada saat sakit. 2) Peningkatan kehilangan cairan/zat gizi akibat diare, mual / muntah dan pendarahan yang terus menerus. 3) Meningkatnya kebutuhan, baik dari peningkatan kebutuhan akibat sakit (human host) dan parasit yang terdapat dalam tubuh. Pada umunya baik infeksi umum maupun lokal, dapat respon metabolik bagi penderitanya, yang disertai dengan kekurangan zat gizi. Penelitian yang dilakukan, ditemui bahwa kurang gizi, dapat menyebabkan gangguan pada pertahanan tubuh. Di lain pihak, pada infeksi akan memberikan efek berupa gangguan pada tubuh, yang dapat menyebabkan kekurangan gizi. menyebabkan kurang gizi Penyakit infeksi dapat kurang gizi juga

sebaliknya

menyebabkan penyakit infeksi. Ada tendensi dimana, adanya penyakit infeksi, malnutrisi (gizi lebih dan gizi kurang), yang terjadi secara bersamaan di mana akan bekerjasama (secara sinergis), hingga suatu penyakit infeksi yang baru akan

menyebabkan kekurangan gizi yang lebih berat. Ini dikenal dengan siklus sinergis (vicious cycle) yang banyak dan sering terjadi di

30

negara-negara berkembang,

menyebabkan tingginya angka

kematian di negara tersebut (Supariasa, 2001). Terjadinya hubungan timbal balik antara kejadian infeksi penyakit dan gizi kurang maupun gizi buruk. Anak yang menderita gizi kurang dan gizi buruk akan mengalami penurunan daya tahan, sehingga rentan terhadap penyakit infeksi. Di sisi lain anak yang menderita sakit infeksi akan cenderung menderita gizi buruk (Depkes dalam Yuliaty 2008). 5.Faktor predisposisi (Predisposing factor) Faktor antesenden terhadap perilaku yang menjadi dasar atau motivasi bagi perilaku yang termasuk dalam faktor ini adalah pengetahuan,pengalaman,pendidikan,pekerjaan,umur dan kultur (budaya) 6.Faktor Pemungkin (Enabling Factor) Setiap karakteristik lingkungan yang memudahkan perilaku terjadi dan setiap keterampilan atau sumber daya yang dioerlukan untuk melaksanakan perilaku.Sumber daya itu meliputi fasilitas pelayanan kesehatan,misal puskesmas dan obat-obatan.Media informasi seperti TV,Koran,majalah dan famplet.

31

7. Faktor Penguat (Reinforsing Factor) Faktor yang menentukan suatu tindakan memperolehdukungan atau tidak.Sumber penguat tergantung pada tujuan dan jenis program. 8. Fasilitas Kesehatan Menurut Green Andirwiryono (2001) menyatakan bahwa salah satu faktor pemungkin yang akan mendorong seseorang berperilaku,khususnya dalam memanfaatkan kesehatan adalah ketersediaan fasilitas atau sumber daya kesehatan,keterjangkauan sumber daya atau fasilitas kesehatan D . Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan Seseorang Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang. Beberapa faktor itu diantaranya sebagai berikut : a) Pengalaman Berkaitan dengan umur dan pendidikan individu, bahwa

pendidikan yang tinggi maka pengalaman akan luas, sedangkan semakin tua umur seseorang maka pengalaman semakin banyak. (Notoatmodjo, 2007)

32

Menurut Wahit (2007), lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan yang baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengalaman adalah proses pembentukan pengetahuan atau keterampilan seseorang (Manulang, 1984 : 15). Pengalaman adalah ukuran tentang lama waktu yang telah ditempuh seseorang dalam memahami masalah (Ranupandojo, 1984 : 71). Pengalaman adalah pengetahuan atau keterampilan yang telah diketahui dan dikuasai seseorang yang akibat dari perbuatan atau pekerjaan yang telah dilakukan selama beberapa waktu tertentu (Trijoko, 1980 : 82). pengalaman adalah kejadian yang pernah dialami (dijalani, dirasai, ditanggung ) baik yang sudah lama atau baru saja terjadi. Pengalaman merupakan suatu proses pembelajaran dan

pertambahan perkembangan potensi bertingkah laku baik dari pendidikan formal maupun nonformal atau bisa diartikan sebagai suatu proses yang membawa seseorang kepada suatu pola tingkah laku yang lebih tinggi. Pengalaman sebagai salah satu variabel yang banyak digunakan dalam berbagai penelitian. Marinus,

Wray (1997) menyatakan bahwa secara spesifik pengalaman dapat

33

diukur dengan rentang waktu yang telah digunakan terhadap suatu pekerjaanatau tugas (job). Penggunaan pengalaman didasarkan pada asumsi bahwa tugas yangdilakukan secara berulang-ulang memberikan peluang untuk belajar melakukannya dengan yang terbaik. Lebih jauh Kolodner (1983) dalam risetnya

menunjukkan bagaimana pengalaman dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja pengambilan keputusan. Namun dilain

pihak beberapa riset menunjukkan kegagalan temuantersebut (seperti Ashton, 1991; Blocher et al. 1993), hal ini karena

menurut Ashton(1991) sering sekali dalam keputusan akuntansi dan audit memiliki sedikit waktu untuk dapat belajar. Menurut Knoers & Haditno (1999), pengertian pengalaman adalah : Suatu pembelajaran juga mencakup perubahaan yang relatif tepat dari perilaku yang diakibatkan pengalaman, pemahaman dan praktek. b) Pendidikan Semakin tinggi pendidikan maka ia akan mudah menerima halhal baru dan mudah menyesuaikan dengan hal yang baru tersebut. (Notoatmodjo, 2007). Pendidikan adalah pendidikan terahir yang pernah dicapai oleh ibu dalam lembaga pendidikan. (Fatimah, dkk : 2009)

34

Pendidikan adalah proses perubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, karena

semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka diharapkan akan meningkatkan kemampuan seseorang dalam

mengembangkan potensi diri (Depdiknas RI, 2002), dimana tingkat pendidikan berkaitan dengan pengetahuan yang dimiliki seseorang dalam mempengaruhi prilaku kesehatan ibu. Menurut Notoatmodjo (2010), pendidikan adalah suatu kegiatan atau proses pembelajaran untuk mengembangkan atau

meningkatkan kemampuan tertentu sehingga sasaran pendidikan itu dapat berdiri sendiri. Tidak adapat dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula Sebaliknya, jika seseorang

pengetahuan yang dimilikinya.

tingkat pendidikannya rendah, akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan, informasi dan nilai-nilai yang baru diperkenalkan. Penelitian juga telah dilakukan oleh Chintami Oktavia (2009) di Kelurahan Petisah Tengah, diperoleh bahwa responden yang cenderung berpengetahuan lebih baik adalah dengan tingkat

35

pendidikan tinggi disbanding yang berpendidikan rendah yaitu berkisar 50% dan 42, 0%. Berdasarkan UU NO. 20 tentang pendidikan dasar 9 tahun 1998 dalam skripsi Inggit tahun 2006, dicantumkan bahwa

pendidikan SLTP ke atas untuk wilayah perkotaan termasuk berpendidikan tinggi sedangkan yang berpendidikan SLTP ke bawah termasuk bependidikan rendah. c) Pekerjaan Pekerjaan adalah kegiatan sehari-hari yang dilakukan ibu untuk memenuhi kebutuhannya, bila kita ingin melihat pekerjaan

mayoritas dari ibu karena kemungkinan sebagian ibu bukanlah pekerja yang berpenghasilan cukup sehingga kebanyakan ibu menganggap sosial ekonomi keluarga akan mengganggu dalam pemenuhan nutrisi anaknya. Dalam sebuah bidang pada umumnya diperlakukan adanya hubungan sosial dan hubungan dengan orang yang baik, setiap orang harus bisa bergaul dengan teman sejawat maupun berhubungan dengan atasan

(Notoadmojo, 2003). Pekerjaan adalah akifitas yang dilakukan seorang tiap hari dalam kehidupanya. kesakitan , Seseorang yang bekerja dapat terjadi sesuatu misalnya dari situasi lingkungan dan juga dapat

36

menimbulkan stres dalam bekerja sehingga kondisi pekerjaanya pada umumnya di perlukan adanya hubungan sosial yang baik dengan orang lain , setiap orang harus dapat bergaul dengan teman sejawat (Arikunto, 2002). Penghasilan keluarga merupakan faktor utama yang

memungkinkan bagi seseorang untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan (Green: 1980), selain itu ibu yang bekerja disektor formal memiliki akses yang lebih baik terhadap berbagai informasi termasuk kesehatan. Lingkungan sosial akan mendukung tingginya pengetahuan seseorang, sedang ekonomi dikaitkan dengan pendidikan,

ekonomi baik tingkat pendidikan akan tinggi sehingga tingkat pengetahuan akan tinggi juga. (Notoatmodjo, 2007)

37

d) Kultur (Budaya) Budaya sangat berpengaruh terhapat tingkat pengetahuan seseorang, karena informasi yang baru akan disaring kira-kira sesuai tidak dengan budaya dan agama yang dianut

(Notoatmodjo, 2007) Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian,

moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat. (soekanto, 2000: 172).

38

KERANGKA TEORI

Faktor Pemudah 1. Fasilitas kesehatan,

misal puskesmas, obat obatan 2. Media informasi, misal TV, koran, majalah, Tingkat pengetahuan ibu Faktor Predisposisi 1. Pengalaman 2. Pendidikan 3. Pekerjaan
4. Kultur (budaya)

famplet

tentang gizi buruk

Faktor Pemerkuat 1. Sikap petugas kesehatan 2. Perilaku petugas kesehatan Gambar 2. 1. Kerangka Teori Notoadmodjo (2007)

39

BAB III AREA PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi


3.1 Profil Wilayah Desa Dangdeur

Letak wilayah Dangdur berada ditengah-tengah kecamatan Balaraja, dan wilayahnya merupakan bagian dari areal persawahan. Desa Dangdeur tergolong wilayah yang luas. Luas wilayah Desa Dangdeur adalah 598 Hektar, dengan dengan batas-batas wilayah dengan wilayah lainnya adalah sebagai berikut: - Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Lobang - Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Kubang - Sebelah Barat berbatasan dengan Pangkat - Sebelah Timur berbatasan dengan Sumur Bandung

Desa Dangdeur terdiri dari 6 kampung, diantaranya: Tabel 1: Daftar Kampung di Desa Dangdeur
No 1 2 3 4 Nama Kampung Kampung Balai Desa Kampung Nibung Kampung Bendung Kampung Geredok Luas Kampung (Ha) 273 47 33 37

39

40

5 6

Kampung Pasir Rangdu Kampung Kukulu

28 180

Sumber: Profil Desa Dangdeur dan arsip kantor kecamatan Jayanti 2011

Wilayah 6 kampung yang terdapat di desa Dangdeur pada dasarnya luas arealnya berbeda. Hal ini dilatar belakangi oleh umur desa yang berbeda. Dari tabel diatas kita dapat memperoleh keterangan bahwa Kampung Balai Desa adalah wilayah yang paling luas dan wilayah pertama yang ada di Desa Dangdeur, sedangkan Kampung Pasir Rangdu luas arealnya 28 Hektar sebagai kampung yang wilayahnya paling sempit dari enam kampung lainnya yang ada di Dangdeur. Kampung Kukulu menempati posisi kedua dengan luas 180Hektar, disusul dengan wilayah Kampung Nibung dengan luas wilayah 47 Hektar, sedangkan Kampung Bendung 33 Hektar tidak jauh beda dengan Kampung disebelahnya Kampung Geredok 37 Hektar. Desa dangdeur mempunyai 6 pos untuk melaksanakan posyandu tiap bulan dan dilengkapi satu pustu untuk sarana kesehatan. 3.2 Keadaan Penduduk Secara umum, penduduk dapat dikatakan sebagai kelompok orang yang menempati areal tertentu yang sifatnya menetap ataupun hanya bersifat sementara. Penduduk di Desa Dangdeur sebagian berprofesi sebagai petani,buruh dan karyawan.

41

3.3.1 Komposisi Penduduk Menurut Suku Masyarakat Dangdeur merupakan kelompok masyarakat yang dapat digolongkan sebagai masyarakat yang hetorogen, meskipun ada beberapa suku yang mendiami wilayah ini,seperti yang diuraikan pada tabel berikut:

Tabel 2: Penduduk Desa Dangdeur Menurut Kelompok Suku


No 1 2 4 Jenis Etnis/Suku Sunda Jawa Batak Jumlah keseluruhan Jumlah Dalam % 95 3 2 100%

Sumber: Profil desa Dangdeur dan arsip kantor kecamatan Jayanti 2011
Data kependudukan desa Dangdeur pada tahun 2011 membuktikan bahwa masyarakat sunda adalah masyarakat yang jumlahnya sebagai kelompok yang dominan, dengan jumlah 95%. Berbeda dari kelompok etnis yang lainnya yang berasal dari Jawa, dengan persentase 3,0%. Kelompok masyarakat yang posisinya posisi ketiga adalah berasal dari Sumatera Utara yaitu Batak. Penduduk kecamatan desa Dangdeur setiap tahunnya selalu mengalami perubahan. Hal ini disebabkan oleh pendatang yang akan bekerja sebagai buruh pabrik. Sektor ini mengalahkan pertambahan penduduk dari proses kelahiran.

42

3.3.2 Komposisi Penduduk Menurut Agama Masyarakat yang tinggal di desa Dangdeur pada dasarnya menganut kelima agama yang diakui di Indonesia, yaitu Katolik, Islam dan Kristen Protestan yang terbagi seperti tabel di bawah ini;

Tabel 3: Komposisi Penduduk Menurut Agama di Desa Dangdeur


No 1 2 3 4 Agama Islam Kristen Protestan Katolik Hindu/Budha Persentase (%) 97, 0 2,0 1,0 0

Sumber : Profil desa Dangdeur dan arsip kantor kecamatan Jayanti 2011 Tabel diatas menggambarkan bahwa masyarakat yang menempati desa Dangdeur mayoritas beragama Islam dengan persentase 97%. Masyarakat penganut agama Islam di desa Dangdeur adalah suku Sunda dan masyarakat Jawa yang jumlahnya dominan di Dangdeur, sedangkan yang terkecil persentasenya adalah agama Hindu dan Budha dengan jumlah 0%. Masyarakat yang menganut agama Kristen Protestan berjumlah 2,0%, menempati urutan kedua setelah Agama Islam. Agama Katolik berjumlah 1,0%. Dalam proses kehidupan keagamaan setiap harinya masyarakat terlihat akur, sebab konflik antar sesama umat beragama belum pernah terjadi di wilayah desa Dangdeur kecamatan Jayanti.

43

3.3.3 Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian Mata pencaharian penduduk sebagian besar adalah bertani dan berkebun baik sebagai penyewa maupun pemilik tanah. Masyarakat yang lainnya ada yang bekerja sebagai buruh Pabrik yang ada di sekitar Kecamatan Jayanti. Distribusi penduduk menurut mata pencaharian akan diuraikan dalam tabel berikut ini:

Tabel 4: Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Di Desa Dangdeur Kecamatan Jayanti
No 1 2 3 4 5 Mata pencaharian Petani Karyawan/Buruh Pegawai Negri Dagang Dan lain-lain Persentase (%) 60 25 5 5 5

Sumber: Profil Desa Dangdeur dan arsip kantor kecamatan Jayanti 2011
Dengan memperhatikan tabel diatas, bahwa penduduk Jayanti mayoritas bekerja sebagai Petani Sebanyak 60% dari jumlah penduduk. Masyarakat Karyawan/Buruh menempati posisis kedua yaitu sebanyak 25%, disusul kelompok kerja disektor lain sebanyak 5%. Kelompok masyarakat pedagang berjumlah 5%.

44

3.3 Struktur Pemerintahan Desa Dangdeur Desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk, yang didasari oleh hukum dan sistem sosial, yang dipimpin langsung oleh seorang Camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangga sendiri. Sebagai unit terendah dari sistem administrasi pemerintahan, desa dipimpin oleh Kepala Desa, dengan beberapa aturan yaitu sebagai berikut: 1. Karangka atau struktur pemerintahan desa yang menjadi wadah kerja sama

2. Pembagian tugas dan fungsi serta wewenang dan tanggung jawab

3. Pengaturan dan penyusunan staf pelaksana

4. Pengaturan hubungan kerja antara antara satuan kerja organisasi dan suatu tata hubungan kerja

Desa Dangdeur juga mempunyai struktur organisasi pemerintahan yang unsurunsurnya, Kepala Desa, Sekretaris Desa, Kepala Urusan Kepemerintahan, Kepala Urusan Pembangunan, dan Kepala Urusan Umum. Semua unsur pemerintahan desa Dangdeur ini saling kerja sama satu sama lain. Pada pelaksanaan pemerintahan di desa Dangdeur, unsur yang sering aktif menjalankan tugasnya adalah Kepala Desa dan Sekretaris Desa, sedangkan unsurunsur yang lainnya kurang aktf.

45

BAB IV KERANGKA KONSEP

4.1 Kerangka Konsep Dengan berorientasi pada kerangka teori dan tinjauan pustaka, penulis mengembangkan konseptual menurut LW Green (1980) yang dikutip dari Notoatmodjo (2007) yang akan menjadi acuan penelitian ini sebagai variabel independen dari faktor yang berhubungan dengan tingkat pengetahuan ibu tentang gizi buruk dibagi menjadi 3 faktor utama yaitu, (1) faktor pemudah yang diantaranya fasilitas kesehatan dan media informasi, (2) faktor

predisposisi yang diantaranya pengalaman, pendidikan, pekerjaan, kultur (budaya), (3) faktor pemerkuat diantaranya sikap petugas kesehatan, dan perilaku petugas kesehatan. Namun karena keterbatasan peneliti, yang diambil menjadi variabel independennya adalah tingkat pendidikan, pekerjaan, kultur (budaya).

Adapun yang menjadi variabel dependennya adalah tingkat pengetahuan ibu tentang gizi buruk. Untuk lebih jelasnya akan dijabarkan pada kerangka

konsep sebagai berikut.

45

46

Tabel 4. 1

Variabel Independent

Variabel Dependent

1. Pendidikan 2. Pekerjaan 3. Kultur (budaya) Tingkat pengetahuan ibu tentang gizi buruk

Sumber : Notoatdmodjo (2007)

47

4. 2 Definisi Operasional
Definisi operasional setiap masing-masing variabel akan disajikan pada tabel berikut ini :

Tabel 4. 2 Variabel Dan Definisi Operasional

No 1.

Variabel Operasional Tingkat pengetahuan ibu tentang Gizi buruk

Definisi Operasional Suatu kondisi dimana seseorang dinyatakan kekurangan nutrisi. Dengan jumlah soal 20

Cara Ukur Dengan menanyakan

Alat Ukur Kuesioner

Hasil Ukur Kurang, apabila

Skala Ordi nal

jawaban benar 55% Cukup, jawaban 75% Baik, apabila jawaban benar 76-100% apabila benar 56-

pada balita

2.

Pendidikan

Tingkat pendidikan responden sampai dilakukan penelitian saat

Dengan menanyakan

Kuesioner

Pendidikan (SLTP)

rendah

Ordi Nal

Pendidikan (>SLTA)

tinggi

48

3.

Pekerjaan

Merupakan kegiatan utama

Dengan menanyakan

Kuesioner

Tidak (IRT)

bekerja

Ordi nal

ibu dalam rangka mendapatkan penghasilan, yang dikelompokkan ke dalam ibu

Bekerja

bekerja dan tidak bekerja 4. Kultur (budaya) Suatu kebiasaan atau cara yang dilakukan ibu Menanyakan
Kuesioner

Kurang,

apabila

Ordi Nal

jawaban benar 55% Cukup, jawaban 75% apabila benar 56-

dalam mengasuh anaknya Dengan soal 13 jumlah

Baik, apabila jawaban benar 76-100% benar

49

4.1.1 Hipotesis 1. Ada hubungan antara pendidikan dengan tingkat pngetahuan ibu tentang gizi buruk . 2. Ada hubungan antara pekerjaan dengan tingkat pengetahuan ibu tentang gizi buruk. 3. Ada hubungan antara kultur (budaya) dengan tingkat pengetahuan ibu tentang gizi buruk.

50

BAB V METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian bersifat survei analitik dengan tujuan untuk melihat hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang gizi buruk di Desa Dangdeur Kec. Jayanti Tangerang. Sedangkan pendekatan yang dilakukan dalam

penelitian ini adalah dengan menggunakan pendekatan cross sectional, yaitu suatu variabel bebas dan variabel terikat dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan dan hanya satu kali (Soekidjo Notoatmodjo, 2004). B. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah 17 ibu yang mempunyai balita yang mengalami gizi buruk di Desa Dangdeur 2011. 2. Sampel Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiono, 2003). Yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah keseluruhan dari populasi ibu yang mempunyai balita dengan gizi buruk di Desa Dangdeur 2011.

50

51

C.

Waktu dan Tempat Penelitian Waktu penelitian di lakukan di Desa Dangdeur 1. Proses Pengumpulan Data Data yang di kumpulkan berupa data sekunder yang di dapat melalui catatan medik dan juga data primer dengan menggunakan angket. Mengenai faktor faktor yang berhubungan dengan tingkat pengetahuan ibu tentang gizi buruk pada balita di Desa Dangdeur Kec. Jayanti Tangerang 2011. Adapun instrument yang di

pergunakan dalam penelitian ini dengan cara kuesioner yang sesuai dengan tujuan penelitian. 2. Tahapan Persiapan a. Mengurus surat izin penelitian kepada direktur STIKIM. b. Mengurus surat izin penelitian dengan kepala PKM Jayanti. 3. Tahapan Pelaksanaan a. Mengumpulkan data seluruh balita yang mengalami gizi buruk di Desa Dangdeur Kec. Jayanti Tangerang Oktober 2011. b. Setelah data terkumpul kemudian di olah

52

c.

Cara pengambilan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan kuesioner.

D.

Teknik dan Analisis Data Setelah data terkumpul, cara pengolahan data dan analisa data dengan menggunakan manual , dengan tahapan sebagai berikut : 1. Editing Editing adalah kegiatan membetulkan, menyatukan isian angket

dengan memeriksa tiap lembarnya untuk memastikan bahwa data terisi dengan benar. 2. Coding Yaitu kualifikasi dan pemberian kode pada data yang

dimaksudkan adalah untuk memudahkan pengolahan data yaitu dengan memberikan kode pada setiap pertanyaan dalam angket yang di sediakan dalam kolom khusus. 3. Entry Data Memasukan data dari isinya masing masing angket kedalam Format.

53

E.

Analisis Data Analisa data adalah proses mengatur urusan data dan mengalokasikan data dalam suatu pola hasil. Untuk pengolahan data dianalisa dengan analisa univariat dan bivariat. 1. Analisa Univariat yaitu menjelaskan distribusi angka kejadian masing-masing varabel yang diteliti dengan menggunakan rumus: X P = n Keterangan : P: Persentase X : Jumlah yang di dapat N : Jumlah Sampel 2. Analisa Bivariat Dilakukan untuk membuktikan hipotesa dengan menentukan hubungan dan besarnya hubungan antara variabel bebas dan terikat. Pada analisa ini digunakan rumus kai-kuadrat dengan rumus : x 100%

54

X2 = ( 0 E )2 E Keterangan: X2 = Chi square / Chi kuadrat O = Frekuensi yang diharapkan E = Frekuensi yang diperoleh berdasarkan data Hasil analisa diambil dengan kesimpulan : a) Bila P Value alpha (0, 05), Ho di tolak berarti ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan gizi buruk b) Bila P Value alpha (0, 05), Ho gagal di tolak berarti tidak ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan gizi buruk

55

BAB VI HASIL PENELITIAN

6. 1 Hasil Penelitian Univariat Dari hasil penelitian di Desa Dangdeur diperoleh data sebanyak 17 balita gizi buruk . Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu yang memiliki balita gizi buruk. Hasil penelitian lebih rinci dapat diuraikan sebagai berikut:

55

56

Tabel 6. 1. 1 Pengetahuan Distribusi frekuensi balita dengan gizi buruk berdasarkan Pengetahuan ibu di desa Dangdeur tahun 2011 Pengetahuan Kurang Cukup Baik Total Frekuensi 1 13 3 17 Presentasi 5, 88 % 76, 47 % 17, 65 % 100 %

Berdasarkan hasil distribusi frekuensi mengenai gizi buruk, dapat dilihat ditabel 6. 1. 1 bahwa sebagian besar responden berpengetahuan kurang sebanyak 1(5, 88%), berpengetahuan cukup sebanyak 13 (76, 47%), dan berpengetahuan baik sebanyak 3 (17, 65%).

57

Tabel 6. 2. 1 Pendidikan Distribusi frekuensi balita dengan gizi buruk berdasarkan pendidikan ibu di desa Dangdeur tahun 2011 Pendidikan SLTP SLTA Total Frekuensi 14 3 17 Presentase 82, 3 % 17, 7 % 100 %

Berdasarkan hasil distribusi frekuensi mengenai gizi buruk, dapat dilihat ditabel 6. 2. 1 bahwa sebagian besar responden memiliki pendidikan SLTP sebanyak

14(82, 3%), dan responden yang memiliki pendidikan SLTA sebanyak 3(17,7%).

58

Tabel 6. 2. 2 Pekerjaan Distribusi frekuensi balita dengan gizi buruk berdasarkan Pekerjaan ibu di desa Dangdeur tahun 2011

Pekerjaan Tidak Bekerja Bekerja Total

frekuensi 14 3 17

Presentasi 82, 35% 17, 65 % 100 %

Berdasarkan hasil distribusi frekuensi mengenai gizi buruk, dapat dilihat ditabel 6. 2. 2 bahwa sebagian besar responden tidak bekerja sebanyak 14(82, 3%), dan responden yang bekerja sebanyak 3(17, 7%).

59

Tabel 6. 3. 1 Kultur (budaya) Distribusi frekuensi balita dengan gizi buruk berdasarkan kultur (budaya) ibu di desa Dangdeur tahun 2011 Budaya Cukup (55-75) Baik (75-100) Total Frekuensi 14 3 17 Presentasi 82, 35 % 17, 65 % 100%

Berdasarkan hasil distribusi frekuensi mengenai gizi buruk, dapat dilihat ditabel 6. 3. 1 bahwa sebagian besar responden berpengetahuan cukup tentang budaya sebanyak 14(82, 35%), dan berpengetahuan baik tentang budaya sebanyak 3(17,65%).

60

6. 2 Hasil Penelitian Bivariat 6. 4. 1 Distribusi frekuensi hubungan pendidikan dengan pengetahuan ibu tentang gizi buruk Distribusi frekuensi hubungan pendidikan dengan pengetahuan ibu tentang gizi buruk di desa Dangdeur - Jayanti Tangerang tahun 2011 Pengetahuan Kurang Pendidikan (< 55) f SLTP SLTA Total 2 1 3 % 14, 3 33, 3 17, 6 (55-75) f 11 0 11 % 78, 6 0 64, 7 (75-100) f 1 2 3 % 7, 1 66, 7 17, 6 f 14 3 17 % 100 100 100 0, 020 Cukup Baik Total P. Value

Dari tabel 6. 4. 1 diatas menunjukkan bahwa pendidikan SLTP pada ibu yang mempunyai balita gizi buruk yang mempunyai pengetahuan kurang sebesar 2 orang (14, 3%), sedangkan pendidikan SLTA pada ibu yang mempunyai balita gizi buruk yang mempunyai pengetahuan kurang sebanyak 1 orang (13, 3%). Setelah dilakukan Uji Statistik dengan Chi-Square didapatkan P Value = 0, 020, Maka kesimpulannya jika P Value < 0, 05 maka Ho ditolak dan Ha diterima,

61

artinya ada hubungan yang signifikasi antara pendidikan dengan pengetahuan ibu tentang gizi buruk pada balita. 6. 5. 1 Distribusi frekuensi hubungan pekerjaan dengan pengetahuan ibu tentang gizi buruk Distribusi frekuensi hubungan pekerjaan dengan pengetahuan ibu tentang gizi buruk di desa Dangdeur tahun 2011 Pengetahuan Kurang pekerjaan (< 55) f Tidak bekerja bekerja Total 2 3 66, 7 17, 6 0 11 0 64, 7 1 3 33, 3 17, 6 3 17 100 100 0, 020 1 % 7, 1 (55-75) f 11 % 78, 6 (75-100) f 2 % 14, 3 f 14 % 100 Cukup Baik Total P. Value

Dari tabel 6. 5. 1 diatas menunjukkan bahwa pekerjaan mempengaruhi pengetahuan ibu tentang gizi buruk, ibu yang tidak bekerja yang mempunyai pengetahuan kurang sebesar 1 orang (7, 1%), sedangkan pada ibu yang bekerja yang mempunyai pengetahuan kurang sebesar 2 orang (66, 7, %).

62

Setelah dilakukan Uji Statistik dengan Chi-Square didapatkan P Value = 0, 020, Maka kesimpulannya jika P Value < 0, 05 maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya ada hubungan yang signifikasi antara pekerjaan dengan pengetahuan ibu tentang gizi buruk pada balita. 6. 6. 1 Distribusi frekuensi hubungan kultur (budaya) dengan pengetahuan ibu tentang gizi buruk Distribusi frekuensi hubungan kultur(budaya, agama) dengan pengetahuan ibu tentang gizi buruk di desa Dangdeur tahun 2011 Pengetahuan Kurang Budaya (< 55) f Cukup 3 (55-75) Baik 0 (75-100) Total 3 17, 6 11 64, 7 3 17, 6 17 100 0 1 100 0 0 3 100 0, 748 18, 8 10 62, 5 3 18, 8 % (55-75) f % (75-100) f % f 14 % 100 Cukup Baik Total P. Value

Dari 6. 6. 1 diatas menunjukkan bahwa kultur (budaya, agama) tidak mempengaruhi pengetahuan ibu tentang gizi buruk, ibu yang mempunyai

63

pengetahuan kurang tentang budaya sebesar 3 orang (18, %), sedangkan hasil untuk pengetahuan ibu tentang budaya yang bernilai baik sebesar 0. Setelah dilakukan Uji Statistik dengan Chi-Square didapatkan P Value = 0, 0748, Maka kesimpulannya jika P Value < 0, 05 maka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya tidak ada hubungan yang signifikasi antara kultur(budaya, agama) dengan pengetahuan ibu tentang gizi buruk pada balita.

64

BAB VII PEMBAHASAN 7. 1 Hasil Analisa Univariat 7. 1. 1 Pendidikan Responden Dari hasil penelitian didapatkan bahwa ibu yang mengetahui tentang gizi buruk memiliki pendidikan SLTA sebanyak 3 (17, 7%), dan responden yang

memiliki pendidikan SLTP sebanyak 14 (82, 3%) 7. 1. 2 Pekerjaan Responden Dari hasil penelitian bahwa sebagian besar responden tidak bekerja sebanyak 14 (82, 3%), dan responden yang bekerja sebanyak 3 (17, 7%) 7. 1. 3 Kultur (Budaya) Dari hasil penelitian bahwa sebagian besar responden berpengetahuan cukup tentang budaya sebanyak 14 (82, 35%), dan berpengetahuan baik tentang budaya sebanyak 3 (17, 65%).

64

65

7. 2 Hasil Analisa Bivariat 7. 2. 1. Hubungan antara pengetahuan ibu tentang gizi buruk dengan pendidikan ibu Dari hasil penelitian didapatkan bahwa ibu yang mengetahui tentang gizi buruk memiliki pendidikan SLTA sebanyak 3 (17, 7%), dan responden yang

memiliki pendidikan SLTP sebanyak 14 (82, 3%) Dan diperoleh analisa bivariat P Value = 0, 020 (< 0, 05) artinya ada hubungan yang signifikasi antara pendidikan dengan pengetahuan ibu tentang gizi buruk pada balita di desa Dangdeur-Jayanti Tangerang Tahun 2011. Serta dapat disimpulkan bahwa adanya perbedaan tingkat pendidikan SLTP dengan SLTA. Menurut Notoadmodjo ( 2003 ) Pendidikan adalah suatu kegiatan proses pembelajaran untuk mengembangkan atau meningkatkan kemampuan tertentu sehingga sasaran itu dapat berdiri sendiri. tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka peroleh, pada umumnya semakin tinggi seseorang semakin baik pula pengetahuannya. Dari teori di atas dapat di ketahui bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang atau suatu masyarakat. Maka semakin luas pengetahuannya.

66

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Nana kartika (2007) tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan pengetahuan ibu tentang gizi buruk di Semarang diperolah hasil terdapatnya hubungan antara Pendidikan dengan pengetahuan ibu tentang gizi buruk. Penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan Anisa (2005) dengan judul faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan ibu tentang balita gizi buruk di desa mangunrejo jawa timur, tentang terdapatnya hubungan antara pengetahuan ibu tentang gizi buruk dengan pendidikan. Dengan jumlah proporsi pendidikan SLTP 25 % berpengetahuan kurang dan SLTA 18 %. Hasil penelitian ini dapat diasumsikan bahwa responden yang memiliki pendidikan diatas SLTA akan lebih tahu tentang gizi seimbang, pola asuh anak dan penyakit infeksi pada balita sehingga dapat mengurangi angka gizi buruk. Bagi responden yang berpendidikan SLTP cenderung kurang memahami pentingnya gizi seimbang pada anak. Karena lingkungan pendidikan di bawah SLTP belum bisa menjadikan seorang ibu lebih baik dalam mengambil keputusan. 7. 2. 2 Hubungan antara pengetahuan ibu tentang gizi buruk dengan pekerjaan ibu Dari hasil penelitian bahwa sebagian besar responden tidak bekerja sebanyak 14(82, 3%), dan responden yang bekerja sebanyak 3 (17, 7%)

67

Hasil analisa bivariat diperoleh P Value = 0, 020 (< 0, 05) artinya ada hubungan yang signifikasi antara pekerjaan dengan pengetahuan ibu tentang gizi buruk pada balita di desa Dangdeur-Jayanti Tangerang Tahun 2011. Serta dapat disimpulkan bahwa adanya perbedaan pengetahuan pada ibu yang bekerja dengan ibu yang tidak bekerja. Ini dapat diartikan bahwa ibu yang tidak bekerja ada kecendrungan untuk mempengaruhi pengetahuan tentang gizi buruk karena ibu yang bekerja tersebut tidak banyak memiliki pengetahuan tentang pentingnya pola asuh terhadap anaknya yang nantinya akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak balitanya. Hal ini tidak sejalan dengan pendapat Marge Koblinsky dalam bukunya yang berjudul Kesehatan Wanita menyatakan bahwa beban kerja yang berat meningkatkan kebutuhan waktu yang lebih lama di luar rumah. Lamanya waktu bekerja serta peran ganda wanita menciptakan suatu kerentanan sosial terhadap masalah psikologis pada anak terutama selama masa pertumbuhan dan perkembangan otaknya. (Adi Utarini, 1997: 102). Pekerjaan Adalah kesibukan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga. Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah.

(Nursalam 2001:133).

68

Penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan Dwisari (2005) yang berjudul faktor-faktor yang berhubungan dengan pengetahuan ibu tentang gizi buruk di desa Mandalawangi Sukabumi yang menyatakan bahwa pekerjaan dapat mempengaruhi pengetahuan ibu tentang gizi buruk. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ibu yang bekerja lebih mengerti gizi seimbang pada anak walaupun pada umumnya banyak menyita waktu karena mempunyai kesibukan yang banyak diluar namun lingkungan pekerjaan biasanya lebih cenderung kepada hal-hal atau cara yang tepat dalam mengasuh anak. 7. 2. 3. Hubungan antara pengetahuan ibu tentang gizi buruk dengan kultur (budaya). Dari hasil penelitian bahwa sebagian besar responden berpengetahuan cukup tentang budaya sebanyak 14(82, 35%), dan berpengetahuan baik tentang budaya sebanyak 3(17, 65%). Hasil analisa bivariat diperoleh P Value = 0, 0748, Maka kesimpulannya jika P Value < 0, 05 maka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya tidak ada hubungan yang signifikasi antara kultur(budaya, agama) dengan pengetahuan ibu tentang gizi buruk pada balita. Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya

terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat,

69

dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat. (Soekanto, 2000: 172) Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan dina Mariana (2009) yang berjudul Hubungan antara budaya dengan pengetahuan ibu tentang gizi buruk yang menyatakan bahwa budaya atau adat istiadat tidak mempengaruhi pengetahuan ibu tentang gizi buruk. dengan proporsi nilai baik 78 % dan kurang 55 %. Hal ini tidak sesuai dengan yang di ungkapkan oleh Abdullah yang mengartikan budaya adalah sebuah system berupa konsepsi konsepsi yang di wariskan dalam bentuk simbolik sehingga dengan cara inilah manusia mampu berkomunikasi, melestarikan dan mampu mengembangkan pengetahuan serta sikapnya terhadap kehidupan (Abdullah, 2006 : 1). Dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan ibu dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan seharihari, kebudayaan itu bersifat abstrak atau nyata. Walaupun definisi-definisi tentang kebudayaan memiliki perbedaan sudut pandang, akan tetapi setiap definisi menyimpulkan kesamaan, yaitu bahwa kebudayaan adalah

70

kebudayaan adalah ciptaan manusia. Dengan demikian tidak ada budaya tanpa manusia dan tidak ada manusia tanpa budaya. Manusia dan budaya bagaikan dua sisi mata uang yang tidak pernah terpisahkan.

71

BAB VIII PENUTUP 8. 1 Kesimpulan Berdasarkan hasil dari penelitian mengenai Faktor-faktor yang berhubungan dengan pengetahuan ibu tentang gizi buruk pada balita di desa Dangdeur-Jayanti Tangerang tahun 2011. Maka dapat diambil kesimpulan bahwa ada hubungan antara faktor-faktor yang diteliti seperti pendidikan, pekerjaan. Dan adanya faktor yang tidak berhubungan yaitu budaya. Penelitian ini dapat disimpulkan dengan hasil sebagai berikut : 1.Untuk mengetahui distribusi mengenai gizi buruk berdasarkan tingkat pengetahuan di Desa Dangdeur Kec. Jayanti Tangerang 2011. 2.Ada hubungan mengenai tingkat pengetahuan ibu tentang gizi buruk dengan pendidikan ibu di Desa Dangdeur Kec. Jayanti Tangerang 2011. 3.Ada hubungan mengenai tingkat pengetahuan ibu tentang gizi buruk dengan pekerjaan ibu di Desa Dangdeur Kec. Jayanti Tangerang 2011. 3.Tidak ada hubungan mengenai tingkat pengetahuan ibu tentang gizi buruk dengan kultur (budaya) ibu di Desa Dangdeur Kec. Jayanti Tangerang 2011.

71

72

8. 2

Saran Berdasarkan hasil yang di peroleh dari lapangan penulis menemukan

beberapa kekhawatiran mengenai gizi buruk pada balita, sehingga penulis ingin memberikan saran antara lain terutama untuk : 1. Puskesmas jayanti Tangerang: Mengurangi angka prevalensi gizi buruk dan memberikan penyuluhan tentang pentingnya asupan makanan yang kaya akan gizi khususnya bagi balita. 2. Institusi pendidikan Penelitian ini dapat di jadikan sebagai bahan pustaka bagi penelitian selanjutnya, serta lebih memperbanyak bahan pustaka lain, agar mahasiswa tidak mengalami kesulitan dalam mencari referensi dalam membuat sebuah penelitian. 3. Bagi peneliti Melakukan penelitian lebih lanjut dengan variabel yang belum di teliti serta analisa yang lebih mendalam yaitu dengan melakukan analisa multivariat.

Anda mungkin juga menyukai